BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Berdasarkan
penelitian WHO di seluruh dunia terdapat kematian ibu sebesar 500.000 jiwa
pertahun dan kematian bayi pada khususnya neonatus sebesar 10 juta jiwa
pertahun. Kematian maternal dan bayi tersebut terjadi terutama di negara
berkembang sebesar 99%. Data dari BKKBN
menunjukkan bahwa angka kematian ibu pada tahun 2011 mencapai 228 per 100.000
kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi di Indonesia tahun 2011 adalah
34 per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi di Indonesia saat ini masih
tergolong tinggi yaitu 7 kali lebih tinggi dari Singapura, 4,6 kali lebih
tinggi dari Malaysia, 1,3 kali lebih tinggidari Filipina, dan 1,8 kali lebih
tinggi dari Thailand. Dari data tersebut, diketahui bahwa Angka kematian bayi
di Indonesia masih tinggi, untuk itu sesuai dengan target Sustainable Development
Goals (SDGs) yakni mengakhiri kematian bayi dan balita yang dapat
dicegah, dengan seluruh negara berusaha menurunkan Angka Kematian Neonatal
setidaknya hingga 12 per 1.000 KH dan Angka Kematian Balita 25 per 1.000 KH
pada tahun 2030.
Tingginya angka kematian bayi
ini dapat menjadi petunjuk bahwa pelayanan maternal dan nonatal kurang baik,
untuk menurunkan angka kematian bayi tersebut. Rencana strategi nasional Making Pregnacy
Safer (MPS) Indonesia 2001-2010 dalam konteks rencana pembangunan kesehatan
menuju Indonesia sehat 2010 mempunyai visi “kehamilan dan persalinan di
Indonesia berlangsung aman dan bayi yang di lahirkan hidup sehat”. Sedangkan
salah satu misi MPS adalah mempromosikan kesehatan ibu dan bbl. Perlu adanya
program kesehatan ibu dan bayi baru lahir (BBL) yang dapat menurunkan AKB.
Periode
BBL (neonatus) adalah masa 28 hari pertama kehidupan manusia.pada masa ini
terjadi proses penyesuaian system tubuh bayi dari kehidupan intrauteri ke
kehidupan ekstrauteri. Masa ini adalah masa yang perlu mendapatkan perhatian
karena pada masa ini terdapat mortalitas paling tinggi (Soetjiningsih, dkk,
2016).
Salah
satu upaya atau
cara untuk mengatasi masalah ini, pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi
dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil atau
berbagai bentuk upaya pencegahan dan penanggulangan dini terhadap faktor-faktor
yang memperlemah kondisi seorang ibu hamil. Disamping itu perlu dilakukan pula
pembinaan kesehatan prenatal yang memadai dan penanggulangan faktor-faktor yang
menyebabkan kematian perinatal yang meliputi perdarahan, hipertensi, infeksi, kelahiran
preterm/bayi berat lahir rendah, asfiksia dan hipotermi. (Myles,
2009). Tak lupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan
para tenaga kesehatan juga senantiasa ditingkatkan untuk menyelaraskan
upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu maupun bayi.
1.2.
Tujuan
1.2.1 Tujuan
umum
Mahasiswa dapat melakukan asuhan
kebidanan pada bayi baru
lahir
fisiologis dengan menerapkan pola pikir melalui pendekatan manajemen asuhan
kebidanan varney
dan pendokumentasian menggunakan SOAP
1.2.2 Tujuan
khusus
Mahasiswa
mampu dengan benar
1.
Menjelaskan
konsep dasar bayi baru lahir fisiologis
2.
Menjelaskan
konsep dasar asuhan kebidanan pada bayi baru lahir fisiologis
3.
Melakukan
pengkajian data subjektif dan objektif
4.
Menganalisis
data untuk menentukan diagnosis aktual dan diagnosis potensial yang mungkin
timbul pada bayi baru lahir
5.
Menganalisis
masalah dan kebutuhan pada ibu bayi baru lahir
6.
Mengidentifikasi
kebutuhan tindakan segera
7.
Merencanakan
asuhan kebidanan yang menyeluruh berdasarkan kebutuhan bayi baru lahir
8.
Melaksanakan
asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun
9.
Melakukan
evaluasi terhadap asuhan yang diberikan
10. Melakukan pendokumentasian hasil asuhan kebidanan
11. Melakukan analisis dan pembahasan antara teori dan kasus
yang ditemukan
1.3.
Manfaat
1.3.1
Manfaat
Teoritis
Penulis dapat melaksanakan pengkajian data subjektif dan data obyektif
pada bayi. Hasil pembuatan asuhan kebidanan ini
penulis mendapatkan masukan pengetahuan tentang penanganan asuhan kebidanan
pada bayi baru lahir.
1.3.2
Manfaat Praktis
Bayi baru lahir mendapatkan asuhan kebidanan secara adekuat dan terhindar dari masalah bayi
baru lahir.
BAB
2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir adalah
bayi yang lahir sampai dengan usia 4 minggu, biasanya lahir pada usia kehamilan
38 minggu sampai 42 minggu (Wong, 2003).
Bayi baru lahir normaladalah bayi yang lahir dalam
presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia
kehamilan genap 37 - 42 minggu, dengan berat badan 2500-4000 gram, nilai apgar
≥ 7 dan tanpa cacat bawaan (Haws, 2007).
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari
kehamilan 28-40 minggu dengan berat badan lahir 2500-4000 gram (Manuaba, 2010).
2.2 Klasifikasi Bayi Baru lahir
Klasifikasi bayi baru lahir (neonatus) menurut Kosim (2012),
dibedakan menjadi 3 kategori :
1.
Pertama,
klasifikasi neonatus menurut masa gestasi atau umur kehamilan yaitu :
a.
Bayi
kurang bulan (BKB): Bayi dilahirkan dengan masa gestasi kurang dari 37
minggu (<259 hari)
b.
Bayi
cukup bulan (BCB): Bayi dilahirkan dengan masa gestasi antara 37-42
minggu(259-293 hari)
c.
Bayi
lebih bulan (BLB): Bayi dilahirkan dengan masa gestasi
>42minggu (294 hari)
2.
Kedua,
klasifikasi neonatus menurut berat lahir yaitu :
a.
Bayi
berat lahir rendah (BBLR) :Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang masa gestasi.
b.
Bayi
berat lahir cukup/normal : Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir
>2500-4000 gram
c.
Bayi
berat lahir lebih :Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir lebih dari 4000
gram.
3.
Menurut
hubungan berat lahir/umur kehamilan, berat bayi baru lahir dapat dikelompokkan
menjadi : Sesuai Masa Kehamilan (SMK), Kecil Masa Kehamilan (KMK), dan Besar Masa
Kehamilan (BMK), dengan cara yang sama berdasarkan umur kehamilan saja
bayi-bayi dapat digolongkan menjadi Bayi Kurang Bulan(BKB), Bayi Cukup
Bulan(BCB), dan Bayi Lebih Bulan(BLB).
2.3 Ciri-ciri Bayi Baru Lahir Fisiologis
1.
Berat badan 2500 – 4000 gram
2.
Panjang badan lahir 48 – 50 cm
3.
Lingkar dada 30 – 38 cm
4.
Lingkar Kepala 33 – 35 gram
5.
Frekuensi jantung 120-160x/menit
6.
Pernapasan ±40-60x/menit
7.
Kulit
kemerah-merahan dan licin
karena jaringan subkutan terbentuk dan diliputi verniks
caeseosa.
8.
Rambut lanugo tidak terlihat
9.
Rambut kepala telah sempurna
10. Kuku
agak panjang dan lemas
11. Bergerak
aktif
12. Mempunyai
nilai APGAR >7
Tabel
2.1 Tanda APGAR
Nilai |
|||
Pemeriksaan |
0 |
1 |
2 |
Appearance (warna kulit) |
Pucat |
Badan merah, ekstremitas biru |
Seluruh tubuh kemerah-merahan |
Pulse rate (frekuensi nadi) |
Tidak ada |
<100 |
>100 |
Grimace (reaksi rangsangan) |
Tidak ada |
Sedikit gerakan mimic |
Batuk/bersin |
Activity (tonus otot) |
Tidak ada |
Ekstremitas dalam sedikit fleksi |
Gerakan aktif |
Respiration (pernapasan) |
Tidak ada |
Lemah, tidak
teratur |
Baik/menangis |
Sumber :
Sarwono, 2007
13.
Bayi lahir langsung menangis kuat
14.
Reflek (morro, rooting, sucking, dan
grasping) baik
a. Refleks Morro :
Dapat dilihat bila bayi dikagetkan atau sekonyong-konyong digerakan akan
terjadi refleks baru abduksi dan ekstensi. Lengan dan tangannya terbuka
kemudian diakhiri dengan aduksi lengan.
b. Refleks Grasping :
Bila telapak dirangsang tangan akan memberi reaksi seperti menggenggam.
c. Refleks Rooting :
Bayi baru lahir bila disentuh pipinya akan menoleh kearah sentuhan. Bila bibirnya
dirangsang atau disentuh, dia akan membuka mulut dan berusaha mencari puting
untuk menyusu.
d. Refleks Sucking : bila diletakkan sebuah benda di mulut
bayi, maka bayi secara alami sudah siap menghisap.
15. Testis sudah
turun (pada anak
laki-laki), genitalia labio
mayora telah menutupi labia minora (pada anak perempuan).
16. Eliminasi,
urin dan mekonium akan keluar dalam 24
jam pertama, mekonium berwarna kecoklatan. (Dewi, 2010).
2.4 Proses
Transisi ke Kehidupan Ekstrauterin
Periode ini merupakan fase tidak stabil selama 6 samapi 8 jam pertama
kehidupan, yang akan dilalui oleh seluruh bayi, dengan mengabaikan usia gestasi
atau sifat persalinan dan melahirkan (Soetjiningsih, dkk, 2016).
Periode transisi adalah waktu ketika bayi menjadi stabil dan menyesuaikan
diri dengan kemandirian ekstrauteri (Varney, 2009).
1.
First
Period of Reactivity
15-30 menit pertama
setelah kelahiran yaitu bayi pertama kali menyesuaikan diri dengan lingkungan
baru. Pada stadium awal ini aktivitas system syaraf simpatik menonjol. Karakteristik
pada periode ini, antara lain : deyut nadi apical berlangsung cepat dan irama
tidak teratur, frekuensi pernapasan mencapai 80 kali per menti, peranfasan
cuping hidung, ekspirasi mendengkur dan adanya retraksi. Pada periode ini, bayi
membutuhkan perawatan khusus, antara lain : mengkaji dan memantau frekuensi
jantung dan pernafasan setiap 30 menit pada 4 jam pertama setelah kelahiran,
menjaga bayi agar tetap hangat (Suhu aksila 36,5-37,50C)
a. Sistem
kardiovaskuler
1) Detak
jantung cepat tapi tidak teratur, suara jantung keras
2)
Tali pusat berdenyut
3) Warna
kulit masih kebiruan yang diselingi warna merah saat menangis
b. Traktus
Respiratorius
1) Pernapasan
cepat dan dangkal
2) Terdapat
ronchi pada paru
3) Terlihat
pernapasan cuping hidung, merintih, ada penarikan dinding thorak
c. Suhu
tubuh cepat turun dan cepat naik
d. Aktivitas
1) Tonus
otot meningkat dengan gerakan yang makin aktif
2) Ekstremitas
atas flexi, bawah extensi
e. Fungsi
usus
Peristaltik usus tidak ada/meningkat
ditandai dengan pengeluaran mekonium. Menjelaskan akhir stadium ini, aktivitas
system parasimpatik juga aktif :
1) Detak
jantung menjadi teratur, frekuensi turun.
