Langsung ke konten utama

LAPORAN KASUS ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL TRIMESTER II DENGAN KANDIDIASIS

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1         Latar Belakang

Menurut data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2017, AKI di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan kesepakatan global Sustainable Development Goals (SDGs) menargetkan AKI di Indonesia dapat turun menjadi 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih jauh dari target SDGs sehingga perlu upaya yang lebih besar untuk menurunkan AKI agar  mencapai target SDGs di tahun 2030. Menurut Profil Kesehatan Kota Surabaya pada tahun 2016, angka Kematian Ibu di Kota Surabaya tahun 2016 sebesar 85,72 per 100.000 kelahiran hidup, mengalami penurunan dari tahun sebelumny sebesar 87,35 per 100.000 kelahiran hidup. Namun penurunan yang terjadi tidak signifikan.

Angka Kematian Ibu (AKI) di negara berkembang karena kehamilan, persalinan, dan nifas merupakan masalah yang kompleks dan berkepanjangan. Bahkan sampai saat ini masalah tersebut belum teratasi. Padahal, AKI merupakan salah satu indikator keberhasilan upaya kesehatan ibu dan anak pada suatu negara. Faktor yang berkontribusi terhadap kematian ibu dikelompokkan menjadi penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung adalah yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas. Sedangkan penyebab tidak langsung adalah faktor-faktor yang memperberat keadaan ibu hamil, bersalin, dan nifas. Selain itu terdapat faktor lain, diantaranya adalah ibu hamil yang menderita penyakit menular seperti malaria, HIV/AIDS, tuberkulosis, sifilis, penyakit tidak menular seperti hipertensi, diabetes melitus, jantung, jiwa, maupun yang mengalami kekurangan gizi.

Untuk mengatasi masalah tersebut, maka pelayanan antenatal di fasilitas kesehatan perlu dilaksanakan secara terpadu mencakup upaya promotif, preventif, sekaligus kuratif dan rehabilitatif, yang meliputi pelayanan KIA, gizi, pengendalian penyakit menular (imunisasi, HIV/AIDS, TB, malaria, penyakit menular seksual), penyakit tidak menular serta beberapa program lokal dan spesifik lainnya sesuai kebutuhan program.

Penyakit menular seksual terbagi menjadi tiga kategori penyebab, yaitu disebabkan oleh bakteri, jamur, dan parasit. Penyakit menular seksul yang disebabkan oleh jamur adalah kandidiasis. Menurut Indriatmi (1998), dalam penelitiannya melaporkan dari 300 wanita hamil yang diperiksa terdapat 28,4% menderita infeksi saluran reproduksi dengan jenis terbanyak adalah kandidiasis vaginalis, hal ini dapat terjadi karena pada masa selama kehamilan, terjadi peningkatan kolonisasi jamur candida di vagina yang menimbulkan gejala simptomatik kandidiasis vaginalis. Di Indonesia, kasus kandidiasis vaginalis pada wanita hamil cukup sering juga dijumpai. Wanita hamil yang mempunyai kandidiasis vaginalis mempunyai risiko yang dapat mengakibatkan pecahnya selaput ketuban sebelum masa persalinan. Hal ini berakibat terjadinya infeksi pada janin dan juga pada ibu yang dapat menyebabkan infeksi berat hingga kematian. Oleh karena itu penulis membuat laporan ini dengan harapan dapat memberikan asuhan sesuai standar pada ibu hamil yang mengalami kandidiasis sehingga komplikasi dapat dihindari.

 

1.2         Tujuan

1.2.1   Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memberikan dan melaksanakan Asuhan Kebidanan pada ibu hamil dengan kandidiasis menurut pemikiran varney dan mendokumentasikannya dalam bentuk SOAP.

1.2.2   Tujuan Khusus

a.    Melakukan pengkajian data subyektif dan obyektif  

b.   Menganalisa data untuk menentukan diagnosis aktual dan diagnosis potensial yang mungkin timbul pada ibu hamil dengan kandidiasis.

c.    Melaksanakan Asuhan Kebidanan yang menyeluruh berdasarkan kebutuhan ibu hamil dengan kandidiasis.

d.   Melaksanakan Asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.

e.    Melakukan evaluasi terhadap asuhan yang dilaksanakan

f.    Melakukan pendokumentasian hasil asuhan kebidanan.


 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1              Konsep Dasar Kehamilan Fisiologis

2.1.1    Pengertian

Proses kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambungan dan terdiri dari ovulasi, migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi, pembentukan plasenta dam tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm (Manuaba, 2010).

Kehamilan adalah perubahan-perubahan yang terjadi dan diawali pertemuan dan persenyawaan antara sel telur (ovum) dan sel mani (sperma) yang menghasilkan zigot sehingga terbentuk janin. Untuk tiap kehamilan harus ada spermatozoa, ovum, perubahan ovum (konsepsi) dan nidasi hasil konsepsi (Prawirohardjo, 2014).

Menurut Hanifa Wiknjosastro (2007), kehamilan adalah masa mulai dari ovulasi sampai partus kira-kira 280 hari (40 minggu) dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu). Kehamilan 40 minggu disebut sebagai kehamilan matur (cukup bulan), dan bila lebih dari 43 minggu disebut sebagai kehamilan post matur. Kehamilan antara 28 sampai 36 minggu disebut kehamilan premature. Ditinjau dari tuanya kehamilan, kehamilan dibagi 3 bagian, masing-masing:

1)        Kehamilan trimester pertama (antara 0 sampai 12 minggu);

2)        Kehamilan trimester kedua (antara 12 sampai 28 minggu);

3)        Kehamilan trimester terakhir (antara 28 sampai 40 minggu). Janin yang dilahirkan dalam trimester terakhir telah viable (dapat hidup).

 

2.1.2        Proses kehamilan

Untuk terjadi kehamilan harus ada spermatozoa, ovum, pembuahan ovum (konsepsi), dan nidasi (implantasi) hasil konsepsi. Proses kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambungan yang terdiri dari ovulasi, migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi, nidasi, plasentasi dan tumbuh kembang janin sampai aterm (Prawirohardjo, 2014).


1)            Ovulasi

Merupakan proses pelepasan ovum yang dipengaruhi oleh system hormonal yang komplek (Manuaba, 2010). Urutan pertumbuhan ovum (oogenesis) yaitu oogonia, oosit pertama (primary oocyte), primary ovarium follicle, liquor follicully, pematangan pertama ovum dan pematangan kedua ovum pada waktu terjadi pembuahan (Mochtar, 2011).

2)      Migrasi spermatozoa dan ovum

Secara embrional spermatogonium berasal dari sel-sel primitive tubulus testis. Pada masa pubertas dibawah pengaruh sel-sel interstisial leydig, sel-sel spermatogonium mulai aktif mengadakan mitosis dan terjadilah spermatogenesis. Urutan pertumbuhan sperma yaitu spermatogonium membelah menjadi 2 secara mitosis, spermatosit pertama membelah menjadi 2 (2n) secara meiosis (I),spermatosit 2 membelah menjadi 2 (n) secara meiosis (II), spermatid kemudian tumbuh menjadi spermatozoa (Mochtar, 2011).

3)      Konsepsi

Konsepsi atau pembuahan adalah peristiwa penyatuan antara sel mani dengan sel telur di tuba falopi. Dalam beberapa jam setelah pembuahan, terjadi pembelahan zygot selama 3 hari sampai stadium morula (Mochtar, 2011).

4)      Nidasi

Setelah terjadi konsepsi maka terbentuklah zygot yang dalam beberapa jam telah mampu membelah diri menjadi 2 dan seterusnya. Bersamaan dengan pembelahan inti, hasil konsepsi terus berjalan menuju uterus. Hasil pembelahan sel memenuhi seluruh ruanagan dalam ovum. Keadaan semacam ini disebut stadium morula. Pembelahan terus terjadi dan didalam morula terbentuk ruangan yang mengandung cairan yang disebut blastula. Pertumbuhan dan perkembangan terus terjadi, blastula dengan vili korealis yang dilapisi sel trofoblas telah siap untuk mengadakan nidasi. Sementara itu fase sekresi endometrium makin gembur dan semakin banyak mengandung glikogen yang disebut desidu. Proses masuknya atau tertanamnya hasil konsepsi (blastula) kedalam endometrium/desidua. Nidasi terjadi hari ke-6-7 setelah konsepsi (Manuaba, 2010).

5)      Plasentasi

Plasentasi adalah proses pembentukan struktur dan jenis plasenta. Setelah nidasi embrio ke dalam endometrium, plasentasi dimulai. Pada manusia plasentasi berlangsung sampai 12-18 minggu setelah fertilisasi. Dalam 2 minggu pertama perkembangan hasil konsepsi, trofoblas infasif telah melakukan penetrasi ke pembuluh darah endometrium. Terbentuklah sinus intertrofoblastik yaitu ruangan-ruangan yang berisi darah maternal dari pembuluh darah yang dihancurkan. Pertumbuhan ini berjalan terus, sehingga timbul ruangan interviler di mana vili korialis seolah-olah terapung-apung di antara ruangan – ruangan tersebut sampai terbentuknya plasenta (Prawirohardjo, 2014).

 

2.1.3        Perubahan anatomi dan fisiologis pada kehamilan

Perubahan anatomi dan fisiologi pada ibu hamil sebagian besar sudah terjadi segera setelah fertilisasi dan terus berlanjut selama kehamilan. Kebanyakan perubahan ini merupakan respon terhadap janin.

1)      Sistem reproduksi

a)      Uterus

Selama kehamilan uterus akan beradaptasi untuk menerima dan melindungi hasil konsepsi (janin, plasenta, amnion) sampai persalinan. Pada perempuan tidak hamil uterus mempunyai berat 70 gram dan kapasitas 10 ml atau kurang. Selama kehamilan uterus akan berubah menjadi suatu organ yang mampu menampung janin, plasenta, dan cairan amnion rata-rata pada akhir kehamilan volume totalnya mencapai 5 liter bahkan dapat mencapai 20 liter atau lebih dengan berat rata-rata 1100 g. Pada awal kehamilan penebalan uterus distimulasi oleh hormon estrogen dan sedikit progesterone. Setelah kehamilan 12 minggu lebih penambahan ukuran uterus didominasi oleh desakan hasil konsepsi. Posisi plasenta juga mempengaruhi penebalan sel-sel otot uterus, dimana bagian uterus yang mengelilingi tempat implantasi plasenta akan bertambah besar lebih cepat dibandingkan bagian lainnya sehingga akan menyebabkan uterus tidak rata. Fenomena ini dikenal dengan tanda Piscaseck.

Pada akhir kehamilan ismus akan berkembang menjadi segmen bawah uterus dan otot-otot uterus bagian atas akan berkontraksi sehingga segmen bawah uterus akan melebar dan menipis. Pada trimester pertama kontraksi terjadi tidak teratur dan umumnya disertai nyeri. Pada trimester kedua kontraksi ini dapat dideteksi dengan pemeriksaan bimanual. Fenomena ini dikenal dengan kontraksi Braxton Hicks.

b)      Serviks

Satu bulan setelah konsepsi serviks menjadi lebih lunak dan kebiruan. Perubahan ini terjadi akibat penambahan vaskularisasi dan terjadinya edema pada seluruh serviks, bersamaan dengan terjadinya hipertrofi dan hiperplasi pada kelenjar-kelenjar serviks.

c)      Ovarium

Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan pematangan folikel baru juga ditunda. Hanya satu korpus luteum yang dapat ditemukan di ovarium. Folikel ini akan berfungsi maksimal selama 6-7 minggu awal kehamilan dan setelah itu akan berperan sebagai penghasil progesterone dalam jumlah yang relatif minimal.

d)     Vagina dan perineum

Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hyperemia terlihat jelas pada kulit dan otot-otot di perineum dan vulva, sehingga vagina akan terlihat berwarna keunguan yang dikenal dengan tanda Chadwick. Perubahan ini meliputi penipisan mukosa dan hilangnya sejumlah jaringan ikat dan hipertrofi dari sel-sel otot polos. Peningkatan volume sekresi vagina juga terjadi dimana sekresi akan berwarna keputihan, menebal, dan pH antara 3,5 – 6 yang merupakan hasil dari peningkatan produksi asam laktat glikogen yang dihasilkan oleh epitel vagina sebagai aksi dari Lactobacillus acidophilus.

e)      Kulit

Pada kulit dinding perut akan terjadi perubahan warna menjadi kemerahan, kusam, dan kadang – kadang juga mengenai daerah payudara dan paha. Perubahan ini dikenal dikenal striae gravidarum. Pada multipara selain striae kemerahan ini seringkali ditemukan garis berwarna perak berkilau yang merupakan sikatrik dari striae sebelumnya.

Pada banyak perempuan kulit di garis pertengahan perutnya (linea alba) akan berubah menjadi hitam kecoklatan yang disebut linea nigra. Kadang – kadang juga muncul pada wajah dan leher yang disebut yang disebut dengan chloasma gravidarum. Selain itu pada areola dan daerah genital akan terlihat pigmentasi yang berlebihan, yang biasanya akan hilang atau berkurang setelah persalinan.

f)       Payudara

Pada awal kehamilan perempuan akan merasakan payudara menjadi lebih lunak. Setelah bulan kedua payudara akan bertambah ukurannya dan vena-vena dibawah kulit akan lebih terlihat. Puting payudara akan lebih besar, kehitaman, dan tegak. Setelah bulan pertama suatu cairan berwarna kekuningan yang disebut kolostrum dapat keluar. Kolostrum berasal dari sel-sel asinus yang mulai bersekresi. Meskipun dapat dikeluarkan, namun air susu belum dapat diproduksi karena hormon prolactin ditekan oleh prolactin inhibiting hormone.

Setelah persalinan kadar progesterone dan estrogen akan menurun sehingga pengaruh inhibisi progesterone terhadap α-lakta albulmin akan hilang. Peningkatan prolaktin akan merangsang sintesis laktosa dan produksi air susu. Pada bulan yang sama areola akan lebih besar dan kehitaman. Kelenjar Montgomer, yaitu kelenjar sebasea dari areola akan lebih besar dan cenderung untuk menonjol keluar.

g)      Perubahan metabolik

Sebagian besar penambahan berat badan selama kehamilan berasal dari uterus dan isinya. Kemudian payudara, volume darah, dan cairan ekstraseluler. Diperkirakan selama kehamilan berat badan akan bertambah 12,5 kg. Pada trimester kedua dan ketiga pada perempuan dengan gizi baik dianjurkan menambah berat badan per minggu sebesar 0,4 kg, sementara pada perempuan dengan gizi kurang atau berlebih dianjurkan menambah berat badan per minggu masing-masing sebesar 0,5 kg dan 0,3 kg. Selama kehamilan 30 g kalsium sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan janin. Zinc (Zn) juga penting untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, sedangkan asam folat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel dalam sintesis DNA/ RNA. Pada ibu hamil dianjurkan mendapatkan asupan asam folat 0,4 mg/hari sampai usia kehamilan 12 minggu. Defisiensi asam folat dalam kehamilan menyebabkan anemia megaloblastik (Cunningham, 2012).

h)      Sistem kardiovaskuler

Pada minggu ke-5 cardiac output meningkat dan perubahan ini terjadi untuk mengurangi resistensi vaskuler sistemik, selain itu juga terjadi peningkatan denyut jantung. Antara minggu ke-10 dan 20 terjadi peningkatan volume plasma sehingga terjadi peningkatan preload. Kapasitas vaskular meningkat untuk memenuhi kebutuhan. Peningkatan estrogen dan progesteron juga akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan penurunan resistensi vaskular perifer.

