BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Morbiditas dan mortalitas pada ibu
adalah masalah besar di seluruh negara terutama bagi negara miskin dan negara
berkembang. Angka Kematian Ibu (AKI) di negara berkembang karena kehamilan, persalinan,
dan nifas merupakan masalah yang
kompleks dan berkepanjangan.
Bahkan sampai saat ini masalah tersebut belum teratasi. Padahal, AKI merupakan salah satu
indikator keberhasilan upaya kesehatan ibu dan anak pada suatu negara.
Menurut data Survei Penduduk Antar
Sensus (SUPAS) 2015, AKI di Indonesia masih tinggi jika dibandingkan dengan
negara ASEAN lainnya, yaitu sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes,
2016). Berdasarkan kesepakatan global Sustainable
Development Goals (SDGs) menargetkan AKI di Indonesia
dapat turun menjadi 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030. Hal
tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih jauh dari target SDGs sehingga perlu
upaya yang lebih besar untuk menurunkan AKI agar mencapai target SDGs di tahun 2030.
Analisis kematian ibu yang dilakukan Direktorat Bina
Kesehatan Ibu pada tahun 2010 membuktikan bahwa kematian ibu terkait erat
dengan penolong persalinan dan tempat/ fasilitas persalinan. Persalinan yang
ditolong tenaga kesehatan terbukti berkontribusi terhadap turunnya resiko
kematian ibu. demikian pula dengan tempat/ fasilitas, jika persalinan dilakukan
di fasilitas pelayanan kesehatan, juga akan semakin menekan risiko kematian
ibu. berdasarkan data diketahui bahwa secara umum cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia mengalami kenaikan setiap
tahunnya, walaupun belum dapat memenuhi target Renstra Kementerian Kesehatan
tahun 2014 (Profil Kemeskes RI, 2014).
Salah
satu upaya yang dapat dilakukan oleh
petugas kesehatan dalam menolong persalinan adalah adanya perubahan
paradigma menunggu terjadinya dan menangani komplikasi menjadi pencegahan
terjadinya komplikasi diharapkan dapat memberikan konstribusi dalam penurunan
angka kematian ibu dan bayi baru lahir (APN, 2013).
Bidan sebagai tenaga kesehatan yang berada di garis terdepan yang berhubungan
langsung dengan wanita sebagai sasaran program kesehatan, memiliki peran yang
sangat penting dalam memberikan asuhan yang tepat dan berkualitas untuk
mencegah berbagai komplikasi yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, sangat
penting bagi bidan untuk senantiasa meningkatkan kompetensinya melalui
pemahaman mengenai asuhan kebidanan mulai dari wanita hamil sampai masa nifas,
serta kesehatan bayi (Suistyawati, 2009).
Berdasarkan paparan diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan asuhan kebidanan persalinan fisiologis di Puskesmas Dupak Surabaya,
dengan harapan dapat menjadi tahapan untuk memberikan asuhan kebidanan pada ibu
bersalina secara komprehensif sehingga dapat menjadi pengalaman bersalin yang
menyenangkan dan terhindar dari komplikasi.
1.2
Tujuan
1.2.1
Tujuan Umum
Mahasiswa
mampu membuat, menjelaskan serta melakukan konsep dasar asuhan kebidanan
komprehensif pada ibu dengan persalinan fisiologis sesuai dengan pola pikir melalui manajemen kebidanan
varney dan pendokumentasian SOAP.
1.2.2
Tujuan Khusus
1.
Mampu melaksanakan
pengumpulan dan pengkajian data pada ibu dengan persalinan fisiologis.
2.
Mampu mengidentifikasi
diagnosis dan masalah aktual
pada ibu dengan persalinan fisiologis.
3.
Mampu mengidentifikasi
diagnosa potensial dan masalah potensial pada ibu dengan persalinan fisiologis.
4.
Mampu mengidentifikasi
kebutuhan tindakan segera pada ibu dengan persalinan fisiologis.
5.
Mampu mengembangkan
rencana tindakan asuhan kebidanan secara menyeluruh pada ibu dengan persalinan
fisiologis.
6.
Mampu melaksanakan
rencana tindakan asuhan kebidanan menyeluruh sesuai kebutuhan ibu dengan
persalinan fisiologis.
7.
Mampu melakukan
evaluasi terhadap asuhan yang diberikan pada ibu dengan persalinan fisiologis.
8.
Mampu membuat
dokumentasi asuhan kebidanan SOAP pada ibu dengan persalinan fisiologis.
9.
Mampu menganalisis
asuhan kebidanan pada ibu dengan persalinan fisiologis yang telah diberikan
dengan teori yang dipelajari.
1.3
Manfaat
1.3.1
Manfaat bagi mahasiswa
Mahasiswa
mampu mengaplikasikan teori yang telah dipelajari kepada ibu dan mampu
memberikan asuhan kebidanan secara komprehensif.
1.3.2
Manfaat bagi kesehatan
Hasil laporan
ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kebidanan.
1.3.3
Manfaat bagi institusi
Laporan ini
diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah referensi khususnya tentang asuhan
kebidanan persalinan fisiologis.
BAB 2
LANDASAN
TEORI
2.1 Konsep
Dasar Persalinan
2.1.1
Pengertian dan Batasan Persalinan
Persalinan
adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari uterus
ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan
cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan
dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perdarahan pada
serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara
lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan
serviks (Asuhan Persalinan Normal, 2008).
Persalinan
adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37- 42
minggu), lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu
maupun pada janin (Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, 2008).
Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran
hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati,
yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks, dan diakhiri dengan
pelahiran plasenta. (Helen Varney, 2007).
Partus adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Ilmu Kebidanan, 2007).
2.1.2 Dasar Asuhan Persalinan
Normal
Dasar asuhan persalinan normal adalah
asuhan yang bersih dan aman selama persalinan dan setelah bayi lahir, termasuk
upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan, hipotermia,
dan asfiksia bayi baru lahir.
Kegiatan yang tercakup dalam asuhan
persalinan normal adalah sebagai berikut:
1. Secara
konsisten dan sistematik menggunakan praktik pencegahan infeksi, misalnya
mencuci tangan secara rutin, menggunakan sarung tangan sesuai dengan yang
diharapkan, menjaga lingkungan yang bersih bagi proses persalinan dan kelahiran
bayi, serta menerapkan standar proses peralatan.
2. Memberikan
asuhan secara rutin dan pemantauan selama persalinan dan setelah bayi lahir,
termasuk penggunaan partograf.
3. Memberikan
asuhan sayang ibu secara rutin selama persalinan, pasca persalinan, dan nifas,
termasuk menjelaskan kepada ibu dan keluarganya mengenai proses kelahiran bayi
dan meminta suami dan kerabat untuk turut berpartisipasi dalam proses
persalinan dan kelahiran bayi.
4. Menyiapkan
rujukan bagi setiap ibu bersalin atau melahirkan bayi.
5. Menghindari
tindakan-tindakan berlebihan atau berbahaya yang tidak bermanfaat seperti
episiotomy rutin, amniotomi, kateterisasi, dan penghisapan lendir secara rutin
sebagai upaya untuk mencegah perdarahan pasca persalinan.
6. Memberikan
asuhan bayi baru lahir, termasuk mengeringkan dan menghangatkan tubuh bayi,
member ASI secara dini, mengenal secara dini komplikasi dan melakukan tindakan
yang bermanfaat secara rutin.
7. Memberikan
asuhan dan pemantauan ibu dan bayi baru lahir, termasuk dalam masa nifas.
8. Mengajarkan
pada ibu dan keluarganya untuk mengenali bahaya yang mungkin terjadi selama
masa nifas dan pada bayi baru lahir.
9. Mendokumentasikan
semua asuhan yang telah diberikan.
(Sarwono
Prawirohardjo. 2008)
2.1.3 Macam-macam Persalinan
Ada beberapa macam persalinan berdasarkan kategori berikut:
1.
Persalinan berdasarkan teknik:
a. Persalinan Spontan,
yaitu persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan
lahir.
b. Persalinan buatan, yaitu persalinan dengan tenaga dari
luar dengan ekstraksi forceps, ekstraksi vakum dan sectio sesaria.
c. Persalinan anjuran, yaitu bila kekuatan yang diperlukan
untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan pemberian rangsang
(Rukiyah, dkk., 2009).
2.
Persalinan
menurut usia kehamilan dan berat bayi yang dilahirkan
a. Abortus adalah
terhentinya proses kehamilan sebelum janin dapat hidup (viable), berat janin dibawah 1.000 gram atau usia kehamilan dibawah
28 minggu.
b. Partus prematurus adalah persalinan dari hasil konsepsi
pada umur kehamilan 28-36 minggu. Janin dapat hidup, tetapi prematur, berat
janin antara 1.000-2.500 gram.
c. Partus matures/ aterm (cukup bulan) adalah partus pada
umur kehamilan 37-40 minggu, janin matur dengan berat badan diatas 2.500 gram.
d. Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang
terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang ditaksir, janin disebut
postmatur.
e. Partus presipitatus adalah partus yang berlangsung cepat,
mungkin di kamar mandi, diatas kendaraan, dan sebagainya.
f. Partus percobaan adalah suatu penilaian kemajuan
persalinan untuk memperoleh bukti tentang ada atau tidaknya CPD (Cephalo Pelvic Disproportion). (Rohani,
dkk., 2011).
2.1.4
Fisiologi
Persalinan
1.
Teori
yang menyebabkan terjadinya proses persalinan
Teori yang menyebabkan terjadinya proses persalinan adalah (Manuaba, 2007):
a. Teori
keregangan otot
1) Otot
rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
2) Setelah
melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.
3) Pada
kehamilan ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu dan
inpartu.
b. Teori
penurunan progesteron
1) Proses
penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu dimana terjadi
penimbunan jaringan ikat pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu.
2) Produksi
progesterone mengalami penurunan, sehingga otot rahim sensitif terhadap
oksitosin.
3) Akibatnya
otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesterone
tertentu.
c. Teori
oksitosin
1) Oksitosin
dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis pars posterior
2) Perubahan
keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitifitas otot rahim,
sehingga terjadi Braxton hicks.
3) Menurunnya
konsentrasi progesterone akibat tuanya kehamilan, masa oksitosin dapat
meningkatkan aktivitas sehingga persalinan dapat dimulai.
d. Teori
protoglandin
1) Konsentrasi
progesteron meningkat sejak usia kehamilan 15 minggu yang dikeluarkan oleh
desidua.
2) Pemberian
prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil
konsepsi dikeluarkan.
3) Prostaglandin
dianggap sebagai pemicu terjadinya persalinan
e. Teori
hipotalamus Pituari dan Glandula Suprarenalis
1) Teori
ini menunjukkan pada kehamilan dengan anenchepalus sering terjadi kelambatan
persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Teori ini dikemukakan oleh
liggin (1973).
2)
Pemberian
kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin, induksi (mulainya)
persalinan.
3)
Dari percobaan tersebut
disimpulkan ada hubungan antara hipotalamus-pituari dengan mulainya persalinan.
4)
Glandula suprarenal
merupakan pemicu terjadinya persalinan.
f. Teori
Plasenta menjadi tua
Proses
penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu dimana terjadi
penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu.
Produksi progesterone mengalami penurunan sehingga menyebabkan kekejangan
pembuluh darah, sehingga otot-otot rahim lebih sering berkontraksi.
g. Teori
iritasi mekanik
Dibelakang
serviks terletak ganglion serviks (fleksus fronkenhauser). Bila ganglion ini
digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala janin akan timbul kontraksi uterus.
h. Teori
fetal kortisel
Sapi
yang diinfus ACTH dapat lahir premature. Hal ini menunjukkan fetus mempunyai
peranan penting dalam memulai persalinan. Fetus anconcheptal lebih lama lahir
dibanding fetus normal.
i.
Teori Janin
Janin mengeluarkan sinyal kepada maternal, walaupun sampai
saat ini belum diketahui seperti apa sinyalnya. Fetus
mempunyai peran penting dalam persalinan, pada anenchepal lebih lama lahir
daripada fetus normal.
j.
Teori rangsangan
esterogen
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan
a.
Passenger
Pada faktor passenger,
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi yakni ukuran kepala janin,
presentasi, letak, sikap, dan posisi janin. Karena plasenta juga harus melalui
jalan lahir, maka ia dianggap sebagai penumpang yang menyertai janin (Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2004).
b.
Passage away
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang
yang padat, dasar panggul, vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun
jaringan lunak khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang
keluarnya bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan.
Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatif
kaku (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
c.
Powers
His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan
serviks membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his
sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul (Saifuddin,
dkk, 2010). Ibu melakukan kontraksi involunter dan volunter secara bersamaan (Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2004).
d.
Position
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologis
persalinan. Posisi tegak memberi sejumlah keuntungan. Mengubah posisi membuat
rasa letih hilang, memberi rasa nyaman, dan memperbaiki sirkulasi. Posisi tegak
meliputi posisi berdiri, berjalan, duduk, dan jongkok (Bobak, Lowdermilk &
Jensen, 2004).
e.
Psychologic
Respons
Pada kebanyakan wanita, persalinan dimulai saat trejadi
kontraksi uterus pertama dan dilanjutkan dengan kerja keras selama jam-jam
dilatasi dan melahirkan kemudian berakhir ketika wanita dan keluarganya memulai
proses ikatan dengan bayi. Perawatan ditunjukkan untuk mendukung wanita dan
keluarganya dalam melalui proses persalinan supaya dicapai hasil yang optimal
bagi semua yang terlibat. Wanita yang bersalin biasanya akan mengutarakan
berbagai kekhawatiran jika ditanya, tetapi mereka jarang dengan spontan
menceritakannya (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
3.
Diagnosis
Persalinan
Berdasarkan buku pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal (2002), curigai
atau antisipasi adanya persalinan jika wanita tersebut menunjukkan tanda atau
gejala sebagai berikut:
a.
Nyeri
abdomen yang bersifat intermitten setelah kehamilan 22 minggu.
b.
Nyeri
disertai lendir darah.
c.
Adanya
pengeluaran air dari vagina atau keluarnya air secara tiba-tiba.
Memastikan
keadaan inpartu jika:
a.
Serviks
serasa melunak: adanya pemendekan dan pendataran serviks secara progresif
selama persalinan.
b.
Dilatasi
serviks: peningkatan diameter pembukaan serviks yang diukur dalam sentimeter.
4.