2) Tali
pusat berhenti berdenyut
3) Ujung
ekstremitas kebiru-biruan
4) Menghasilkan
lender encer dan jernih
2. Relative Unresponsive Internal (Fase Tidur)
Fase in merupakan
interval tidak responsive atau fase tidur yang dimulai dari 30 menit setelah
periode pertama reaktivitas dan berakhir pada 2-4 jam. Karakteristik pada fase
ini adalah frekuensi pernafasan dan dneyut jantung menurun kembali ke nilai
dasar, warna kulit cenderung stabil, terdapat akrosianosis dan bisa terdengar
bising usus. Satu jam kemudian ditandai dengan menurunnya aktivitas system
syaraf otonom, sehingga haru berhati-hati karena hati menjadi peka terhadap
rangsangan, secara klinis dapat dilihat :
a. Denyut
jantung menurun
b. Pernapasan
menurun
c. Bayi
tertidur pulas
d. Lendir
mulut tidak ada
e.
Ronchi tidak ada
f. Suhu
tubuh menurun
3. Second Period of Reactivity
(4-6
jam)
Setelah bayi bangun,
periode ini dimulai. Karakteristik pada periode ini adalah bayi memilii tingkat
sensitivitas yang tinggi terhadap stimulus internal dan lingkungan. Kegiatan
sistem syaraf otonom meningkat lagi,
secara klinis terlihat :
a. Bayi
peka terhadap rangsang
b. Pernapasan
normal kembali
c. Detak
jantung normal kembali
Setelah bayi
melewati periode transisional, bayi dipindahkan ke ruang rawat gabung bersama
ibunya. Asuhan bayi baru lahir normal umumnya mencakup pengkajian tanda-tanda
vital setiap 4 jam, pemeriksaan fisik setiap 8 jam, pemberian ASI on demand,
mengganti popok serta menimbang berat badan. Selain asuhan transisional dan
pasca transisional, asuhan bayi baru lahir juga diberikan pada bayi beruisa 2-6
hair, serta bayi berusia 6 miggu pertama (Muslitahun, 2010).
2.5 Adaptasi Bayi Baru Lahir
Adaptasi
neonatal atau bayi baru lahir adalah proses penyesuaian fungsional neonates
dari kehidupan di dalam uterus ke kehidupan di luar uterus. Kemampuan adaptasi
fisiologis ini disebut juga homeostatis, bila terdapat gangguan adaptasi, maka
bayi akan sakit (Muslihatun, 2015).
1.
Sistem Pernafasan
Pernapasan
pertama pada bayi baru lahir terjadi dengan normal dalam waktu 30 detik setelah
kelahiran. Tekanan pada rongga dada bayi melalui jalan lahir per vaginam
mengakibatkan cairan paru yang jumlahnya 80-100 ml, berkurang sepertiganya
sehingga volume yang hilang ini digantikan dengan udara. Paru mengembang
sehingga rongga dada kembali kebentuk semula, pernapasan pada neonatus terutama
pernapasan diapragmatik dan abdominal frekuensi dan kedalaman pernapasan masih
belum teratur. Upaya pernapasan pertama berfugsi untuk mengeluarkan cairan
dalam paru dan mengembangkan jaringan alveolus paru utuk pertama kali, agar
alveolus dapat berfungsi harus terdapat surfaktan dalam jumlah yang cukup dan
aliran darah ke paru (Rochmah. 2012)
2.
Suhu Tubuh
Bayi baru lahir
belum dapat mengatur suhu tubuh sendiri, sehingga cenderung akan mengalami
stress fisik akibat adanya perubahan suhu di luar uterus. Suhu normal tubuh
aksila BBL adalah 36,50
C - 37,50 C. Suhu di dalam uterus sekitar 36ºC-37ºC sedangkan
suhu ruangan sekitar 24ºC-32ºC. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya
penurunan suhu yang tajam pada bayi baru lahir.
Trauma dingin/cold
stress (hipotermia) pada bayi baru lahir, dalam hubungannya dengan asidosis
metabolic, dapat bersifat mematikan bahkan pada bayi cukup bulan yang sehat.
Mekanisme
kemungkinan hilangnya panas tubuh dari bayi baru lahir kelingkungannya dapat
terjadi secara : (Muslihatun, 2010)
a. Evaporasi
yaitu kehilangan panas melalui proses penguapan atau perpindahan panas dengan
cara merubah cairan menjadi uap. Pencegahannya, setelah bayi lahir segera
mengeringkan bayi secara seksama dan menyelimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan
kering serta menutup bagian kepala bayi.
b. Konduksi
yaitu kehilangan panas dari tubuh bayi kebenda sekitarnya yang kontak langsung
dengan tubuh bayi, misalnya menimbang bayi tanpa mengalasi timbangan bayi dan
menggunakan stetoskop untuk pemeriksaan bayi baru lahir
c.
Konveksi yaitu kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi
terpapar udara sekitar yang lebih dingin, misalnya aliran udara dingin dari
kipas angin, dan hembusan udara dingin melalului ventilasi.
d.
Radiasi yaitu kehilangan panas yang
terjadi karena bayi ditempatkan di dekat benda-benda yang mempunyai suhu lebih
rendah dari suhu tubuh bayi, misalnya bayi terlalu dekat ke dinding tanpa
memakai penutup kepala atau topi.
3.
Sistem kardiovaskular
Perubahan
sirkulasi darah dari janin kepada sirklasi darah bayi dimulai dalam 60 detik
setelah persalinan., tetapi mungkin belum tuntas sampai beberapa minggu.
Dua kejadian penentu yang memicu
penutupan pirau janin adalah :
a. Tarikan
napas pertama menyebabkan sistem pembuluh darah menjadi relaksasi dan terbuka.
Inflasi serta ekspansi paru menyebabkan peningkatan aliran darah paru. Sirkulasi
paru berubah dari jalur dengan resistensi tinggi menjadi jalur beresistensi
rendah sehingga 90% darah mengalir melalui jaringan pembuluh darah paru.
b. Penghentian
sirkulasi umbilikus sehingga perfusi plasenta juga terhenti. Karena tali pusat
di klem, sistem bertekanan rendah yang ada pada unit janin-plasenta terputus.
Sistem sirkulasi bayi sekarang merupakan sistem sirkulasi tertutup, bertekanan
tinggi, dan berdiri sendiri. Efek segera setelah tali pusat diklem adalah
peningkatan tahanan pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance, SVR). Kombinasi tekanan yang
meningkat dalam sirkulasi sistemik tetapi menurun dalam sirkulasi paru
menyebabkan perubahan aliran darah dalam jantung.
Tabel 2.2 Perubahan Sirkulasi Janin Ketika Lahir
Struktur |
Sebelum Lahir |
Setelah Lahir |
Vena umbilikalis |
Membawa darah
arteri ke hati dan jantung |
Menutup; menjadi
ligamentum teres hepatis |
Arteri
umbilikalis |
Membawa darah
arteriol venosa ke placenta |
Menutup; menjadi
ligamentum vesikale pada dinding abdominal anterior |
Duktus venosus |
Pirau darah
arteri kedalam vena kafa inferior |
Menutup; menjadi
ligamentum venosum |
Duktus arteriosus |
Pirau darah
arteri dan sebagian darah ven dari arteri pulmonalis ke aorta |
Menutup; menutup
menjadi ligamentum arteriosum |
Foramen ovale |
Menghubungkan
atrium kanan dan kiri |
Biasanya menutup;
kadang-kadang terbuka |
Paru-paru |
Tidak mengandung
udara dan sangat sedikit mengandung darah; berisi cairan |
Berisi udara dan
disuplai darah dengan baik |
Arteri pulmonalis |
Membawa sedikit
darah ke paru |
Membawa banyak
darah keparu |
Aorta |
Menerima darah
dari kedua ventrikel |
Menerima darah
hanya dari ventrikel kiri |
Vena kafa
inferior |
Membawa darah
vena dari tubuh dan darah arteri dari plasenta |
Membawa darah
hanya ke atrium kanan |
Sumber:
Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir, Stright: 2006
Pada BBL, sirkulasi perifer yang lambat,menyebabkan akrosianosis. Denyut nadi antara120 - 160 kali per menit saat bangun dan 100 kali per menit saat tidur.
Rata-rata tekanan darah adalah 80/46 mm Hg dan bervariasi
sesuai ukuran dan tingkat aktifitas bayi.
4.
Adaptasi Neurologis
Sistem
neurologis bayi secara anatomik atau fisiologis belum berkembang sempurna.
Refleks bayi baru lahir merupakan indikator perkembangan normal.
Tabel 2.3 Refleks pada Bayi Baru Lahir
Refleks |
Respons Normal |
Respons Abnormal |
Rooting dan mengisap |
Bayi baru lahir menolehkan kepada
ke arah stimulus, membuka mulut, dan mulai mengisap bila pipi, bibir, atau
sudut mulut bayi disentuh dengan jari atau puting. |
Respons yang lemah atau tidak ada
respons terjadi pada prematuritas, penurunan atau cedera neurologis, atau
depresi sistem saraf pusat |
Menelan |
Bayi baru lahir menelan dan
mengisap apabila terdapat cairan di belakang lidah. |
Muntah, batuk, atau regurgitasi
cairan dapat terjadi, kemungkinan berhubungan dengan sianosis sekunder karena
prematuritas , defisit neurologis, atau cedera, terutama terlihat setelah
laringoskopi. |
Ekstrusi |
Bayi baru lahir menjulurkan lidah
keluar bila ujung lidah disentuh dengan jari atau puting. |
Ekstrusi lidah secara kontinu atau
menjulurkan lidah yang berulang-ulang terjadi pada kelainan SSP dan kejang. |
Moro |
Ekstensi simetris bilateral dan
abduksi seluruh ekstremitas, dengan ibu jari dan jari telunjuk membentuk
huruf ‘C’ diikuti dengan adduksi ekstremitas dan kembali ke fleksi relaks
jika posisi bayi berubah tiba-tiba atau jika diletakkan terlentang pada
permukaan datar. |
Respon asimetris terlihat pada
cedera saraf perifer (pleksus brakialis) atau frakur klavikula atau fraktur
tulang panjang tangan dan kaki. |
Glabellar “blink” |
Bayi akan berkedip bila dilakukan
4 atau 5 ketuk pertama pada batang hidung saat mata terbuka. |
Terus berkedip dan gagal berkedip
menandakan kemungkinan gangguan neurologis |
Palmar grasp |
Jari bayi akan menekuk di
sekeliling benda dan menggenggamnya bila jari ditletakkan di telapak tangan
bayi |
Respons ini kurang pada bayi
prematur. Asimetris dapat terjadi pada kerusakan saraf perifer (pleksus
brakialis) atau fraktur humerus. Tidak ada respons berarti telah terjadi
defisit neurologis yang berat. |
Plantar grasp |
Jari bayi akan melekuk di
sekeliling benda seketika bila jari diletakkan di telapak kaki bayi. |
Respons ini kurang pada bayi
prematur. Tidak ada respons berarti telah terjadi defisit neurologis yang
berat. |
Babinski |
Jari-jari kaki bayi akan
hiperekstensi dan terpisah seperti kipas dari dorsofleksi ibu jari kaki bila
satu sisi kaki digosok dari tumit ke atas melintasi bantalan kaki. |
Tidak ada respons yang terjadi
pada defisit SSP. |
Sumber : Sondakh, 2013
5.