Ventrikel kiri akan mengalami hipertrofi dan dilatasi untuk memfasilitasi perubahan cardiac output. Bersamaan dengan perubahan posisi diafragma, apeks akan bergerak ke anterio dan ke kiri. Sejak pertengahan kehamilan pembesaran uterus akan menekankan vena cava inferior dan aorta bawah ketika berada dalam posisi terlentang. Penekanan vena cava inferior ini akan mengurangi darah balik vena ke jantung. Penekanan pada aorta ini juga akan mengurangi aliran darah uteroplasenta ke ginjal. Selama trimester terakhir psosisi terlentang akan membuat fungsi ginjal menurun jika dibandingkan posisi miring. Karena alasan inilah tidak dianjurkan ibu hamil dalam posisi terlentang pada akhir kehamilan.

Volume darah akan meningkat secara progresif mulai minggu ke-6 – 8 kehamilan dan mencapai puncaknya pada minggu ke-32 – 34. Volume plasma meningkat kira-kira 40 – 45 %. Hal ini dipengaruhi oleh aksi progesterone dan estrogen pada ginjal. Eritropoetin ginjal meningkatkan jumlah sel darah merah sebanyak 20 – 30 % tetapi tidak sebanding dengan peningkatan volume plasma sehingga akan mengakibatkan hemodilusi dan penurunan konsentrasi hemoglobin dari 15 g/dl menajdai 12,5 g/dl, dan pada 6 % perempuan bisa mencapai di bawah 11 g/dl. Jumlah zat besi yang diabsorbsi dari makanan dan cadangan dalam tubuh biasanya tidak mencukupi kebutuhan ibu selama kehamilan sehingga penambahan asupan zat besi dan asam folat dapat membantu mengembalikan kadar hemoglobin. Kebutuhan zat besi selama kehamilan lebih kurang 1000 mg atau rata-rata 6-7 mg/hari.

i)        Sistem respirasi

Pada kehamilan frekuensi pernapasan tidak berubah, tetapi ventilasi permenit meningkat 40% karena volume alun napas meningkat, hal ini sudah mulai nampak sejak kehamilan 7 minggu. Hiperventilasi ini melebihi peningkatan konsumsi oksigen.

Selama kehamilan sirkumferensia torak akan bertambah ± 6 cm, tetapi tidak mencukupi penurunan kapasitas residu fungsional dan volume residu paru - paru karena pengaruh diafragma yang naik ± 4 cm selama kehamilan.

Banyak wanita hamil mengalami dipsnea, yang menimbulkan rasa tidak nyaman dan kecemasan, sering pada awal kehamilan sebelum terjadi perubahan dalam tekanan intraabdomen. Meskipun fungsi paru tidak terganggu oleh kehamilan, penyakit saluran pernafasan mungkin akan lebih serius selama kehamilan akibat peningkatan kebutuhan oksigen yang ditimbulkan oleh kehamilan (Saifuddin, 2008).

j)        Traktus digestivus

Perubahan nyata terjadi pada penurunan motilitas otot polos pada traktus digestivus dan penurunan sekresi asam hidroklorid dan peptin di lambung sehingga akan menimbulkan gejala berupa pyrosis (heartburn). Mual terjadi akibat penurunan asam hidroklorid dan penurunan motilitas, serta konstipasi sebagai akibat penurunan motilitas usus besar.

Gusi akan menjadi lebih hyperemesis dan lunak sehingga dengan trauma sedang saja bisa menyebabkan perdarahan. Hemorrhoid juga merupakan suatu hal yang sering terjadi sebagai akibat konstipasi dan peningkatan tekanan vena pada bagian bawah karena pembesaran uterus.

k)      Traktus urinarius

Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kemih akan tertekan oleh uterus yang mulai membesar sehingga menimbulkan sering berkemih. Keadaan ini akan hilang sengan makin tuanya kehamilan bila uterus keluar dari rongga panggul. Pada akhir kehamilan, jika kepala janin sudah mulai turun ke pintu atas panggul, keluhan itu akan timbul kembali.

Ginjal membesar, glomerular filtration rate, dan renal plasma flow juga akan meningkat. Pada ekskresi akan dijumpai kadar asam amino dan vitamin yang larut air dalam jumlah yang lebih banyak. Glukosuria merupakan hal yang umum, tetapi kemungkinan adanya diabetes mellitus tetap harus diperhitungkan.

l)        Sistem endokrin

Hormon prolaktin akan meningkat 10x lipat pada saat aterm. Sebaliknya setelah persalinan konsentrasinya pada plasma akan menurun. Hal ini juga ditemukan pada ibu-ibu menyusui. Kelenjar tiroid akan mengalami pembesaran hingga 15,0 ml pada saat persalinan akibat dari hiperplasi kelenjar dan peningkatan vaskularisasi.

Konsentrasi plasma hormon paratiroid akan menurun pada trimester pertama dan kemudian akan meningkat secara progesif. Aksi yang penting dari hormon paratiroid itu adalah untuk memasok janin dengan kalsium yang adekuat. Pada saat hamil dan menyusui dianjurkan mendapat asupan vitamin D 10 µg atau 400 IU. Kelenjar adrenal pada kehamilan normal akan mengecil, sedangkan hormon androstenedion, testosteron, dioksikortikosteron, aldosteron, dan kortisol akan meningkat. Sementara itu, dehidroepiandrosteron sulfat akan menurun (Saifuddin, 2008).

m)    Sistem muskuloskeletal

Sendi sakroilliaka, sakrokoksigis, dan pubis akan meningkat mobilitasnya, yang diperkirakan karena pengaruh hormonal. Mobilitas tersebut dapat mengakibatkan perubahan sikap ibu dan menyebabkan perasaan tidak nyaman pada bagian bawah punggung terutama pada akhir kehamilan (Saifuddin, 2008).       Berikut beberapa perubahan atau gejala yang biasa dialami ibu hamil, menurut usia kehamilan:

(1)   Trimester I

·         Amenorrhoe

·         Mual dan muntah pagi hari/ morning sickness, mudah letih

·         Sering BAK

·         Payudara tegang, hyperpigmentasi aerola mammae

·         Tanda chadwick

·         Kenaikan BB 1 – 2 kg

·         Tanda hegar (segmen bawah rahim melunak)

·         Membesarnya rahim dan perut

(2)   Trimester II

·         Penambahan BB 0,4 - 0,5 kg/minggu

·         Konstipasi

·         Striae gravidarum

·         Mulai dirasakan gerakan janin

·         Varieses

·         Nyeri tungkai

·         Hemorroid

·         Sakit pada punggung

·         Adanya leocorrhoe

(3)   Trimester III

·         Insomnia

·         Payudara terasa tegang, kolostrum kadang keluar

·         Sering BAK

·         Nyeri punggung

·         Edema tungkai

·         Kontraksi braxton hicks

·         Sakit pada perut bagian bawah

·         Leucorrhoe

·         Konstipasi

 

2.2 Konsep Dasar HIV

2.2.1        Pengertian HIV

HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positif T-sel dan makrofag–komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit-penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan (Sepkowitz,2001).

Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai “infeksi oportunistik” karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah (CDC,2003). Pada tahun-tahun pertama setelah terinfeksi tidak ada gejala atau tanda infeksi, kebanyakan orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui bahwa dirinya telah terinfeksi. Segera setelah terinfeksi, beberapa orang mengalami gejala yang mirip gejala flu selama beberapa minggu. Penyakit ini disebut sebagai infeksi HIV primer atau akut. Selain itu tidak ada tanda infeksi HIV. Tetapi, virus tetap ada di tubuh dan dapat menular pada orang lain (Djoerban  Z,2003).

Menurut Depkes RI (2003), definisi HIV yaitu virus yang menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Gejala-gejala timbul tergantung dari infeksi oportunistik yang menyertainya. Infeksi oportunistik terjadi oleh karena menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan) yang disebabkan rusaknya sistem imun tubuh akibat infeksi HIV tersebut.

 

2.2.2        Faktor Risiko HIV

Faktor risiko epidemiologis infeksi HIV adalah sebagai berikut :

1)      Perilaku berisiko tinggi

·         Hubungan seksual dengan pasangan berisiko tinggi tanpa menggunakan kondom.

·         Pengguna narkotika intravena, terutama bila pemakaian jarum secara bersama tanpa sterilisasi yang memadai.

·         Hubungan seksual yang tidak aman : multipartner, pasangan seks individu yang diketahui terinfeksi HIV, kontaks seks per anal.

2)      Mempunyai riwayat infeksi menular seksual

3)      Riwayat menerima transfuse darah berulang tanpa penapisan

4)      Riwayat perlukaan kulit, tato, tindik, atau sirkumsisi dengan alat yang tidak disterilisasi

Virus HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung virus HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Sedangkan cairan yang tidak berpotensi untuk menularkan virus HIV adalah cairan keringat, air liur, air mata dan  lain-lain (Divisions of HIV/AIDS Prevention, 2003).

 

2.2.3        Etiologi

Human Immunodeficiency  Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab AIDS. Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindr is dalam virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam patogenesis penyakit. Satu proteinreplikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam transakt ivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein Revdibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Revmembantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein Nef menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang lain (Brooks, 2005).

Gen HIV-ENV memberikan kode pada sebuah protein 160-kilodalton (kD) yang kemudian membelah menjadi bagian 120-kD(eksternal) dan 41-kD (transmembranosa). Keduanya merupakan glikosilat, glikoprotein 120 yang berikatan dengan CD4 dan mempunyai peran yang sangat penting dalam membantu perlekatan virus dangan sel target (Borucki, 1997).

Setelah virus masuk dalam tubuh maka target utamanya adalah limfosit CD4 karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Virus ini mempunyai kemampuan untuk mentransfer informasi genetik mereka dariRNA ke DNA dengan menggu nakan enzim yang disebut reverse transcriptase. Limfosit CD4 berfungsi mengko ordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang progresif (Borucki, 1997).

Setelah infeksi primer, terdapat 4-11 hari masa antara infeksi mukosa dan viremia permulaan yang dapat dideteksi selama 8-12  minggu. Selama masa ini, virus tersebar luas ke seluruh tubuh dan mencapai organ limfoid. Pada tahap ini telah terjadi penurunan jumlah sel-T CD4. Respon imun terhadap HIV terjadi 1 minggu sampai  3 bulan setelah infeksi, viremia plasma menurun, dan level sel CD4 kembali meningkat namun tidak mampu menyingkirkan infeksi secara sempurna. Masa laten klinis ini bisa berlangsung selama 10 tahun. Selama masa ini akan terjadi replikasi virus yang meningkat. Diperkirakan sekitar 10 milyar partikel HIV dihasilkan dan dihancurkan setiap harinya. Waktu paruh virus dalam plasma adalah sekitar 6 jam, dan siklus hidup virus rata-rata 2, 6 hari. Limfosit T-CD4 yang  terinfeksi  memiliki  waktu  paruh  1,6  hari.  Karena  cepatnya  proliferasi  virus   ini   dan   angka   kesalahan   reverse   transcriptaseHIV   yang   berikatan, diperkirakan bahwa setiap nukleotida dari genom HIV mungkin bermutasi dalam basis harian (Brooks, 2005)

Akhirnya pasien akan menderita gejala-gejala konstitusional dan penyakit klinis  yang  nyata  seperti  infeksi  oportunistik  atau  neoplasma.  Level  virus  yang lebih tinggi dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih lanjut. HIV  yang  dapat  terdeteksi  dalam  plasma  selama  tahap  infeksi  yang  lebih  lanjut  dan lebih virulin daripada yang ditemukan pada awal infeksi (Brooks, 2005). 

Infeksi   oportunistik   dapat   terjadi   karena   para   pengidap   HIV   terjadi   penurunan  daya  tahan  tubuh  sampai  pada  tingkat  yang  sangat  rendah,  sehingga  beberapa  jenis  mikroorganisme  dapat  menyerang  bagian-bagian  tubuh  tertentu.  Bahkan   mikroorganisme   yang   selama   ini   komensal   bisa jadi ganas   dan menimbulkan penyakit (Zein, 2006).

..

2.2.4        Patogenesis

Penyakit    HIV    dimulai    dengan    infeksi    akut    yang    hanya dikendalikan  sebagian  oleh  respon  imun  spesifik  dan  berlanjut  menjadi infeksi kronik progresif pada jaringan limfoid perifer. Perjalanan penyakit dapat dipantau  dengan  mengukur  jumlah  virus  dalam  serum  pasien  dan menghitung jumlah sel T CD4+ dalam darah tepi. Bergantung pada lokasi masuknya  virus  ke  dalam  tubuh,  sel  T  CD4+  dan  monosit  dalam  darah atau sel T CD4+ dan makrofag dalam jaringan mukosa merupakan sel –sel pertama yang terinfeksi. Besar kemungkinan bahwa sel dendritik berperan dalam penyebaran awal HIV dalam jaringan limfoid, karena fungsi normal sel dendritik adalah menangkap antigen dalam epitel lalu masuk ke dalam kelenjar  getah  bening.  Setelah  berada  dalam  kelenjar  getah  bening,  sel dendritik  meneruskan  virus  kepada  sel  T  melalui  kontak  antar  sel.  Dalam beberapa   hari   saja   jumlah   virus   dalam   kelenjar   berlipat   ganda   dan mengakibatkan  viremia.  Pada  saat  itu,  jumlah  partikel  HIV  dalam  darah banyaksekali  disertai  sindrome  HIV  akut.  Viremia  menyebabkan  virus menyebar  di  seluruh  tubuh  dan  menginfeksi  sel  T,  monosit  maupun makrofag  dalam  jaringan  linfoid  perifer.  Sistem  imun  spesifik  kemudian akan berupaya mengendalikan infeksi yang tampak dari menurunnya kadar viremia, walaupun masih tetap dapat dideteksi (Nasronudin,2007).

Infeksi  akut  awal  ditandai  oleh  infeksi  sel  T  CD4+  memori  (yang mengekspresikan Chemokine  (C-C  motif)    reseptor  5(CCR5)  dalam jaringan  limfoid  mukosa  dan  kematian  banyak  sel  terinfeksi.  Setelah infeksi akut, berlangsunglah fase kedua dimana kelenjar getah bening dan limfa merupakan tempat replikasi virus dan destruksi jaringan secara terus menerus. Oleh karena itu, jumlah virus menjadi sangat banyak dan jumlah sel T-CD4 menurun. Serokonversi membutuhkan waktu beberapa minggu sampai  beberapa  bulan.  Simptom  pada  fase  ini  demam,  limfadenopati, gatal –gatal.Selama   periode  ini  sistem  imun  dapat  mengendalikan sebagian besar infeksi, karena itu fase ini disebut fase laten (Nasronudin,2007).

Pada  fase  laten  atau  pada fase  yang  kedua  ini  merupakan  infeksi HIV  yang    asimptomatik    atau    pasien    yang    terinfeksi    HIV    tidak menunjukkan   gejala   atau   simptom   untuk   beberapa   tahun   yang   akan datang. Di fase ini juga hanya sedikit virus yang diproduksi dan sebagian besar  sel  T  dalam  darah  tidak  mengandung  virus.  Walaupun  demikian, destruksi sel T dalam jaringan limfoid terus berlangsung sehingga jumlah sel  T  makin  lama  makin  menurun  hingga  500-200  sel/mm3. Jumlah  sel  T dalam  jaringan  limfoid  adalah  90%  dari  jumlah  sel  T  diseluruh  tubuh. Pada awalnya sel T dalam darah perifer yang rusak oleh virus HIV dengan cepat  diganti  oleh  sel  baru  tetapi  destruksi  sel  oleh  virus  HIV  yang  terus bereplikasi dan menginfeksi sel baru selama masa laten akan menurunkan jumlah sel T dalam darah tepi (Nasronudin,2007).