Mekanisme
persalinan
Mekanisme
persalinan berdasarkan
Sofian (2011), ada 7 tahap yaitu:
a. Engagement
Ketika diameter biparietalis melewati
PAP : masuknya kepala kedalam PAP biasanya dengan sutura sagitalis melintang
dan dengan flexi ringan. Masuknya kepala kedalam PAP pada primigravida. Sudah
terjadi pada bulan terakhir dari kehamilan tetapi pada multigravida biasanya
baru terjadi pada permulaan persalinan. Penurunan bagian terendah janin ke
dalam rongga panggu ini akan dirasakan ibu sebagai Lightening
b. Desent
(penurunan)
Penurunan ini diakibatkan oleh tekanan
cairan intra uterine, tekanan langsung oleh fundus pada bokong saat ada
kontraksi, usaha mengejan yang menggunakan otot-otot abdomen, ekstensi dan
pelurusan badan janin.
c. Flexion
Dengan majunya kepala biasanya juga
flexi bertambah hingga UUK jelas lebih rendah dari UUB. Keuntungan dari
bertambahnya flexi ialah bahwa ukuran kepala yang lebih kecil melalui jalan
lahir. Diameter sub occipito frontalis (11 cm). Flexi ini disebabkan karena anak didorong
maju dan sebaliknya mendapat tekanan dari pintu atas panggul serviks, dinding
panggul atau dasar panggul.
d. Putaran
paksi dalam
Yang dimaksud adalah putaran dari bagian
depan sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan bawah
sumphisis. Pada presentasi belakang kepala, bagian yang terendah adalah bagian
UUK dan bagian ini yang melakukan putaran ke depan ke bawah symphisis putaran
paksi dalam mutlak untuk melahirkan kepala karena merupakan usaha menyesuaikan
posisi kepala dengan bentuk jalan lahir. Putaran paksi dalam terjadi bersamaan
dengan majunya kepala dan tidak terjadi sebelum kepala sampai hudge III.
Kadang-kadang baru setelah kepala sampai di dasar panggul, sebab-sebab putaran
paksi dalam :
1)
Pada letak flexi,
bagian belakang kepala merupakan bagian terendah kepala.
2)
Bagian terendah dari
kepala mencari tahanan yang paling sedikit terdapat sebelah dalam atas dimana
terdapat hiatus genitalis antara m levator ani kiri dan kanan.
3)
Ukuran
terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter antara posterior.
e. Extention
Setelah putaran paksi selesai dan kepala
sampai didasar panggul terjadilah ekstansi dari kepala. Hal ini disebabkan
karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah pangul mengarah ke depan dan ke atas.
Sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya. Kalau tidak terjadi
ekstensi kepala akan tertekan pada perineum dan menembusnya pada kepala bekerja
dua kekuatan yang satu mendesaknya ke bawah dan satunya disebabkan tahanan
dasar panggul yang menolaknya ke atas. Result efeknya ialah kekuatan ke arah
depan atas. Setelah sub occiput tertahan pada pinggir bawah symphisis maka yang
dapat maju karena kekuatan tersebut di atas bagian yang berhadapan dengan sub
occiput, maka lahirlah berturut-turut pada pinggir atas perineum ubun-ubun
besar, dahi, hidung, mulut dan akhirnya dengan dagu gerakan akstensi.
f. External
Rotation
Setelah kepala lahir, maka kepala anak
memutar kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang
terjadi karena putaran paksi dalam. Gerakan ini disebut putaran restitusi
(putaran balasan). Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga ke belakang kepala
berhadapan dengan tuber ischiadicum sepihak (disisi kiri). Gerakan yang
terakhir ini adalah putaran faksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena
ukuran bahu luar yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu (diameter
bisa cramial menempatkan diri dalam diameter antero posterior dari pintu bawah
panggul).
g. Expulsion
Setelah putaran paksi luar bahu depan
sampai di bawah symphisis dan menjadi hipomocclion untuk kelahiran bahu
belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak lahir
searah paksi jalan lahir.
5.
Tahapan
Persalinan
Berdasarkan asuhan
persalinan normal JNPK-KR (2008), proses
persalinan dibagi menjadi 4 kala, yaitu:
Kala I : Dimulai dari his yang menimbulkan pembukaan sampai
pembukaan cervix menjadi lengkap
Kala
II : Dimulai dari pembukaan lengkap
sampai lahirnya bayi
Kala
III : Dimulai dari lahirnya bayi
hingga lahirnya plasenta
Kala
IV : Dimulai setelah lahirnya
plasenta hingga 2 jam postpartum
a.
Kala
I (Kala Pembukaan)
Kala
I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan
meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm).
kala I persalinan dimulai sejak kontraksi. Kala I persalinan dibagi menjadi 2
fase yaitu :
- Fase
Laten
a) Fase
ini dimulai sejak awal terjadinya kontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan serviks secara bertahap yang berlangsung hingga serviks membuka
kurang dari 4 cm.
b) Pada
umumya, fase laten berlangsung hampir atau sampai 8 jam.
c) Kontraksi
mulai teratur tetapi lamanya masih di antara 20-30 detik.
-
Fase Aktif
a) Fase
ini berlangsung dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10
cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau
primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara).
b) Frekuensi
dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap
adekuat atau memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit,
dan berlangsung selama 40 detik atau lebih).
c) Terjadi
penurunan bagian terendah janin.
d)
Fase aktif dibagi dalam
3 fase lagi, yaitu :
- Fase
akselarasi (fase percepatan)
Dari pembukaan
3 cm – 4 cm yang dicapai dalam 2 jam.
-
Fase kemajuan maksimal
Dari pembukaan
4 cm – 9 cm yang dicapai dalam 2 jam
- Fase
deselerasi
Dari
pembukaan 9 cm – 10 cm selama 2 jam
Pada primigravida kala I
berlangsung kira-kira 12 jam sedangkan pada multigravida berlangsung kira-kira
8 jam. Pada kala I dimana his frekuensinya menjadi lebih sering dan
amplitudonya menjadi lebih tinggi maka agar peredaran darah ke uterus menjadi
lebih baik, maka ibu di suruh miring ke satu sisi sehingga uterus dan seluruh
isinya tidak serta merta menekan pembuluh darah di panggul. Kontraksi uterus
juga menjadi lebih efisien dan putar paksi dalam berlangsung lebih lancar bila
ibu miring ke sisi dimana ubun-ubun kecil berada.
Peran pendamping dalam membantu ibu
untuk memperoleh posisi yang paling nyaman selama kala II. Hal ini dapat
membantu kemajuan persalinan, mencari posisi yang penting efektif dan menjaga
sirkulasi utero plasenter tetap baik.
Beberapa ibu merasa bahwa merangkak
atau berbaring miring ke kiri membuat mereka lebih nyaman dan efektif meneran.
Kedua posisi tersebut juga akan membantu perbaikan posisi oksiput yang
melintang untuk berputar menjadi posisi oksiput anterior. Posisi miring
berbaring ke kiri memudahkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi jika ia
mengalami kelelahan dan juga untuk mengurangi resiko terjadinya laserasi
perineum (APN, 2009).
Tabel 1. Tambahan pemantauan pada kala I
pada persalinan normal
Parameter |
Fase
Laten |
Fase
Aktif |
Suhu badan Tekanan darah Nadi Djj Kontraksi Pembukaan serviks Penurunan |
Setiap 4 jam Setiap 4 jam Setiap 30-60 menit Setiap 1 jam Setiap 1 jam Setiap 4 jam Setiap 4 jam |
Setiap 24 jam Setiap 4 jam Setiap 30-60 menit Setiap 30 jam Setiap 30 jam Setiap 4 jam Setiap 4 jam |
b.
Kala
II (Kala Pengeluaran Bayi)
Disebut
juga kala pengeluaran yang terjadi 20 menit hingga 3 jam. Kontraksi pada kala
ini menjadi semakin kuat dengan lama 49-90 detik. Namun durasi kontraksi
menjadi lebih panjang, yaitu 3-5 menit. Hal ini berguna untuk memberi waktu ibu
beristirahat dan menghindari terjadinya asfiksia pada janin.\
Pertolongan
Kala II sesuai standar Asuhan Persalinan Normal (APN):
1) Persalinan
memasuki kala II jika telah terdapat tanda dan gejala berupa:
a) Ibu
merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
b) Ibu
merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum dan atau vagina
c) Perineum
menonjol
d) Vulva-vagina
dan spinchter ani membuka
e) Meningkatnya
pengeluaran lender bercampur darah
Tanda
pasti ditentukan
melalui periksa dalam yang hasilnya:
a. Pembukaan
serviks telah lengkap
b. Terlihat
bagian kepala bayi melalui introitus vagina
2) Persiapan
penolong persalinan
Memastikan
penerapan prinsip dan praktek pencegahan infeksi (PI) yang dianjurkan, termasuk
mencuci tangan, memakai sarung tangan, dan perlengkapan pelindung pribadi.
a) Sarung
tangan
Sarung
tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril harus dipakai selama melakukan
periksa dalam, membantu kelahiran bayi, episiotomy, penjahitan laserasi dan
asuhan segera bagi bayi baru lahir.
b) Perlengkapan
pelindung pribadi
Penolong
persalinan harus memakai celemek yang bersih dan penutup kepala. Selain itu
gunakan masker penutup mulut dan pelindung mata (kaca mata) yang bersih dan
nyaman.
c) Persiapan
tempat persalinan, peralatan, dan bahan
Ruangan
harus memiliki pencahayaan/penerangan yang cukup. Ibu dapat menjalani
persalinan di tempat tidur dengan kasur yang dilapisi kain penutup yang bersih,
kain tebal, dan pelapis anti bocor. Ruangan harus hangat dan terhalang dari
tiupan angin secara langsung. Selain itu harus tersedia meja atau permukaan
bersih dan mudah dijangkau untuk meletakkan peralatan.
d) Penyiapan
tempat dan lingkungan untuk kelahiran bayi
Siapkan
lingkungan yang sesuai bagi proses kelahiran bayi dengan memastikan bahwa
ruangan tersebut bersih, hangat (minimal 250C), pencahayaan cukup,
dan bebas dari tiupan angin.
e) Persiapan
ibu dan keluarga
·
Asuhan Sayang Ibu
- Anjurkan
agar ibu selalu didampingi oleh keluarganya selama proses persalinan dan
kelahiran bayinya.
- Anjurkan
keluarga ikut terlibat dalam pemberian asuhan.
- Penolong
persalinan dapat member dukungan dan semangat kepada ibu dan anggota keluarga.
- Tenteramkan
hati ibu dalam menghadapi dan menjalani kala II persalinan.
- Bantu
ibu untuk memilih posisi yang nyaman saat meneran.
- Setelah
pembukaan lengkap, anjurkan ibu hanya meneran apabila ada dorongan kuat dan
spontan untuk meneran. Anjurkan ibu beristirahat diantara kontraksi.
- Anjurkan
ibu untuk makan minum selama kala II persalinan.
- Berikan
rasa aman dan semangat serta tentramkan hatinya selama proses persalinan
berlangsung.
·
Membersihkan Perineum
Ibu
Gunakan
gulungan kapas atau kasa yang bersih dan air matang (DTT), bersihkan mulai dari
bagian atas ke arah bawah (anterior vulva kea rah rectum) untuk mencegah
kontaminasi tinja. Letakkan kain bersih di bawah bokong saat ibu mulai meneran.
Bersihkan tinja yang keluar saat ibu meneran menggunakan kain dan jelaskan pada
ibu bahwa hal tersebut merupakan hal yang biasa terjadi.
·
Mengosongkan Kandung
Kemih
Anjurkan
ibu untuk berkemih setiap 2 jam atau lebih sering jika kandung kemih selalu
terasa penuh. Jika diperlukan, bantu ibu ke kamar mandi. Jika ibu tidak dapat
ke kamar mandi, bantu agar ibu dapat duduk dan berkemih di wadah penampung
urin.
3) Penatalaksanaan
fisiologis kala II:
a) Membimbing
ibu untuk meneran
-
Anjurkan ibu untuk
meneran mengikuti dorongan alamiahnya selama kontraksi
-
Beritahu ibu untuk
tidak menahan napas saat meneran
-
Minta ibu untuk
berhenti meneran dan beristirahat diantara kontraksi
-
Minta ibu untuk tidak
mengangkat bokong saat meneran. Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk,
ibu akan lenih mudah meneran jika lutut ditarik ke arah dada dan dagu
ditempelkan ke dada
-
Tidak diperbolehkan
mendorong fundus untuk membantu kelahiran bayi, karena dapat meningkatkan
resiko distorsia bahu dan rupture uteri.
b) Posisi
ibu saat meneran
Ibu
dapat mengubah-ubah posisi secara teratur selama kala II karena hal ini dapat
membantu kemajuan persalinan, mencari posisi meneran yang paling efektif dan
menjaga sirkulasi utero-plasenta tetap baik.
-
Posisi duduk atau
setengah duduk, dapat memberikan rasa nyaman bagi ibu dan memberikan kemudahan
bagi ibu beristirahat di antara kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi
tersebut adalah gaya gravitasi membantu ibu melahirkan bayinya.
-
Jongkok atau berdiri,
membantu mempercepat kemajuan kala II persalinan dan mengurangi rasa nyeri.
-
Merangkak atau
berbaring miring ke kiri, bagi beberapa ibu posisi ini dapat membuat lebih
nyaman dan efektif untuk meneran. Kedua posisi ini juga membantu perbaikan
posisi oksiput yang melintang untuk berputar menjadi posisi oksiput anterior.
Posisi merangkak seringkali membantu ibu mengurangi nyeri punggung saat
persalinan. Posisi miring kiri memudahkan ibu beristirahat dan dapat mengurangi
resiko terjadinya laserasi perineum.
4) Menolong
kelahiran bayi
a) Posisi
ibu saat melahirkan
Ibu
dapat melahirkan bayinya pada posisi apapun, kecuali pada posisi berbaring
telentang (Supine position). Jika ibu berbaring telentang maka berat uterus dan
isinya (janin, cairan ketuban, plasenta, dll) menekan vena cava inferior ibu.
Hal ini akan mengurangi pasokan oksigen melalui sirkulasi utero-plasenta
sehingga akan menyebabkan hipoksia pada bayi. Berbaring telentang juga akan
mengganggu kemajuan persalinan dan menyulitkan ibu untuk meneran secara efektif
(Enkin, et al, 2000).
b) Pencegahan
laserasi
Kejadian
laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak
terkendali. Jalin kerjasama dengan ibu dan gunakan perasat manual yang tepat
dapat mengatur kecepatan kelahiran bayi dan mencegah terjadinya laserasi.
Indikasi
untuk melakukan episiotomy:
- Gawat
janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan
- Penyulit
kelahiran per vaginam (sungsang, distosia bahu, ekstraksi cunam/forcep atau
ekstraksi vakum)
- Jaringan
parut pada perineum atau vagina yang memperlambat kemajuan persalinan
Episiotomi
rutin tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan:
- Meningkatnya
jumlah darah yang hilang dan resiko hematoma
- Kejadian
laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak pada episiotomi rutin
dibandingkan dengan tanpa episiotomi
- Meningkatnya
nyeri pasca persalinan di daerah perineum
- Meningkatnya
resiko infeksi (terutama jika prosedur PI diabaikan)
c) Melahirkan
kepala
Saat
kepala bayi membuka vulva (5-6 cm), letakkan kain yang bersih dan kering yang
dilipat 1/3nya di bawah bokong ibu dan siapkan kain atau handuk bersih di atas
perut ibu (untuk mengeringkan bayi segera setelah lahir). Lindungi perineum ibu
dengan satu tangan (di bawah kain bersih dan kering), ibu jari pada salah satu
sisi perineum dan 4 jari tangan pada sisi yang lain dan tangan yang lain pada
belakang kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap
fleksi pada saat keluar secara bertahap melewati introitus dan perineum.