Metabolisme Glukosa
Otak memerlukan
glukosa dalam jumlah tertentu. Pada saat kelahiran, setelah talipusat diklem,
seorang bayi harus mulai mempertahankan kadar glukosa darahnya sendiri. Pada
setiap bayi baru lahir kadar glukosa darah akan turun dalam waktu 1-2 jam. Bayi
baru lahir yang tidak dapat mencerna makanan dalam jumlah yang cukup akan
membuat glukosa dari glikogen. Hal ini hanya terjadi jika bayi mempunyai
persediaan glikogen yang cukup. Seorang bayi yang sehat akan menyimpan glukosa
sebagai glikogen, terutama dalam hati, selama bulan-bulan terakhir kehidupan
dalam rahim. Bayi yang mengalami hipotermi saat lahir, kemudian mengakibatkan
hipoksia akan menggunakan persediaan glikogen dalam satu jam pertama kelahiran.
Keseimbangan glukosa tidak sepenuhnya tercapai hingga 3-4 jam pertama pada bayi
cukup bulan yang sehat. Jika semua persediaan digunakan dalam satu jam pertama,
otak bayi akan mengalami risiko. Bayi baru lahir kurang bulan, IUGR, dan gawat
janin merupakan kelompok yang paling berisiko, karena simpanan energi mereka
berkuang atau digunakan sebelum lahir (Rochmah, 2012).
6.
Adaptasi Ginjal
Sebagian besar
bayi baru lahir berkemih dalam 24 jam pertama setelah lahir, dan dua sampai
enam kali sehari pada 1-2 hari pertama, setelah itu mereka berkemih 5 sampai 20
kali dalam 24 jam. Urine dapat keruh karena lendir dan garam asam urat, noda
kemerahan dapat diamati pada popok karena kristal asam urat. Fungsi ginjal
belum sempurna karena jumlah nefron masih belum sebanyak orang dewasa, ketidak
seimbangan luas permukaan glomerulus dan volume tubulus froksimal, serta renal
blood flow relatif kurang bila dibandingkan orang dewasa. (Muslihatun, 2010).
7.
Adaptasi Gastrointestinal
Secara
fungsional, saluran gastrointestinal bayi belum matur dibandingkan orang
dewasa, membran mukosa pada mulut berwarna merah jambu dan basah. Gigi tertanam
didalam gusi dan sekresi ptialin sedikit. Sebelum lahir janin cukup bulan akan
mulai mengisap dan menelan. Kapasitas lambung sangat terbatas, kurang dari 30
ml untuk bayi baru lahir cukup bulan. Kapasitas lambung ini akan bertambah
secara perlahan, seiring dengan pertumbuhan bayi. Pengaturan makan yang sering
oleh bayi sendiri sangat penting, contohnya memberikan makan sesuai keinginan
bayi (ASI on demand) (Rochmah, 2012).
Refleks gumoh
dan batuk yang matang sudah terbentuk dengan baik pada saat lahir. Kemampuan
neonatus cukup bulan untuk menelan dan mencerna makanan selain susu masih
terbatas, hubungan antara esophagus bawah dan lambung masih belum sempurna
sehingga mengakibatkan gumoh pada neonatus (Maryanti. 2011).
8. Adaptasi
Hati
Selama
kehidupan janin sampai tingkat tertentu setelah lahir, hati terus membantu
pembentukan darah, dan selama periode neonatus hati memproduksi zat yang
esensial untuk pembekuan darah. Penyimpanan zat besi ibu cukup memadai bagi
bayi sampai lima bulan kehidupan ekstra uterin, pada saat ini bayi baru lahir
menjadi rentan terhadap defesiensi terhadap zat besi. Setelah bayi lahir, hati
menunjukkan perubahan biokimia dan morfolofis berupa kenaikan kadar protein dan
penurunan kadar lemak dan glikogen. Enzim hepar belum aktif benar, seperti
enzim dehidrogenas dan transferase glukoronil sering kurang sehingga neonatus
memperlihatkan gejala ikterus neonatorum fisiologis. (Maryanti, 2011).
9.
Adaptasi
Sistem Imun
Penyebab utama
morbiditas dan mortalitas selama periode neonatus adalah infeksi. Bayi baru
lahir tidak dapat membatasi organisme penyerang di pintu masuk. Imaturitas
sejumlah sistem pelindung secara signifikan meningkatkan risiko infeksi pada
periode bayi baru lahir. Respon inflamasi berkurang, baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Imunoglobin A (Ig A) hilang dari saluran pernafasan dan perkemihan; kecuali
jika bayi tersebut menyusu ASI, Ig A juga tidak terdapat saluran GI.
2.6 Penanganan Bayi Baru Lahir
Semua bayi diperiksa segera setelah
lahir untuk mengetahui apakah transisi dari kehidupan intrauterine ke
ekstrauterine berjalan dengan lancar dan tidak ada kelainan. Pemeriksaan medis
komprehensif dilakukan dalam 24 jam pertama kehidupan. Pemeriksaan rutin pada
bayi baru lahir harus dilakukan, tujuannya untuk mendeteksi kelainan atau
anomali kongenital yang muncul pada setiap kelahiran dalam 10-20 per 1000
kelahiran, pengelolaan lebih lanjut dari setiap kelainan yang terdeteksi pada
saat antenatal, mempertimbangkan masalah potensial terkait riwayat kehamilan
ibu dan kelainan yang diturunkan, dan memberikan promosi kesehatan, terutama
pencegahan terhadap sudden infant death syndrome (SIDS) (Lissauer, 2013).
Tujuan utama perawatan bayi segera
sesudah lahir adalah untuk membersihkan jalan napas, memotong dan merawat tali
pusat, mempertahankan suhu tubuh bayi, identifikasi, dan pencegahan infeksi
(Saifuddin, 2010).
Asuhan bayi baru lahir meliputi :
1) Pencegahan
Infeksi (PI)
2) Penilaian
awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi
Untuk menilai apakah bayi mengalami
asfiksia atau tidak dilakukan penilaian sepintas setelah seluruh tubuh bayi
lahir dengan tiga pertanyaan :
a.
Apakah kehamilan cukup bulan?
b.
Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak
megap-megap?
c.
Apakah tonus otot bayi baik/bayi
bergerak aktif?
Jika ada jawaban “tidak” kemungkinan
bayi mengalami asfiksia sehingga harus segera dilakukan resusitasi. Penghisapan
lendir pada jalan napas bayi tidak dilakukan secara rutin (Kementerian
Kesehatan RI, 2013)
3) Pemotongan
dan perawatan tali pusat
Setelah
penilaian sepintas dan tidak ada tanda asfiksia pada bayi, dilakukan manajemen
bayi baru lahir normal dengan mengeringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan
bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks, kemudian
bayi diletakkan di atas dada atau perut ibu. Setelah pemberian oksitosin pada
ibu, lakukan pemotongan tali pusat dengan satu tangan melindungi perut bayi.
Perawatan tali pusat adalah dengan tidak membungkus tali pusat atau mengoleskan
cairan/bahan apa pun pada tali pusat (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Perawatan rutin untuk tali pusat adalah selalu
cuci tangan sebelum memegangnya, menjaga tali pusat tetap kering dan terpapar
udara, membersihkan dengan air, menghindari dengan alkohol karena menghambat
pelepasan tali pusat, dan melipat popok di bawah umbilikus (Lissauer, 2013).
4) Inisiasi
Menyusu Dini (IMD)
Setelah bayi
lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan bayi tengkurap di dada ibu,
kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk melaksanakan proses IMD selama 1 jam.
Biarkan bayi mencari, menemukan puting, dan mulai menyusu. Sebagian besar bayi
akan berhasil melakukan IMD dalam waktu 60-90 menit, menyusu pertama
berlangsung pada menit ke 45-60 dan berlangsung selama 10-20 menit dan bayi
cukup menyusu dari satu payudara (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Jika bayi belum
menemukan puting ibu dalam waktu 1 jam, posisikan bayi lebih dekat dengan
puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya.
Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, lanjutkan asuhan
perawatan neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin K, salep
mata, serta pemberian gelang pengenal) kemudian dikembalikan lagi kepada ibu
untuk belajar menyusu (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
5) Pencegahan
kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6 jam, kontak kulit bayi dan ibu
serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
6) Pemberian
salep mata/tetes mata
Pemberian salep atau tetes mata
diberikan untuk pencegahan infeksi mata. Beri bayi salep atau tetes mata
antibiotika profilaksis (tetrasiklin 1%, oxytetrasiklin 1% atau antibiotika
lain). Pemberian salep atau tetes mata harus tepat 1 jam setelah kelahiran.
Upaya pencegahan infeksi mata tidak efektif jika diberikan lebih dari 1 jam
setelah kelahiran (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
7) Pencegahan
perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1 dosis tunggal di paha kiri
Semua bayi baru lahir harus diberi
penyuntikan vitamin K1 (Phytomenadione) 1 mg intramuskuler di paha kiri, untuk
mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin yang dapat dialami oleh sebagian
bayi baru lahir (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Pemberian vitamin K sebagai
profilaksis melawan hemorragic disease of the newborn dapat diberikan dalam
suntikan yang memberikan pencegahan lebih terpercaya, atau secara oral yang
membutuhkan beberapa dosis untuk mengatasi absorbsi yang bervariasi dan
proteksi yang kurang pasti pada bayi (Lissauer, 2013). Vitamin K dapat
diberikan dalam waktu 6 jam setelah lahir (Lowry, 2014).
8) Pemberian imunisasi Hepatitis B (HB 0) dosis
tunggal di paha kanan
Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2
jam di paha kanan setelah penyuntikan vitamin K1 yang bertujuan untuk mencegah
penularan Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi yang dapat menimbulkan
kerusakan hati (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
9) Pemeriksaan
Bayi Baru Lahir (BBL)
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk
mengetahui sedini mungkin kelainan pada bayi. Bayi yang lahir di fasilitas
kesehatan dianjurkan tetap berada di fasilitas tersebut selama 24 jam karena
risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan. Saat
kunjungan tindak lanjut (KN) yaitu 1 kali pada umur 1-3 hari, 1 kali pada umur
4-7 hari dan 1 kali pada umur 8-28 hari (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
10) Pemberian
ASI eksklusif
ASI eksklusif adalah pemberian ASI
tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berusia 0-6 bulan dan jika
memungkinkan dilanjutkan dengan pemberian ASI dan makanan pendamping sampai
usia 2 tahun. Pemberian ASI ekslusif mempunyai dasar hukum yang diatur dalam SK
Menkes Nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI Eksklusif pada bayi
0-6 bulan. Setiap bayi mempunyai hak untuk dipenuhi kebutuhan dasarnya seperti
Inisiasi Menyusu Dini (IMD), ASI Ekslusif, dan imunisasi serta pengamanan dan
perlindungan bayi baru lahir dari upaya penculikan dan perdagangan bayi.