Selama  masa  kronik  progresif,  respon  imun  terhadap  infeksi  lain akan   merangsang   produksi   HIV   dan   mempercepat   destruksi   sel   T. Selanjutnya  penyakit  menjadi  progresif  dan  mencapai  fase  letal  yang disebut  AIDS,  pada  saat  mana  destruksi  sel  T  dalam  jaringan  limfoid perifer  lengkap  dan  jumlah  sel  T  dalam  darah  tepi  menurun  hingga dibawah  200/mm3.  Viremia  meningkat  drastis  karena  replikasi  virus  di bagian    lain    dalam    tubuh    meningkat.    Pasien    menderita    infeksi opportunistik,  cachexia,  keganasan  dan  degenerasi  susunan  saraf  pusat. Kehilangan limfosit Th menyebabkan pasien peka terhadap berbagai jenis infeksi   dan   menunjukkan   respon   imun   yang   infektif   terhadap   virus onkogenik(Nasronudin,2007).

Selain  tiga  fase  tersebut  ada  masa  jendela  yaitu  periode  di  mana pemeriksaan tes antibody HIV masih menunjukkan hasil negatif walaupun virus  sudah  ada  dalam  darah  pasien  dengan  jumlah  yang  cukup  banyak. Antibodi  terhadap  HIV  biasanya  muncul  dalam  3-6  minggu  hingga  12 minggu setelah infeksi primer. Periode jendela sangat penting diperhatikan karena   pada   perode   jendela   ini   pasien   sudah   mampu   dan   potensial menularkan HIV kepada orang lain (Nasronudin,2007).


2.2.5        Manifestasi Klinis

Sindroma  HIV  akut  adalah  istilah  untuk  tahap  awal  infeksi  HIV.  Gejalanya  meliputi  demam,  lemas,  nafsu  makan  turun,  sakit  tenggorokan(nyeri  saat  menelan),  batuk,  nyeri  persendian,  diare,  pembengkakkan kelenjar getah bening, bercak kemerahan pada kulit (makula / ruam). Beberapa tes  HIV  adalah  Full  Blood  Count  (FBC),  pemeriksaan

fungsi hati, pemeriksaan fungsi ginjal : Ureum dan Creatinin, analisa urin, pemeriksaan  feses  lengkap.  Pemeriksaan  Penunjang  adalah  tes  antibodi terhadap HIV, Viral load, CD4/CD8.Gejala  dan  tanda  klinis  yang  patut  diduga  infeksi  HIV  :

 

1)      Keadaan umum

·         Kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar

·         Demam (terus menerus atau intermitten, temperatur oral > 37,5oC) yang lebih dari satu bulan,

·         Diare  (terus  menerus  atau  intermitten)  yang  lebih  dari satu bulan.

·         Limfadenopati meluas

2)      Kulit

Post exposure prophylaxis(PPP) dan kulit kering yang luas merupakan  dugaan  kuat infeksi  HIV.  Beberapa  kelainan seperti kulit genital (genital warts), folikulitis dan psoriasis sering  terjadi  pada  orang  dengan  HIV/AIDS(ODHA)  tapi tidak selalu terkait dengan HIV.

3)      Infeksi

·         Infeksi  Jamur :  Kandidiasis  oral,  dermatitis  seboroik, kandidiasis vagina berulang

·         Infeksi viral     : Herpes zoster,Herpes   genital   (berulang),   moluskum   kotangiosum, kondiloma.

·         Gangguan  pernafasan  :  batuk  lebih  dari  1  bulan,  sesak nafas,    tuberkulosis,    pneumonia    berulang, sinusitis kronis atau berulang.

·         Gejala  neurologis  :  nyeri  kepala  yang  makin  parah (terus  menerus  dan  tidak  jelas  penyebabnya),  kejang demam, menurunnya fungsi kognitif.

 

2.2.6        Cara Penularan

HIV   berada   terutama   dalam   cairan   tubuh   manusia.   Cairan   yang  berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA, 2007). Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak  dengan  darah  atau  sekret  yang  infeksius,  ibu  ke anak  selama  masa  kehamilan, persalinan dan pemberian ASI (Air Susu Ibu) (Zein, 2006).

 

1)      Seksual

Penularan  melalui  hubungan  heteroseksual  adalah  yang  paling  do minan  dari  semua  cara  penularan.  Penularan  melalui  hubungan  seksual  dapat  terjadi  selama  senggama  laki-laki  dengan  perempuan  atau  laki-laki  dengan  laki-laki. Senggama  berarti  kontak  seksual  dengan  penetrasi  vaginal,  anal  (anus),  oral (mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.

2)      Melalui  transfusi  darah  atau  produk  darah  yang  sudah  tercemar  dengan  virus  HIV.

3)      Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam  tubuh  yang  terkontaminasi  dengan  virus  HIV,  seperti  jarum  tato  atau  pada  pengguna  narkotik  suntik  secara  bergantian.  Bisa  juga  terjadi  ketika  melakukan  prosedur  tindakan  medik  ataupun  terjadi  sebagai  kecelakaan  kerja  (tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.

4)      Melalui silet  atau  pisau, pencukur   jenggot   secara   bergantian   hendaknya dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan

5)      Melalui transplantasi organ pengidap HIV

6)      Penularan dari ibu ke anak

Kebanyakan  infeksi  HIV  pada  anak  didapat  dari  ibunya  saat  ia  dikandung,  dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.

7)      Penularan    HIV    melalui    pekerjaan:    Pekerja    kesehatan    dan    petugas    laboratorium.

Terdapat  resiko  penularan  melalui  pekerjaaan  yang  kecil  namun  defenitif,  yaitu pekerja  kesehatan,  petugas  laboratorium,  dan  orang  lain  yang  bekerja  dengan  spesimen/bahan  terinfeksi  HIV,  terutama  bila  menggu nakan  benda  tajam (Fauci, 2000).

 

2.2.7        Pengobatan

Pemberian  anti  retroviral  (ARV)  telah  menyebabkan  kondisi  kesehatan  para  penderita  menjadi  jauh  lebih  baik.  Infeksi  penyakit  oportunistik  lain  yang  berat  dapat  disembuhkan.  Penekanan  terhadap  replikasi  virus  menyebabkan  penurunan   produksi  sitokin   dan   protein virus yang dapat   menstimulasi pertumbuhan. Obat ARV terdiri   dari   beberapa golongan seperti nucleoside reverse  transkriptase  inhibitor,  nucleotide  reverse  transcriptase  inhibitor,  non nucleotide  reverse  transcriptase  inhibitor  dan  inhibitor  protease. Obat-obat  inihanya berperan dalam  menghambat replikasi virus tetapi tidak bisa menghilangkan virusyang telah berkembang (Djauzi dan Djoerban,2006). Vaksin  terhadap  HIV  dapat  diberikan  pada  individu  yang  tidak  terinfeksi untuk mencegah    baik  infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula kemungkinan pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi HIV   akan   diberi   pengobatan   untuk   mendorong respon imun anti HIV, menurunkan  jumlah  sel-sel  yang  terinfeksi  virus,  atau menunda onset AIDS. Namun perkembangan vaksin sulit karena HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi pada  semua  sel  yang  terinfeksi dan  tidak  tersingkirkan  secara  sempurna  oleh respon imun inang setelah infeksi primer (Brooks, 2005).

 

2.2.8        Pencegahan

Pencegahan    HIV    didefinisikan    sebagai    upaya    menurunkan kejadian   penularan   dan   penambahan   infeksi   HIV   melalui   beberapa strategi, aktivitas, intervensi, dan pelayanan. Pencegahan positif adalah upaya-upaya pemberdayaan  ODHA  yang  bertujuan  untuk  meningkatkan  harga  diri, kepercayaan  diri  dan  kemampuan  serta  diimplementasikan  di  dalam suatu  kerangka  etis  yang menghargai  hak  dan  kebutuhan  ODHA  dan pasangannya  (Yayasan  Spiritia,  2012).  Tiga  pilar  pencegahan  positif adalah sebagai berikut :

1)      Meningkatkan mutu hidup ODHA

2)      Menjaga diri untuk tidak tertular HIV maupun infeksi dari orang lain

3)      Menjaga diri untuk tidak menularkan HIV kepada orang lain

Tindakan  pencegahan  penularan  HIV  dapat  dilakukan  dengan mencegah    perilaku    seks    berisko.    Ada    beberapa    metode    yang

direkomendasikan  oleh  Kemenkes  RI  untuk  mencegah  penularan  HIV

yang dikenal dengan perilaku ABCDE:

1)      Abstinence           : tidak melakukan hubungan seks bebas

2)      Befaitful               : melakukan prinsip monogami yaitu tidak berganti pasangan dan saling setia pada pasangan

3)      Condom               :  untuk  melakukan  hubungan  seks  yang  mengandung  resiko dianjurkan melakukan seks aman termasuk menggunakan kondom.

4)      Drugs                   : jauhi narkoba

5)      Equpment                        : hindari pemakaian alat medis yang tidak steril.

Berdasarkan  teori  di  atas  dapat  disimpulkan  bahwa  tindakan pencegahan  penularan  HIV  berarti  upaya  untuk  menanggulangi  dengan mencegah    penularan    HIV    dari    ODHA    ke    oranglain    dengan menggunakan  metode  atau  cara  seksual  maupun  nonseksual  yang  aman. Walaupun  HIV  dapat  ditemukan  pada  air  liur,  air  mata  dan  urine  orang yang  terinfeksi  namun  tidak  terdapat  catatan  kasus  infeksi  dikarenakan cairan-cairan  tersebut,  dengan  demikian  resiko  infeksinya  secara  umum dapat diabaikan (Syafruddin, dkk, 2011).

 

2.3  Konsep Dasar Kandidiasis

2.3.1        Pengertian

Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) atau kandidosis vulvovaginalis merupakan infeksi mukosa vagina dan atau vulva (epitel tidak berkeratin) yang disebabkan oleh jamur spesies Candida. Infeksi dapat terjadi secara akut, subakut, dan kronis, didapat baik secara endogen maupun eksogen yang sering menimbulkan keluhan berupa duh tubuh (Murtiastutik, 2008). Menurut Marrazzo (2003), Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) merupakan infeksi pada vulva dan/atau vagina dikarenakan pertumbuhan yang tidak terkendali dari jamur Candida sp., terutama Candida albicans. Kandidiasis sendiri merupakan penyebab keputihan yang paling sering, prevalensinya sebesar 40%, dengan karakteristik cairan yang keluar biasanya kental, putih seperti susu, bau, dan disertai rasa gatal yang hebat pada kemaluan (Purbananto, 2015).

Kandidiasis vulvovaginalis tidak digolongkan dalam infeksi menular seksual karena jamur Candidamerupakan  organisme  normal  pada  traktus  genitalia  dan  intestinal  wanita.  Akan  tetapi,  kejadian  kandidiasis  vulvovaginalis dapat  dikaitkan  dengan  aktivitas  seksual.  Frekuensi  kandidiasis  vulvovaginalis meningkat  sejak  wanita  yang  bersangkutan mulai melakukan aktivitas seksual. 

Manifestasi kandidiasis vulvovaginalis merupakan hasil interaksi antara patogenitas candida  dengan  mekanisme  pertahanan  tuan  rumah,  yang  berkaitan  dengan  faktor  predisposisi. Patogenesis penyakit dan bagaimana mekanisme pertahanan tuan rumah terhadap candida belum sepenuhnya dimengerti.

Pada keadaan normal, jamur candida dapat ditemukan dalam jumlah sedikit di vagina,  mulut  rahim  dan  saluran  pencernaan.  Jamur  candida  disini  hidup  sebagai  saprofit  tanpa  menimbulkan  keluhan  atau  gejala  (asimptomatis),  jamur  ini  dapat  tumbuh dengan variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada pH 4,5- 6,5.  Bersama  dengan  jamur  candida  pada  keadaan  normal  di  vagina  juga  idapatkan basil Doderlein Lactobasilus(lactobasilus)yang hidup sebagai komensal. Keduanya  mempunyai  peranan  penting  dalam  menjaga  keseimbangan  ekosistem  di  dalam vagina.  Doderlein  berfungsi  mengubah  glikogen  menjadi  asam  laktat  yang  berguna  untuk  mempertahankan  pH  vagina  dalam  suasana  asam  (pH 4-5).  Pada  semua  kelainan  yang  mengganggu  flora  normal  vagina  dapat  menjadikan  vagina  sebagai tempat yang sesuai bagi candida untuk berkembang biak. Masih belum dapat dipastikan  apakah  candida  menekan  pertumbuhan  basil  doderlein  atau  pada  keadaan  basil  Doderlein  mengalami  gangguan  lalu  diikuti  dengan  infeksi  dari  jamur candida.  Kenyataannya  pada  keadaan  infeksi  ini  dijumpai  hanya  sedikit  koloni  doderlein  (Idriatmi,2012).

Infeksi  kandida  dapat  terjadi  secara  endogen  maupun  eksogen  atau  secara  kontak  langsung.  Infeksi  endogen  lebih  sering  karena  sebelumnya  memang  candida  sudah hidup sebagai saprofit pada tubuh manusia. Pada keadaan tertentu dapat terjadi perubahan sifat jamur tersebut dari saprofit menjadi patogen sehingga oleh karena itu jamur candida disebut sebagai jamur oportunistik (Gama T, 2006).

Secara   invivo   jamur   candida   yang   tidak   mengalami   germinasi   atau   membentuk  tunas,  tidak  mampu  menyebabkan  kandidiasis  vulvovaginalis.  Belum  banyak  diketahui  bahwa  enzim  proteolitik,  toksin  dan  enzim  phospholipase  dari  jamur  candida  dapat  merusak  protein  bebas  dan  protein  sel  sehingga  memudahkan  invasi  jamur ke jaringan. Jamur candida dapat timbul di dalam sel dan bentuk intraseluler ini sebagai  pertahanan  atau  perlindungan  terhadap  pertahanan  tubuh.  Adanya  faktor-faktor  predisposisi  menyebabkan  pertumbuhan  jamur  candida  di  vagina  menjadi  berlebihan   sehingga   terjadi   koloni   simptomatik   yang   mengakibatkan   timbulnya   gejala-gejala penyakit kandidiasis vulvovaginalis. Sampai saat ini apakah perubahan koloni asimptomatik  menjadi  simptomatik  disebabkan  karena  perubahan  pada  faktor  tuan  rumah atau yeastnya itu sendiri masih belum jelas (Idriatmi,2012).

2.3.2        Penyebab

Berbagai sumber menyatakan bahwa spesies Candida yang paling sering menyebabkan KVV adalah C. albicans. Untuk infeksi yang disebabkan oleh C. non-albicans, didapatkan bahwa C. glabrata cukup banyak menjadi penyebab KVV. Selain itu ada juga spesies Candida lainnya, seperti C. tropikalis dan C. krusei (Murtiastutik,2008). 