Perhatikan perineum saat kepala keluar dan dilahirkan. Usap muka bayi dengan
kain atau kasa bersih atau DTT untuk membersihkan lender dan darah dari mulut
dan hidung bayi. Jangan melakukan pengisapan lender secara rutin pada mulut dan
hidung bayi.
d) Periksa
tali pusat pada leher
Setelah
kepala bayi lahir, minta ibu untuk berhenti meneran dan bernapas cepat. Periksa
leher bayi apakah terlilit oleh tali pusat atau tidak. Jika ada lilitan di
leher bayi dan cukup longgar maka lepaskan lilitan tersebut dengan melewati
kepala bayi. Jika lilitan tali pusat sangat erat maka jepit tali pusat dengan
klem pada 2 tempat dengan jarak 3 cm, kemudian potong tali pusat diantara 2
klem tersebut.
e) Melahirkan
bahu
Setelah
menyeka mulut dan hidung bayi serta memeriksa tali pusat, tunggu kontraksi
berikut sehingga terjadi putar paksi luar secara spontan. Letakkan tangan pada
sisi kiri dan kanan kepala bayi, minta ibu meneran sambil menekan kepala kea
rah bawah dan lateral tubuh bayi hingga bahu depan melewati simfisis. Setelah
bahu depan lahir, gerakkan kepala ke atas dan lateral tubuh bayi sehingga bahu
bawah dan seluruh dada dapat dilahirkan.
Tanda-tanda
dan gejala distosia bahu:
-
Kepala seperti tertahan
di dalam vagina
-
Kepala lahir tetapi
tidak terjadi putar paksi luar
-
Kepala sempat keluar
tetapi tertarik kembali ke dalam vagina (turtle
sign)
f) Melahirkan
seluruh tubuh
Saat
bahu posterior lahir, geser tangan bawah (posterior) ke arah perineum dan
sanggah bahu dan lengan atas bayi pada tangan tersebut. Gunakan jari-jari
tangan yang sama untuk mengendalikan kelahiran siku dan tangan pada sisi
posterior bayi pada saat melewati perineum. Gunakan tangan yang sama untuk
menopang lahirnya siku dan tangan posterior saat melewati perineum. Tangan
bawah (posterior) menopang samping lateral tubuh bayisaat lahir. Secara
simultan, tangan atas (anterior) untuk menelusuri dan memegang bahu, siku dan
lengan bagian anterior. Lanjutkan penelususran dan memegang tubuh bayi ke
bagian punggung, bokong, dan kaki. Dari arah belakang, sisipkan jari telunjuk
tangan atas di antara kedua kaki bayi yang kemudian dipegang dengan ibu jari
dan ketiga jari tangan lainnya. Letakkan bayi di atas kain atau handuk yang
telah disiapkan pada perut bawah ibu dan posisikan kepala bayi sedikit lebih
rendah dari tubuhnya. Segera keringkan sambil melakukan rangsangan taktil pada
tubuh bayi dengan kain atau selimut di atas perut ibu. Pastikan bahwa kepala
bayi tertutup dengan baik.
g) Memotong
tali pusat
Dengan
menggunakan klem DTT, lakukan penjepitan tali pusat dengan klem pada sekitar 3
cm dari dinding perut (pangkal pusat) bayi. Tekan tli pusat dari titik jepitan
dengan 2 jari kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu (agar darah tidak
terpancar pada saat dilakukan pemotongan tali pusat). Lakukan penjepitan kedua
dengan jarak 2 cm dari tempat jepitan pertama pada sisi atau mengarah ke ibu.
Pegang tali pusat di antara kedua klem tersebut, satu tangan menjadi landasan
tali pusat sambil melindungi bayi, tangan yang lain memotong tali pusat di
antara kedua klem tersebut dengan menggunakan gunting desinfeksi tingkat tinggi
atau steril. Setelah memotong tali pusat, ganti handuk basah dan selimut bayi
dengan selimut atau kain yang bersih dan kering. Pastikan bahwa kepala bayi
terselimuti dengan baik.
5) Pemantauan
selama kala II persalinan
Pantau,
periksa dan catat:
a) Nadi
ibu setiap 30 menit
b) Frekuensi
dan lama kontraksi setiap 30 menit
c) DJJ
setiap selesai meneran atau setiap 5-10 menit
d) Penurunan
kepala bayi setiap 30 menit melalui pemeriksaan abdomen (periksa luar) dan
periksa dalam setiap 60 menit atau jika ada indikasi, hal ini dilakukan lebih
cepat
e) Warna
cairan ketuban jika selaputnya sudah pecah (jernih atau bercampur mekonium atau
darah)
f) Apakah
ada presentasi majemuk atau tali pusat di samping atau terkemuka
g) Putar
paksi luar segera setelah kepala bayi lahir
h) Kehamilan
kembar yang tidak diketahui sebelum bayi pertama lahir
Catatkan
semua hasil pemeriksaan dan intervensi yang dilakukan pada catatan persalinan (Asuhan Persalinan
Normal, 2008).
c.
Kala
III (Kala Uri)
Kala
III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban pada kala III persalinan, otot miometrium
berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi.
Penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini
menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena perlekatan menjadi
semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan
melipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah plasenta
lepas, maka plasenta dalam akan turun ke bagian bawah atau kedalam vagina
bersamaan dengan adanya his (Asuhan
Persalinan Normal, 2008).
Fisiologi
Kala III:
1) Lepasnya
plasenta dari implantasinya pada dinding uterus
Pada kala III
persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume
rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan
berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan
menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta
akan terlipat, menebal, dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas,
plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina. (Asuhan
Persalinan Normal, JNPK-KR, 2008)
2) Pengeluaran
plasenta dari cavum uteri
Berdasarkan
buku sinopsis obstetri (1998),
pengeluaran plasenta dari cavum uteri dilakukan
setelah memastikan plasenta telah lepas dari perlekatannya. Beberapa cara untuk
mengetahui apakah plasenta telah lepas antara lain dengan:
a) Perasat
Kustner
Tangan kanan
meregangkan tali pusat dan tangan kiri menekan simfisis. Jika tali pusat masuk
ke dalam vagina berarti plasenta belum lepas dan jika tali pusat bertambah
panjang berarti plasenta sudah lepas.
b) Perasat
Strassmann
Tangan kanan
meregangkan tali pusat dan tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila
terasa getaran pada tali pusat berarti plasenta belum lepas, tapi jika tidak
terasa getaran berarti plasenta telah lepas.
c) Perasat
Klein
Ibu diminta
meneran sehingga tali pusat tampak keluar dari vagina. Jika meneran dihentikan
dan tali pusat masuk kembali ke dalam vagina berarti plasenta belum lepas,
begitu pula sebaliknya.
3) Tanda-tanda
lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal di bawah ini:
a) Perubahan
bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai
berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah
pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus
berbentuk segitiga atau seperti buah pear (globuler) dan fundus berada di atas
pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan).
b) Tali
pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda
Ahfeld).
c) Semburan
darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan
membantu mendorong plasenta keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila
kumpulan darah (retroplasental pooling) dalam ruang di antara dinding uterus
dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur
keluar dari tepi plasenta yang terlepas (Asuhan Persalinan
Normal, JNPK-KR, 2008).
4) Manajemen
Aktif Kala III:
Berdasarkan asuhan persalinan normal JNPK-KR (2008), tujuan manajemen ini adalah
untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif agar dapat mempersingkat
waktu, mencegah perdarahan, dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan
jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Keuntungan manajemen aktif
kala III:
a) Persalinan
kala III yang lebih singkat
b) Mengurangi
jumlah kehilangan darah
c) Mengurangi
kejadian retensio plasenta
Keuntungan
tersebut dapat dicapai melalui tiga langkah utama manajemen aktif kala III:
a) Pemberian
suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
b) Melakukan
penegangan tali pusat terkendali (PTT)
c) Masase
fundus uteri
Langkah-langkah
manajemen aktif kala III:
a) Periksa
uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain.
b) Beritahu
ibu bahwa akan disuntik.
c) Suntikkan
oksitosin 10 unit IM pada 1/3 bagian atas paha bagian luar (aspektus
lateralis).
d) Berdiri
di samping ibu.
e) Pindahkan
klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala II) pada tali pusat sekitar
5-20 cm dari vulva.
f) Letakkan
tangan yang lain pada abdomen ibu tepat di atas simfisis pubis. Gunakan tangan
ini untuk meraba kontraksi uterus dan menahan uterus pada saat melakukan
penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali
pusat dengan satu tangan dan tangan lain (pada dinding abdomen) menekan uterus
kea rah lumbal dan kepala ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati-hati untuk
mencegah terjadinya inversion uteri.
g) Bila
plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus kontraksi kembali (sekitar dua atau
tiga menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat
terkendali.
h) Saat
mulai kontraksi tegangkan tali pusat kea rah bawah, lakukan tekanan
dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke
atas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
i)
Jika langkah 8 di atas
tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta tidak turun setelah 30-40
detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang
menunjukkan lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan tali pusat.
-
Pegang klem dan tali
pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya.
-
Pada saat kontraksi
berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan tekanan
dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut
pada setiap kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding uterus.
j)
Setelah plasenta
terlepas, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar melalui
introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai
(mengikuti poros jalan lahir).
k) Pada
saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan
mengangkat tali pusat ke atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya.
Pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara lembut putar plasenta searah
jarum jam hingga selaput plasenta terpilin menjadi satu.
l)
Lakukan penarikan
dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban.
m) Jika
selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir, dengan hati-hati periksa
vagina dan serviks. Gunakan jari-jari atau klem DTT/steril atau forcep untuk
mengeluarkan selaput ketuban yang teraba.
n) Periksa
kontraksi uterus dan lakukan masase pada fundus uterus ibu. Apabila kontraksi
baik akan terlihat fundus uteri keras seperti batu.
o) Periksa ukuran dan berat plasenta.
d.
Kala
IV
Berdasarkan asuhan persalinan normal JNPK-KR (2008), kala IV persalinan
dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah itu. Setelah
plasenta lahir, hal-hal yang harus dilakukan adalah:
1) Lakukan
rangsangan taktil (masase) uterus untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan
kuat.
2) Evaluasi
tinggi fundus uterus dengan meletakkan jari tangan secara melintang dengan
pusat sebagai patokan. Umumnya, fundus uteri setinggi atau beberapa jari di
bawah pusat.
3) Memperkirakan
kehilangan darah secara keseluruhan. Memperkirakan kehilangan darah hanyalah
salah satu cara untuk menilai kondisi ibu. Cara tak langsung untuk mengukur
kehilangan darah adalah melalui penampakan gejala dan tekanan darah. Apabila
perdarahan menyebabkan ibu lemas, pusing, dan kesadaran menurun serta tekanan
darah sistolik turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah
terjadi perdarahan lebih dari 500 ml. bila ibu mengalami syok hipovolemik, maka
ibu telah kehilangan darah 50% dari total jumlah darah ibu (2000 – 2500 ml). (Asuhan Persalinan Normal,JNPK-KR, 2008)
Periksa
kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi atau episiotomi) perineum
perdarahan pada ibu dianggap normal jika < 500 cc. Perluasan laserasi
perineum:
a.
Derajat Satu, laserasi
pada mukosa vagina, komisura posterior, dan kulit perineum. Laserasi derajat
satu tak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan aposisi luka baik.
b.
Derajat Dua, laserasi
pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, dan otot perineum.
Laserasi derajat dua dijahit menggunakan teknik penjahitan laserasi perineum.
c.
Derajat Tiga, laserasi
pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, dan otot
spinchter ani.
d.
Derajat Empat, laserasi
pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot
spinchter ani, dan dinding depan rectum. Laserasi derajat tiga dan empat harus
segera di rujuk ke fasilitas terdekat, karena penolong APN tidak dibekali
keterampilan untuk reparasi laserasi perineum derajat tiga dan empat
4) Evaluasi
keadaan umum ibu. Selama dua jam pertama pasca persalinan:
a) Pantau
tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih, dan darah yang keluar setiap
15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua kala
IV.
b) Masase
uterus untuk membuat kontraksi uterus menjadi baik setiap 15 menit selama satu
jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua kala IV.
c) Pantau
temperature tubuh setiap jam selama dua jam pertama pasca persalinan.
d) Nilai
perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap 15 menit selama 1 jam pertama
dan setiap 30 menit pada satu jam kedua kala IV.
e) Ajarkan
ibu dan keluarganya bagaimana menilai kontraksi uterus dan jumlah darah yang
keluar serta bagaimana melakukan masase jika uterus menjadi lembek.
f) Minta
anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan bantu ibu untuk mengenakan
baju atau sarung yang bersih dan kering, atur posisi ibu agar nyaman. Jaga agar
bayi diselimuti dengan baik, bagian kepala tertutup, kemudian berikan bayi
kepada ibu dan anjurkan untuk dipeluk dan diberi ASI.
g) Lengkapi
asuhan esensial bagi bayi baru lahir.
5) Dokumentasikan
semua asuhan dan temuan selama persalinan kala IV di bagian belakang partograf
segera setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian dilakukan.
Tabel
2. Lamanya persalinan pada primi dan multi
|
Primi |
Multi |
Kala I Kala II Kala III Lama Persalinan |
13 jam 1 jam ½ jam 14 ½ jam |
7 jam ½ jam ¼ jam 7 ¾ jam |
Sumber: (Asuhan Persalinan Normal, 2008)
2.1.5
Pendokumentasian
Persalinan
Pendokumentasian proses persalinan
dilakukan dengan cara menulis setiap perkembangan persalinan pada lembar
observasi saat persalinan pada tahap kala I fase latent dan pada lembar
partograf saat persalinan mulai memasuki kala I fase aktif.
Partograf
Partograf adalah alat bantu untuk
memantau kemajuan kala I persalinan dan informasi untuk membuat keputusan
klinik (APN, 2007). Gambar partograf
(Lampiran 1).Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:
1. Mencatat
hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks
melalui pemeriksaan dalam.
2. Mendeteksi
apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian juga dapat
mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama.
3. Data
pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik
kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan
laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan
dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medic ibu
bersalin dan bayi baru lahir.
Tabel
3. Pemantauan pada kala I persalinan normal dalam partograf
Parameter |
Fase
Laten |
Fase
Aktif |
Suhu badan Tekanan darah Nadi DJJ Kontraksi Pembukaan serviks Penurunan Produksi urin, aseton dan protein |
Setiap 4 jam Setiap 4 jam Setiap 30-60 menit Setiap 1 jam Setiap 1 jam Setiap 4 jam Setiap 4 jam Setiap 2-4 jam |
Setiap 2 jam Setiap 4 jam Setiap 30 menit Setiap 30 menit Setiap 30 menit Setiap 4 jam Setiap 4 jam Setiap 2-4 jam |
Sumber: Asuhan Persalinan
Normal, 2008
Berdasarkan asuhan persalinan normal JNPK-KR (2008), hal-hal yang dicatat
mengenai kondisi ibu dan janin adalah sebagai berikut :
1.
Denyut jantung janin
Dinilai
setiap 30 menit sampai 1 jam. Mulai waspada apabila djj mengarah hingga dibawah
120 atau di atas 160 x/mnt.
2.