2.7 Pengukuran Rutin Bayi Baru Lahir
Pengukuran rutin
bayi baru lahir nenurut Maryunani dan Nurhayati (2008), yaitu :
1. Berat
badan
Berat badan
pada bayi cukup
bulan normalnya 2500-4000
gram. Timbang berat badan bayi segera setelah lahir karena dapat terjadi
penurunan berat badan secara cepat.
2. Panjang
badan
Panjang
badan diukur dari puncak kepala
sampai tumit pada bayi cukup
bulan normalnya 48-53 cm. Terkadang agak sulit dilakukan pada bayi
cukup karena adanya
molase, ekstensi lutut
tidak sempurna. Bila panjang badan kurang dari 45 cm atau lebih dari 55
cm perlu dicermati adanya penyimpangan kromosom.
3. Lingkar
kepala
Lingkar kepala
diukur dangan meteran, mulai dari
bagian depan kepala (diatas
alis atau area
frontal) dan. area
occipital disebut oksipito
frontalis yang merupakan
diameter terbesar. Lingkar kepala normalnya 31-35,5 cm pada bayi
cukup bulan.
4. Lingkar
dada
Lingkar dada
pada bayi cukup
bulan normalnya 30,5-33
cm, sekitar 2 cm lebih kecil dari lingkar kepala. Pengukuran dilakukan
tepat pada garis bawah dada. Bila lingkar dada kurang dari 30 cm perlu
dicurigai adanya premature.
2.8 Kebutuhan
Dasar Bayi Baru Lahir
a.
Nutrisi
ASI merupakan makanan pokok untuk bayi, berikan ASI 2–3 jam sekali atau on demand (semau bayi). Berikan ASI dengan satu payudara sampai
terasa kosong setelah itu baru ganti payudara yang lain.
ASI eksklusif adalah memberikan ASI saja sampai usia enam bulan tanpa tambahan makanan apapun kecuali
imunisasi, vitamin. Berikan ASI sampai dua tahun dengan tambahan makan lunak sesuai tahapan usia bayi. Bayi
baru lahir akan diberikan sesuai dengan kapasitas lambung yaitu 30–90
ml. Kebutuhan minum pada neonatus adalah:
Hari ke-1 = 50 – 60 cc/kgBB/hari
Hari ke-2 = 90 cc/kgBB/hari
Hari ke-3 = 120
cc/kgBB/hari
Tabel 2.4 Kebutuhan air pada neonatus:
Umur |
Rata-rata BB (kg) |
Air total dalam 24 jam (mL) |
Air / kgBB dalam 24 jam (mL) |
3 hari |
3,0 |
250 – 300 |
80 – 100 |
10 hari |
3,2 |
400 – 500 |
125 – 150 |
3 bulan |
5,4 |
750 – 850 |
140 – 160 |
6 bulan |
7,3 |
950 – 1100 |
130 – 155 |
9 bulan |
8,6 |
1100 – 1250 |
125 – 145 |
1 tahun |
9,5 |
1150 – 1300 |
120 – 135 |
b.
Eliminasi
Bayi
baru lahir biasanya buang air kecil dalam waktu 24 jam, kadang-kadang BBL buang
air kecil pada saat segera sesudah lahir. Pengeluaran mekonium biasanya terjadi
dalam 24 jam pertama. (Rulina S. 2014).
Pada tiga hari
pertama, kotoran bayi masih berwarna hitam kehijauan. Tapi lama-lama akan
berubah menjadi kuning. Pada bayi yang mendapatkan ASI, frekuensi BAB akan
lebih sering sampai 10x sehari, tapi hanya sedikit-sedikit.
c.
Istirahat/tidur
Dalam dua minggu
pertama bayi sering tidur rata-rata 16 jam sehari. Pada umumnya bayi mengenal
malam setelah usia 3 bulan. Jaga kehangatan bayi dengan suhu kamar yang hangat
dan selimut bayi.
d.
Personal hygiene
1.
Bayi sebaiknya
mandi minimal 6 jam setelah kelahiran, sebelum mandi sebaiknya periksa suhu
tubuh bayi. Jika terjadi hipotermi lakukan skin
to skin dan tutpi kepala bayi dengan ibu minimal 1 jam. Sebaiknya, bayi
mandi minimal 2 kali sehari, mandikan dengan air hangat dan di tempat yang
hangat.
2.
Melakukan
perawatan tali pusat bayi menggunakan kasa kering.
3.
Bayi baru
lahir akan BAK paling lambat 12-24 jam pertama kelahirannya, BAK lebih dari 8
kali sehari salah satu tanda bayi cukup nutrisi. Setiap habis BAK segera ganti
popok supaya tidak terjadi iritasi di daerah genetalia.
4.
BAB hari 1-3
disebut mekoneum yaitu feces berwana kehitaman, hari 3-6 feces tarnsisi yaitu
warna coklat sampai kehijauan karena masih bercampur mekoneum, selanjutnya
feces akan berwarna kekuningan. Segera bersihkan bayi setiap selesai BAB
agarbtidak terjadi iritasi didaerah genetalia.
e.
Aktivitas
Bayi mempunyai dua cara untuk berkomunikasi, yaitu menangis (tidak nyaman) dan
tersenyum (senang). Bayi yang menangis bisa dikatakan sakit jika tangisan bayi
menetap atau terus menerus. Tangis yang tidak normal (melengking, high pitch cry) mungkin sampai kejang.
2.9 Penilaian
Bayi Baru Lahir untuk Tanda-Tanda Kegawatan
Menurut Prawirohardjo
(2008). Bayi baru
lahir dinyatakan sakit apabila mempunyai salah satu atau
beberapa tanda berikut :
1. Pernapasan
sulit atau lebih dari 60 x/menit.
2. Kehangatan
dengan suhu antara 37-380C
3. Warna kulit
(terutama pada 24 jam pertama),
biru atau pucat memar.
4. Pemberian
makanan seperti hisapan lemah, mengantuk berlebihan dan banyak muntah.
5. Tali pusat
seperti merah bengkak,
keluar cairan, bau
busuk dan pernapasan sulit.
6. Tinja atau
kemih, seperti tidak berkemih
dalam 24 jam,
tinja lembek, sering berwarna hijau tua, ada lender atau darah pada
tinja.
7. Aktivitas
seperti menggigil atau tangis tidak biasa,
lemas, lunglai, kejang halus,
tidak bisa tenang dan menangis terus menerus.
Yang
dilakukan jika timbul tanda bahaya:
1.
Rujuk
bayi untuk perawatan lanjutan segera.
2.
Berikan
pertolongan pertama sesuai kemampuan dan kebutuhan sampai bayi memperoleh
perawatan medis lanjutan.
3.
Bila
rumah sakit jauh (>2 jam perjalanan) dan diduga ada infeksi, berikan
suntikan antibiotika sebelum dirujuk.
2.10 Masalah
yang Lazim pada Bayi Baru Lahir
a.
Darah dan keputihan dari vagina
Pada beberapa bayi perempuan yang
baru lahir, kadang ditemui keputihan atau bercak darah yang keluar dari
vaginanya seperti wanita yang tengah haid. Hal ini karena rahim yang dimiliki
bayi perempuan sudah bekerja karena pengaruh hormon estrogen dari ibu saat bayi
masih berada dalam kandungan terutama pada trimester III kehamilan. Kondisi ini
tidak memerlukan pengobatan, karena pengaruh hormon akan hilang dengan
sendirinya sekitar dua
bulan tergantung kadar hormon ibu.
b.
Payudara membengkak
Pada bayi laki-laki pengaruh
hormonal dari ibu akan terlihat pada payudara yang agak besar seakan-akan
membengkak. Kondisi ini tidak memerlukan pemijatan karena akan menghilang
sendiri.
c.
Lendir
Akibat adanya lendir, nafas bayi
terdengar berisik suara grok-grok. Bunyi tersebut berasal dari cairan yang berada
pada paru-paru karena organ ini menghasilkan lendir dan bunyi yang keluarkan
bayi merupakan pertanda bahwa sekresinya berlebih. Pada bayi yang berbakat
alergi maka produksi lendir akan meningkat. Selain itu peningkatan lendir dapat disebabkan karena adanya
infeksi. Sejauh lendir tidak menganggu makan, minum, tidak ada demam atau
infeksi dan tidak mengganggu aktivitas bayi tidak perlu dikawatirkan. Sebab
pada prinsipnya tubuh bayi memproduksi banyak lendir, hanya saja bayi tidak
bisa mengeluarkannya seperti batuk karena refleknya belum baik. Cara untuk mengeluarkan lendir bayi yaitu dengan meletakkan bayi pada posisi tengkurap
lalu tepuk-tepuk punggungnya. Lalu sebelum bayi minum, posisi tengkurap bagus
karena posisi saluran nafanya lebih rendah sehingga lendir akan turun kearah
mulut.
d.
Tinja berwarna hijau tua (mekonium)
Tinja bayi yang berwarna hijau tua
dan agak kehitaman merupakan hal yang
fisiologis. Hal tersebut disebabkan karena saat dalam
kandungan bayi meminum cairan ketuban dan disekresikan oleh tubuh untuk
kemudian kembali ke dalam air ketuban. Begitu lahir, bila buang air besar maka
kotoran awal yang keluar adalah mekonium. Mekonium akan keluar selama 2–3 hari.
Setelah itu kotorannya akan berwarna hijau, walaupun sudah tidak ada lagi
hubungannya dengan air ketuban. Warna hijau ini diberikan oleh empedu yang
terdapat di usus 12 jari. Bila tinja berwarna putih seperti dempul mungkin terdapat sumbatan pada empedu. Bayi normal BAB 6–8 x/hari dalam bentuk cair dan ada ampasnya. Bila BAB
konsistensinya cair dan berlendir kemungkinan besar terjadi infeksi.
e.
Urine kuning pekat
Umumnya urin bayi baru lahir tidak
putih bening melainkan kuning agak pekat, kadang kemerahan seperti darah. Hal
tersebut dipengaruhi oleh minuman yang diminum oleh bayi.
f.
Keringat
Pengeluaran keringat merupakan
proses ekskresi yaitu membuang sisa garam dan racun dalam tubuh. Selain itu untuk mengeluarkan panas dalam tubuh dan membuat
suhu permukaan kulit turun.
g.
Air
mata
Pada beberapa bayi ada yang
memproduksi air mata secara berlebihan. Hal ini disebabkan oleh
saluran
menuju hidung yang masih
belum sempurna dan belum dapat difungsikan
dengan baik, sehingga bayi hanya dapat mengeluarkan air mata hanya dari matanya
saja. Saluran hidung ini akan berfungsi dengan baik pada usia 1 tahun.
h.
Ikterik
Merupakan perubahan warna kulit/sclera
mata berwarna putih menjadi kuning karena kadar bilirubin dalam darah. Ikterik
pada bayi dikatakan fisiologis apabila muncul pada hari kedua dan ketiga
setelah bayi lahir.
Penanganan yang perlu
dilakukan yaitu berupa
observasi ketat dan cermat pada 24 jam pertama sehingga
ikterus tidak potensial menjadi patologis. Hal lain yang dapat dilakukan adalah
dengan terus memberi ASI (banyak minum), melakukan terapi sinar yaitu dengan
menyinari bayi pada pagi hari sekitar jam 7 sampai jam 8 selama sepuluh menit. Namun
apabila terjadi keadaan patologik perlu dirujuk ke rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan
golongan darah ibu dan bayi serta
kadar bilirubin.
i.