2.3.3        Tanda Gejala

Keluhan yang paling menonjol pada penderita kandidiasis vagina adalah rasa gatal pada  vagina  yang  disertai  dengan  keluarnya  duh  tubuh  vagina  (fluor  albus). Kadang-kadang  juga  dijumpai  adanya  iritasi,  rasa  terbakar  dan  dispareunia.  Pada  keadaan  akut  duh  tubuh  vagina  encer  sedangkan  para  yang  kronis  lebih  kental.  Duh  tubuh  vagina  dapat  berwarna  putih  atau  kuning,  tidak  berbau  atau  sedikit berbau asam,  menggumpal  seperti  Cottage  Cheese  atau  berbutir-butir  seperti  kepala  susu. Menurut Shivo (2000) tanda gejala klinis yang muncul yaitu eritema, fissuring, secret menggumpal seperti keju, lesi satelit dan edema. Pada  pemeriksaan  dijumpai  gambaran  klinis  yang  bervariasi  dari  bentuk  eksematoid dengan hiperemi ringan sehingga ekskoriasi dan ulserasi pada labia minora, introitus vagina sampai dinding vagina terutama sepertiga bagian bawah. Pada keadaan kronis dinding   vagina   dapat   atrofi,   iritasi   dan   luka   yang   menyebabkan   dispareunia.Gambaran yang khas adalah adanya pseudomembran berupa bercak putih kekuningan pada  permukaan  vulva  atau  dinding  vagina  yang  disebut  vaginal  trush”.Bercak putih  tersebut  terdiri  dari  gumpalan  jamur,  jaringan  nekrosis  dan  sel epitel. Pada pemeriksaan  kolposkopi  tampak  adanya  dilatasi  dan  meningkatnya  pembuluh  darah pada dinding vagina atau serviks sebagai tanda peradangan (Sugiman, 2000).

 

2.3.4        Faktor Resiko

Menurut Murtiastutik (2008) dan Sobel (2008), terdapat beberapa kondisi yang menjadi faktor predisposisi terjadinya KVV, diantaranya :

1.      Pemakaian Kontrasepsi Hormonalatau Kortikosteroid

Kontrasepsi hormonal menyebabkan perubahan-perubahan struktur epitel vagina dan serviks di saluran reproduksiyang memudahkan timbulnya infeksi saluran reproduksi.

2.         Pemakaian kortikosteroid

Kortikosteroid merupakan suatu bahan yang bersifat imunosupresif. Pada pemakaian kortikosteroid jangka waktu panjang akan mengakibatkan pertumbuhan candida yang tidak   terkendalikan.   Menurut   Sugiman   T   (2000),   bahwa   pada   pemakai suatu kontrasepsi  lebih  sering  didapatkan  pertumbuhan  candida  daripada  bukan  pemakai  kontrasepsi.   Pada   penggunaan   oral   kontrasepsi   maupun   AKDR/IUD   terjadi   peningkatan   pembawa (carrier) jamur   candida   di   vagina.

3.         Pemakaian Antibiotik Spektrum Luas

Pemberian obat antibiotik, terutama yang mempunyai khasiat luas, dengan dosis tinggi dan waktu lama, agaknya menyuburkan Candida, yang semula telah hidup di dalam tubuh sebagai saproba, bahkan mengubah sifatnya menjadi pathogen. Obat sitostatik memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan.

Selain  itu,  penggunaan  antibiotika  dalam  jangka  waktu  yang  cukup  lama  dapat   membunuh   bakteri   Doderlin   yang   hidup   bersama-sama   candida   sebagai komersal  di  vagina.  Berkurangnya  bakteri  di  dalam  vagina  menyebabkan  candida dapat  tumbuh  dengan  subur  karena  tidak  ada  lagi  persaingan  dalam  memperoleh makanan yang menunjang pertumbuhan jamur tersebut(Samini,2001)

4.         Diabetes Melitus

Diabetes  Mellitus  terjadi  kenaikan  kadar  glukosa  dalam  darah  dan  urine. Gangguan metabolisme  karbohidrat  dan  perubahan  proses  glycogenolysisyang  menyebabkan kadar glikogen pada epitel vagina meninggi sehingga pertumbuhan candida juga akan meningkat (Maryunani, 2009).

Manifestasi    klinis    diabetes    mellitus    dikaitkan    dengan    konsekuensi    metabolik  defesiensi  insulin.  Pasien  yang  mengalami  defesiensi  insulin  tidak  dapat  mempertahankan  kadar  glukosa  plasma  puasa  yang  normal,  atau  toleransi  glukosa   sesudah   makan   makanan   yang   mengandung   karbohidrat.   Penderita   diabetes  mellitus  mengalami  masalah  mulut  kering  (dry  mouth)  atau  xerostomia dan  disfungsi  glandula  salivarius.  Hal  ini  dihubungkan  dengan  polyuria sehingga pasien  sering  merasa  haus,  selain  itu  terjadi  perubahan  membran  dari  glandula  salvarius. Pada   DM   tipe   2   terjadi hyperglycemiaakut   yang   menyebabkan   perubahan-perubahan   dalam   respon   imun.   Pasien   dengan   keadaan   sering   mengalami xerostomia dan dengan imun yang rendah menyebabkan infeksi jamur Candida  dapat  berkembang  dengan  baik.engan  kata  lain  Diabetes  melitus  predisposisi  untuk  kolonisasi  vagina;  Wanita  dengan  tipe  2  diabetes  lebih  rentan untuk  kolonisasi  dengan  infeksi  candida.  Kebersihan  kelamin  dan  kontrol  yang efektif  diabetes meningkatkan pemulihanserta  mengurangi  konsumsi  makanan olahan akan membantu dalam pengurangan infeksi Candida (Siregar, 2005).

5.         Kehamilan

Pada  masa  kehamilan,  terutama  pada  trimester  ketiga,  terjadi  peningkatan  kolonisasi   jamur   candida   di   vagina   yang   menimbulkan   gejala   simptomatik   kandidiasis   vaginalis.   Peningkatan   kadar   hormon   estrogen   yang   terjadi   pada   kehamilan menyebabkan kadar glikogen di vagina meningkat yang mana merupakan sumber  karbon  yang  baik  untuk  pertumbuhan  candida (Maryunani,2009).

Faktor yang  paling  berhubungan dengan  kejadian  kandidiasis  vaginalis  pada  wanita  hamil adalah duh tubuh bergumpal atau melekat di dinding, hal ini dapat terjadi karena pada masa   selama   kehamilan,   terutama   pada   trimester   ketiga,   terjadi   peningkatan kolonisasi   jamur   candida   di   vagina   yang   menimbulkan   gejala   simptomatik kandidiasis   vaginalis. Peningkatan kadar hormon estrogen   yang terjadi pada kehamilan menyebabkan kadar glikogen di vagina meningkat yang mana merupakan sumber karbon yang baik untuk pertumbuhan candida (Indriatmi,2012)

Para agen infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis neonatorum antara lain eschericia coli dan streptococcus aureus. Organism lain seperti clhlamydia pneumonia, H. influenza, ebterobacter aerogene dan spesies Bacteroides dan clostridium juga telah teridentifikasi dalam penyebab sepsis neonatorum (Hummelan dkk, 2011). Dari keterangan tersebut dapat diketahui bahwa candida albikan bukan salah satu penyebab dari sepsis neonatorum sehingga wanita hamil yang mengalami kandidiasis vulvovaginalis tidak akan berpengaruh pada kehamilannya dan pada janinnya. Plourd (1997) juga berpendapat  bahwa kejadian ketuban pecah dini, bblr, dan prematuritas tidak bertambah akibat dari kandidiasis vulvovaginitis.

2.3.5        Pengobatan

Usaha pencegahan terhadap timbulnya kandidiasis vaginalis meliputi penanggulangan faktor predisposisi dan penanggulangan sumber infeksi yang ada. Penanggulangan faktor predisposisi misalnya tidak menggunakan antibiotika atau steroid yang berlebihan, tidak menggunakan pakaian ketat, mengganti kontrasepsi pil atau AKDR dengan kontrasepsi lain yang sesuai, memperhatikan higiene. Penanggulangan sumber infeksi yaitu dengan mencari dan mengatasi sumber infeksi yang ada, baik dalam tubuhnya sendiri atau di luarnya.

Selain usaha pencegahan, pengobatan kandidiasis vaginalis dapat  dilakukan secara topikal maupun sistemik. Obat anti jamur tersedia dalam berbagai bentuk yaitu: gel, krim, losion, tablet vagina, suppositoria dan tablet oral. Antifungal yang disarankan oleh pedoman milik Kemenkes adalah mikonazol, flukonazol, klotrimazol, itrakonazol, dan nistatin (Kemenkes, 2011). Flukonazol dan itrakonazol merupakan pengobatan KVV jangka pendek yang telah terbukti lebih aman jika dibandingkan ketokonazol. Keduanya aman dan efektif untuk digunakan sebagi terapi KVV (Akhtar, 2012). Flukonazol menjadi obat yang dominan untuk digunakan, kelebihan dari flukonazol adalah dari segi keamanan, yaitu jarang ditemukannya efek intoleransi gastrointestinal yang merupakan salah satu efek dari paparan obat oral golongan azol (Sobel, 2014). Pada paenelitian yang dilakukan Paramitha (2018) pengobatan yang dilakukan di RSUD DR Sutomo berbeda dengan ketentuan dari Kemenkes, mereka menambahkan ketokonazol untuk pengobatan. Ketokonazol sangat efektif untuk menyembuhkan infeksi Candida dan satu-satunya obat oral yang efektif untuk beberapa spesies Candida yang resisten terhadap golongan azol, namun penggunaan ketokonazol sudah mulai berkurang karena ketokonazol mempunyai efek samping hepatotoksik (Sobel, 2014)..

Sebuah jurnal menyatakan bahwa obat oral golongan azol lebih disukai karena kenyamanannya jika dibandingkan dengan obat topikal krim atau suppositoria. Namun tidak ada satu pun obat oral yang diperbolehkan penggunaannya pada ibu hamil (Sobel, 2014).

 

2.3 Manajemen Asuhan Kebidanan

2.3.1 PENGKAJIAN

Tanggal  :                                   Tempat            :

Jam        :                                   Oleh                :

SUBYEKTIF

1.      Identitas ibu dan suami

Nama Ibu                                                    Nama Suami      

               Umur                                                          Umur                 

Alasan : Umur ibu, terutama pada ibu yang hamil pertama kali bila umur > 35 tahun / primitua gravida dan bila umur < 18 tahun / primimuda gravida memiliki resiko tinggi dalam kehamilannya yang dapat menyebabkan komplikasi yang lebih besar terhadap ibu maupun janin yang dikandungnya selama kehamilan, persalinan, maupun nifasnya (Hasugian, 2012).

Suku /bangsa                                              Suku /bangsa     

Agama                                                         Agama                                   

Pendidikan                                                  Pendidikan        

Alasan : Menurut Depkes RI (2002), pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada peningkatan kemampuan berfikir, dimana seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil keputusan yang lebih rasional, umumnya terbuka untuk menerima perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih rendah.                

Pekerjaan                                                    Pekerjaan                 

Alamat                                                         No Telp                                 

2.      Keluhan Utama        :

Untuk mengetahui alasan yang membuat ibu ingin di periksa atau keadaan yang paling mengganggu ibu. Dalam kasus Kandidiasis vulvovaginalis biasanya keluhan utamanya yaitu rasa gatal pada  vagina  yang  disertai  dengan  keluarnya  duh  tubuh  vagina  (fluor  albus). Kadang-kadang  juga  dijumpai  adanya  iritasi,  rasa  terbakar  dan  dispareunia.  Pada  keadaan  akut  duh  tubuh  vagina  encer  sedangkan  para  yang  kronis  lebih  kental.  Duh  tubuh  vagina  dapat  berwarna  putih  atau  kuning,  tidak  berbau  atau  sedikit berbau asam,  menggumpal  seperti  Cottage  Cheese  atau  berbutir-butir  seperti  kepala  susu. Menurut Shivo (2000) tanda gejala klinis yang muncul yaitu eritema, fissuring, secret menggumpal seperti keju, lesi satelit dan edema. Pada  pemeriksaan  dijumpai  gambaran  klinis  yang  bervariasi  dari bentuk eksematoid dengan hiperemi ringan sehingga ekskoriasi dan ulserasi pada labia minora, introitus vagina sampai dinding vagina terutama sepertiga bagian bawah. Pada keadaan kronis dinding vagina dapat atrofi, iritasi dan luka yang menyebabkan dispareunia. Gambaran yang khas adalah adanya pseudomembran berupa bercak putih kekuningan pada permukaan vulva atau dinding vagina yang disebut “vaginal trush”. Bercak putih tersebut terdiri dari gumpalan jamur, jaringan nekrosis dan sel epitel. Pada pemeriksaan kolposkopi tampak adanya dilatasi dan meningkatnya pembuluh darah pada dinding vagina atau serviks sebagai tanda peradangan (Sugiman, 2000).

Untuk kehamilannya sendiri, biasanya keluhan yang muncul pada trimester kedua sebagai berikut :

KELUHAN

PENYEBAB

Sendawa dan buang angin

Hal ini karena usus merengang dan anda akan merasa kembung (suririnah, 2004). 

Rasa nyeri di ulu hati

Hal ini karena asam lambung naik ke kerongkongan. Perasaan ini timbul pada wanita hamil pada trimester kedua ini, hal ini karena hormone progesterone meningkat yang menyebabkan relaksasi dari otot saluran cerna dan juga karena rahim yang semakin membesar yang mendorong bagian atas perut, sehingga mendorong asam lambung naik ke kerongkongan (suririnah, 2004).

Sakit di perut bagian bawah

Hal ini karena perenggangan ligamentum dan otot untuk menahan rahim yang semakin membesar. Nyeri hanya sebentar dan tak menetap (suririnah, 2004). 

Pusing 

Hal ini dapat terjadi ketika pembesaran dari rahim anda menekan pembuluh darah besar sehingga menyebabkan tekanan darah menurun (suririnah, 2004). 

Hidung dan gusi berdarah 

Hal ini juga karena peningkatan aliran darah selama masa kehamilan. Kadang juga mengalami sumbatan pada hidung hal ini karena perubahan hormonal (suririnah, 2004). 

Perubahan kulit 

Garis kecoklatan mulai dari puser (umbilicus) ke tulang pubis disebut linea nigra. Kecoklatan pada wajah disebut chloasma atau topeng kehamilan, ini dapat menjadi petunjuk kurang asam folat.  Strecth mark terjadi karena perengangan kulit yang berlebih biasanya pada perut dan payudara. Akibat perengangan kulit ini anda dapat merasa gatal (suririnah, 2004). 

Kram pada kaki 

Kram otot ini timbul karena sirkulasi darah yang lebih lambat saat kehamilan. Atasi dengan menaikkan kaki keatas, minum cukup kalsium. Bila anda terkena kram kaki ketika duduk atau saat tidur, coba untuk menggerakan jari-jari kaki kearah atas (suririnah, 2004). 

Pembengkakan sedikit 

Hal ini karena peningkatak hormone yang menahan cairan. Pada trimester kedua ini akan tampak sedikit pembengkakan pada wajah, kaki , tangan. Hal ini sering karena posisi duduk atau berdiri yang terlalu lama (suririnah, 2004). 

Sakit punggung

Berubahnya titik berat tubuh anda. Seiring dengan membesarnya rahim dan pertumbuhan bayi, titik berat tubuh cenderung menjadi condong ke depan. Akibatnya, ibu berusaha ‘menarik’ bagian punggung, agar lebih ke belakang. Tulang punggung bagian bawah pun lebih melengkung, serta otot-otot tulang belakang memendek. Meningkatnya hormon yang dilepaskan selama kehamilan akan membuat persendian tulang-tulang panggul meregang.