Air ketuban
Nilai
warna ketuban jika selaput ketuban
U :
selaput ketuban utuh
J :
selaput ketuban pecah dan air ketuban jernih
M :selaput ketuban pecah dan air ketuban
bercampur mekonium
D :
selaput ketuban pecah dan air ketuban bernada darah
K :
tidak ada cairan ketuban atau kering
3.
Perubahan bentuk kepala
janin (molding atau mulase)
Penyusupan
adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat menyesuaikan
terhadap bagian keras (tulang) panggul ibu.
Semakin
besar derajat penyusupan atau tumpang tindih, antara tulang kepala, semakin
menunjukkan resiko disproporsi kepala panggul atau cephalo pelvic disproporsion
(CPD). Lambang dalam partograf :
O : tulang
kepala janin terpisah, sutura masih mudah dipalpasi
1 : tulang
kepala janin bersentuhan
2 : tulang
kepala janin saling tumpang tindih dan tapi masih dapat dipisahkan.
3 : tulang
kepala janin saling tindih dan tidak dapat dipisahkan.
4.
Pembukaan mulut rahim
(serviks)
Dinilai
setiap 4 jam dan diberi tanda silang (x) digaris waktu yang sesuai dengan lajur
besarnya pembukaan serviks.
5.
Penurunan bagian
terbawah janin
Mengacu
pada bagian kepala (dibagi 5 bagian) yang teraba (pada pemeriksaan abdomen)
atau pemeriksaan luar di atas ymphisis pubis. Catat dengan tanda lingkaran (o)
pada setiap pemeriksaan dalam. Pada posisi 0/5 sinsiput (s) atau paruh atas
kepala berada di symphisis pubis.
6.
Waktu
Menyatakan
berapa jam waktu yang telah dijalani sesudah pasien diterima. Jam, catat sesuai
angka lajur pembukaan digaris waspada.
7.
Kontraksi
Catat
setiap setengah jam, lakukan palpasi untuk menghilangkan banyaknya kontraksi
dalam hitungan detik.
8.
Oksitosin
Jika
memakai oksitosin, catat banyaknya oksitosin per volume cairan infuse dan dalam
tetesan per menit.
9.
Obat-obatan yang diberikan
10.
Nadi
Catat
setiap 30-60 menit dan tandai dengan sebuah titik besar (.)
11.
Tekanan darah
Catat
setiap 4 jam dan tandai dengan anak panah
12.
Suhu badan
Catat setiap 2 jam
13.
Protein, aseton dan
volume urine
Catat setiap kali ibu berkemih
Pencatatan
selama fase aktif persalinan :
a. Informasi
tentang ibu
Lengkapi
bagian atas partograf secara teliti saat memulai asuhan persalinan.
1) Nama,
umur
2) Grafida,
para, abortus
3) No
catatan medis
4) Tanggal
dan waktu mulai dirawat
5) Waktu
pecahnya ketuban
b. Kondisi
janin
1) DJJ
Setiap
kotak pada bagian ini menunjukkan waktu 30 menit. Skala angka di sebelah kolom
paling kiri menunjukkan DJJ. Hubungkan titik 1 dengan lainnya dengan garis
tidak terputus.
2) Warna
dan adanya air ketuban
Catat
temuan pada kotak yang sesuai dibawah lajur DJJ. Gunakan lambang U, J, M, D,
atau K seperti yang telah dijelaskan di atas.
3) Moulage
kepala janin
Setiap
kali melakukan pemeriksaan dalam, nilailah penyusupan kepala janin.
c. Kemajuan
persalinan
Angka
1 – 10 yang tertera disamping kiri kolom menunjukkan besarnya dilatasi serviks.
Masing-masing kotak di bagian ini menyatakan waktu 30 menit.
1) Pembukaan
serviks
2) Penurunan
bagian terbawah janin
3) Garis
waspada dan garis bertindak
d. Jam
dan waktu
1) Waktu
mulainya fase aktif persalinan
Di
bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan penurunan) tertera kotak-kotak
yang diberi angka 1-16.
2) Waktu
actual soal pmx atau penilaian
e. Kontraksi
uterus
1) Frekuensi
dan lamanya
Dibawah
lajur waktu partograf terdapat 5 kotak dengan tulisan kontraksi per 10 menit di
sebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi.
f. Obat-obatan
dan cairan yang diberikan
1) Oksitosin
Jika tetesan oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan
setiap 30 menit jumlah unit oksitosin yang diberikan pervolume cairan IV dan
dalam satuan tetesan/menit.
2) Obat-obatan
lainnya dan cairan IV yang diberikan
g. Kondisi
ibu
1) Nadi,
tekanan darah dan temperatur tubuh
2) Volume
urine, protein atau aseton
h. Asuhan
pengamatan dan keputusan lainnya
1) Jumlah
cairan per oral
2) Ketuban
sakit kepala
3) Konsultasi
dengan penolong persalinan lainnya
4) Persiapan
sebelum melakukan rujukan
5) Upaya
rujukan
2.2 Konsep
Dasar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Fisiologis
2.2.1
Pengumpulan
Data
1.
Subjektif
a. Identitas
1) Umur
ibu dan umur suami :
Faktor umur ibu
mempunyai pengaruh terhadap
kehamilan dan persalinan. Ibu
yang berumur dibawah
20 tahun atau
diatas 35 tahun sangat
berisiko untuk persalinan
patologis sebagai indikasi persalinan sectio caesarea. Kehamilan ibu dengan usia dibawah 20 tahun berpengaruh
kepada kematangan fisik
dan mental dalam menghadapi persalinan.
Rahim dan panggul
ibu seringkali belum tumbuh
mencapai ukuran dewasa.
Akibatnya diragukan kesehatan dan keselamatan janin
dalam kandungan. Selain
itu mental ibu belum cukup dewasa sehingga sangat
meragukan pada ketreampilan perawatan diri ibu dan bayinya (Oxorn, et al,
2010). Sebaliknya usia ibu
diatas 35 tahun
atau lebih, dimana
pada usia tersebut terjadi
perubahan pada jaringan alat – alat kandungan dan jalan lahir
tidak lentur lagi.
Selain itu ada
kecenderungan didapatkan penyakit lain dalam tubuh ibu. Bahaya
yang dapat terjadi
pada kelompok ini
adalah tekanan darah tinggi dan
pre-eklampsi, ketuban pecah dini yaitu ketuban pecah sebelum
persalinan dimulai,
persalinan tidak lancar
atau macet, dan perdarahan setelah bayi lahir (Oxorn, et al, 2010).
2) Suku/bangsa
Masih
belum jelas apakah ras merepresentasikan faktor risiko independen atau suatu
interaksi dari kebudayaan dan pola hidup yang bisa menyebabkan suatu
komplikasi, seperti hipertensi yang meningkatkan risiko kelainan jantung
(Pearson, et al, 2000). Wanita dengan etnis asia merupakan salah satu faktor
predisposisi perdarahan postpartum (Queensland Clinical Guidelines, 2012).
3) Pendidikan
Semakin
seseorang berpendidikan, maka pemahaman akan sesuatu yang baik dan buruk dapat
menentukan sistem kepercayaan sehingga konsep tersebut ikut berperan dalam
menentukan sikap dan perilaku seseorang dalam suatu hal. Sehingga dengan
pendidikan yang tinggi, perilaku seseorang seharusnya baik dalam menjaga pola
makan sehat, pola hidup sehat, dan mengontrol faktor risiko penyakit, termasuk
hipertensi yang merupakan faktor risiko terjadinya kelainan jantung dan edema
paru (Nurhidayat, 2016). Hal ini sesuai dengan Koentjaraningrat (2009), semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi dan
mempunyai banyak pengetahuan yang dimilikinya sehingga semakin mudah dalam
melakukan tindakan dan perilaku. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan
menghambat perkembangan perilaku seseorang terhadap nilai-nilai baru. Sehingga
seseorang yang berpendidikan rendah cenderung sulit untuk menyerap informasi
daripada orang yang berpendidikan tinggi.
4) Pekerjaan
Variabel
pekerjaan akan mencerminkan keadaan sosial ekonomi keluarga. Status ekonomi
berhubungan dengan kemampuan membiayai perawatan kesehatan sebagaimana mestinya
dan pemenuhan asupan gizi. Defisiensi gizi dapat menjadi pencetus terjadinya
berbagai komplikasi, seperti anemia, perdarahan, dan preeklampsia (Saifuddin,
et al, 2010). Depkes RI (2002) menyatakan bahwa masyarakat yang sibuk dengan
kegiatan atau pekerjaan sehari-hari akan memiliki waktu yang sedikit untuk
memperoleh informasi. Berdasarkan penelitian Arthina (2015), ibu yang tidak
bekerja dan hanya berada di rumah akan mempunyai sedikit kesempatan mendapatkan
informasi karena terfokus dengan pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga.
b. Keluhan
utama
Secara umum
berikut contoh keluhan yang biasa dialami :
1) Ibu
merasakan kontraksi yang semakin lama semakin sering dan bertahan lama.
2) Ibu
merasakan nyeri yang melingkar dari punggung menjalar ke perut bagian depan
3) Keluarnya
lendir bercampur darah dari jalan lahir
4) Kelaurnya
cairan banyak dengan sekonyong-konyong dari jalan lahir jika ketuban sudah pecah
c. Riwayat
menstruasi
HPHT : Ditanyakan
untuk mengetahui umur kehamilan dan menentukan TPL dengan rumus Nagel (hari +
7, bulan – 3, tahun + 1)
d. Riwayat
obstetri yang lalu
Ibu
dengan paritas tinggi mempunyai resiko 1.454 kali lebih besar mengalami anemia dan
berbagai komplikasi lainnya dibandingkan dengan paritas rendah (Herlina,
2006). Hasil penelitian Rozikhan (2007)
menunjukkan bahwa ibu dengan jarak kehamilan yang dekat atau kurang dari 24
bulan mempunyai risiko terjadi preeklampsia berat 0,92 kali dibandingkan dengan
seorang ibu dengan jarak kehamilan ≥ 24 bulan. Kartaka (2006) dan Sotiriadis, dkk (2004), juga
menyatakan bahwa wanita yang mengalami penyulit pada kehamilan pertamanya akan
meningkatkan kemungkinan mendapatkan penyulit yang sama pada kehamilan
berikutnya terutama
pada ibu yang berusia lebih tua, seperti riwayat
perdarahan, premature, postdate, preeklampsia, dan keguguran.
e. Riwayat
kehamilan sekarang
Pemeriksaan
kehamilan (Antenatal Care) yang
teratur berfungsi sebagai kontrol untuk mendeteksi terjadinya tanda-tanda
komplikasi kehamilan, sehingga dapat mengantisipasi kemungkinan bahaya
kehamilan dan persalinan. Pemeriksaan kehamilan perlu dilakukan oleh ibu semasa
hamil, mulai dari trimester pertama sampai saat berlangsungnya persalinan (Wardin,
2014).
f.
Pola fungsional
kesehatan
1)
Pola istirahat
Tiga
hingga empat minggu sebelum awitan persalinan sejati, dapat terjadi persalinan
palsu yang berupa kontraksi uterus yang sangat nyeri tanpa ada pembukaan
serviks. Persalinan palsu sangat nyeri dan wanita dapat megalami kurang tidur
dan kekurangan energi dalam menghadapinya (Varney, 2008).
2)
Pola aktivitas
Adanya
persalinan palsu yang ditandai dengan kontraksi yang sifatnya nyeri tanpa ada
pembukaan serviks menyebabkan aktivitas ibu terganggu akibat kenyamanan
tersebut. Pada menjelang persalinan, intensitas kontraksi semakin sering dan
semakin lama sehingga bertambah nyeri. Hal ini menyebabkan aktivitas ibu
menjadi semakin terbatas (Varney, 2008).
3)
Pola eliminasi
Kandung
kemih wanita harus dievaluasi untuk melihat adanya distensi paling sedikit
setipa dua jam selama fase aktif kala satu persalinan. Kandung kemih memerlukan
perhatian karena merupakan organ panggul. Seiring penurunan bagian presentasi
janin ke dalam pelvis minor, kandung kemih mengalami penekanan sehingga terjadi
distensi meskipun jumlah urine didalam kandung kemih baru sekitar 100 ml.
Apabila kandung kemih tidak dikosongkan, melainkan dibiarkan menjadi distensi,
maka dapat terjadi hal-hal berikut:
a) Persalinan
terhambat: distensi kandung kemih yang berlebihan dapat menghambat kemajuan
persalinan karena mencegah penurunan janin.
b) Ketidaknyamanan:
kandung kemih yang distensi meningkatkan ketidaknyamanan atau nyeri pada
abdomen bawah, yang sering kali dialami wanita selama persalinan (Varney, 2008).
Selama persalinan bladder sebaiknya dikosongkan tiap 1,5
– 2 jam sekali (Fraser, 2009). Bladder yang penuh dapat menghambat masuknya
kepala janin ke pelvis, hal ini juga dapat menghambat keefektifan kontraksi.
4)
Pola nutrisi
Informasi
ini diperlukan oleh ahli anastesi bila diperlukan pembedahan. Selain itu, juga
bermanfaat untuk mengkaji cadangan energi dan status cairan yang diperlukan
selama proses persalinan terutama sebagai tenaga untuk mengejan. Ibu akan lebih
berenergi dan memiliki hidrasi yang lebih kuat jika mendapat makanan. Pada awal
persalinan, ibu berada di situasi yang memungkinkan untuk makan sesuka hati.
Namun pada fase aktif persalinan, umumnya mereka hanya menginginkan cairan.
Mempertahankan hidrasi selama persalinan sangatlah penting untuk kesejahteraan
ibu (Varney, 2008).
5)
Pola kebiasaan
a) Merokok
dapat menyebabkan berbagai gangguan terhadap hasil akhir kehamilan.
Gangguan-gangguan tersebut adalah berta badan lahir rendah akibat persalinan
premature atau gangguan pertumbuhan janin, kematian janin dan bayi, serta
soluaio plasenta (Ventura dkk, 2000). Mekanisme patofiologi yang diperkirakan
berperan terhadap gangguan kehamilan ini adalah meningkatnya kadar
karbooksihemoglobin janin, berkurangnya aliran darah uteeroplasenta serta
hipoksia janin.
b) Pemakaian
alkohol selama kehamilan dapat menyebabkan sindrom alkohol janin. Selain etanol
yang terkandung dalam alkohol meyebabkan gangguan pertumbuhan janin.
c) Penggunaan
kronik obat-obatan terlarang termasuk turunan opium, barbiturate dan amfetamin
dalam dosis besar selama hamil membahayakan janin. Gawat janin, berat badan
lahir rendah, dan gangguan akibat putus obat banyak dilaporkan.
d) Sebagian
obat yang dikonsumsi selama kehamilan kemungkinan mempunyai efek samping pada
janin. Hampir semua obat yang menimbulkan efek sistemik pada ibu akan menembus
plasenta untuk mencapai mudigah atau janin.
e) Adanya
binatang peliharaan perlu dikaji karena pada binatang peliharaan seperti kucing
atau anjing dapat menularkan toxoplasmosis
6)
Pola seksualitas
Apabila
ada ancaman abortus atau partus prematurus, koitus harus dihindari. Diluar itu,
hubungan seks pada wanita hamil yang sehat umumnya dianggap tidak berbahaya
sebelum sekitar 4 minggu terakhir kehamilan. Menurut vaginal infection and
prematurity study group,ada penurunan frekuensi hubungan seks yang bermakna
seiring dengan peningkatan usia gestasi. Pada minggu ke 36, 72 persen
melaporkan frekuensi hubungan seks kurang dari sekali seminggu. Hal ini
disebabkan oleh berkurangnya hasrat seksual dan khawatir akan bahaya terhadap
kehamilan.Infeksi cairan ketuban dan mortalitas perinatal meningkat secara
bermakna apabila ibu hamil berhubungan seks sekali atau lebih setiap minggu
selama bulan terakhir kehamilan (Cunningham, dkk, 2012)
g. Riwayat
kesehatan:
Kehamilan
dapat dipersulit dengan berbagai gangguan dan penyakit yang sangat mmepengaruhi
ibu dan janin. Patofisiologi gangguan dan penyakit tersebut dapat menimbulkan
efek yang negative bagi kehamilan. Tidak ada itu, perubahan fisiologis yang
terjadi pada kehamilan dapat mengubah perjalanan klinis gangguan dan penyakit
tersebut, bahkan memperberat gangguan dan penyakit tersebut.