Gumoh
Meupakan suatu keadaan keluarnya
isi di dalam lambung baik cairan maupun makanan (ASI atau PASI) segera setelah
bayi diberikan asupan tersebut tanpa mengalami proses pencernaan melalui gerak
peristaltik otot lambung. Penyebab
terjadinya gumoh antara lain:
1.
Bayi sudah merasa senang
2.
Posisi salah saat menyusui
3.
Posisi
botol yang salah
4.
Tergesa-gesa
saat pemberian susu
5.
Kegagalan
dalam mengeluarkan udara yang tertelan
Hal
yang dapat dilakukan ketika bayi mengalami gumoh, yaitu:
1.
Perbaiki
teknik menyusui
2.
Perhatikan posisi botol saat pemberian
susu
3.
Sendawakan
bayi setelah disusui
4.
Lakukan teknik menyusui yang benar,
yaitu bibir mencakup rapat seluruh putting
susu
ibu sampai ke areola
j.
Muntah
Muntah terjadi ketika anak/bayi
menyemprotkan isi perutnya keluar, terkadang sampai seluruh isinya dikeluarkan.
Pada bayi, muntah sering terjadi pada beberapa minggu pertama. Hal tersebut merupakan
reaksi spontan ketika isi lambung dikeluarkan dengan paksa melalui mulut.
Refleks ini dikoordinasikan di medulla oblongata. Muntah dapat dikaitkan dengan
keracunan, penyakit saluran pencernaan, penyakit intracranial, atau toksin yang
dihasilkan oleh bakteri.
Yang dapat dilakukan ketika bayi mengalami muntah, yaitu:
1.
Kaji faktor penyebab dan sifat muntah
2.
Berikan pengobatan yang bergantung pada
factor penyebab
3.
Ciptakan suasana tenang
4.
Perlakukan bayi dengan baik dan
hati-hati
5.
Berikan diet yang sesuai dan tidak
merangsang muntah
6.
Berikan antiemetic jika terjadi reaksi
simptomatis
7.
Rujuk segera
2.11 Tanda
Bahaya Bayi Baru Lahir
Tanda dan gejala sakit berat pada bayi baru lahir
sering tidak spesifik. Tanda ini dapat terlihat pada saat
atau sesudah bayi lahir, saat bayi baru lahir datang atau saat perawatan di
rumah sakit. Pengelolaan awal bayi baru lahir dengan tanda ini adalah
stabilisasi dan mencegah keadaan yang lebih buruk. Tanda
ini mencakup:
a.
Tidak
bisa menyusu
b.
Kejang
c.
Mengantuk
atau tidak sadar
d.
Frekuensi
napas <20 x/menit atau apneu (pernapasan berhenti selama >15 detik)
e.
Frekuensi
napas >60 x/menit, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
f.
Merintih
g.
Tarikan
dada bawah ke dalam yang kuat
h.
Sianosis
sentral
i.
Lemas
j.
Bayi
merintih/menangis terus-menerus
k.
Tali pusar kemerahan sampai dinding
perut, berbau atau bernanah
l.
Demam
tinggi
m. Mata bayi bernanah
n.
Diare/BAB
cair >3 x/hari
o.
Kulit
dan mata bayi kuning
p.
Tinja
bayi saat BAB berwarna pucat (Kementrian Kesehatan RI, 2015)
2.12 Program
Kebijakan Kunjungan Ulang Neonatus
Menurut Depkes (2009), program kebijakan kunjungan
ulang neonatus yaitu sebagai berikut:
a.
Kunjungan
neonatus 1 (KN 1)
Dilakukan dalam kurun waktu 6–48 jam (1–2 hari) setelah bayi lahir,
dilakukan pemeriksaan pernapasan, warna kulit, dan gerakan aktif atau tidak,
ditimbang, ukur panjang badan, lingkar lengan, lingkar dada, pemberian salep
mata, vitamin K, dan imunisasi Hepatitis B.
b.
Kunjungan
neonatus 2 (KN 2)
Dilakukan dalam kurun waktu hari ke-3–7 hari setelah bayi lahir,
dilakukan pemeriksaan fisik, penampilan dan perilaku bayi, nutrisi, eliminasi, personal hygiene, pola istirahat,
keamanan, dan tanda-tanda bahaya yang terjadi.
c.
Kunjungan
neonatus 3 (KN 3)
Dilakukan dalam
kurun waktu hari ke-8–28 hari setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan
pertumbuhan dengan berat badan, tinggi badan, dan nutrisinya.
2.13 Imunisasi
pada Bayi Baru Lahir
Imunisasi adalah
upaya pencegahan yang telah berhasil menurunkan morbiditas (angka kesakitan)
dan mortalitas (angka kematian) penyakit infeksi pada bayi dan anak. Imunisasi memberikan kekebalan pada bayi
dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti
untuk mencegah penyakit tertentu. Sedangkan vaksin adalah bahan yang dipakai
untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui
suntikan, seperti vaksin, BCG, DPT, campak dan melalui mulut seperti vaksin
Polio (IGN Ranuh, 2008).
a.
Berbagai jenis imunisasi dasar pada bayi
yang wajib diperoleh
1.
Imunisasi
Hepatitis B
Imunisasi yang
diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B yaitu
penyakit yang dapat merusak hati. Diberikan 3 kali pada usia 1-11 bulan dengan
interval 4 minggu cakupan imunisasi lengkap pada anak, yang merupakan gabungan
dari tiap jenis imunisasi yang didapatkan seorang anak. Sejak tahun 2004,
hepatitis B disatukan dengan pemberian DPT-HB (Proverati, 2010).
2.
Imunisasi
BCG
Imunisasi yang
diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit TBC
(Tubercolosis), yaitu penyakit paru-paru menular dan dilakukan satu kali pada
bayi usia 0-11 bulan.
3.
Imunisasi
DPT
Imunisasi dengan
menimbulkan vaksin racun kuman yang telah dihilangkan racunnya akan tetapi
masihn dapat merangsang pembentukan zat anti (toxoid) untuk mencegah penyakit
difteri, pertusis, dan tetanus. Diberikan 3 kali pada bayi usia 2-11 bulan
dengan interval 4 minggu.
4.
Imunisasi
Polio
Imunisasi yang
diberikan untuk mencegah penyakit polio. Diberikan 4 kali pada usia 0-11 bulan
melalui mulut.
5.
Imunisasi
Campak
Imunisasi yang
diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (menular)
dan diberikan pada usia 9 bulan.
b.
Dosis,
cara pemberian, jumlah pemberian, interval, dan waktu pemberian
Tabel 2.5 Dosis, Cara
Pemberian, Jumlah Pemberian, Interval, Dan Waktu Pemberian
Vaksin |
Dosis |
Cara Pemberian |
Jumlah Pemberian |
Interval |
Waktu Pemberian |
Hepatitis B |
0,5 cc |
Intramuscular di bagian paha
luar |
3 kali |
4 minggu |
0-11 bulan |
BCG |
0,05 cc |
Intracutan di daerah musculus
Deltoideus |
1 kali |
- |
0-11 bulan |
DPT |
0,5 cc |
Intramuscular |
3 kali |
4 minggu |
2-11 bulan |
Polio |
2 tetes |
Diteteskan ke
mulut |
4 kali |
4 minggu |
0-11 bulan |
Campak |
0,5 cc |
Subcutan, di
lengan kiri atas |
1 kali |
- |
9 bulan |
c.
Jadwal
pemberian imunisasi
Tabel
2.6 Jadwal Pemberian Imunisasi
Usia |
Vaksin |
0 bulan |
HB 1 |
1 bulan |
BCG, Polio 1 |
2 bulan |
DPT/HB Combo 1,
Polio 2 |
3 bulan |
DPT/HB Combo 2, Polio 3 |
4 bulan |
DPT/HB Combo 3, Polio 4 |
9 bulan |
Campak |
(Sumber:
Buku KIA, 2010)
2.14 Konsep
Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir
2.14.1
Pengkajian
A. Data
Subyektif
1)
Keluhan Utama
Bayi baru lahir normal atau bayi
dengan keluhan rewel, tidak mau menyusu, kuning < 24 jam merupakan beberapa
tanda bahaya bayi baru lahir yang harus diwaspadai (Kemenkes, 2013)
2)
Riwayat kehamilan dan
persalinan
a)
Riwayat antenatal
a.
Frekuensi pemeriksaan
kehamilan berpengaruh signifikan terhadap kondisi kesejahteraan janin selama
dalam kandungan dan mempengaruhi kejadian komplikasi saat persalinan. Frekuensi
kunjungan antenatal yang diharapkan adalah minimal 4 kali sebagai upaya untuk menghindari risiko
komplikasi pada kehamilan dan persalinan, yaitu 1 kali pada trimester I
(sebelum minggu ke-16), 1 kali pada trimester II (antara minggu ke 24-28), dan
2 kali di trimester III (antara minggu 30-32 dan antara minggu 36-38)
(Kemenkes, 2013).
b.
Pemeriksaan dan pemantauan pada pelayanan
antenatal yang dilakukan dan dicatat dengan baik di buku KIA atau kartu ibu
penting dilakukan agar dapat diketahui faktor risiko sedini mungkin. Keadaan patologis seperti DM gestasional kemungkinan
anak akan mengalami hipoglikemia lebih besar (Prawirohardjo, 2008),
preeklampsia dapat menyebabkan asfiksia, penggunaan obat-obatan yang dapat
mempengaruhi keadaan bayi.
b)
Riwayat natal
Bayi dilahirkan dengan jenis partus biasa (normal/spontan) yaitu bayi
lahir dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat–alat/pertolongan
istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, umumnya berlangsung dalam waktu
<24 jam. Persalinan
lama dapat menyebabkan bayi mengalami asfiksia. Persalinan dengan alat dapat
menyebakan cedera pada tubuh bayi.
Keadaan bayi waktu
lahir langsung menangis, jenis kelamin, BB 2500-400 gram, PB 48-52 cm, dan tidak ada
kelainan. KPD > 18 jam, ketuban berwarna hijau dapat
menyebabkan bayi mengalami infeksi. IMD dilakukan setelah bayi lahir diletakkan
pada dada ibu dan mencari putting susu ibu. IMD dilakukan selama 30-60 menit.
c)
Riwayat post natal
Faktor
post natal yang mempengaruhi kualitas anak adalah faktor biofisika,
psikososial, misalnya komponen biologis kesehatan tubuh atau organ, keadaan
gizi, kekebalan terhadap penyakit, komponen fisik, perumahan, kebersihan
lingkungan, fasilitas kesehatan dan pendidikan (Wiknjosastro, 2007). Pemberian
vitamin K1 dan salep mata profilaksis.
a. Riwayat kesehatan ibu
Pada anamnesis
perlu dikaji apakah ibu menderita penyakit yang dapat menghambat pertumbuhan
janin seperti diabetes melitus, asthma bronkiale dan sebagainya (IDAI, 2014). Riwayat penyakit yang pernah diderita ibu
akan mempengaruhi kondisi janin yang dilahirkan. Misalnya ibu yang menderita
diabetes mellitus kemungkinan anak akan mengalami hipoglikemia lebih besar
(Wiknjosastro, 2007). Ibu menderita penyakit hepatitis B, HIV/ AIDS dapat
menular ke bayi melalu ASI. Ibu yang mempunyai penyakit TBC juga dapat
menularkan ketika kontak dengan bayi tanpa pelindung masker.
b. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Nutrisi
Untuk mengetahui pola menyusui bayi meliputi frekuensi dan
volume. Pada 24 jam pertama bayi mengonsumsi 7ml susu setiap kali menyusu, pada
24 jam kedua konsumsi meningkat 14 ml setiap kali menyusu. (Fraser, 2009)
2) Eliminasi
Bayi yang normal mengeluarkan urine
4-10 jam setelah lahir. Pengeluaran urine normal untuk bayi aterm pada hari
pertama kehidupan sebaiknya adalah 2-4 ml/kg/jam. (Fraser, 2009).