3.Riwayat Menstruasi :

Untuk mengetahui kondisi alat reproduksi dan gangguan – gangguan yang terjadi

HPHT              : untuk mengetahui umur kehamilan

HPL                : untuk mengetahui taksiran waktu persalinan

Menggunakan rumus Neagle (Dewi & Sunarsih, 2011)

a)   Umur kehamilan berlangsung 288 hari

b)   Dasarnya HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir)

c)   Rumus :

-    bulan ≥ 4 à hari + 7, bulan -3, tahun +1

-    bulan ≤ 3 à hari +7, bulan +9

1.Dipakai bila menstruasi teratur

2.Rumus tidak dapat digunakan jika

a.    Ibu dengan riwayat menstruasi tidak teratur

b.   Ibu hamil, saat menyusui dan belum menstruasi

c.    Ibu hamil post-pil KB belum menstruasi lagi          

Siklus              : normalnya 28 – 30 hari

Lama               : normalnya 5 sampai 7 hari

Banyaknya      : normalnya 2 – 3 pembalut/hari

Bau/warna       : normalnya bau anyir dan warna merah kehitaman.

Dysmenorrhoe : normalnya sebelum haid.

Flour albus      : normalnya tidak berbau, tidak berwarna dan tidak gatal.

4.  Riwayat Kehamilan , Persalinan, dan Nifas yang lalu :

-  Jumlah gravida/ para mempengaruhi durasi persalinan (primigravida berlangsung lebih lama dibandingkan multipara); disamping itu mempengaruhi kejadian komplikasi (pada multipara terjadi peningkatan risiko abrupsio plasenta, plasenta previa, perdarahan pasca partum, mortalitas maternal dan perinatal).

-    Pada grandemulti, keadaan endometrium daerah korpus uteri sudah mengalami kemunduran dan berkurangnya vaskularisasi, hal ini terjadi karena degenerasi dan nekrosis pada bekas luka implantasi plasenta pada kehamilan sebelumnya didinding endometrium. Adanya kemunduran fungsi dan berkurangnya vaskularisasi pada daerah endometrium menyebabkan daerah tersebut tidak subur dan tidak siap menerima hasil konsepsi, sehingga pemberian nutrisi dan oksigenasi kepada hasil konsepsi kurang maksimal dan mengganggu sirkulasi darah ke janin. Hal ini akan beresiko pada kehamilan dan persalinan (Cunningham, 2012).

-    Ukuran bayi sebelumnya membantu memperkirakan kesesuaian panggul dan janin, membantu mengatasi IUGR, serta membantu menentukan jalan lahir untuk janin sungsang.

-    Riwayat melahirkan bayi besar (>4000 gram) sebelumnya dapat berisiko lebih besar untuk melahirkan bayi lain yang memiliki kondisi tersebut (Dewi & Sunarsih, 2011)

-    Abortus berulang (recurrent abortion) adalah abortus yang terjadi 3 kali secara berturut-turut. Angka kejadian 0.4 – 1%. Resiko berulangnya abortus setelah abortus I adalah 20% ; resiko setelah abortus II adalah 25% dan resiko setelah abortus III adalah 30% (Sujiyantini, 2009).

-    Menurut Taber (2012) dan Prawihardjo (2009), faktor pencetus terjadinya hipertensi dalam kehamilan adalah primigravida, umur yang ekstrim, pasien yang kurang mampu dan tidak rutin melakukan pemeriksaan kehamilan atau tidak periksa sama sekali dan memiliki nutrisi yang buruk, teurtama dengan diet kurang protein, riwayat penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil, obesitas, dan kehamilan dengan hiperplasentosis, seperti : kehamilan ganda, mola hidatidosa, diabetes melittus, hidrop fetalis.

-    Pada wanita yang pernah menderita preeklamsi-eklamsi pada periode kehamilan, persalinan, atau nifas sebelumnya memiliki resiko lebih tinggi menderita preeklamsi-eklamsi pada nifas ini (Rizqi Dian, 2013).

-    Riwayat kehamilan kembar meningkatkan resiko hamil kembar lebih banyak dan lebih besar dikehamilan selanjutnya. Riwayat persalinan dengan kembar dizygotic meningkatkan kemungkinan persalinan kembar berikutnya sebesar 10 kali lipat (Mellisa, 2006).

-    Riwayat persalinan prematur sebelumnya merupakan penanda risiko paling kuat dan paling penting. Berdasarkan data Health Technology Assessment Indonesia tahun 2010 bahwa insiden terjadinya persalinan prematur selanjutnya setelah 1x persalinan prematur meningkat hingga 14,3% dan setelah 2x persalinan prematur meningkat hingga 28%. Wanita yang mengalami persalinan prematur memiliki risiko untuk mengalaminya kembali pada kehamilan selanjutnya (Suspimantari, 2014).

5.  Riwayat Kehamilan Sekarang

Untuk mengetahui keadaan kehamilan, untuk menentukan asuhan yang diberikan apakah pada saat persalinan.

a.    Pergerakan anak pertama kali (Quickening) dikaji apabila lupa HPHT

Diperkirakan terjadinya gerakan pertama fetus pada usia kehamilan 16 minggu. Terdapat perbedaan perkiraan waktu gerakan pertama fetus antara primigravida dan multigravida. Pada primigravida biasanya dirasakan pada usia 18 minggu sedangkan pada multigravida sekitar 16 minggu (Saifuddin, 2009)

b.   Gerakan janin terakhir digunakan untuk memantau kesejahteraan janin. Salah satu caranya adalah meminta ibu menghitung gerakan janin selama satu jam. Bayi dianggap aman/baik bila terdapat ≥ 4 gerakan dalam waktu itu. Atau bila selama 6 jam gerakannya kurang dari 10 kali, atau semua gerakan dirasakan lemah, penderita harus datang ke Rumah Sakit untuk pemeriksaan NST, OCT dan pemantauan dengan ultrasonik real time (Hariadi, 2004).

c.    Komplikasi selama kehamilan ditanyakan untuk menilai adakah penyulit selama kehamilan ini.

d.   ANC : minimal 4x (1x TM I, 1x TM II, dan 2x TM III).

Standart Asuhan Kehamilan

a.       Tujuan asuhan antenatal

1.   Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi.

2.   Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu dan bayi.

3.   Mengenali secara dini ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama ini, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan, dan pembedahan.

4.   Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.

5.   Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian asi ekslusif.

6.   Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.

b.      Kebijakan program

Kunjungan antenatal dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan

1.   Satu kali pada trimester pertama

2.   Satu kali pada trimester kedua

3.   Dua kali pada trimester ketiga

6.   Riwayat Kontrasepsi

Ditanyakan apabila ibu sudah menikah lama atau multipara. Setelah penghentian penggunaan suntik DMPA memerlukan waktu rata-rata 4 sampai 10 bulan, bahkan ada beberapa wanita yang sampai bertahun-tahun menunggu kehamilan pasca penggunaan kontrasepsi tersebut (Baziad, 2002). Faktor obat-obat induksi ovulasi profertil, domid dan hormon gonadotropin dapat menyebabkan kehamilan dizigotik dan kembar lebih dari dua (Mellyna, 2007)

7.  Pola Aktifitas Sehari-hari

a.    Seksual

Hubungan seksual tidak dilarang dalam kehamilan, kecuali 6 minggu sebelum dan 6 minggu setelah persalinan. Gravida dengan riwayat abortus habitualis dan primi tua sebaiknya dianjurkan tidak berhubungan seksual dalam kehamilan muda. Koitus pada kehamilan trimester III, dianjurkan posisi lutut-siku bagi si wanita dan pria berada dibelakakngnya (Wiknjosastro, 2009). Pada ibu faktor risiko terkena HIV disarankan menggunakan kondom ketika hubungan seksual.

b.   Perawatan payudara

     Terjadi papila rektraksi sehingga dibiasakan papila untuk ditarik secara manual dengan pelan.  Cara mengeluarkan puting susu yang rata atau masuk kedalam adalah dengan menekan puting susu menggunakan 2 jari, dilakukan 2 kali sehari selama 5 menit. Striae/hiperpigmentasi dapat terjadi, tidak perlu dikhawatirkan berlebihan (Syaifuddin, 2009).

c.    Hewan peliharaan

Hewan peliharaan dapat menjadi pembawa infeksi (misalnya bulu kucing/burung dapat menganddung parasit toxoplasma). Oleh karena itu, dianjurkan untuk menghindari kontak.

 

d.   Nutrisi

·      Kalori

Jumlah kalori yang diperlukan ibu hamil setiap harinya adalah 2500 kalori. Jumlah kalori yang berlebihan dapat menyebabkan obesitas, dan ini merupakan faktor predisposisi atas terjadinya preeklampsia. Total pertambahan berat badan sebaiknya tidak melebihi 10-12 kg selama hamil.

·      Protein

Jumlah protein yang diperlukan oleh ibu hamil adalah 85 gr perhari. Sumber protein tersebut bisa diperoleh dari tumbuh-tumbuhan (kacang-kacangan) atau hewani (ikan, ayam, keju, susu, telur). Defisiensi protein dapat menyebabkan kelahiran prematur, anemia dan edema.

·      Air

Air berfungsi untuk membantu sistem pencernaan makanan dan membantu proses transportasi. Selama hamil, terjadi perubahan nutrisi dan cairan pada membran sel. Air menjaga keseimbangan sel, darah, getah bening, dan cairan vital lainnya. Air menjaga keseimbangan suhu tubuh, karena itu dianjurkan untuk minum 6-8gelas (1500-2000ml) air, susu, dan jus setiap 24 jam. Sebaiknya membatasi minuman yang mengandung kafein seperti teh, coklat, kopi dan minuman yang mengandung pemanis buatan (sakarin) karena bahan ini mempunyai reaksi silang terhadap plasenta.

e.    Oksigen

Meningkatnya jumlah progesteron selama kehamilan mempengaruhi pusat pernafasan,CO2 menurun dan O2 meningkat, O2 meningkat, akan bermanfaat bagi janin. Kehamilan menyebabkan hiperventilasi, dimana keadaan CO2 menurun. Pada trimester III, janin membesar dan menekan diafragma, menekan venakafa inverior, yang menyebabkan nafas pendek-pendek.

 

f.    Personal hyegene

Kebersihan tubuh harus terjaga selama kehamilan. Perubahan anatomik pada perut, area genetalia atau lipat paha, dan payudarah menyebabkan lipatan-lipatan kulit menjadi lebih lembab dan mudah terinfestasi oleh mikroorganisme. Sebaiknya gunakan pancuran atau gayung pada saat mandi; tidak dianjurkan berendam didalam bathtub dan dilakukan vaginal douche. Menjaga keadaan daerah vagina agar tidak lembab,    kurang bersih dan penggunaan produk hygiene vagina secara   berlebihan dapat mengubah pH vagina.

g.   Eliminasi

Sering buang air kecil merupakan keluhan yang umum dirasakan oleh ibu hamil, terutama pada trimester I dan III. Hal tersebut adalah kondisi yang fisiologis. Ini terjadi karena pada awal kehamilan terjadi pembesaran uterus yang mendesak kantong kemih sehingga kapasitasnya berkurang. Sedangkan pada trimester III terjadi pembesaran janin yang juga menyebabkan desakan pada kantong kemih. Tindakan mengurangi asupan cairan untuk mengurangi keluhan ini sangat tidak dianjurkan karena akan menyebabkan dehidrasi.

h.   Istirahat

Dengan adanya perubahan fisik pada ibu hamil, salah satunya beban berat pada perut, terjadi perubahan sikap tubuh. Tidak jarang ibu akan mengalami kelelahan. Oleh karena itu istirahat dan tidur sangat penting bagi ibu hamil. Relaksasi adalah membebaskan pikiran dan beban dari ketegangan, yang dengan sengaja diupayakan dan dipraktekan. Untuk memperoleh relaksasi sempurna, ada beberapa syarat yang harus dilakukan selama berada dalam posisi relaksasi, yaitu :

1.   Tekuk semua persendian dan pejamkan mata

2.   Lemaskan seluruh otot-otot tubuh, termasuk otot-otot wajah

3.   Lakukan pernafasan secara teratur dan berirama

4.   Pusatkan pikiran pada irama pernafasan atau pada hal-hal yang menyenangkan

5.Apabila pada saat itu keadaan menyilaukan atau gaduh, tutup mata dengan sapu tangan, dan tutup telinga dengan bantal

6.   Pilih posisi relaksasi yang menurut anda paling menyenangkan

  Waktu terbaik untuk melakukan relaksasi adalah tiap hari setiap makan siang, pada awal istirahat sore, serta malam waktu tidur. Ada beberapa posisi relaksasi yang dapat dilakukan selama dalam keadaan istirahat atau semua proses persalinan.

·   Posisi relaksasi dengan terlentang

·   Posisi relaksasi dengan berbaring miring

·   Posisi relaksasi dalam keadaan berbaring terlentang

·   Posisi relaksasi dengan duduk

8.  Riwayat Kesehatan Ibu

Untuk mengetahui status kesehatan ibu/ penyakit ibu yang mungkin dapat muncul kembali maupun yang dapat mempengaruhi kondisi saat hamil, bersalin dan nifas.

Agen

Efek yang terlihat

Sitomegalovirus (CMV)

Defek lahir, BBLR, gangguan perkembangan

Virus hepatitis B

BBLR

HIV

BBLR, kanker pada masa kanak-kanak

Human parvovirus (B19)

Keguguran

Rubella (campak jerman)

Defek lahir, BBLR

Toxoplasmosis

Keguguran, defek lahir, gangguan perkembangan

Virus varicella zoster

Defek lahir, BBLR

Sumber: Buku Saku Asuhan Kebidanan Varney Edisi 2, 2009

 

 

PENYAKIT

RESIKO TERHADAP JANIN

Diabetes

Ketika kadar gula darah meningkat secara konsistenpada saat konsepsi atau organogenesis, maka janin berisiko tinggi mengalami anomali kongenital mayor.

Penyakit jantung

Penyakit jantung dapat menimbulkan resiko minimal, seperti prolaps katup mitral, atau bahkan resiko yang mengancam kehidupan, seperti penyakit yang timbul; akibat hipertensi paru.

Gangguan Kejang

Pengobatan yang paling sering digunakan untuk mengontrol kejang bersifat teratogenik bagi jnain.

Hipertensi

Risiko preeklamsi dan hambatan pertumbuhan janin.

Gangguan Tiroid

Hipertiroid berhubungan dengan malfformasi kongenital, hipotiroidisme dikaitkan dengan dwarfisme (cebol) dan kelainan lain.

Sumber: Buku Asuhan Kebidanan Varney Volume 1, 2006

9.  Riwayat kesehatan keluarga

Untuk mengetahui apakah suami dan keluarga ibu mempunyai penyakit atau riwayat penyakit yang dapat menjadi penyulit dalam persalinannya Kemungkinan adanya penyakit genetik yang diderita keluarga dapat ditularkan atau diturunkan sehingga dapat memperburuk kondisi ibu. Menurut Taber (2012) dan Prawihardjo (2009), Faktor pencetus terjadinya hipertensi dalam kehamilan salah satunya adalah riwayat keluarga pernah preeklampsia atau eklampsia. Tidak hanya penyakit genetic, penyakit infeksi menular seksual juga perlu ditanyakan karena akan berpengaruh pada keberlangsungan kehamilan.