1) Hipertensi:
perubahan kardiovaskular yang terjadi akibat kehamilan dapat menginduksi
terjadinya hipertensi pada wanita yang normotensif sebelum kehamilan atau dapat
memperburuk kondisi yang sudah ada sebelumnya. Hipertensi esensial juga dapat
mencetuskan terjadinya hipertensi akibat kehamilan, yang dapat mengakibatkan
berkurangnya fungsi plasenta, restriksi pembuluh darah intrauteri, abruption
plasenta, serta kematian ibu dan janin.
2) Penyakit
jantung: pada kehamilan normal, profil hemodinamika mengalami perubahan dalam
rangka memenuhi peningkatan kebutuhan uteroplasenta. Meskipun meningkatkan
beban jantung secara signifikan, ibu dengan kehamilan sehat akan dengan mudah
beradaptasi. Namun, pada wanita yang sejak sebelum hamil sudah menderita
penyakit jantung, peningkatan beban kerja tersebut dapat mencetuskan
komplikasi. Perubahan hemodinamika sudah terjadi sejak awal kehamilan hingga
mencapai puncaknya antara minggu ke 28 dan 32. Selama persalinan, terdapat
peningkatan curah jantung yang signifikan akibat kontraksi uterus. Pada 12-24
jam setelah kelahiran, adanya pengaliran darah kira-kira satu liter dari uterus
ke sirkulasi ibu. Ketiga periode puncak tekanan yang terjadi pada jantung ini
merupakan periode paling kritis yang dapat membahayakan ibu dan janin (Cunningham,
dkk, 2012). Kolplikasi yang dapat timbul pada ibu antara lain gangguan
hipertensi kehamilan, thrombosis, infeksi dan perdarahan. Gagal jantung kongestif
merupakan komplikasi yang paling serius yang dapat menimbulkan kematian. Efek
pada janin akibat penurunan sirkulasi sistemik maternal atau penurunan
oksigenasi yang dapat menyebabkan terjadinya aborsi spontan, IUGR, hipoksia
janin dan kelahiran prematur.
3) Asma:
kehamilan tidak selalu mempengaruhi status asma maternal. Beberapa wanita tidak
mengalami perubahan gejala asma, smentara wanita lainnya mengalami perburukan
penyakit tersebut. Wanita yang mengalami asma yang berat tampak mengalami
peningkatan insiden hasil maternal yang buruk termasuk kelahiran dan persalinan
premature, hipertensi pada kehamilan, korioamnitis, sebaliknya bahwa asma yang
terkontrol berhubungan dengan hasil perinatal yang baik. Selama persalinan,
terjadi peningkatan kortison dan adrenalin yang dianggap dapat mencegah
serangan asma terjadi selama persalinan. Terdapat obat tertentu yang harus
dihindari selama kehamilan dan persalinan yaitu obat yang mempunyai efek
bronkospasme seperti prostaglandin.
4) Penyakit
ginjal: jika penyakit ginjal dalam pengobatan, biasanya kondisi ibu dan janin
akan baik. Pada beberapa kasus, fungsi ginjal dapat memburuk dan menyebbakan
komplikasi kehamilan, terutama bila disertai dengan hipertensi yang akan
menambah penurunan fungsi ginjal. Penyakit ginjal yang disertai dengan
hipertensi berkaitan dengan restriksi pertumbuhan janin, kelahiran premature,
dan peningkatan mortalitas perinatal.
5) Diabetes
mellitus: diabetes mellitus yang disertai dengan penyakit vascular yang sudah
ada sebelumnya akan meningkatkan resiko ibu menderita gangguan hipertensi pada
kehamilan dan akan memperburuk retinopati diabetikum. Resiko malformasi janin
juga meningkat pada ibu dengan DM. pertumbuhan janin juga harus diobservasi
dengan cermat karena ada resiko restriksi pertumbuhan janin akibat penyakit
vascular maternal, preeklamsia atau kombinasi keduanya. Makrosomia dan
polihidarmnion perlu dideteksi sebelumnya. Idealnya, ibu hamil yang menderita
DM tanpa komlikasi selama kehamilannya, persalinan dapat dilakukan secara
spontan pada saat sudah cukup bulan (Fraser, 2009).
h. Riwayat
kesehatan keluarga
Penyakit
tertentu dapat terjadi secara genetik atau berkaitan dengan keluarga tau
etnisitas, dan beberapa diantaranya berkaitan dengan lingkungan fisik atau
social tempat keluarga tersebut tinggal. Penyakit genetic pada bayi cenderung
terjadi jika orang tua biologisnya merupakan keluarga dekat, seperti saudara
sepupu (Cunningham, dkk, 2012). Dibetes, meskipun tidak diturunkan secara
genetik, memiliki kecenderungan terjadi pada anggota keluarga yang lain,
terutama bila mereka hamil atau obesitas. Hipertensi juga memiliki komponen
familial, dan kehamilan kembar juga memiliki insiden yang lebih tinggi pada
keluarga tertentu. Beberapa kondisi seperti anemia sel sabit dan thalasemia
lebih banyak pada ras tertentu.selain itu, beberapa penyakit menular yang dapat
ditularkan dengan mudah seperti hepatitis dan TBC juga perlu dikaji (Fraser,
2009).
i.
Riwayat Sosial dan
Budaya
1)
Riwayat Pernikahan
Riwayat
pernikahan perlu dikaji karena berhubungan dengan pengkajian tentang
infertilitas. WHO mendefinisikan subinfertlitas sebagai ketidakmampuan pasangan
untuk mencapai konsepsi atau menimbulkan kehamilan setelah satu tahun atau
lebih melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi. Infertilitas
dikategorikan sebagai infertilitas primer jika sebelumnya tidak ada konsepsi
dan infertilitas sekunder jika sebelumnya pernah hamil terlepas dari bagaimana
hasilnya. Oleh karena itu, lama pernikahan perlu dikaji (Fraser, 2009).
2) Keadaan Psikologi
Keadaan emosional atau
psikologi yang tidak stabil/buruk akan berpengaruh terhadap proses persalinan
(Rohani, 2011).
2.
Data
Objektif
a.
Pemeriksaan
umum
1) Tekanan
darah
Tekanan darah kan
meningkat selama kontraksi dengan rata-rata 15-20 mmHg pada sistol dan 5-10
mmHg pada diastol. Pada waktu-waktu tertentu diantara kontraksi, tekanan darah
kembali ke tingkat sebelum persalinan. Dengan mengubah pasien dari terlentang
ke posisi miring kiri, perubahan tekanan darah selama persalinan dapat
dihindari. Nyeri, takut, kekhawatiran dapat semakin meningkatkan tekanan darah.
Adapun ibu yang mengalami syok akan mengalami penurunan tekanan darah secara
drastis, bahkan diastol sulit untuk ditentukan (Sulistyawati, et al, 2010).
2) Suhu
Suhu tubuh meningkat
selama persalinan, tertinggi selama dan
segera setelah melahirkan. Peningkatan suhu yang tidak lebih dari 0,5 – 1oC
dianggap normal, nilai tersebut mencerminkan metabolisme selama persalinan.
Adapun pada keadaan syok dan infeksi, penurunan suhu atau kenaikan suhu bisa
saja terjadi (Sulistyawati, et al, 2010).
3) Pernapasan
Sedikit peningkatan
frekuensi pernapasan dianggap normal selama persalinan, hal tersebut
mencerminkan peningkatan metabolisme. Pada kelainan jantung dan edema paru,
pernapasan menjadi lambat akibat adanya dispneu atau sesak, bahkan bisa lebih
cepat atau takipneu. Hiperventilasi yang memanjang adalah temuan abnormal dan
dapat menyebabkan alkalosis. Hiperventilasi ditandai oleh rasa kesemutan pada
ekstremitas dan merasa pusing (Sulistyawati, et al, 2010; Hulandani, 2014).
4) Nadi
Frekuensi denyut
diantara kontraksi uterus sedikit lebih tinggi dibanding selama periode
menjelang persalinan. Hal ini mencerminkan peningkatan metabolisme yang terjadi
selama persalinan (Sulistyawati, et al, 2010). Jika terjadi syok ataupun
komplikasi, nadi menjadi lebih cepat, melemah, bahkan tidak teratur (Nugroho,
2012).
5) Antropometri
Berat
badan dan tinggi badan untuk mengetahui IMT atau status gizi. Hubungan antara
berat badan ibu dan risiko preeklampsia bersifat progresif. Obesitas (IMT >
30 kg/m2) adalah suatu kofaktor umum pada hipertensi kronis, dan
keadaan ini dapat menyebabkan atau memberi kontribusi terjadinya hipertrofi
ventrikel. Obesitas dilaporkan berkaitan dengan peningkatan dua kali lipat
risiko gagal jantung pada wanita tak hamil (Sliwa, et al, 2012; Pearson, et al,
2000; Ramachandran, et al, 2011; Cunningham, et al, 2012). Berdasarkan
penelitian Cedergren (2007) dalam Sa’adah (2013) diperoleh data dimana ibu
hamil dengan pertambahan berat badan sebesar 5-7 kg semasa kehamilan terdapat
8% menderita preeklampsia. Menurut Dr. Prima
Progestian, SpOG dalam Brilian (2017), kenaikan berat badan sat hamil
tergantung IMT awal sebelum hamil. Jika IMT kurang dari 18.5, kenaikan berat
badan ideal saat hamil adalah 12 – 18 Kg. Jika
IMT 18,5 – 24,9, kenaikan berat badan ideal saat hamil adalah 11 – 15
Kg. Jika IMT 25 – 29,9, kenaikan
berat badan ideal saat hamil adalah 6 – 11 Kg. Jika IMT lebih dari 30, kenaikan berat badan
ideal saat hamil adalah 4 – 9 Kg. Sofian (2011) menyebutkan bahwa
wanita yang memiliki tinggi badan ≤ 145 cm berpotensi memiliki panggul sempit.
Adapun, di Indonesia batas ambang LILA dengan resiko KEK adalah 23,5 cm hal ini
berarti ibu hamil dengan resiko KEK diperkirakan akan melahirkan bayi BBLR
(Kusparlina, 2016).
b.
Pemeriksaan fisik
Pada
ibu dengan keadaan normal (fisiologis), maka pada pemeriksaan fisik yang
diperoleh diantaranya:
1)
Wajah : tidak pucat, tidak odem, konjungtiva merah
muda
2)
Mulut : mukosa bibir lembab, tidak ada stomatitis,
tidak ada caries gigi, lidah tidak pucat.
3)
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada pembesaran kelenjar limfe dan bendungan vena jugularis.
4)
Dada : puting susu menonjol/tidak menonjol, tidak
ada benjolan abnormal, kolostrum sudah keluar/ belum. Hal ini berkaitan dengan
proses IMD dan kesiapan ibu dalam proses menyusui nantinya.
5)
Abdomen : adakah bekas jahitan SC. Seorang
ibu yang menjalani seksio sesarea, baik yang terencana ataupun dalam intra
partum mempunyai risiko dua kali lipat akan morbiditas maternal yang buruk dan
mortalitas (termasuk kematian, histrektomi, tranfusi darah, dan perawatan
intensif), dan lima kali lipat risiko infeksi pasca persalinan dibandingkan
persalinan pervaginam. Ibu dengan riwayat ruptur uteri merupakan kontra
indikasi untuk melahirkan pervaginam. Ruptur ini paling sering terjadi pada
parut bekas seksio sesarea jenis klasik (Karkata 2012).
Pemeriksaan
Leopold
Leopold I:
menetukan TFU dan bagian yang terdapat di fundus
Menurut
sielberg (untuk mengetahui TFU)
Umur Kehamilan |
Tinggi fundus uteri |
22-28
minggu 28 minggu 30 minggu 32 minggu 34 minggu 36 minggu 38 minggu 40 minggu |
24-25
cm diatas symphisis 26,7
cm diatas symphisis 29,5-30
cm diatas symphisis 29,5-30
cm diatas symphisis 31
cm di atas symphisis 82
cm di atas symphisis 33
cm di atas symphisis 37,7
cm di atas symphisis |
Mengukur
TFU (menurut HARS)
TFU |
Umur Kehamilan
(minggu) |
3
jari atas simpisis |
12 |
Pertengahan
simpisis-pusat |
16 |
3
jari bawah pusat |
20 |
Setinggi
pusat |
24 |
3
jari atas pusat |
28 |
Pertengahan
pusat-px |
32 |
3
jari bawah px |
36 |
Pertengahan
pusat-px |
40 |
Selain
mengetahui TFU, Leopold I juga untuk mengetahui bagian apa yang ada di fundus.
Pada letak membujur pada fundus, teraba lunak tidak bulat dan tidak melintang.
Selain itu, Leopold I berguna untuk menghitung Taksiran Berat Janin.
Rumus Johnson – Tousak
a) Bila
bagian terendah janin sebagian besar sudah masuk PAP
TBJ
= (TFU-11) x155
b) Bila
bagian terendah janin sebagian kecil sudah masuk PAP
TBJ = (TFU-12) x155
c) Bila
bagian terendah janin belum masuk PAP
TBJ = (TFU-13) x155
Jika ibu hamil obesitas, maka masing-masing dikurangi 1
cm
Leopold II :
Leopold
II bertujuan untuk mengetahui bagian apa yang ada disamping kiri dan kanan
uterus ibu.Pada letak membujur dapat ditetapkan punggung anak yang teraba
bagian keras, memanjang seperti papan dan sisi yang berlawanan teraba bagian
kecil janin.
Leopold III:
Menentukan
bagian terendah janin dan apakah bagian terendah tersebut sudah masuk PAP atau
belum. Pada letak kepala, akan teraba bulat, keras dan melenting
Leopold IV:
Menetukan seberapa jauh bagian terendah janin sudah masuk
PAP. Kedua tangan pemeriksa akan saling mendekat (konvergen) bila sebagian
kecil bagian terendah janin sudah masuk. Kedua tangan pemeriksa akan sejajar
bila setengah bagian terendah janin sudah masuk PAP. Dan kedua tangan pemeriksa
akan saling menjauh (menjauh) bila sebagian besar bagian terendah janin sudah
masuk PAP.