Pengeluaran mekonium dalam 10 jam pertama.
Frekuensi BAB bervariasi
0-7 x/hari. Pada bayi ASI, BAB lebih
sering, awalnya agak encer namun setelah
2-3 minggu, BAB jarang, dan mulai lembek. (Martono, 2011). Tinja yang berbentuk
mekonium berwarna hijau tua yang telah berada di saluran pencernaan sejak janin
berumur 16 minggu akan mulai keluar dalam waktu 24 jam. Pengeluaran ini akan
berlangsung sampai hari ke 2-3, pada hari ke-4 sampai hari ke-5 warna tinja
menjadi coklat kehijauan. Selanjutnya warna tinja akan tergantung dari jenis
susu yang diminum (Wiknjosastro, 2008).
3) Istirahat tidur
Kebutuhan istirahat tidur untuk bayi umur 1 hari adalah ± 18-20
jam/hari. Pada awal kelahiran bayi akan tidur selama beberapa menit bahkan
sampai 4 jam (Wiknjosastro, 2008).
4)
Data
Aktivitas
Bayi normal melakukan gerakan-gerakan tangan dan kaki yang
simetri pada waktu bangun. Adanya tremor pada bibir, kaki dan tangan pada waktu
menangis adalah normal, tetapi bila hal ini terjadi pada waktu tidur,
kemungkinan gejala suatu kelainan yang perlu dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut. (Sarwono, 2008).
5)
Data
Personal Hygiene
Bayi baru lahir boleh dimandikan minimal setelah 6 jam
setelah kelahiran (APN, 2008). Ibu dan keluarga harus mengganti popok setiap
kali bayi BAB/BAK.
B. Data Obyektif
a.
Pemeriksaan
Umum
Keadaan umum : Bayi yang sehat tampak kemerahan, aktif, tonus otot
baik, menangis keras, minum baik (Wiknjosastro, 2008).
b.
TTV
1)
Suhu : 36,5-37,50 C pada pengukuran di axila.
2)
Pernafasan : 40-60 kali per menit. Nafas BBL tidak teratur kedalamannya, kecepatan dan
iramanya
3)
Frekuensi
jantung : 120-160 kali per menit. Denyut nadi appikal sebaiknya dihitung dalam 1 menit
supaya akurat. Bunyi jantung dalam menit-menit pertama +180x/menit
yang kemudian turun sampai 120-140 x/menit, pada waktu bayi berumur 30 menit
(Wiknjosastro, 2008)
c.
Antopometri
1) Berat badan : 2500 – 4000 gr. Berat
badan 3 hari pertama terjadi penurunan, hal ini normal karena mengeluarkan air
kencing dan mekonium. Pada hari ke-4, berat badan naik.
2) Panjang badan : 48 – 52 cm
3) Lingkar kepala : Lingkar kepala
normalnya 31-35,5 cm pada bayi cukup bulan.
a) Sub Occiput Bregmatika (lingkaran
kecil kepala): 32cm
b) Sirkumferentia mento occipitalis
(lingkar besar kepala) : 35 cm
c) Sirkumferentia fronto occipitalis
(lingkar sedang kepala): 34-35 cm
4) Lingkar dada : 30 – 38 cm
d. Pemeriksaan fisik
a)
Kepala
Pada bayi baru lahir normal
ditemukan bentuk mesosefal, fontanel anterior dan posterior masih teraba dan
tidak tegang. Selain itu tidak didapati trauma lahir seperti kaput suksedaneum
dan hematoma sefal (IDAI, 2010). Fontanel posterior akan menutup pada 2 bulan
dan fontanel anterior pada usia 12-18 bulan (Uliyah dan Hidayat, 2008).
b) Wajah
Pada bayi baru lahir normal
menunjukkan bentuk simetris, tidak menunjukkan tanda dismorfik yang berhubungan
dengan sindrom kongenital atau kelumpuhan saraf (IDAI, 2010). Wajah tampak datar merupakan ciri sindrom Down
(Mundakel, 2017).
c) Mata
Pada bayi baru lahir normal
terpantau mata simetris, tidak terdapat kekeruhan kornea (tanda glaukoma
kongenital /katarak), seringkali terlihat sekret yang agak lengket akibat
saluran nasolakrimal belum berfungsi dan dapat hilang dalam waktu 3 bulan
(IDAI, 2010). Mata yang tampak sipit miring ke atas luar adalah tanda
sindrom Down (Mundakel, 2017).
d) Hidung
Perlu diamati bentuk hidung dan
lebar jembatanya (nasal Bridge), jarak tersebut tidak boleh lebih dari 2,5 cm
pada BBL cukup bulan. BBL bernafas
melalui hidung, jika BBL bernafas melalui mulut, maka haru dipikirkan
kemungkinan terdapatnya obstruksi jalan nafas, dan pernapasan cuping hidung
menunjukkan adanya gangguan pernafasan (IDAI,
2014). Selain itu, hidung yang kecil dan datar adalah salah
satu tanda kelainan kromosom seperti sindrom down (Mundakel, 2017).
e) Telinga
Perhatikan bentuk, ukuran dan
posisi telinga, dan rasakan kartilagonya. Pada BBL cukup bulan telah cukup
terbentuk tuang rawan sehingga bentuk telinga bisa dipertahankan. Daun telinga
yang letaknya rendah yaitu yang batas atasnya lebih rendah dari kantus lateral
mata, terdapat pada BBL dengan syndrom tertentu antara lain syndrom pierre robin maupun Down (IDAI, 2014).
f)
Mulut
Pada pemeriksaan mulut
perhatikan apakah terdapat labio-ngato-palatoskisis, harus diperhatikan juga
apakah terdapat hipersalivasi yang mungkin disebabkan adanya atresia esofagus.
Pada pemeriksaan mulut perhatikan juga terdapatnya hipoplasia depresor anguli
oris yang ditandai dengan asimetri wajah apabila bayi menangis, sudut mulut dan
mandibularis akan tertarik kebawah, keadaan ini dapat ditemukan kelainan
kongenital berupa kelainan kardiovaskular dan dislokasi panggul kongenital (IDAI, 2014).
g)
Leher
Leher pada BBL tampak pendek akan
tetapi pergerakannya baik. Pemeriksaan pada leher dilakukan untuk
mengidentifikasi kelainan pada tulang leher yang ditandai dengan keterbatasan
pergerakan. (IDAI,
2014)
h)
Dada
Pada
BBL normal dada berbentuk seperti tong, simetris, dinding bergerak bersama
dengan dinding perut, serta tidak ada retraksi dinding dada (IDAI, 2010).
i)
Abdomen
Perut bayi datar dan teraba lemas.
Keadaan bahaya apabila pada tali pusat terdapat perdarahan, pembengkakan,
nanah, bau yang tidak enak pada tali pusat. atau kemerahan sekitar tali pusat
(Kemenkes RI, 2010). Keadaan tali pusat normal apabila tali pusat putih
kebiruan pada hari ke-1 (Uliyah dan Hidayat, 2008)
j)
Punggung
Perlu
dicari kelainan pada garis tengah berupa spina bifida, meningomielokel, sinus
pilonidalis (Rulina Suradi dalam Buku Ajar Neonatologi, 2014)
k) Genetalia
a)
Pada anak laki-laki,
glan penis bentuknya baik, testis sudah turun, scrotum simetris.
b)
Pada wanita, labia
mayor sudah menutupi labia minor. Jika keluar darah seperti darah menstruasi
merupakan hal normal.
c)
Bila terdapat keraguan
misalnya pembesaran klitoris pada bayi
perempuan dan terdapatnya hidospadia atau epispadia pada bayi laki-laki,
sebaiknya pemberitahuan jenis kelamin ditunda (IDAI, 2014).
l)
Anus
Perhatikan
adanya anus imperforasus dengan memasukkan termometer kedalam anus (Rulina
Suradi dalam Buku Ajar Neonatologi, 2014).
m) Ekstremitas
a) Atas : Bentuk
simetris, gerak aktif, kuku tampak bersih, tidak ada kelainan seperti
sindaktili, polidaktili. Apabila ditemukan adanya garis tangan yang hanya
berjumlah 1 garis (Simian Crease) dapat
dikatakan merupakan tanda sindrom Down (Mundakel, 2017).
b) Bawah : Bentuk
simetris, tidak ada kelainan seperti pes varus, pes valgus, gerakan aktif.
n)
Kulit
Wajah, bibir,
selaput lendir, dan dada berwarna merah muda, tanpa adanya kemerahan atau
bisul, tidak kebiruan (tanda sianosis). Apabila timbul kuning pada usia ≥ 24
jam hingga ≤ 14 hari dan tidak sampai telapak tangan/kaki merupakan ikterus
fisiologis (Kemenkes RI, 2010).
Pemeriksaan Neurologis
Refleks adalah
suatu gerakan yang terjadi secara spontan tanpa disadari pada bayi normal.
Beberapa bentuk refleks antara lain :
Jenis
Refleks |
Macam
Reflek |
Deskripsi |
Timbul
+ Durasi |
Reflek
Pelindung |
Moro |
Rangsangan
yang mendadak menyebabkan lengan terangkat keatas dan kebawah, terkejut dan
relaksasi dengan lembut. |
Saat
lahir dan hilang sekitar usia 2 bulan. |
Tonus
leher |
Respon
“fencing” postural kepala, lengan dan tungkai mengarah ke salah satu sisi,
relaksasi dengan lambat. |
Saat
lahir dan akan hilang sekitar 2 sampai 3 bulan |
|
Menggenggam
(graff reflek) |
Bayi
menggenggam setiap benda yang diletakkan ke dalam tanggannya cukup kuat
sehingga dapat menyebabkan tubuhnya terangkat. |
Saat
lahir, hilang usia 2 bulan. |
|
Mata
berkedip |
Kelopak
mata menutup dan membuka ketika dirangsang dengan cahaya/sentuhan. |
Saat
lahir, sepanjang kehidupan. |
|
Menangis |
Sakit
mendadak, dingin, lapar karena udara masuk melalui pita suara. |
Saat
lahir, sepanjang kehidupan. |
|
Reflek
makan |
Menghisap |
Bibir
monyong, lidah melipat menarik ke dalam, menghisap disebabkan karena lapar,
rangsangan bibir. |
Saat
lahir, usia 6 bulan s/d 8 bulan (seperti gerakan rileks). |
Rooting |
Sentuhan
bibir/pipi menyebabkan kepala menoleh ke arah sentuhan. |
Saat
lahir, 6 bulan. |
|
Menelan |
Otot-otot
tenggorokan menutup trakea dan membuka esofagus ketika makanan berada dalam
mulut. |
Saat
lahir, sepanjang kehidupan. |
|
BAB |
Pada
rangsangan vulva, esofagus terbuka, terjadi peristaltik balik. |
Saat
lahir, sepanjang kehidupan. |
|
Reflek
bernafas |
Gerakan
pernafasan |
Otot-otot
dada dan abdomen menyebabkan gerakan otot inspirasi dan ekspirasi. |
Saat
lahir, sepanjang kehidupan. |
Bersin |
Aliran
udara yang keras melalui hidung dan tenggorokan. |
Saat
lahir, sepanjang kehidupan. |
|
Batuk |
Aliran
udara yang kuat dari tenggorokan dan paru-paru. |
1
tahun, sepanjang kehidupan. |
2.14.2
Identifikasi
Diagnosa Dan Masalah
Langkah ini adalah
langkah untuk menentukan diagnosa / masalah yang timbul berdasarkan pengkajian
data yang dilakukan. Berdasarkan kategori usia gestasi (kurang bulan, cukup
bulan, kurang bulan) dengan kategori berat, bayi baru lahir dapat digolongkan menjadi
9 kategori (Varney, 2009):
1. Kurang
bulan, kecil masa kehamilan
2. Kurang
bulan, sesuai masa kehamilan
3. Kurang
bulan, besar masa kehamilan
4. Cukup
bulan, kecil masa kehamilan
5.