  1. Riwayat Psikososial dan Budaya

a.    Riwayat pernikahan : ibu dapat digunakan untuk mengetahui apakah ibu kawin untuk pertama kali dalam usia reproduksi (20-35 tahun) dimana jika ibu kawin pertama kali pada usia ≤ 18 tahun atau ≥ 35 tahun merupaka usia yang ekstrim yang merupakan faktor predisposisi yang dapat menimbulkan preeklamspsia pada ibu.

b.   Merokok : selain fetotoksik, banyak dari bahan yang membentuk asap rokok memiliki efek vasoaktif atau mengurangi kadar oksigen. Hasil akhir reproduksi yang diketahui pasti yang berkaitan dengan merokok adalah hambatan langsung pertumbuhan janin yang bersifat bergantung dosis. Merokok melipat duakan risiko berat lahir rendah dan meningkatkan risiko hambatan pertumbuhan janin dua sampai tiga kali lipat. Merokok juga dapat menyebabkan peningkatan ringan insiden subfertilitas, abortus spontan, plasenta previa, dan solusio plasenta, serta pelahiran prematur (Cunningham, 2012).

c.    Alkohol : asupan alkohol yang tinggi pada wanita berhubungan dengan gangguan menstruasi dan mengurangi efrtilitas, bahkan bagi wanita yang hanya meminum lima gelas  atau kurang dalam seminggu. Alkohol adalah teratogen, dan sindrom alkohol janin digunakan untuk menggambarkan malformasi kongenital yang berhubungan dengan asupan alkohol maternal berlenbih selama kehamilan (Diane M. Fraser, 2009).

d.   Narkoba : belum jelas apakah pajanan narkotika menyebabkan penyulit-penyulit pada pertumbuhan janin atau karena kesehatan ibu yang secara umum kurang. Pertumbuhan pascanatal anak-anak ini tampaknya normal pada sebagian besar kasus, meskipun lingkar kepala rerata lebih kecil daripada anak yang tidak terpajan.  Mungkin terjadi keterlambatan ringan perkembangan atau gangguan perilaku (Cunningham, 2012).

e.    Obat-obatan : bisa menyebabkan persalinan preterm dan bayi cacat lahir

f.    Jamu-jamuan : karena efek ramuan herbal pada janin yang sedang tumbuh sulit dinilai maka wanita hamil perlu diberi tahu untuk menghindari bahan-bahan ini. Gingko, yang  dikatakan dapat membantu daya ingat dan kejelasan berfikir, dapat mengganggu obat-obat penghambat mono-oksidase dan memiliki sifat antikoagulan. Licorice sejati mengandung glisirizin, yang memiliki efek hipertensif dan menyebabkan pengeluaran kalium. Beberapa ramuan herbal dapat bekerja sebagai abortafisien (Cunningham, 2012).

 

OBYEKTIF

1.   Pemeriksaan Umum

a.    Tekanan Darah          :

Normalnya 90/60 hingga 140/90mmHg dan tidak banyak meningkat selama kehamilan (Syaifuddin A, 2011). Untuk mendeteksi adanya hipertensi (jika tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg) dan Hipotensi (jika tekanan darah kurang dari 100/90). Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg) pada kehamilan dan preeklampsia (hipertensi disertai edema wajah dan atau tungkai bawah; dan atau proteinuria) (Kemenkes, 2010).

b.   Nadi                           : 

Normalnya 60 – 100 kali/menit, denyut : kuat.

Jika nadi Ibu > 100x/menit mungkin ibu mengalami salah satu atau lebih keluhan seperti gangguan Thyroid .

c.    Pernapasan                 :

Normalnya 18–24 kali/menit, irama : teratur (Robert priharjo, 1996)

d.   Suhu                          :

Normalnya 36,5 – 37,50C. Suhu  380C dianggap tidak normal dan  ada tanda infeksi.

e.    Berat Badan              :

Status nutrisi wanita sebelum kehamilan dan selama minggu pertama sebelum menyadari bahwa ia hamil, mungkin lebih penting daripada diet yang ia makan setelah kehamilannya dikonfirmasi. Kondisi subobtimal pada masa ini dapat mengakibatkan gangguan janin dan terlambatnya pertumbuhan (Diane M. Fraser, 2009). Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin. Penambahan berat badan yang kurang dari 9 kilogram selama kehamilan atau kurang dari 1 kilogram setiap bulannya menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin (Kemenkes, 2010).

f.    Ideks Massa Tubuh   :

IMT optimal untuk fertilisasi maksimal dan menghasilkan bayi yang sehat dengan berat badan lahir normal berada disekitar 23. Berat badan ibu yang rendah sebelum konsepsi berhubungan dengan peningkatan risiko berat badan lahir rendah dan restriksi pertumbuhan simetris, dan wanita dengan IMT dibawah 19,1 beresiko lima kali lebih banyak melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (Diane M. Fraser, 2009).

Nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung dengan menggunakan rumus :

Indeks Massa Tubuh (IMT) =

WHO telah mendefenisikan sejumlah klasifikasi/kategori IMT yang dapat mencerminkan risiko penyakit tertentu.

Tabel Klasifikasi IMT Menurut WHO Tahun 2004

Kategori

IMT

Kurus (underweight)

< 18,5

Berat badan normal

18,5 – 24,9

Berat badan berlebih (overweight)

25 – 29,9

Obesitas – kelas 1

30 – 34,9

Obesitas – kelas 2

35 – 39,9

Obesitas – kelas 3 (obesitas morbid)

≥ 40,0

Menurut dr. Dwiana Ocviyanti, Sp.OG , Bagian Obstetri dan Ginekologi, FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo (2013), bila berat badan sebelum hamil dan kenaikan berat badan selama hamil kurang , maka si kecil berisiko lahir dengan berat badan kurang atau berat bayi lahir rendah (BBLR). Bayi dengan BBLR akan terganggu perkembangan dan kecerdasannya, selain kesehatan fisiknya juga kurang bagus. Bila berat badan sebelum hamil dan kenaikan berat badan selama hamil berlebih, bayi Anda berisiko terhambat pertumbuhannya akibat penyempitan pembuluh darah. Anda juga berisiko mengalami komplikasi, baik selama kehamilan maupun persalinan; seperti perdarahan, tekanan darah tinggi, atau keracunan kehamilan (preeklampsia). Juga, Anda akan sulit menghilangkan kelebihan berat badan setelah melahirkan.

g.   Mean Arterial Pressure        :

Tekanan arteri rata-rata digunakan sebagai gambaran kondisi tekanan darah yang ada pada darah saat keluar dari jantung dan dapat digunakan sebagai salah satu prediktor terjadinya preeklampsia. Cara menghitung MAP adalah :

Nilai > 90 mmHg = Positif, nilai < 90 mmHg = negatif

h.   Rool Over Test          :

Menghitung selisih nilai tekanan diastol pada saat miring kiri dan terlentang, ROT ini juga dapat digunakan sebagai salah satu prediktor terjadinya preeklampsia. Apabilah selisih kedua nilai diastol tersebut < 10 mmHg maka dikatakan negatif dan nilai > 10 mmHg dikatakan positif.

 

i.     KSPR                                    :

Cara penentuan KRT dapat dengan memakai kriteria dan juga dikelompokkan berdasarkan skoring atau nilai (Poedji Rochjati, 2003).

No.

Faktor Resiko

Skor

Faktor Resiko

1

 

2

Skor awal ibu hamil

2

I (Ada Potensi Gawat Obstetri)

4

Primitua (terlalu lambat hamil I/terlalu tua > 35tahun)

3

4

Terlalu cepat hamil lagi (< 2 tahun)

4

4

Terlalu lama hamil lagi (> 10 tahun)

5

4

Grandemultipara (teralu banyak anak > 4)

6

4

Usia > 35 tahun

7

4

Terlalu pendek < 145 cm

8

4

Pernah gagal kehamilan

9

4

Pernah melahirkan dengan (cunam, vacum, manual plasenta, infuse/transfuse)

10

8

Pernah operasi sesar

11

II (Ada Gawat Obstetri)

4

Bengkak muka/tungkai dan tekanan darah tinggi

12

4

Gemelli

13

4

Hydramnion

14

4

Bayi mati dalam kandungan

15

4

Kehamilan lebih bulan

16

4

Penyakit pada ibu hamil

17

8

Letak sungsang

18

8

Letak lintang

19

III (Ada Gawat Darurat Obstetri)

8

Perdarahan dalam kehamilan ini

20

8

Preeklampsia berat/kejang-kejang

Berdasarkan jumlah skor kehamilan dibagi tiga kelompok:

·      Kehamilan Risiko Rendah (KRR) dengan jumlah skor 2

            Kehamilan tanpa masalah / faktor risiko, fisiologis dan kemungkinan besar diikuti oleh persalinan normal dengan ibu dan bayi hidup sehat (Poedji Rochjati, 2003).

·      Kehamilan Risiko Tinggi (KRT) dengan jumlah skor 6-10

            Kehamilan dengan satu atau lebih faktor risiko, baik dari pihak ibu maupun janinnya yang memberi dampak kurang menguntungkan baik bagi ibu maupun janinnya, memiliki risiko kegawatan tetapi tidak darurat (Poedji Rochjati, 2003).

 

·      Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST) dengan jumlah skor ≥ 12

                 Kehamilan dengan faktor risiko:

a.    Perdarahan sebelum bayi lahir, memberi dampak gawat dan darurat bagi jiwa ibu dan atau banyinya, membutuhkan di rujuk tepat waktu dan tindakan segera untuk penanganan adekuat dalam upaya menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya.

b.   Ibu dengan faktor risiko dua atau lebih, tingkat risiko kegawatannya meningkat, yang membutuhkan pertolongan persalinan di rumah sakit oleh dokter Spesialis. (Poedji Rochjati, 2003).

2.   Pemeriksaan Fisik

a.       Wajah

Oedem pada wajah merupakan indikasi preeklamsi, sklera berwarna kuning indikasi ikhterus, dan konjungtiva yang pucat indikasi anemia)

b.      Leher

Bendungan vena jugularis mengindikasikan adanya gangguan pada jantung,  pembesaran kelenjar limfe dapat mengganggu metabolisme tubuh ibu, Hipertiroid berhubungan dengan malfformasi kongenital dan hipotiroidisme dikaitkan dengan dwarfisme (cebol) dan kelainan lain.

c.       Dada

Dilakukan Auskultasi  apabila ada indikasi gangguan pernafasan/jantung  meliputi ronkhii,wheezing, atau mur-mur

d.      Payudara

Untuk persiapan laktasi pada bayi baru lahir

e.       Abdomen

·         Bekas SC

Hamil setelah operasi caesar memang lebih berisiko dibanding kehamilan biasa, karena di uterus masih ada bekas luka akibat operasi caesar. Bila terjadi kehamilan sebelum masa dua tahun dari operasi sebelumnya, dari penelitian didapatkan bahwa risiko komplikasi akan lebih besar, sehingga sebagian ahli lebih menyarankan operasi caesar (Ocviyanti, 2011)

 

·         TFU

Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai dengan umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin. Standar pengukuran menggunakan pita pengukur setelah kehamilan 24 minggu (Kemenkes, 2010).

·         Pemeriksaan Leopold

Leopold I           : untuk mengetahui tuanya kehamilan dan bagian apa yang terdapat di fundus. mengetahui TFU dan TBJ

12 minggu

2 jari di atas symfisis

16 minggu

Pertengahan pusat simfisis

20 minggu

2 jari di bawah pusat

24 minggu

Setinggi pusat

28 mingggu

2 jari di atas pusat

32 minggu

Pertengahan pusat prosesus sifoideus

36 minggu

2 jari di bawah prosesus sifoideus

40 minggu

Pertengahan pusat prosesus sifoideus

Leopold II       : menentukan dimana letak punggung anak dan bagian kecil janin.

Leopold III     : menentukan apa yang terdapat di bagian bawah dan apakah sudah masuk PAP / belum.

Leopold IV    : menentukan seberapa jauh masuknya bagian bawah janin ke rongga panggul

·         TFU Mc.Donald

Menurut Spiegelberg : dengan jalan mengukur tinggi fundus uteri dari simfisis maka diperoleh tabel :

22-28 minggu

24-25 cm di atas simfisis

28 minggu

26,7 cm di atas simfisis

30 minggu

29,5-30 cm di atas simfisis

32 minggu

29,5-30 cm di atas simfisis

34 mingggu

31 cm di atas simfisis

36 minggu

32 cm di atas simfisis

38 minggu

33 cm di atas simfisis

40 minggu

37,7 cm di atas simfisis

f.          Denyut Jantung Janin        

        Mengetahui keadaan janin, normal atau fetal distress dan untuk deteksi dini adanya gangguan pada janin,seperti IUGR (intra uterine growth retardation), DJJ normal 120 – 160 x/m dipunctum maksimum (Dewi & Sunarsih,  2011). Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. DJJ lambat kurang dari 120/menit atau DJJ cepat lebih dari 160/menit menunjukkan adanya gawat janin (Kemenkes, 2010).

g.         Letak Janin (situs)

        Yaitu hubungan antara sumbung panjang (punggung) janin terhadap sumbu panjang (punggung ibu). Letak juga disebut sebagai hubungan antara aksis panjang badan janin dengan abdomen ibu yang digambarkan dengan membujur, melintang dan miring. Situs memanjang atau membujur adalah sumbu panjang janin sesuai dengan sumbu panjang ibu, dapat pada letak kepala atau bokong, situs melintang adalah sumbu panjang janin melintang terhadap sumbu panjang ibu, situs miring adalah sumbu panjang janin miring terhadap sumbu panjang ibu. Letak janin normal adalah membujur dengan kepala janin berada di dibawah (Prawihardjo, 2009).

h.         Genetalia

        Dilihat apakah ada pembesaran kelenjar bartolin atau tidak, sekretnya banyak atau tidak, berwarna atau tidak, bau atau tidak.

i.           Ekstremitas            

        Oedem bisa menunjukkan adanya masalah yang serius jika muncul pada muka dan tangan, tidak hilang setelah beristirahat, dan disertai dengan keluhan fisik lain. Analisa yang mungkin adalah gejala dari anemia, gagal jantung, atau preeklampsia.

 

3.   Pemeriksaan Penunjang

a.    USG

Pada trimester pertama, pemeriksaan dilakukan bertujuan untuk menentukan lokasi kehamilan, usia gestasi, jumlah janin, dan yang paling penting adalah penapisan cacat bawaan pertama ataupun kelainan yang mungkin terjad (Endjun, 2007). Pemeriksaan pada trimester II dan III difokuskan untuk mengidentifikasi perkembangan struktur janin secara lebih jelas dan bervariasi yang terpenting adalah tingkat maturasi plasenta serta keadaan cairan ketuban (JC Mose, U Sabaruddin, JS Effendi, A Pribadi, 2006).

b.   NST    

Untuk mengetahui kesejateraan janin

c.    Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal adalah sebagai berikut (Kemenkes, 2010) :

a)         Pemeriksaan golongan darah

Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk mengetahui jenis golongan darah ibu melainkan juga untuk mempersiapkan calon pendonor darah yang sewaktu-waktu diperlukan apabila terjadi situasi kegawatdaruratan.

b)         Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb)

Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal sekali pada trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut menderita anemia atau tidak selama kehamilannya karena kondisi anemia dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang janin dalam kandungan. Hb normal pada ibu hamil 10 – 12 ml/dl.

c)         Pemeriksaan protein dalam urin

Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan padatrimester kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui adanya proteinuria pada ibu hamil. ditujukan untuk mengetahui adanya proteinuria pada ibu hamil. eklampsia pada ibu hamil.

d)     Pemeriksaan kadar gula darah.