Menurut
WHO, penurunan bagian terendah dengan
metode lima jari:
Periksa luar |
Periksa dalam |
Keterangan |
|
|
Kepala
di atas pintu atas panggul, mudah digerakkan |
|
H I – H II |
Sulit
digerakkan : bagian terbesar belum masuk panggul |
|
H
II – H III |
Bagian
terbesar kepala sudah masuk panggul |
|
H
III + |
Bagian
terbesar kepala sudah masuk panggul |
|
H
III – H IV |
Kepala
berada di dasar panggul |
|
H
IV |
Kepala
sudah berada di perineum |
Denyut
jantung normal janin adalah antara 120-160 kali permenit. Punctum maksimum
terdengar di bagian kanan atau kiri bawah perut ibu. Frekuensinya teratur.
Kontraksi: Untuk menghitung berapa kali
kontraksi dalam 10 menit dan lama kontraksinya
6)
Genetalia :
a)
Vulva
dan vagina
Normalnya
tidak ada oedema, tidak ada varises, tidak ada kondilomata lata, tidak ada
kondiloma akuminata. Tidak adainfeksi
kelenjar skene dan kelenjar bartholini
b)
Perineum
: Adakah bekas luka atau tidak
c)
Anus
: Tidak ada hemorrhoid
7)
Ekstremitas:
a)
Atas : tidak ada oedema
b)
Bawah : tidak ada oedema dan varises
Menurut Depkes RI
(2000), dianggap normal jika tungkai bawah akan bergerak sedikit ketika tendon
diketuk. Bila refleks patella negatif, kemungkinan pasien kekurangan vitamin
B1. Pemeriksaan ini akan sangat berguna jika menghadapi pasien dengan
preeklamsia atau eklamsi. Karena reflek patella akan digunakan untuk syarat
pemberian terapi SM.
8)
Vagina Toucher:
a) Pembukaan
: 10 cm (evaluasi tiap 4 jam)
Pada primigravida, pembukaan pada fase
laten 1 cm/jam
Pada multigravida, pembukaan pada fase
laten 2 cm/jam
b) Penipisan
/ effacement
c) Ketuban
: utuh (u) / sudah pecah , jika sudah
keruh atau jernih
d) Presentasi
: kepala
e) Denominator
:
Pada
pembukaan 1-3, yang menjadi denominator adalah sutura sagitalis. Pada pembukaan
4-lengkap, yang menjadi denominator adalah ubun-ubun kecil.
f) Tidak
ada penyusupan/ moulage
g) Hodge
: I – IV
c.
Pemeriksaan Khusus
1)
Laboratorium
Hb : untuk mengukur
kadar Hb guna menilai apakah ibu mengalami anemia atau tidak
Golongan darah : untuk memudahkan bila ibu memerlukan
transfiusi darah
Urin
Reduksi urin : untuk mengetahui apakah urin
ibu mengandung glukosa-salah satu tanda ibu menderita diabetes mellitus
Albumin urin : untuk mengetahui apakah urin
ibu mengandung albumin- salah satu tanda preeklamsi
2)
USG : untuk mengetahui taksiran berat janin,
posisi janin, plasenta, dan cairan ketuban.
2.2.2
Identifikasi
diagnosis,
masalah, dan kebutuhan
1. Diagnosis:
G…PAPAH,
usia kehamilan, keadaan jalan lahir kesan normal, keadaa ibu, inpartu kala ……… . Janin hidup, tunggal,
intrauterine, persentasi,keadaan janin baik
2. Masalah:
Masalah
yang dapat terjadi selama inpartu antara lain, nyeri sehubungan dengan
kontraksi, gangguan rasa nyaman sehubungan dengan pengeluaran pervaginam baik
itu berupa lendir, darah maupun cairan ketuban.
3. Kebutuhan:
Kebutuhan
yang dapat diberikan adalah sesuai dengan masalah yang timbul. Bila masalahnya
adalah nyeri sehubungan dengan kontraksi uterus, maka kebutuhan yang dapat
dibutuhkan ibu bersalin adalah mendapatkan KIE tentang fisiologis nyeri
persalinan dan mengajari ibu teknik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri. Bila
masalahnya adalah gangguan rasa nyaman sehubungan dengan pengeluaran
pervaginam, maka yang dibutuhkan oleh ibu adalah KIE tentang fisiologi
tanda-tanda persalinan dan mengganti alas tempat tidur yang telah basah oleh
lendir, darah dan air ketuban dengan alas yang kering sehingga ibu merasa
nyaman.
2.2.3
Identifikasi
diagnosis
dan masalah potensial
Mengidentifikasi diagnosa dan masalah potensial
sesuai dengan diagnosa dan masalah yang sudah diidentifikasi. Pada persalinan
fisiologis, maka diagnosa potensial yang dapat terjadi seperti persalinan lama, distosia bahu, perdarahan postpartum, preeklampsia,
dan infeksi.
2.2.4
Identifikasi
kebutuhan tindakan segera/kolaborasi/rujukan
Pada
kasus ibu bersalin fisiologis tidak membutuhkan tindakan segera ataupun
kolaborasi, namun apabila ada kegawatdaruratan maka tindakan segera yang dapat
dilakukan diantaranya:
1.
Mandiri
dengan melakukan stabilisasi, seperti pemasangan infus, pemberian O2, memasang bed side monitor untuk memantau TTV ibu.
2.
Kolaborasi
dengan dokter untuk menegakkan diagnosis dan terapi (medikamentosa) atau
penatalaksanaan lebih lanjut.
3.
Rujuk
jika terjadi kegawatan yang tidak dapat ditangani karena tidak adanya tenaga
profesional, fasilitas yang memadai, dan tidak adanya kewenangan untuk
penatalaksanaan lebih lanjut, seperti preeklampsia.
2.2.5
Perencanaan
asuhan yang menyuluruh
Jelaskan:
1. Kala
I
a. Fase
Laten
1) Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada
ibu bersalin
R/ Ibu bisa mengetahui keadaannya
2) Mengajarkan
teknik relaksasi pada ibu bersalin
R/
Relaksasi berguna untuk melancarkan peredaran darah dan dapat mengurangi nyeri
selama proses persalinan
3) Memberikan
KIE tentang fisiologis tanda-tanda persalinan
R/ KIE tentang tanda-tanda persalinan akan
membuat ibu bersalin lebih mengerti tentang proses persalinan
4) Menganjurkan
ibu untuk berjalan-jalan
R/ untuk mengurangi rasa sakit dan membantu
penurunan kepala janin disaat kontraksi belum terlalu sering
b. Fase
aktif
1)
Memberitahukan hasil
pemeriksaan kepada ibu bersalin
R/ Ibu bisa mengetahui keadaannya
2) Mengajarkan
teknik relaksasi pada ibu bersalin
R/
Relaksasi berguna untuk melancarkan peredaran darah dan dapat mengurangi nyeri
selama proses persalinan
3) Memberikan
KIE tentang fisiologis tanda-tanda persalinan
R/ KIE tentang tanda-tanda persalinan akan
membuat ibu bersalin lebih mengerti tentang proses persalinan
4) Mengganti
alas tempat tidur yang telah basah oleh lendir, darah dan ketuban dengan alas
yang kering
R/ Hal ini dilakukan untuk mengurangi
ketidaknyaman yang timbul pada ibu bersalin atas gangguan pengeluaran
pervaginam
5) Memenuhi
kebutuhan cairan dan nutrisi
R/ Memenuhi kebutuhan fisik ibu akan memberikan
kenyamanan pada ibu
6) Menganjurkan
ibu untuk miring kekiri atau posisi yang nyaman
R/ Posisi
miring ke kiri mencegah tertekannya vena cava inferior sehingga sirkulasi darah
ibu lancar.
7) Menganjurkan
ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya secara rutin
R/ Kandung kemih yang penuh dapat menghalangi
turunnya kepala janin
8) Menyiapkan
partus set dan obat-obatan yang diperlukan.
R/ Kelengkapan
dan kesiapan alat-alat persalinan dapat mengurangi keteledoran yang dapat
terjadi.
9) Memberikan
terapi supportif dan kolaborasi dengan dokter untuk memantau kemajuan persalinan
R/
Memantau kemajuan persalinan diperlukan untuk mencegah komplikasi terjadi,
sehingga bila ada penyulit selama proses persalinan dapat dilakukan tindakan
yang sesuai
10)
Lakukan observasi fase
aktif di lembar observasi
Tekanan darah setiap 4
jam, suhu badan tiap 2 jam, nadi setiap 30 menit, DJJ setiap 30 menit,
kontraksi tiap 30 menit, pembukaan serviks setiap 4 jam, penurunan setiap 4 jam
R/ Kemajuan
persalinan pada fase laten ditulis pada lembar observasi sehingga dapat
diketahui perkembangan kondisi ibu dan bayinya serta menghindari adanya
keterlambatan merujuk.
Apabila pembukaan lengkap dan tanda
gejala kala II muncul sediakan alat, keluarga dan diri, kemudian segera pimpin
persalinan. R/ Pimpinan persalinan yang benar akan mempercepat proses persalinan
dan mengurangi komplikasi yang terjadi.
2. Kala
II
Pimpin
persalinan
Jam………pembukaan lengkap, tampak
tanda-tanda kala II di vulva. Bila ada his dan dorongan untuk meneran, ibu
dipimpin untuk mengejan. Bila tidak ada his, ibu diminta untuk beristirahat,
diberi minum, serta di hitung DJJ. Ketika ada his dan dorongan untuk mengejan,
ibu dipimpin kembali untuk mengejan sehingga kepala janin sedikit demi sedkit
membuka vulva. Letakkan handuk kering pada perut ibu dan ambil kain bersih,
lipat 1/3 bagian dan meletakkannya di bawah bokong ibu. Buka partus set dan
pakai sarung tangan.Ketika kepala janin
terlihat 5-6 cm membuka vulva, tangan kanan melindungi perineum dengan posisi
tangan di dalam lipatan kain dibawah bokong ibu. Sementara tangan kiri menahan
puncak kepala bayi agar tidak terjadi defleksi yang terlalu cepat.
Saat kepala lahir, kepala diusap dengan
kain bersih untuk membersihkan muka bayi, kemudian memeriksa adanya lilitan
tali pusat pada leher bayi. Kemudian tunggu hingga kepala melakukan putar paksi
luar secara spontan. Ketika kepala bayi menghadap kepaha ibu, kepala dipegang
secara biparietal kemudian ditarik cunam ke bawah untuk melahirkan bahu depan
dan gerakkan kepala ke atas/ cunam ke atas sehingga bahu belakang dapat
dilahirkan. Saat bahu belakang lahir, geser tangan bawah kearah perineum dan
sanggah bahu dan lengan atas bayi pada tangan tersebut. Saat badan dan lengan
lahir kemudian tangan kiri menelusuri punggung ke arah bokong dan tungkai bawah
bayi dengan selipkan jari telunjuk tangan kiri diantara lutut bayi. Setelah
badan bayi lahir seluruhnya, lakukan peilaian dengan cepat apakah bayi menangis
spontan dan warna kullitnya. Letakkan bayi di atas perut ibu dengan depan
kepala lebih rendah, kemudian bayi dikeringkan dan diberi rangsangan taktil
serta dibungkus dengan kain kering kecuali bagian tali pusat.
Cek fundus ibu, pastikan
tidak ada janin ke dua. Kemudian beri tahu ibu bahwa ia akan disuntik.
Injeksikan oksitosin 10 IU secara IM ke 1/3 paha sebelah luar. Kemudian, klem
tali pusat 2 cm dari umbilicus bayi dan dari titik penjepitan, tekan tali pusat
dengan 2 cm kemudian dorong. Isi tali pusat ke arah ibu (agar tidak terpancar pada saat
dilakukan pemotongan tali pusat). Lakukan penjepitan kedua dengan jarak 2 cm
dari tempat jepitan pertama pada sisi atau mengarah pada ibu. Pegang tali pusat
diantara kedua klem tersebut dan satu tangan menjadi pelindung dari kulit bayi.
Tangan kanan memotong tali pusat. Ikat
tali pusat dengan tali atau dengan klem tali pusat.
3. Kala
III
Setelah diberi injeksi oksitosin 10 IU
IM 1 menit setelah bayi lahir. Lakukan penegangan tali pusat terkendali.
Pindahkan klem kedua yang telah dijepit apda waktu kala II pada tali pusat
kira-kira 5-10 cm dan vulva. Letakkan tangan yang lain pada perut ibu tepat di
atas symphisis pubis. Setelah ada kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat
dengan tangan kanan lalu tangan kiri menekan korpus uteri ke arah dorso
kranial. Lakukan secara hati-hati untuk menghindari inversion uteri. Bila plasenta
belum lepas, tunggu hingga ada kontraksi kuat kira-kira 2-3 menit. Pada saat
uterus berkontraksi, uterus mulai menjadi bulat dan tali pusat bertambah
panjang, tegangkan kembali tali pusat kearah bawah dengan hati-hati bersamaan
dengan itu lakukan penekanan uterus ke arah dorsokranial hingga plasenta lepas
dari implantasinya. Setelah plasenta lepas, anjurkan ibu untuk meneran sedikit
dan tangan kanan menarik tali pusat ke arah bawah. Kemudian ke atas hingga
plasenta tampak pada vulva kira-kira separuh, kemudian pegang dengan kedua
tangan dan lakukan putaran searah jarum jam sehingga selaput plasenta terpilih.
Tangan kanan memeriksa plasenta dan tangan kiri memasase perut ibu. Kemudian
cek perdarahan apakah berasal dari plasenta yang masih tertinggal atau karena
robekan jalan lahir.
4. Kala
IV
a. Melakukan
observasi TTV, TFU, kontraksi uterus dan perdarahan
R/
Untuk mengetahui kedaan ibu dan
mengontrol apakah kontraksi uterus baik atau tidak. Bila tidak, dapat dilakukan
tindakan yang sesuai.
TD : normalnya 120/80-110/70 mmHg
Nadi : normalnya 60-100 kali/ menit
Suhu : normalnya 36-37 C
TFU : normalnya 1-3 jari bawah pusat
kontraksi uterus:
uterus teraba keras, berari mempunyai kontraksi yang baik
Perdarahan : normalnya < 500 cc
b. Mengajari
ibu untuk memasase fundus uteri
R/ Masase
fundus uteri dapat mencegah perdarahan karena merangsang uterus berkontraksi
dengan baik dan kuat.
c. Menganjurkan
ibu untuk mobilisasi dini
R/ Mobilisasi penting untuk mempercepat
penyembuhan luka pasca persalinan
d. Jelaskan
pada ibu tentang tanda bahaya ibu nifas antara lain, demam tinggi, perdarahan
aktif, keluar banyak bekuan darah, bau busuk dari vagina, pusing, lemas luar
biasa, nyeri perut hebat. Bila ada tanda-tanda diatas, minta ibu nifas untuk
segera menghubungi / mencari pertolongan kepada petugas kesehatan.
e. Berikan
HE tentang pentingnya vulva hygiene
Ajarkan
pada ibu bagaimana cara merawat luka jahitan(bila dijahit). Ajarkan pula
bagaimana cara membersihkan vulva yang benar, cara cebok yang benar yaitu dari
depan ke belakang(anus).
f. Ajari
ibu bagaimana cara perawatan payudara
Ajari
ibu bagaimana cara merawat payudaranya agar tidak terjadi bendungan ASI.