Cukup bulan, sesuai
masa kehamilan
6. Cukup
bulan, besar masa kehamilan
7. Lewat
bulan, kecil masa kehamilan
8. Lewat
bulan, cukup masa kehamilan
9. Lewat
bulan, cukup masa kehamilan
Diagnosa : NA/NP
SMK/KMK/BMK hari ke…/ jam ke......
Masalah :
a.
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) adalah
bayi baru lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Perawatan bayi dengan
BBLR dilakukan menyerupai bayi prematur.
b.
Asfiksia adalah kegagalan bernafas
secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir.
c.
Infeksi adalah penyakit yang disebabkan
karena masuknya bibit penyakit.
d.
Cacat bawaan adalah cacat yang dibawa
sejak lahir, atau cacat sejak dalam kandungan.
e.
Trauma jalan lahir: Chepalhematoma, caput succedaneum.
2.14.3
Identifikasi
Diagnosa Dan Masalah Potensial
Langkah ini diambil
berdasarkan diagnosa atau masalah yang telah ditemukan berdasarkan data yang
ada kemungkinan dapat menimbulkan keadaan yang lebih parah. Pada asuhan
kebidanan neonatus fisiologis sebagai berikut:
Diagnosa/masalah
potensial : tidak
ada
2.14.4
Identifikasi
Kebutuhan Tindakan Segera
Langkah ini mencakup
tentang kebutuhan akan tindakan yang harus segera dilakukan untuk mengatasi
diagnosa atau masalah potensial yang terjadi agar tidak terjadi komplikasi.
2.14.5
Perencanaan
Langkah ini berisi
serangkaian asuhan yang akan diberikan kepada klien sesuai diagnosa atau
masalah awal yang ada sesuai dengan standar pelayanan.
1.
Beri
penjelasan pada ibu dan keluarganya tentang
hasil pemeriksaan pada bayi.
R/
Ibu dan keluarga mengetahui
keadaan bayi nya.
2. Jaga kehangatan bayi
R/ bayi baru lahir rawan terjadinya
hipotermi
3. Rawat tali pusat
Tali pusat dibungkus
dengan kain kassa steril/bersih. R/ Mencegah terjadinya infeksi pada tali pusat
4.
Injeksikan
Vitamin K
R/ semua BBL harus diberi vitamin K1 (phytomenadione)
injeksi 1 mg IM setelah proses IMD dan bayi selesai menyusu untuk mencegah
perdaraha BBL akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian BBL.
5.
Olesi/berikan
salep pata antibiotic tetrasiklin 1% atau antibiotic lain
R/salep atau tetes mata untuk pencegahan infeksi mata
diberikan setelah proses IMD dan bayi selesai menyusu. Upaya pencegahan ini
kurang efektif bila diberikan > 1 jam setelah kelahiran.
6.
Observasi
TTV dan tanda bahaya baru lahir
R/ Bayi Baru Lahir mengalami adaptasi dari kehidupan di dalam uterus ke
kehidupan di luar uterus. Kemampuan adaptasi fisiologis ini disebut juga
homeostatis, bila terdapat gangguan adaptasi, maka bayi akan sakit (Muslihatun,
2015)
7.
Anjurkan ibu melanjutkan menyusui
Pemberian ASI on demand, yaitu pemberian
ASI tanpa jadwal (sesuka bayi)
R/ Memenuhi kebutuhan nutrisi dan
kekebalan bayi
8.
Diskusikan dan berikan KIE pada ibu
mengenai mengenai perawatan tali pusat, personal
hygiene, cara menjaga kehangatan bayi, tanda bahaya bayi baru lahir, dan
masalah yang lazim muncul pada bayi baru lahir beserta hal yang perlu dilakukan
ibu jika menemukan tanda bahaya maupun masalah yang lazim muncul pada bayi.
R/ Ibu mengerti mengenai segala hal yang berhubungan
dengan bayi baru lahir akan membuat ibu kooperatif untuk
melakukan KIE yang diberikan
2.14.6
Pelaksanaan
Langkah penatalaksanaan dalam
asuhan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan baik secara
mandiri, kolaborasi / rujukan. Penatalaksanaan tindakan diupayakan dalam waktu
yang singkat dan efektif, hemat dan berkualitas.
2.14.7
Evaluasi
Evaluasi keadaan
ibu selanjutnya setelah dilakukan pemeriksaan dan tindakan yang diberikan
1. Evaluasi
jangka pendek
Evaluasi yang dilakukan saat itu
juga setelah diberikan intervensi
2. Evaluasi
jangka panjang
Evaluasi jangka panjang dilakukan
pada intervensi yang hasilnya baru bisa dinali setelah kunjungan berikutnya.
BAB 3
TINJAUAN KASUS
Pengkajian
Tanggal
pengkajian Tempat |
: : |
08 Februari 2019 jam 13.15 WIB PMB
S F |
Oleh |
: |
Rina Septi Andriani |
Data Subyektif
1. Identitas
bayi
Nama |
: |
By.
Ny. K |
Umur |
: |
1
jam |
Tanggal
lahir |
: |
08-02-2019, jam 12.15 WIB |
Jenis
Kelamin |
: |
Laki-laki |
2. Identitas
orang tua
Nama
ibu |
: |
Ny.
K |
Nama
suami |
: |
Tn.
I |
Umur |
: |
33
tahun |
Umur |
: |
34
tahun |
Agama |
: |
Islam |
Agama |
: |
Islam |
Suku/Bangsa |
: |
Jawa/Indonesia |
Suku/Bangsa |
: |
Jawa/Indonesia |
Pendidikan |
: |
SMA |
Pendidikan |
: |
SMA |
Pekerjaan |
: |
Tidak
bekerja |
Pekerjaan |
: |
Swasta |
Alamat |
: |
Jl.
Rxxxxx, Surabaya |
|
|
3. Keluhan
: tidak ada
4. Riwayat
Kehamilan dan Persalinan
a.
Riwayat prenatal
Ibu mengatakan, ini
adalah anak yang ke-tiga.
HPHT
20 April 2018. Saat lahir usia kehamilan 40-41 minggu. Status imunisasi TT5
tahun 2004. Pertama kali PP test sendiri dengan hasil positif pada 21 Juni
2018. Pertama merasa gerakan janin sekitar awal bulan September 2018. Trimester
I periksa kehamilan sebanyak 1 kali di PMB, keluhan mual, KIE yang diberikan
tentang nutirisi dan istirahat, terapi yang diberikan ROB 1 (B6, asam folat,
multivitamin). Trimester II periksa kehamilan sebanyak 3 kali yakni 2 kali di
PMB dan 1 kali di PKM, tidak ada keluhan, KIE yang diberikan tentang nutrisi,
tanda bahaya kehamilan, dan istirahat, terapi yang didapatkan adalah ROB 2 (Fe,
kalk, dan multivitamin). Trimester III periksa kehamilan sebanyak 5 kali di
PMB, tidak ada keluhan, terapi yang didapatkan adalah ROB 3 (multivitamin dan
kalk) dan alinamin, KIE yang didapatkan adalah tanda bahaya kehamilan, tanda
dan persiapan persalinan. Mengaku rutin meminum obat/vitamin yang diberikan.
Tidak ada penyulit/kelainan selama hamil.
b.
Riwayat natal
Tanggal 8
Februari jam 12.15 WIB bersalin spontan di PMB S F dengan usia kehamilan
40-41 minggu, bayi berjenis kelamin laki-laki, ditolong oleh bidan, langsung
menangis keras, ketuban jernih, BB 3500 gram, PB 50 cm. Plasenta lahir spontan
lengkap pukul 12.25 WIB. Tidak ada kelainan atau cacat bawaan.
c.
Riwayat post natal
Keadaan umum bayi
baik, bayi menangis kuat, tidak sesak, tidak sianosis.
5. Riwayat
Kesehatan Ibu dan Keluarga
Tidak pernah atau tidak
sedang menderita penyakit menurun, seperti hipertensi, DM, jantung, alergi,
asma, dan talasemia, serta tidak ada keturunan cacat bawaan. Tidak pernah atau
sedang menderita penyakit menular seperti TBC, IMS, dan penyakit menular
lainnya
6. Pola Fungsional Kesehatan
a. Nutrisi
Dilakukan Inisiasi Menyusu Dini, namun
tidak berhasil.
b. Eliminasi
Belum BAK dan BAB.
Data
Obyektif
1. Pemeriksaan
umum
a. Keadaan
umum : baik bugar
Gerak tangis : baik, kuat
b. Tanda-tanda
vital
Suhu : 36,8oC
HR :
149 x/menit
RR :
48 x/menit
c. Antropometri
Berat badan : 3500 gram
Panjang badan : 50 cm
Lingkar kepala : 34 cm
Lingkar dada : 34 cm
2.
Pemeriksaan fisik
Kepala : Simetris, ubun-ubun rata
Wajah : tidak
oedem, tidak sianosis, warna kulit kemerahan
Mata : Simetris, tidak cekung, skelera putih, konjungtiva merah
muda, tidak ada perdarahan pada
mata, tidak ada sekret.
Hidung : Simetris, tidak ada sekret, tidak ada pernafasan cuping hidung.
Telinga : simetris, tidak ada serumen
Mulut :
Bersih, bibir tidak pucat,
lembab
Dada :
Simetris, tidak ada retraksi
dinding dada, pernafasan kombinasi dada dan perut, tidak ada benjolan abnormal, tidak ada bunyi ronchi, maupun wheezing
Abdomen : Simetris,
supel, keadaan tali pusat baik, tidak ada perdarahan tali pusat, tidak ada
benjolan, tidak kembung, dan terdapat bising usus
Genetalia :
bersih, labia mayora telah menutupi
labia minora, tidak ada pengeluaran pervaginam.