Ibu hamil yang dicurigai menderita Diabetes Melitus harus dilakukan pemeriksaan gula darah selama kehamilannya minimal sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester kedua, dan sekali pada trimester ketiga (terutama pada akhir trimester ketiga).

e)      Pemeriksaan HIV

Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan risiko tinggi kasus HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita HIV. Ibu hamil setelah menjalani konseling kemudian diberi kesempatan untuk menetapkan sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV.

f)       Test IMS

Pemeriksaan IMS terutama ibu hamil yang dicurigai menderita IMS..

g)      Pemeriksaan swab vagina

Pemeriksaan swab vagina dilakukan untuk mengetahui jenis fungi atau bakteri apa yang menjadi penyebab infeksi, sehingga memudahkan mengambil tindakan atau pemberian obat dengan tepat.

 

2.3.2 PERUMUSAN DIAGNOSA DAN MASALAH

Diagnosa (Aktual)          : GPAPAH,  21 - 22 minggu, Tunggal, Hidup, Intrauterin,

Masalah                         : sering kencing, pusing, sesak napas

 

2.3.3 ANTISIPASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL

Langkah ini diambil berdasarkan diagnosa atau masalah yang telah ditemukan berdasarkan data yang ada kemungkinan menimbulkan keadaan yang gawat. Pada kasus ini kemungkinan tidak ditemukan adanya diagnose dan masalah potensial.

2.3.4 IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA                 

Mencakup tentang tindakan segera untuk menangani diagnosa/masalah potensial yang dapat berupa konsultasi, kolaborasi dan rujukan. Pada kasus ini kemungkinan tidak ditemukan adanya kebutuhan tindakan segera.

2.3.5 PERENCANAAN

Penatalaksanaan dibuat harus sesuai dengan kebutuhan asuhan yang diperlukan meliputi:

1.         Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga. Informasi yang jelas mengoptimalkan asuhan yang diberikan

2.         Memberikan konseling, informasi, dan edukasi tentang masalah yang dihadapi. Memberikan konseling, informasi, dan edukasi tentang :

·         Kebutuhan Nutrisi : peningkatan konsumsi kalori hingga 300 kalori perhari, mengonsumsi makanan yang mengandung protein, zat besi, minum cukup cairan (menu seimbang) (Syaifuddin, 2009).

·         Kebutuhan Istirahat Ibu Hamil

·         Tanda Bahaya Kehamilan

·         Kehamilan Resiko Tinggi

·         Menjaga kebersihan personal hygiene

·         Cara mengatasi keluhan 

KELUHAN

CARA MENGATASI

Sendawa dan buang angin

Atasi dengan jangan makan dalam jumlah besar akan membuang anda kembung dan tak nyaman, dan hindari makanan yang menyebabkan banyak gas seperti jagung, permen, bawang merah (suririnah, 2004). 

Rasa nyeri di ulu hati

Atasi dengan jangan makan dalam jumlah besar terutama sebelum mau tidur. Jauhi makanan yang pedas, berminyak dan berlemak. Waktu tidur malam tinggikan posisi kepala anda sehingga asam lambung tak dapat naik ke esophagus (suririnah, 2004).

Sakit di perut bagian bawah

Atasi dengan duduk atau berbaring dengan posisi yang nyaman. 

Pusing 

Atasi denga melakukan perpindahan posisi pelahan lahan atau bertahap untuk menghindari perubahan tekanan darah yang mendadak (suririnah, 2004). 

Kram pada kaki 

Atasi dengan menaikkan kaki keatas, minum cukup kalsium. Bila anda terkena kram kaki ketika duduk atau saat tidur, coba untuk menggerakan jari-jari kaki kearah atas (suririnah, 2004). 

Sakit punggung

Cobalah untuk melakukan beberapa hal berikut agar postur tubuh tetap terjaga, walau sedang hamil: Berdiri dengan tegak, Dada dibusungkan, Bahu tetap ke belakang dan rileks, Jangan dempetkan kedua lutut, Pakailah sepatu bersol rendah. Kenakan juga celana khusus hamil dengan garis pinggang rendah dan dapat mendukung perut. Ketika mengangkat benda kecil, berjongkoklah dan angkat badan dengan kedua kaki.

3.         Memberikan multivitamin dan menjelaskan fungsi serta tata cara mengkonsumsinya. Tujuannya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan janin. Multivitamin yang dibutuhkan Ibu hamil adalah yang mengandung Kalsium, Zat besi, dan asam Folat (Dewi & Sunarsih, 2011).

a.       Kalsium

  Kebutuhan kalsium ibu hamil adalah 1,5 g perhari. Kalsium dibutuhkan untuk pertumbuhan janin, terutama bagi pengembangan otot dan rangka. Sumber kalsium yang mudah diperoleh adalah susu, keju, yoghurt, dan kalsium karbonat. Defisiensi kalsium dapat mengakibatkan briketsia pada bayi atau osteomalasia.

 

b.      Zat besi

  Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan diberikan sejak kontak pertama. (Kemenkes, 2010). Diperlukan asupan zat besi bagi ibu hamil dengan jumlah 30mg perhari terutama setelah trimester ke II. Bila tidak ditemukan anemia pemberian besi perminggu telah cukup. Zat besi yang diberikan bisa berupa ferous gluconate, ferous fumalate atau ferous sulphate. Kekurangan zat besi pada ibu hamil dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi.Tablet besi memberikan efek samping mual sehingga konsumsi tablet besi dianjurkan pada pada malam hari untuk mencegah mual setelah minum tablet besi (Is Susiloningtyas, 2012). Menurut Nurelawati (2012), pemberian tablet tambah darah selama kehamilan merupakan salah satu cara yang paling cocok bagi ibu hamil untuk meningkatkan kadar Hb sampai tahap yang di inginkan, karena sangat efektif dimana satu tablet mengandung 60 mg Fe. Setiap tablet setara dengan 200mg ferrosulfat. Selama kehamilan minimal diberikan 90 tablet sampai 42 minggu setelah melahirkan diberikan sejak pemeriksaan ibu hamil pertama.

c.       Vitamin

  Vitamin B compleks dapat meningkatkan nafsu makan, Vitamin Bl (thiamin) memiliki peran dalam pencegahan teratogenesis dan asupan vitamin B2 (riboflavin) dapat berkorelasi positif dengan pertumbuhan janin. Vit B6 dapat mengatasi mual muntah ibu, pengembangan sistem saraf pusat dan dapat mempengaruhi perkembangan otak dan fungsi kognitif. Vit B 12 dapat menunjang organogénesis janin

d.      Asam folat

  Jumlah asam folat yang dibutuhkan ibu hamil sebesar 400mikro gram perhari. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan anemia megaloblastik pada ibu hamil. Asupan asam folat yang memadai pada perikonsepsi (juga disebut folat atau vitamin B9) telah terbukti membatasi cacat tabung saraf janin, mencegah spina bifida dan cacat lahir yang sangat serius.

4.         Memberikan dukungan psikologis dan asuhan terhadap perubahan psikologis yang terjadi pada ibu.

        Campur tangan bidan dalam membantu klien untuk menentukan keputusan mereka. Hal ini mungkin termasuk mengajukan pertanyaan yang berhubungan untuk memperjelas konflik, memberikan informasi, membuat rujukan, mengajarkan atau mengatur perawatan langsung, bantuan financial, serta perlindungan atau supervise medis. Setiap krisis kehidupan menimbulkan efek yang berbekas pada mereka yang mengalaminya. Keterampilan koping yang dipelajarinya akan dapat digunakan kemudian. Disamping itu, cara-cara praktis untuk mengontrol masa depan dapat dipelajari (Dewi & Sunarsih, 2011).

5.         Menganjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang 1 bulan sesuai masa gestasi, atau datang apabila ada keluhan. Kunjungan ulang diperlukan untuk memantau perkembangan ibu dan janin meliputi status kesehatan,gizi,atau masalah yang dialami ibu.

6.         Melakukan pendokumentasian. sebagai media komunikasi antar petugas kesehatan dalam melaksanakan asuhan kebidanan

 

2.3.6 IMPLEMENTASI

Sesuai dengan perencanaan

 

2.3.7 EVALUASI

Setiap tindakan yang telah direncanakan

 

 


 

BAB III

TINJAUAN KASUS

Pengkajian

Waktu Pengkajian       : 21-12-2018

Tempat                        : Puskesmas B, Surabaya

 

DATA SUBYEKTIF

1.      IDENTITAS  

Nama Ibu        : Ny. I. E                                 Nama Suami    : Tn. S.

Umur               : 34 th                                      Umur               : 40 th

Suku                : Jxxx                                      Suku /bangsa   : Jxxx

Agama             : Islam                                     Agama             : Islam

Pendidikan      : SMK                                     Pendidikan      : STM

Pekerjaan         : Ibu rumah tangga                  Pekerjaan         : swasta

Alamat             : Sambikerep

  1. Alasan datang

Periksa kehamilan

  1. Keluhan

Kemaluan gatal dan keluar keputihan

  1. Riwayat Menstruasi

Siklus              : teratur                                   

            Lama               : 6 hari                                    

HPHT              : 22 Juni 2018              HPL                : 29 Maret 2019          

  1. Riwayat Obstetri

Kehamilan

Persalinan

Anak

Nifas

KB

Suami ke

Hamil ke

Umur kehamilan

Penyulit

Penolong

Jenis

Tempat

Penyulit

Jenis kelamin

BBL

Hidup

Mati

Penyulit

ASI

1

1

Hamil ini

  1. Riwayat kehamilan sekarang

(Data rekam medis)

Melakukan PP Test sendiri di rumah

ANC sebelumnya : 2x di Puskesmas S, 3x di Puskesmas B

-          Trimester 1

Keluhan saat hamil            : kram perut, mual, dan pusing

Hasil lab                            : Hb     : 13,9 gr/dl       HbsAg : NR

                                            PITC : NR                STP     : NR

Penyuluhan yang didapat  : P4K, nutrisi seimbang, pola istirahat

Terapi yang didapat          : Fe 1x1, B6 2x1, Kalk 1x1, jumlah disesuaikan saat     kunjungan

-          Trimester 2

Saat ini

  1. Riwayat KB

ibu tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi sebelumnya

  1. Riwayat kesehatan dan kesehatan ibu saat ini

Ibu mengeluhkan kram perut, mual, dan pusing pada trimester awal, ibu juga mengalami keputihan sejak awal Oktober 2018, dan semakin parah sekitar satu minggu yang lalu, dalam satu minggu ini ibu mengeluhkan keputihan semakin banyak, putih, gatal, dan berbau.

Ibu tidak pernah menderita penyakit menular (TBC, hepatitis B, HIV),  menurun (DM, kanker, hipertensi, gemeli, asthma, psikosis), menahun/ kronis (paru, jantung, ginjal, liver), dan tidak memiliki alergi

9.      Riwayat kesehatan keluarga

Suami dari Ny. I. E menderita HIV positif, ibu mengetahui kondisi suami semenjak sebelum menikah, suami tidak mengatakan faktor resiko terkait HIV yang diderita. Ibu mengatakan bahwa suami rutin mengonsumsi ARV. Anggota keluarga yang lain tidak sedang/pernah menderita penyakit menular (TBC, hepatitis, HIV), menurun (DM, kanker, hipertensi, gemeli, psikosis), dan menahun (paru, jantung, ginjal).

10.  Pola Fungsional Kesehatan

-     Nutrisi

:

nafsu makan baik, makan 2-3x/hari dengan porsi sedang komposisi sayur dan lauk. Minum air mineral sekitar 1-2 lt per hari

-     Eliminasi

:

BAB 1x/ hari konsistensi lembek berwarna kecokelatan dan BAK lancar 6x /hari warna kuning jernih, berbau khas, tidak ada keluhan

-     Kebersihan

:

mandi 2x seperti biasa, tidak ada keluhan, mengganti celana dalam setiap setelah mandi atau dirasa lembab

-     Aktivitas

:

melakukan aktivitas seperti biasanya yaitu melakukan  pekerjaan rumah tangga, serta menjaga anak pertama

-     Istirahat

:

tidur 7-8 jam/hari

-     Seksual

:

rutin setiap minggu 2-3x, tidak menggunakan kondom

 

  1. Riwayat Psikososial dan Latar Belakang Budaya

Status pernikahan yang pertama bagi ibu dan suami dengan lama 1 tahun. Kehamilan ini tidak direncanakan namun ibu dan suami merasa senang dan menerima kehamilan ini. Ibu mendapat dukungan dari suami. Tidak ada adat dan budaya yang mempengaruhi kehamilan ibu. Karena kondisi suami, ibu tidak mendapatkan dukungan dari orang tua.


DATA OBYEKTIF

1.         Pemeriksaan Umum

Kesadaran       : composmentis

Tanda-tanda vital :

TD : 110/70 mmHg          Nadi  : 80 x/menit

RR : 20x/menit

Antropometri

BB sebelum hamil : 45 kg

BB sekarang           : 58 kg

TB            : 148 cm

Lila           : 24 cm

IMT          : 20,54 kg/m2

 

2.      Pemeriksaan Fisik

-       Wajah           : tidak oedem, konjungtiva merah muda

-       Leher            : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

-       Payudara      : tidak ada benjolan, puting menonjol, belum keluar kostrum

-       Abdomen     : tidak terdapat bekas luka operasi

         Leopold 1          : teraba bagian bulat tidak melenting

                            TFU setinggi pusat

         Leopold 2          : teraba bagian keras seperti papan di bagian kanan perut ibu

         Leopold 3          : teraba bagian bulat melenting dan dapat digoyangkan

         Leopold 4          : bagian terendah belum masuk PAP

         Mc Donald : 20 cm

         TBJ          : (20-12) x 155 = 1240 gram

         DJJ           : 136 x/menit

-       Ekstremitas   : Atas/ bawah: tidak oedem/ tidak oedem, tidak terdapat varises

 

 

3.    Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 21 Desember 2018

            PMN                : (-)                              PIT                  : 4,6

                        Diplo               : (-)                              Clue cell          : (+)

                        T.vag               : (-)                              Snif                 : (+)

                        Kandida          : (+)

                        RPR                : NR                            PITC               : NR

Hasil pemeriksaan oleh dokter pada tanggal 21 Desember 2018

Diagnosa kandidiasis diberikan terapi Nystatin 3x100.000 IU 10 tablet supp

KSPR  : 2 (skor awal)

 

ANALISIS

G1P0000 UK 25 minggu dengan kandidiasis, janin tunggal hidup, presentasi kepala, keadaan janin baik

 

PENATALAKSANAAN

1.      Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa keadaan ibu baik, kemungkinan usia kehamilan ibu 20 minggu dengan bagian terbawah janin adalah kepala, menyarankan ibu untuk melakukan pemeriksaan laboratorium terkait dengan keluhan, ibu menyetujui

2.      Menjelaskan hasil pemeriksaan laboratorium bahwa ibu kemungkinan mengalami kandidiasis yaitu infeksi yang disebabkan oleh jamur Candida Albicans, pengobatannya melalui sup (melalui vagina ibu), ibu menyetujui

3.      Menganjurkan ibu untuk memeriksakan keluhan dan hasil laboratorium ke dokter, ibu bersedia

4.      Kolaborasi dengan dokter dengan hasil positif kandidiasis, mendapatkan terapi Nystatin secara sup

5.      Menjelaskan kepada ibu tentang kebersihan daerah kemaluan, cara cebok yang benar, pemenuhan gizi seimbang, pola istirahat, pola aktivitas, dan aktivitas seksual, ibu dapat mengulangi penjelasan

6.      Menganjurkan ibu untuk melakukan hubungan seksual dengan kondom dan rutin cek HIV setiap 3-6 bulan sekali

7.      Menjelaskan kepada ibu tentang tanda bahaya kehamilan trimester 2 yaitu perdarahan, gerakan janin berkurang atau tidak terasa, demam tinggi, bengkak hingga tangan dan wajah, pandangan kabur, pusing, jika ada tanda-tanda tersebut ibu dianjurkan untuk pergi ke tenaga kesehatan, ibu bersedia

8.      Memberikan resep obat kepada ibu, Nystatin 3x100.000 IU 10 tablet supp, mengajarkan ibu cara memasukkan obat melalui vagina dan menganjurkan ibu untuk menggunakan obat secara teratur, ibu bersedia minum obat secara teratur sesuai anjuran

9.      Menyepakati jadwal kontrol kembali pada tanggal 28 Desember 2018 atau sewaktu-waktu ibu mengalami keluhan, ibu bersedia


 

BAB 4

PEMBAHASAN

 

 Dari pengkajian data Subjektif di peroleh data bahwa ibu adalah seorang ibu rumah tangga dengan suami HIV positif rutin meminum ARV dan ibu sedang hamil dengan usia kehamilan 25 minggu. Ibu mengeluh keputihan sejak awal bulan Oktober, sekitar usia kehamilan 14/15 minggu.