Jelaskan juga, setiap sebelum menyusui, hendaknya putting susu ibu dibersihkan
dahulu dengan air matang/ baby oil.
g. Jelaskan
pada ibu tentang pentingnya ASI eksklusif
Jelaskan
pada ibu manfaat ASI baik manfaat pada ibu maupun pada bayinya
h. Jelaskan
pada ibu tentang cara menyusui yang benar
Ajari
ibu teknik cara menyusui yang benar, posisi yang benar dalam menyusui
i.
Ajari ibu untuk merawat
bayinya sehari-hari
Ajari
ibu bagaimana cara memandikan bayinya, mengganti popoknya ketika BAK dan cara
membersihkan bayinya ketika BAB
j.
Ajari ibu untuk merawat
tali pusat bayinya
Ajari
ibu cara merawat tali pusat. Beritahu ibu bahwa tali pusat tidak perlu diberi
alcohol, betadin, bedak, dll. Kalau perlu hanya diberi kasa. Informasikan pada
ibu tentang tanda-tanda tali pusat infeksi, seperti berbau busuk atau keluar
nanah
k. Berikan
HE tentang nutrisi selama masa nifas
Jelaskan
pada ibu bahwa selama masa nifas tidak ada pantangan makanan. Pantangan makanan
akan menghambat proses penyembuhan luka. Kecuali, minum jamu-jamuan. Minum jamu
juga akan menghalangi proses penyembuhan luka.
2.2.6
Pelaksanaan
asuhan yang menyeluruh
Melaksanakan
rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah sebelumnya,
langkah 5, yakni perencanaan asuhan yang menyeluruh dengan
menyesuaikan kondisi ibu, hal ini dikarenakan adanya keberagaman kebutuhan dan
kondisi masing-masing ibu.
2.2.7
Evaluasi
pelaksanaan asuhan
Untuk
mengetahui sejauh mana keberhasilan asuhan yang diberikan kepada pasien,
mengacu pada beberapa pertimbangan sebagai berikut :
1 Tujuan
asuhan kebidanan
2 Efektivitas
tindakan untuk mengatasi masalah yakni seberapa efektif dalam pemenuhan
kebutuhan bantuan
3 Hasil
asuhan, bentuk nyata perubahan kondisi,
respon pasien dan keluarga
Evaluasi tahap akhir manajemen kebidanan. Selanjutnya
pendokumentasian dituliskan dalam bentuk SOAP yakni :
S (Subjektif) : data dari pasien (riwayat, biodata)
O (Objektif) : hasil pemeriksaan umum, fisik, maupun
penunjang.
A (Analisis) : kesimpulan dari data subjektif dan objektif
berupa diagnosis,
masalah, dan diagnosa dan masalah potensial jika terdapat
data-data yang mendukung.
P (Penatalaksanaan) : pelaksanaan dari perencanaan asuhan
kebidanan patologi dengan kolaborasi.
BAB 3
TINJAUAN KASUS
Tanggal/Jam
Pengkajian : 07 Januari 2019/16.20 WIB
Tanggal/Jam
MKB : 07 Januari 2019/ 16.20 WIB
Tempat :
Ruang Bersalin Puskesmas D
Pengkajian oleh : Rina Septi Andriani
No. Reg :
0125xx
I.
SUBJEKTIF
A. Identitas
Nama Ibu : Ny. F Nama
suami :
Tn. C
Umur : 19 tahun Umur : 22
tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa
/ Indonesia Suku / Bangsa : Jawa
Indonesia
Pendidikan : SD Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tidak
bekerja
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Kalimas Baru, Surabaya
B. Keluhan
Utama : Kenceng-kenceng sejak jam 14.00
WIB dan keluar lendir darah.
C. Riwayat
Obstetri
No |
Suami |
Kehamilan |
Persalinan |
Anak |
Nifas |
||||||||
UK |
Peny |
Jenis |
Pnlg |
Tmpt |
Peny |
Sex |
BB |
H |
M |
Laktasi |
Peny |
||
1 |
1 |
HAMIL INI |
|||||||||||
D. Riwayat
Menstruasi :
HPHT 08-04-2018, siklus teratur sekitar 28 hari/bulan, lama sekitar 6-7 hari, warna merah segar, sifat darah encer, jarang keputihan,
jarang nyeri saat haid.
E. Riwayat
Kehamilan ini
Merasa telat datang
bulan pada bulan Mei
2018, namun tidak segera
periksa ke tenaga kesehatan. Status imunisasi TT5 tahun 2018.
- Trimester
I tidak periksa kehamilan karena ibu tidak tahu bahwa
dirinya hamil.
- Trimester II periksa sebanyak 3 kali di puskesmas PT saat
usia kehamilan 13/14 minggu, 18/19 minggu, dan 22/23 minggu, tidak ada keluhan,
terapi yang didapatkan Fe, Kalk dan Bc. KIE yang diberikan tentang nutrisi gizi
seimbang, pentingnya kontrol setiap bulan, dan istirahat cukup. Sudah dilakukan
ANC terpadu saat periksa pertama. Gerakan janin dirasakan ibu saat memasuki
usia kehamilan 5 bulan.
- Trimester
III periksa sebanyak 2 kali di puskesmas PT saat usia kehamilan 29/30 minggu dan 32/33
minggu dan 1 kali di puskesmas D saat usia kehamilan 37/38 minggu, tidak
ada keluhan. Terapi yang didapatkan Fe, Bc, kalk, dan B1 yang diberikan saat UK 37/38 minggu.
KIE yang didapatkan tentang nutrisi gizi
seimbang, tanda persalinan, persiapan persalinan.
F. Riwayat
Kontrasepsi : belum pernah menggunakan
kontrasepsi apapun.
G. Riwayat
Kesehatan
Tidak pernah atau tidak
sedang menderita penyakit menurun, seperti hipertensi, DM, jantung, alergi,
asma, dan talasemia. Tidak pernah atau sedang menderita penyakit menular
seperti TBC, hepatitis, HIV, IMS, dan penyakit menular lainnya
H. Riwayat
Kesehatan Keluarga
Tidak ada keluarga yang
sedang atau pernah menderita penyakit menurun, seperti hipertensi, DM, jantung,
alergi, asma, talasemia, dan keturunan kembar. Tidak ada keluarga yang sedang
atau pernah menderita penyakit menular seperti TBC dan penyakit menular
lainnya.
I. Data
dan Pola Fungsional Kesehatan
1. Data
Nutrisi : Makan 3 x/hari, jenis
lauk, nasi, dan sayur, makan terakhir jam 14.00
WIB, 1 piring habis. Minum 1000 – 2000 cc/hari, terakhir sekitar jam 16.00 WIB.
2. Data
Eliminasi : BAK terakhir jam 16.25 WIB dan BAB terakhir
jam 09.00 WIB.
3. Data
Istirahat : sudah tidak bisa tidur nyenyak karena perut yang semakin membesar, tetapi ibu merasa cukup
istirahat. Tidur malam jam 23.30-04.30 WIB.
4. Pola
Kebiasaan : tidak ada kebiasaan merokok, minum alkohol, narkotika, jamu,
ataupun pijat perut, dan lainnya yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan janin.
J. Riwayat
Psikososial dan budaya
-
Riwayat pernikahan : Menikah satu kali usia 18 tahun, selama ± 1 tahun
- Riwayat
psikososial : Kehamilan ini diinginkan. Suami dan keluatga mendukung kehamilan
ini. Suami mendampingi ibu saat ini. Pengambil keputusan dalam keluarga adalah
suami.
- Riwayat
budaya : Tidak ada adat budaya yang membahayakan kehamilan atau proses persalinan.
- Jaminan
kesehatan : Pembiayaan persalinan menggunakan pembayaran BPJS-PBI.
II.
OBJEKTIF
A. Pemeriksaan
umum
KU :
Baik Kesadaran
:
Compos Mentis
TTV
Tekanan
Darah : 100/70 mmHg Suhu :
36,7 ºC
Nadi : 80 x/menit Pernafasan : 20
x/menit
Antropometri
BB
sebelum hamil : 43 kg BB
sekarang : 56,2 kg
TB : 150 cm IMT : 19 kg/m2
TP : 15
Januari 2019
B. Pemeriksaan
fisik
1. Wajah : Tidak pucat dan tidak oedem; sklera putih dan
konjungtiva merah muda
2. Payudara
: Bersih, kedua puting menonjol, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan,
kolostrum sudah keluar pada kedua payudara.
3. Abdomen
: Tidak ada bekas operasi/SC,
Leopold I : TFU 3 jari dibawah prosesus xyphoideus,
teraba bulat, lunak, tidak melenting.
Leopold II :
teraba tahanan keras dan memanjang di sebelah kiri perut ibu dan bagian terkecil di
sebelah kanan
perut ibu
Leopold III :
teraba bagian keras, bulat, melenting,
dan tidak dapat digoyangkan, kepala sudah masuk PAP
Leopold IV :
divergen
Palpasi WHO :
4/5
TFU Mc Donald 32 cm
TBBJ (32-11) x 155 = 3255 gr
DJJ 139
x/menit teratur
His 3 x 10 menit lamanya 40 detik teratur.
4. Genetalia: Terdapat pengeluaran lendir darah dari jalan
lahir, tidak ada hemoroid, varices maupun oedema.
5. Pemeriksaan
dalam (Jam 16.30 WIB): Ø 4 cm,
effacement 50%, konsistensi lunak,
ketuban utuh, presentasi kepala, UUK kiri depan, Hodge I, tidak teraba molage, tidak teraba bagian kecil lain.
6. Ekstremitas atas dan bawah: Tidak oedem dan tidak ada
varises.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan lab tanggal 6 Agustus 2018 di Puskesmas PT
saat UK 13/14 minggu. Hasil Hb: 10,2gr/dl, golongan darah A Rhesus (+), albumin
dan reduksi negatif, PITC-RPR-HbsAg non reaktif.
Pemeriksaan
lab ulang tanggal 17 Desember 2018 di Puskesmas PT saat UK 37/38 minggu. Hasil
Hb: 10,9 gr/dl.
2. USG pada tanggal13-08-2018 saat UK 18 minggu hasilnya
adalah JTHIU, TP adalah 15 Januari 2019.
3. Skrining PE tanggal 14-09-2018 saat UK 22/23 minggu,
hasilnya: IMT: 19,1kg/m2, MAP: 70,3 ROT: 10 interpretasi hasil
adalah negatif.
4. KSPR : 6 (hamil, anemia saat 13/14 minggu)
III.
ANALISIS
G1P0000 UK 38 - 39 minggu janin tunggal
hidup intrauterin presentasi kepala inpartu kala I fase aktif
IV.
PENATALAKSANAAN
Jam |
Asuhan/Tindakan |
Paraf |
16.32 |
1. Menjelaskan kepada ibu tentang
hasil pemeriksaan,ibu mengerti kondisinya. 2. Melakukan informed consent untuk dilakukan
pertolongan persalinan sesuai dengan APN, ibu bersedia. 3. Menyiapkan partus set, hecting
set, perlengkapan ibu, serta bayi, alat dan bahan telah siap. 4. Melakukan observasi dengan
menggunakan partograf, partograf terlampir. 5. Memberikan KIE tentang : - Posisi yang nyaman, dan sering
berbaring ke kiri, ibu berbaring dengan posisi kiri - Teknik relaksasi saat his
berlangsung, ibu dapat melakukan relaksasi 6. Membantu ibu memenuhi kebutuhan nutrisi di saat tidak
ada kontraksi, ibu telah minum teh manis. 7. Mendampingi dan memberikan
dorongan psikologis selama proses persalinan, serta menghadirkan pendamping
persalinan. Ibu didampingi oleh suaminya. |
Bidan VK dan
Rina Septi A. |
KALA II
Jam
18.00 WIB
I. Subjektif
Ibu mengeluh
ingin mengejan
II. Objektif
DJJ 135 x/m teratur, HIS 4x10’x45’’ teratur
Tekanan pada anus,
perineum menonjol, dan vulva membuka
VT Ø 10 cm, ketuban (+), presentasi kepala, UUK kiri depan, Hodge III+, tidak teraba molage, tidak teraba bagian kecil lain.
III. Analisis
G1P0000 38-39 minggu, janin hidup, tunggal, intra
uterine, presentasi kepala U, KU ibu dan janin baik, inpartu kala II.
IV. Penatalaksanaan
Jam |
Asuhan/Tindakan |
Paraf |
18.24 |
1. Menginformasikan kepada ibu bahwa
pembukaan sudah lengkap dan akan dilakukan pertolongan persalinan, ibu
memahami hasil pemeriksaan. 2. Siap ibu
(posisi setengah duduk), siap keluarga (didampingi suami), siap penolong
(memakai APD) 3. Mendekatkan partus set dan
menyalakan infant warmer 4. Melakukan
tindakan amniotomi, ketuban mekoneal 5. Mengevaluasi
DJJ, DJJ normal 135x/menit 6. Membimbing ibu untuk meneran yang
baik dan benar, ibu bisa mempraktekkannya. 7.
Menolong persalinan secara APN. 8.
Bayi cukup bulan lahir spontan B, langsung menangis, jenis
kelamin laki-laki, warna kulit kemerahan, tonus otot aktif, ketuban mekoneal. 9. Mengeringkan
bayi dan meletakkannya di perut ibu, bayi di perut ibu. |
Bidan VK dan
Rina Septi A. |
KALA III
Jam 18.25
WIB
I. Subjektif
Masih merasa
mules di perut bagian bawah.
II. Objektif
KU : Baik
Abdomen : Tidak ada janin ke-2
Genetalia : ada pengeluaran darah dari jalan lahir,
tali pusat memanjang
di depan vulva
III. Analisis
inpartu
Kala III
IV. Penatalaksanaan
Jam |
Asuhan/Tindakan |
Paraf |
18.29 |
1. Menyuntikkan oksitosin 10 IU (I)
secara IM di paha kanan bagian luar anterolateral 2. Melakukan
penjepitan dan pemotongan tali pusat, tali pusat terpotong. 3. Meletakkan
bayi di atas dada hingga perut ibu untuk melakukan IMD 4. Melakukan
peregagan tali pusat dan memperhatikan tanda-tanda pelepasan plasenta. 5. Plasenta
lahir spontan. 6. Melakukan
massase uterus selama 15 detik
dan mengajarkannya pada ibu, ibu, bisa melakukan masase dengan benar
dan kontraksi uterus baik. 7. Melakukan pengecekan laserasi perineum, terdapat
laserasi derajat II. 8. Melakukan pengecekan plasenta. Plasenta lengkap,
diameter ± 21 cm, insersi tali pusat sentralis, panjang ± 50 cm. |
Bidan VK dan
Rina Septi A. |
KALA IV
Jam
18.30 WIB
I. Subjektif :
Ibu lega dan senang karena bayi dan ari-ari telah
lahir.
II.