Anus :
ada lubang anus
Ekstremitas : Simetris, akral hangat, tidak ada oedem baik kedua tangan atau kaki
Postur
tubuh : Tungkai dan lengan flexi
Kulit : kemerahan, tidak ikterus, tidak
sianosis, turgor kulit baik
3. Pemeriksaan
Neurologis
- Reflek
Moro : ada cukup, Bayi
terkejut ketika mendengar suara atau sentuhan mendadak
- Refleks
grasping : ada kuat, Bayi berusaha
menggenggam ketika disentuh telapak tangannya
- Refleks
Rooting : ada kuat, Bayi dapat
menoleh sesuai sentuhan yang diberikan pada pipi
- Reflek
Sucking : ada kuat, Bayi menghisap
jari saat jari dimasukkan ke mulut
Analisis
Bayi baru lahir cukup bulan SMK umur 1
jam.
Penatalaksanaan
Waktu |
Penatalaksanaan |
Pelaksana |
13.20 |
1. Menginformasikan
hasil pemeriksaan serta asuhan yang akan diberikan, ibu dan keluarga
mengetahui kondisi bayinya saat ini. 2. Melakukan
perawatan tali pusat dengan menggunakan kasa kering. Tali pusat sudah
terbungkus kasa kering. |
Rina |
13. 21 |
3. Memberikan
salep mata profilaksis. Sudah diberikan. 4. Memberikan
injeksi vit K 1 mg pada anterolateral paha kiri secara IM. Sudah disuntikkan. 5. Menjaga
kehangatan bayi (thermoregulasi). Bayi dibungkus dengan bedong dan diberi
topi. 6. Memfasilitasi
bounding attachement antara ibu dan
bayi. |
Rina |
13.25 |
7. Memfasilitasi
ibu menyusui bayinya. Bayi dapat menyusu dengan baik. 8. Memberikan
KIE kepada ibu tentang ASI eksklusif dan cara menyusui yang benar, ibu dapat
melakukannya sendiri. |
Rina |
13.30 |
9. Memberikan
KIE tentang tanda bahaya baru lahir seperti tidak mau meyusu, menyusu lemah,
tali pusat berbau dan mengeluarkan secret/darah, kuning seluruh tubuh, demam
> 380C, kejang, dan segera membawa ke fasilitas kesehatan bila
ada salah satu tanda bahaya tersebut. |
Rina |
13.33 |
10. Menyepakati
kunjungan ulang 3 hari lagi tanggal 11 Februari 2019 atau segera bila ada
keluhan/tanda bahaya. 11. Melakukan
observasi BBL. |
Rina |
BAB
4
PEMBAHASAN
Asuhan kebidanan
pada Bayi Baru Lahir fisiologis yang telah dilakukan pada kasus Bayi Ny. K secara umum sudah
sesuai dengan teori dan konsep dasar manajemen asuhan kebidanan. Berikut
akan dibahas mengenai pengkajian data subyektif, data obyektif, analisis data dan
penatalaksanaan yang telah diberikan.
Berdasarkan
pengkajian data subjektif pada kasus Bayi Ny. K, dari data yang diperoleh dari riwayat
kehamilan menunjukkan bahwa bayi tersebut lahir dengan masa gestasi 40 - 41 minggu (berdasarkan HPHT) dengan persalinan normal tanpa
penyulit, berat badan
lahir 3500 gram, langsung menangis kuat, tidak ada kelainan
kongenital.
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan bahwa definisi bayi cukup bulan (BCB) adalah bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi
antara 37-42 minggu (259-293 hari) lahir langsung
menangis, dan tidak ada kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat (Kosim,
2012). Definisi lain bayi baru lahir
normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala melalui vagina
tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 - 42 miggu, dengan berat badan
2500-4000 gram, nilai apgar ≥ 7 dan tanpa cacat bawaan (Haws, 2007).
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa bayi Ny. K adalah bayi baru lahir
normal cukup bulan (BCB).
Pada pola fungsi
kesehatan eliminasi bayi diperoleh data bahwa bayi belum BAK dan BAB pada usia 1 jam. Hal ini normal sesuai dengan teori bahwa sebagian besar bayi baru lahir berkemih dalam 24 jam
pertama setelah lahir (Bobak, 2015). Sedangkan untuk pola
defekasi, pada kasus ini bayi juga belum
BAB, hal tersebut masih dikatakan
normal karena sesuai dengan teori bahwa biasanya
mekonium keluar dalam 24 jam setelah lahir,
yaitu tinja berwarna kehitaman (Kemenkes RI,
2010). Dan dalam 4 hari biasanya tinja
sudah berbentuk dan berwarna biasa (Setelah 4-5 hari berubah warna
kuning-coklat) (Martono, 2011).
Berdasarkan
pengkajian data objektif secara keseluruhan didapatkan hasil pemeriksaan yang sesuai dengan teori mulai dari pemeriksaan tanda-tanda
vital, pemeriksaan antopometri, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan neurologis.
TTV berada dalam batas normal, namun pada reflex morro didaparkan kekuatan yang
cukup. Hal ini terjadi karena bayi lebih banyak tidur pada tahap ini. Pada usia
1 jam pertama, bayi berada pada fase tidur atau Relative Unresponsive Internal. Fase
ini merupakan interval tidak responsive atau fase tidur yang dimulai dari 30
menit setelah periode pertama reaktivitas dan berakhir pada 2-4 jam.
Karakteristik pada fase ini adalah frekuensi pernafasan dan denyut jantung menurun
kembali ke nilai dasar, warna kulit cenderung stabil, terdapat akrosianosis dan
bisa terdengar bising usus. Satu jam kemudian ditandai dengan menurunnya
aktivitas system syaraf otonom, sehingga harus berhati-hati karena hati menjadi peka
terhadap rangsangan, secara klinis dapat dilihat denyut jantung menurun, pernapasan menurun, bayi
tertidur pulas, lendir
mulut tidak ada, ronchi
tidak ada, suhu
tubuh menurun (Muslihatun, 2015).
Berdasarkan
pengkajian dari data subyektif dan obyektif, maka dapat ditegakkan diagnosis Bayi baru lahir (neonatus)
Cukup Bulan, Sesuai masa kehamilan, usia 1 jam. Hal ini sesuai teori bahwa pada
Bayi Cukup Bulan dan sesuai masa kehamilan
pada data objektif didapatkan keseluruhan normal dan masalah lebih sering dijumpai pada Bayi Kurang
Bulan dan BBLR dibanding dengan Bayi Cukup Bulan dan Bayi Berat Lahir Normal (Sesuai
masa kehamilan) (Kosim, 2012). Analisis 1 jam Pengkajian di tuliskan
berdasarkan data subjektif dan objektif bahwa ibu melahirkan pukul 12.15 WIB. Sedangkan pada
saat pengkajian data dilakukan pada pukul 13.15 WIB (± 1 jam) sehingga tidak terjadi kesenjangan
data.
Beberapa penatalaksanaan
yang diberikan yaitu perawatan tali pusat, injeksi vitamin K1, dan salep mata
profilaksis. Hal tersebut sebenarnya dapat dilakukan segera setelah lahir,
namun bayi baru selsai IMD pada satu jam setelah lahir walaupun belum berhasil.
Menurut JNPK-KR (2014), injeksi vitamin K1 dan pemberian salep mata antibiotik dapat diberikan
setalah prose IMD dan bayi selesai menyusu. Namun pemberian salep mata
antibiotik
kurang efektif untuk mencegah infeksi bila pemberiannya > 1 jam. Penatalaksanan
lainnya yaitu menjelaskan
tentang tanda bahaya bayi baru lahir agar ibu dan keluarga mengetahui dan lebih
memperhatikan bayinya
agar terhindar keterlambatan penanganan akibat komplikasi yang terjadi pada BBL
karena bayi belum dapat berbicara sehingga membutuhkan perhatian khusus dari
orang-orang sekitar, khususnya orangtua, keluarga, dan tenaga kesehatan yang
merawat bayi. Penatalaksanakan lainnya memfasilitasi ibu menyusui dan bounding attachement. Walaupun bayi
lebih sering tidur pada 1-3 jam pertama, semakin sering bayi menghisap putting
susu ibu maka pengeluaran ASI juga semakin lancar. Selain itu, adanya bounding attachment membuat bayi akan merasa aman, dicintai, dan
diperhatikan oleh ibu (Yanti, dkk, 2011).
BAB 5
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan
asuhan kebidanan Bayi Baru Lahir yang dilakukan pada Bayi Ny. K usia 1 jam didapatkan kesimpulan :
1. Bayi
baru lahir normal karena bayi
yang lahir pada rentang usia
kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu yakni 40 - 41 minggu, dengan berat badan
lahirnya 2500 gram sampai dengan 4000 gram yaitu 3500 gram, lahir langsung
menangis, dan tidak ada kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat.
2. Berdasarkan
pengkajian data subyektif dan obyektif, bayi Ny. K adalah bayi baru lahir normal
cukup bulan (BCB) usia 1 jam.
3. Secara
keseluruhan tidak terdapat kesenjangan yang besar antara kasus dengan teori
pada asuhan kebidanan pada bayi baru lahir namun hal itu juga tergantung pada
keadaan klien sehingga penatalaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan klien
dan tetap mengutamakan perawatan neonatal esensial pada saat lahir.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. (2010).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010.
Jakarta: DepkesRI
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. (2015).
Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes
Haws,
Paulette S. 2007. Asuhan Neonatus: Rujukan Cepat, alih
bahasa H.Y Kuncara. Jakarta: EGC.
Hidayat,
A. Aziz Alimul. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
JNPK-KR.
2014. Asuhan Persalinan Normal: Asuha
Esensial Bagi Ibu Bersalin dan Bayi Baru Lahir serta Penatalaksanaan Komplikasi
Segera Pascca Persalinan dan Nifas. Revisi 6. Jakarta: JNPK-KR.
Kemenkes.
2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu
di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukkan. Jakarta: Kemenkes RI.
Khoirunnisa,
Endang. (2010). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Yogyakarta:
Nuha Medika
M.
Sholeh Kosim, dkk. 2012. Buku Ajar
Neonatologi. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Manuaba (2011).
Buku Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Bidan dan Perawat
di Rumahsakit. Jakarta: IDAI
Manuaba,IBG..
2010. Ilmu Kebidanan, penyakit Kandungan dan KB
untuk. Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta: EGC
Myles.
2009. Buku Ajar Bidan, Cetakan 1. Jakarta:
EGC.
Nugroho,
dr. Taufan. (2011). Asuhan Keperawatan, Maternitas, Anak, Bedah dan Penyakit
Dalam,Yogyakarta : Nuha Medika
Prawirohardjo,
Sarwono. (2009). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, Jakarta : Bina Pustaka
Saifuddin, Abdul Bari, et al. 2010. Buku panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina
Pustaka Sarwonono Prawirohardjo:
Jakarta.
Sarwono
Prawirohardjo Sudarti, dkk. (2012). Asuhan Pertumbuhan Kehamilan, persalinan,
neonates, bayi dan balita. Yogyakarta : Nuha Medika
Soetjiningsih
dan IG. N. G. Ranuh. 2016. Tumbuh Kembang
Anak. Edisi Kedua. Jakarta: EGC.
Stright, Barbara. 2004.
Panduan Belajar Keperawatan Ibu-Bayi Baru
Lahir. Jakarta: EGC.
Varney,
Helen. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta :
EGC
Wong,
Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan
Pediatrik. Jakarta: EGC.
Yanti,
D., dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Masa
Nifas: Belajar Menjadi Bidan Profesional. Bandung: PT Refika Aditama.
Komentar
Posting Komentar