Pada data objektif, semua pemeriksaan menunjukkan hasil pemeriksaan yang baik dan normal pada kehamilan ibu, seperti pemeriksaan TTV dalam batas normal, pemeriksaan fisik normal, TFU sesuai usia kehamilan, DJJ janin dalam batas normal.

Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan swab vagina dan pemeriksaan darah dengan hasil laboratorium kandida positif, PITC non reaktif, RPR non reaktif, clue cell positif, Snif positif, dan PIT 4,6.

Sehingga dapat didiagnosis Ny. I.E G1P0000 UK 25 minggu, janin tunggal hidup, presentasi kepala, keadaan umum ibu baik dengan kandidiasis.

Kandidiasis vulvovaginalis tidak digolongkan dalam infeksi menular seksual karena jamur Candida merupakan  organisme  normal  pada  traktus  genitalia  dan  intestinal  wanita.  Frekuensi  Kandidiasis  Vulvo Vaginalis (KVV) meningkat  sejak  wanita  yang  bersangkutan mulai melakukan aktivitas seksual. Berbagai sumber menyatakan bahwa spesies Candida yang paling sering menyebabkan KVV adalah C. albicans. Untuk infeksi yang disebabkan oleh C. non-albicans, didapatkan bahwa C. glabrata cukup banyak menjadi penyebab KVV. Selain itu ada juga spesies Candida lainnya, seperti C. tropikalis dan C. krusei (Murtiastutik,2008).

Dari data didapatkan pasien yang telah diperiksa menggunakan  sediaan  gram  dan  basah didapatkan kandida yang positif, hal itu sesuai dengan kepustakaan yang  mengatakan  bahwa  pemeriksaan  laboratorium sediaan  basah  dengan  normal  salin  berguna  untuk mengidentifikasi  adanya  sel-sel  ragi  dan  miselium dalam sekret vagina, selain itu pemeriksaan ini berguna untuk menyingkirkan adanya infeksi bakterial vaginosis dan trikomoniasis, sedangkan pewarnaan gram lebih baik  dibandingkan  pemeriksaan  basah  karena  pada pemeriksaan ini  lebih  mudah ditemukan pseudohifa yang  merupakan  satu-satunya  ragi  patogen  dari Candida albicans (Obel JD, 2008)

Hasil  penelitian ini sesuai dengan kepustakaan yang  menyatakan bahwa keluhan yang paling sering pada KVV adalah adanya duh tubuh vagina yang disertai gatal. Selain itu, beberapa kepustakaan menyatakan bahwa keluhan klasik lainnya dapat berupa rasa pedih, rasa terbakar pada vulva, dispareunia dan disuria, jadi sebenarnya tidak ada keluhan yang benar-benar spesifik (Soedarmi, 2007 dan Murtiastutik, 2008)

Manifestasi kandidiasis vulvovaginalis merupakan hasil interaksi antara patogenitas candida dengan mekanisme pertahanan tuan rumah. Menurut Wilkonson (2005) seseorang yang terkena Kandidiasis dan herpes merupakan salah satu tanda dari 32 tanda awal seseorang terinfeksi HIV. Namun pada tes PITC yang telah dilalui Ny. IE hasilnya adalah negatif. Pada awal infeksi, virus HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang diinfeksinya, tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi sehingga ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut dan lambat laun akan merusak limfosit T4 sampai pada jumlah tertentu. Masa ini disebut dengan masa inkubasi. Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV sampai menunjukkan gejala AIDS. Pada masa inkubasi, virus HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan masa “window period”. Setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun akan terlihat gejala klinis pada penderita sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut.

Selain dari faktor kemungkinan tertular HIV, faktor lain yang menyebabkan kandidiasis pada Ny. IE yaitu kehamilan. Kehamilan umumnya dianggap sebagai kondisi imunosupresi. Perubahan respon imun dalam kehamilan dapat menurunkan kemampuan ibu melawan infeksi (Abrahams, 2010). Pada  masa kehamilan, terutama pada trimester ketiga, terjadi peningkatan  kolonisasi jamur candida di vagina yang menimbulkan gejala simptomatik kandidiasis vaginalis. Peningkatan kadar hormon estrogen yang terjadi pada kehamilan menyebabkan kadar glikogen di vagina meningkat yang mana merupakan sumber karbon yang baik untuk pertumbuhan candida (Maryunani,2009).

Wanita hamil yang mengalami kandidiasis vulvovaginalis tidak akan berpengaruh pada kehamilannya dan pada janinnya. Plourd (1997) juga berpendapat bahwa kejadian ketuban pecah dini, BBLR, dan prematuritas tidak bertambah akibat dari kandidiasis vulvovaginitis. Para agen infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis neonatorum antara lain Eschericia coli dan Streptococcus aureus. Organisme lain seperti Clhlamydia pneumonia, H. influenza, Ebterobacter aerogene dan spesies Bacteroides dan Clostridium juga telah teridentifikasi dalam penyebab sepsis neonatorum (Hummelan dkk, 2011).

 


 

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

 

5.1           Simpulan

Simpulan yang dapat diambil dari asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan kandidiasis yang telah disusun adalah sebagai berikut :

1.      Peran bidan dalam memberikan asuhan selama masa kehamilan adalah sangat penting, sebagai upaya dalam mengidentifikasi dan mencegah resiko/masalah kegawatdaruratan pada kehamilan, persalinan, dan masa nifas.

2.      Dari hasil pengkajian data subyektif dan data obyektif, dapat ditegakkan diagnosa yang tepat sesuai teori.

3.      Penatalaksanaan yang disusun telah sesuai dengan prioritas masalah serta kebutuhan ibu hamil dengan kandidiasis.

 

5.2           Saran

1.    Bidan sebagai tenaga kesehatan khusunya ujung tombak kesehatan ibu dan anak hendaknya selalu meningkatkan kemampuan dan kapasitas diri dalam memberikan asuhan secara menyeluruh, mencakup segalan hal yang dibutuhkan ibu hamil, sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi

2.    Mahasiswa kebidanan diharapkan mampu memahami dan mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam memberikan asuhan pada ibu hamil secara komprehensif dan berkualitas.


 





DAFTAR PUSTAKA

 

Abrahams Peter, (2010) Panduan Kesehatan dalam Kehamilan, Tangerang:Karisma Publishing Group

CDC. 2003. Opportunistic Infection, CDC. 25: 150-5.

Brooks,  Geo.F.,  Butel,  Janet  S.,  dan  Morse,  Stephen  A.,  2005.  AIDS  dan Lentivirus.Dalam: Sjabana,  Dripa,  ed.  Mikrobiologi  Kedokteran.Jakarta:Salemba Medika; 292-300

DEPKES. 2003. Definisi pengertian virus HIV dan Penyakit AIDS. Jakarta.

DEPKES. 2016. Program Pengendalian HIV AIDS dan PIMS di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta:KEMENKES

Dinas Kesehatan Kota Surabaya. 2016. Profil Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2016. Surabaya: Dinas Kesehatan Kota Surabaya

Divisions  of  HIV/AIDS  Prevention, 2003.  HIV  and  Its  Transmission. Centers for Disease Control & Prevention.

Djoerban  Z,  Djauzi  S.  2003. Buku  Ajar  Ilmu  Penyakit  Dalam Edisi  II. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI.

Gama,  T.  2006.  Beberapa  Faktor  Yang  Mempengaruhi  Kejadian  Kandidiasi  Vaginalis.  Jakarta: Salemba Medka

Indriatmi, W. 2012. Infeksi Herpes Genitalis pada Wanita. Jakarta: Kedokteran EGC.

Kelompok Kerja HIV-AIDS, 2005. Remaja Dinilai Rentan Tertular HIV. Jakarta: Rumah  Sakit  Penyakit  Infeksi  Prof.  Dr.  Sulianti  Saroso.

KEMENKES RI.  2012. Pedoman  Nasional  Tatalaksana  Klinis  Infeksi  HIV  dan  Terapi Antriretroviral  pada  Orang  Dewasa  dan  Remaja. Jakarta: Kementerian  Kesehatan RI.

_____________. 2018. Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Maryunani, A. dan Ummu A. 2009. Buku Saku Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke  Bayi.  Penatalaksanaan  di  Pelayanan  Kebidanan.  Cetakan  Pertama.  Jakarta: Trans Info Media.

Menteri Kesehatan RI. 2014. Peraturan Pemerintah Kementerian Kesehatan RI No 97 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual. Jakarta: Menteri Kesehatan RI.

Murtiastutik D. Buku ajar infeksi menular seksual. Surabaya: Airlangga University Press; 2008.h. 56-63.

Nasronudin. 2007.  Perjalanan  Infeksi  HIV.  In  :Pendekatan  Biologi  Molekuler, Klinis  dan Sosial. Surabaya  :  Airlangga  Universty. 

Obel  JD.  Vulvovaginal candidiasis. In:  Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Waaerheit JN, Corey L, et al, editors. Sexually transmitted diseases. rd 4 ed. New York: Mc Graw Hill; 2008.p. 823–38.

Samini.   2001.   Faktor-faktor   yang   Berhubungan   dengan   Kejadian   Kandidiasis   Vaginalis Pada Wanita. Surabaya: FKM Airlangga

Siregar, R.S. 2005. Jamur Kulit. Edisi I. Cetakan Pertama. Jakarta: EGC

San Francisco AIDS Foundation.2006. How HIV is spread.

Sepkowitz  KA.2001.  "AIDS--the  first  20  years".  344 (23): 1764 –72

Soedarmadi.  Kandidosis  vulvovaginalis.  Dalam: Daili SF, Makes WL, Zubier F, Judarsono J, editor. Infeksi menular seksual. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.h. 171-6.

Sugiman  T,  Radiono  S.  2000.  Kandidiasis  Vulvovaginalis.  Dalam:  Diagnosis  dan  Penatalaksanaan Dermatomikosis, Jakarta: FKUI.

Syafrudin,  dkk.  2011.Untaian  Materi  Penyuluhan  KIA  (Kesehatan  Ibu  dan  Anak). Trans Info Media : Jakarta

Zein,  Umar,  dkk.,  2006. 100  Pertanyaan  Seputar  HIV/AIDS  Yang  Perlu  Anda Ketahui Medan: USU press; 1-44.

 

 

 

 


Komentar

Trending

Evian Brumisateur Facial Spray Review

Pas lagi nyari produk untuk melembabkan wajah, banyak yang saranin buat pakai produk Evian. Aku gak tau produk apa itu dan bagaimana rupa produk tersebut. Aku coba browsing tentang produk ini dan dapet banyak kabar, katanya produk ini bagus banget. Aku tinggal di Kota Serang dan gak tau bisa dapet produknya dimana. Suatu hari nih, hehe, aku ke toko buku di Intermedia yang terletak di Ciceri Kota Serang Banten, kira-kira 15 menit dari rumah aku. Setelah selesai beli buku, aku berniat untuk beli body lotion di toko sebelah, yaitu gerai DAN+DAN. Masuk deh kesitu dan disambut sama mbak-mbak penjaganya yang ramah. Gak lama aku langsung dapet apa yang aku butuhin, namanya cewek, gakbisa banget buat nggak ngepoin produk apa aja yang dijual disana. hehe wahhhh... aku nemu nih produk yang lagi aku cari. kebetulan banget. Tapi di sana gak tertera harga Evian  Facial Spray, akhirnya aku tanya sama mbak-mbak yang nyambut aku pas dateng. Mbaknya bilang "Maaf ya label harganya bel...

Wajah Glowing dengan MS Glow (Review jujur tentang Ms Glow, baca sampai akhir yaa)

Semua perempuan pasti mendambakan wajah glowing, apalagi dengan budget yang pas-pasan. Sebelumnya aku pakai krim wajah dari salah satu klinik kecantikan ditempatku tinggal. Tapi aku ngerasa wajahku kusam, apalagi sekarang aku tinggal di kota Surabaya yang membuat aku harus bersahabat dengan matahari. Aku seorang mahasiswi di salah satu universitas negeri di Surabaya dan saat ini sedang memasuki program KKN pada akhir tahun 2017 di Gresik. Seorang mahasiswa yang sedang KKN harus lebih bersahabat dengan matahari, karena selalu melakukan kegiatan outdoor. Akibatnya wajah aku semakin kusam :( aku posting ini di tahun 2018 karena aku mau kasih review sesuai dengan pengalamanku. Akhirnya aku sharing dengan beberapa teman dan sampailah keputusanku untuk pakai Ms Glow. Awalnya aku belum tahu ternyata Ms Glow sudah buka cabang di Surabaya, aku dapet produknya dikirim temannya temenku yang tinggal di Malang, karena memang kantor pusat Ms Glow berada disana. Setelah aku melakukan konsultasi onlin...

Sudut Pertemuan

    Seseorang yang akan menemuimu di satu hari yang membahagiakan, seolah menjadi saksi bahwa ketetapan-Nya itu nyata. Seseorang yang bersedia untuk datang. Seseorang yang akan menjawab seluruh doa-doa selama masa penantian. Seseorang yang kamu minta kepada yang maha tepat.     Bisa saja ia yang selalu berada disampingmu, bisa juga ia adalah seseorang yang belum pernah kamu temui. Langkahnya dan langkahmu dituntun oleh-Nya, bertemu disatu titik yang sama, dalam waktu yang tepat dan keadaan yang tepat. Tidak ada yang tahu, kecuali Allah.     Waktu akan berjalan dengan sendirinya, sesuai kehendak-Nya. Tidak tergesa apalagi memaksa. Apa yang kita sangka baik, belum tentu sepenuhnya baik, pun sebaliknya. Jalani hari dengan sebaik-baiknya, dengan kesabaran bahwa akan ada jalan ini menemui satu sudut yang berbeda. Sudut yang terbentuk dari pertemuan kamu dan dia.     Jika hari itu datang, kamu akan memintanya untuk mencintaimu. Jika kamu saja tidak dapa...