Objektif :
- KU
baik, Kesadaran Compos Mentis, N: 80x/menit
- Abdomen
: TFU 2 jari dibawah pusat,
uterus teraba keras.
- Genital
: terdapat
laserasi pada mukosa vagina, kulit perineum, hingga otot perineum (laserasi
perineum derajat II)
III. Analisis
P1001 inpartu kala IV.
IV. Penatalaksanaan
Jam |
Asuhan/Tindakan |
Paraf |
19.00 19.24 |
1. Menginformasikan kepada ibu hasil
pemeriksaan dan akan dilakukan penjahitan, ibu besedia. 2. Membersihkan
ibu dengan menyeka bagian sekitar perut dan kaki yang terkena darah 3. Mengganti underpad ibu dengan yang baru 4. Mendekatkan hecting set 5. Mengarahkan lampu sorot pada
perineum 6. Melakukan
penjahitan perineum derajat II secara jelujur dan subkutikuler dengan
anastesi lokal lidokain 1%. Perineum telah dijahit, estimasi perdarahan ± 200
cc. 7. Melakukan pemantauan tanda-tanda
vital, kontraksi, dan mencegah perdarahan selama dua jam pertama menggunakan
partograf, kontraksi baik dan tidak ada perdarahan aktif, partogtaf
terlampir. 8. Membersihkan ibu dan membantu ibu
mengenakan pakaian bersih, ibu sudah bersih dan rapih 9. Menempatkan semua peralatan bekas
pakai dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit, mencucinya, buang
bahan-bahan yang telah dipakai pada tempatnya, dan mencuci tangan. 10. IMD berhasil,
kemudian melakukan asuhan bayi baru lahir a. Memberikan
injeksi Vit K1 1 mg secara IM di 1/3 paha antero-lateral. b. Memberikan
salep mata tetracycline
1%. c. Melakukan
pemeriksaan bayi baru lahir, BB/PB 3500 gram/50 cm, LK 33 cm, LD 35 cm d. Menjaga
kehangatan bayi. 11. Menganjurkan
ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi karena ibu merasa lapar, ibu sudah makan
nasi 1 bungkus habis yang terdiri dari nasi, lauk, dan sayur. 12. Memberikan
terapi Fe 1x1/hari
sebanyak 7 tablet, Bc 1x1/hari sebanyak 6 tablet, Kalk 1x1/hari sebanyak
7 tablet, Paracetamol 3x500mg sebanyak 9 tablet, dan vit A 200.000 IU
sebanyak 2 tablet. 13. Mengajarkan ibu untuk mobilisasi
dini di tempat tidur seperti miring ke kanan dan ke kiri; Ibu mengerti dan
melakukan mobilisasi dini di tempat tidur sesuai anjuran bidan. 14. Memfasilitasi ibu dan bayi untuk bounding attachman dan menyusui, bayi
mau menyusu 15. Melengkapi dokumentasi 16. Membantu ibu
untuk BAK ke kamar mandi dan pindah ke ruang nifas 17. Menganjurkan
ibu untuk istirahat dan dilakukan rawat gabung di ruang nifas, ibu istirahat
karena lelah pasca melahirkan. |
Bidan VK dan
Rina Septi A. |
BAB IV
PEMBAHASAN
Kasus Ny. F dengan analisis G1P0000 UK 38 - 39 minggu janin tunggal
hidup intrauterin presentasi kepala inpartu kala I fase aktif dilaksanakan pada
07 Januari 2019. Analisis tersebut ditegakkan berdasarkan pengkajian data
subjektif dan data objektif yang dilakukan pada pukul 16.20 ketika Ny. F masuk
kamar bersalin.
Pada data subjektif didapatkan keluhan Ny. F yaitu
kenceng-kenceng sejak jam 14.00
WIB dan keluar lendir darah.
Menurut F. Gary Cunningham et al
(2012) menyatakan bahwa beberapa jam terakhir pada kehamilan manusia ditandai
dengan kontraksi uterus yang menyebabkan dilatasi serviks dan mendorong janin
melalui jalan lahir. Kontraksi miometrium pada persalinan terasa nyeri.
Kontraksi-kontraksi dan rasa tidak nyaman yang ditimbulkan biasanya terbatas
pada abdomen bawah dan lipatan paha. Menjelang akhir masa kehamilan, ketika
uterus mengalami persiapan untuk bersalin, kontraksi jenis ini lebih sering
terjadi. Pengeluaran lendir bercampur darah merupakan salah satu tanda inpartu,
hal ini disebabkan oleh robekan-robekan kecil pada servik (Mochtar, 2011).
Menurut King (2015), pengeluaran lendir dan darah/ mucus plug/ blood show yang
bersumber dari sekresi serviks yang berproliferasi pada awal kehamilan dapat
terjadi ketika serviks mendatar, yang menyebabkan pembuluh darah pecah
bercampur dengan darah dan mucus. Serviks yang mendatar merupakan salah satu
tanda dimulainya persalinan yang memerlukan pemeriksaan dalam untuk
mengidentifikasinya. Pengeluaran lendir bercampur darah menjadi gejala awal
yang dapat diidentifikasi oleh ibu hamil, sebagai penanda serviks telah
mengalami proses pendataran dan ibu memasuki proses persalinan.
HPHT Ny. F adalah 08 April 2018, sehingga didapatkan
taksiran persalinan adalah 15 Januari 2019, dan usia kehamilan saat ini adalah
38/39 minggu. Usia kehamilan cukup bulan terjadi pada usia kehamilan 37-42
minggu (Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, 2008), sehingga usia kehamilan Ny. F termasuk dalam kehamilan
cukup bulan. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan tanpa disertai adanya penyulit.
Kala I persalinan dimulai
sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan
kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). Kala I persalinan dibagi
menjadi 2 fase yaitu fase laten dan fase aktif. Fase laten berlangsung hingga
serviks membuka 0 – 3 cm dan kontraksi lamanya 20 – 30 detik, berlangsung
selama hampir atau sampai 8 jam. Fase aktif berlangsung dari pembukaan 4 – 10
cm dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau
lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara), kontraksi akan meningkat secara
bertahap dan dianggap adekuat jika terjadi 3 kali atau lebih dalam 10 menit
dengan kekuatan 40 atau lebih, terjadi penururnan bagian terendah janin. Jam
16.28 WIB dilakukan pemeriksaan dalam pada Ny. F, didapatkan hasil pemeriksaan
Ø 4 cm, effacement 50%, konsistensi lunak,
ketuban utuh, presentasi kepala, UUK kiri depan, Hodge I, tidak teraba molage, tidak teraba bagian kecil lain
dan ditemukan kontraksi uterus 3 dalam 10 menit lamanya 40 detik teratur. Tidak
ada kesenjangan antara kasus Ny.F dengan teori yang ada, sehingga ditegakkan
analisis inpartu kala I fase aktif.
Menurut Bobak, Lowdermilk & Jensen (2004),
faktor-faktor yang memengaruhi persalinan adalah passanger, passage, power, position, dan psychologic respons. Passanger
pada kasus ini adalah janin tunggal dengan presentasi kepala, UUK kiri depan
dan tidak teraba bagian kecil lain. Pada jam 18.00 WIB dilakukan pemeriksaan
dalam dengan hasil Ø 10 cm, ketuban (+),
presentasi kepala, UUK kiri
depan, Hodge III+, tidak teraba molage, tidak teraba bagian kecil lain, dan
didapatkan kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit selama 45 detik dan teratur.
Pada kasus ini menunjukkan kemajuan persalinan yang menandakan tidak adanya
masalah pada passage Ny.F. Begitu
juga dengan faktor power pada Ny. F,
menurut Saifuddin dkk (2010), pada presentasi kepala dan bila kontraksi sudah
cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul. Pada
kasus ini jelas terlihat terjadi penurunan kepala yang disebabkan oleh
terjadinya peningkatan kontraksi uterus yang adekuat dan teratur. Asuhan pada
kala I yang diberikan kepada Ny. F diantaranya adalah menganjurkan ibu untuk miring
ke kiri. Menurut JNPK-KR (2008) pada kala I bila kontraksi uterus frekuensianya
menjadi lebih sering dan amplitudonya menjadi lebih tinggi maka peredaran darah
ke uterus menjadi lebih baik, sehingga ibu dianjurkan untuk miring ke salah
satu sisi agar uterus dan seluruh isinya tidak menekan pembuluh darah di
panggul. Kontraksi uterus juga menjadi lebih efisien dan putar paksi dalam
berlangsung lebih lancar bila ibu miring ke sisi dimana ubun-ubun kecil berada.
Berdasarkan pernyataan diatas, asuhan yang diberikan kepada Ny. F berdasarkan
faktor position sudah sesuai. Asuhan
lainnya yang diberikan adalah mendampingi dan memberikan dorongan psikologis selama proses
persalinan, serta menghadirkan
pendamping persalinan, yaitu suaminya untuk mendukung salah satu faktor persalinan yaitu psychologic respons. JNPK-KR (2008) juga menyebutkan
bahwa peran pendamping dapat membantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling
nyaman selama kala II, hal ini dapat membantu kemajuan persalinan. Asuhan
lainnya yang diberikan pada kala I adalah menyiapkan partus set, hecting set,
perlengkapan ibu, serta bayi, melakukan observasi dengan
menggunakan partograf, menganjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi,
mengajarkan teknik relaksasi saat kontraksi terjadi.
Kala I
fase aktif Ny. F berlangsung sejak 16.30 sampai 18.00 WIB atau selama 1 jam 30
menit. Menurut JNPK-KR (20018), fase aktif dibagi dalam 3 fase yaitu
akselerasi, dilatasi maksimum, dan deselerasi. Pembukaan 4 cm pada kasus ini
masuk dalam dilatasi maksimum dimana akan terjadi kemajuan persalinan secara
maksimal dari pembukaan 4 cm sampai dengan pembukaan 9 cm yang dicapai dalam 2
jam. Kemudian dari pembukaan 9 cm sampai 10 cm termasuk dalam fase deselerasi
yang biasanya berlangsung selama 2 jam. Pada kasus ini terjadi kala I yang
lebih cepat, hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor yang memengaruhi persalinan
yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Fase aktif berlangsung lebih cepat, hal ini dapat
dipengaruhi oleh kontraksi uterus yang semakin sering dan kuat dan diikuti oleh penurunan bagian
terbawah janin. Kontraksi
korpus uteri menyebabkan janin tertekan ke bawah terdorong ke arah servik (Mochtar, 2011).
Hal tersebut juga sejalan
dengan Wiknjosastro (2008) yaitu saat memasuki
persalinan kala II, ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya
kontraksi, peningkatan tekanan pada rectum dan atau vagina, perineum menonjol,
vulva-vagina dan spinchter ani membuka, meningkatnya pengeluaran lendir
bercampur darah. Tanda pasti memasuki kala II ditentukan melalui periksa dalam
yang hasilnya pembukaan serviks telah lengkap. Pada
Ny. F didapatkan hasil pemeriksaan
pada jam 18.00 WIB yaitu ibu mengatakan ingin mengejan, terdapat tekanan pada anus,
perineum menonjol, dan vulva membuka.
Hasil pemeriksaan dalam Ø 10 cm, ketuban (+), presentasi kepala,
UUK kiri depan, Hodge III+,
tidak teraba molage, tidak teraba bagian kecil lain. Sehingga dinyatakan Ny.
F memasuki kala II pada jam 18.00 WIB.
Pada kala II dilakukan tindakan amniotomi. Sesuai
dengan teori JNPK-KR (2008) indikasi dilakukannya tindakan amniotomi adalah
ketika pembukaan sudah lengkap tetapi ketuban masih utuh. Hal ini dilakukan
dengan tujuan agar terjadinya penurunan bagian terendah janin, yaitu kepala.
Dilakukan observasi cairan ketuban mekoneal dan evaluasi dari DJJ adalah dalam
batas normal yaitu 135x/menit. Posisi yang dipilih adalah setengah duduk,
posisi ini dapat memberikan rasa nyaman bagi ibu dan memberikan kemudahan bagi
ibu untuk beristirahat diantara kontraksi. Ibu dapat memilih posisi apapun,
kecuali pada posisi telentang (supine
position) karena dapat menekan vena cava inferior yang dapat mengurangi
pasokan oksigen melalui sirkulasi utero-plasenta sehingga akan menyebabkan
hipoksia pada bayi.
Ny. F dipimpin meneran dan dilakukan pertolongan
persalinan sesuai dengan langkah asuhan persalinan normal. Jam 18.24 WIB bayi cukup bulan lahir spontan
belakamg kepala, langsung menangis, jenis kelamin laki-laki, warna kulit
kemerahan, tonus otot aktif. Disusul dengan tindakan mengeringkan
bayi dan meletakkannya di perut ibu. Lamanya kala II pada
Ny. F yang dihitung dari pembukaan lengkap sampai lahirnya bayi berlangsung
selama 24 menit. Hal ini sesuai dengan teori Wiknjosastro
(2008) yang menyatakan lamanya kala II berlangsung
selama 20 hingga 3 jam.
Setelah bayi lahir dan dipastikan tidak ada janin
kedua, dilakukan manajemen aktif kala III meliputi injeksi oksitosin 10 IU (1
ampul) secara IM di
paha kanan bagian luar anterolateral
1 menit setelah bayi lahir, penegangan tali pusat terkendali dan massase fundus
uteri segera setelah plasenta lahir. Manajemen aktif kala III ini merupakan
salah satu upaya pencegahan komplikasi persalianan (JNPK-KR, 2010). Jam 18.25
setelah dilakukan penyuntikan oksitosin, dilakukan pemeriksaan dengan hasil ada
pengeluaran darah dari jalan lahir dan tali pusat memanjang di depan vulva. Pemeriksaan tersebut
menunjukkan adanya tanda-tanda pelepasan plasenta sehingga hasil analisis ini
Ny.F dinyatakan memasuki kala III. Jam 18.29 WIB plasenta lahir spontan, plasenta lengkap, diameter ± 21 cm, insersi tali pusat
sentralis, panjang ± 50 cm. Kala III persalinan
Ny. F berlangsung selama 5 menit yang dihitung sejak bayi lahir sampai dengan
plasenta lahir.
Selanjutnya dilakukan manajemen kala IV yaitu asuhan
pasca persalinan. Pada kasus Ny. F, dilakukan manajemen kala IV yaitu dengan
melakukan pengukuran jumlah perdarahan, memeriksa sumber perdarahan, dan
pemantauan keadaan umum ibu serta bayi. Berdasarkan pemeriksaan diperoleh
jumlah perdarahan ±200 cc dan ditemukan laserasi perineum derajat 2. Menurut
Norwitz dan John (2008), rata-rata kehilangan darah selama proses persalinan
pervaginam adalah 500 ml. Asuhan yang dilakukan adalah penjahitan luka laserasi
dengan anestesi dan pemantauan kala IV dengan hasil pemeriksaan dicatat pada
partograf. Asuhan yang diberikan pada ibu sesuai dengan Standar Pelayanan
Kebidanan (2006) yaitu, dilakukan penjahitan luka laserasi dengan memberikan
anestesi lokal (lidocain 1%). Setelah dilakukan asuhan, perdarahan aktif
dari luka laserasi dapat segera dihentikan dan dilanjutkan dengan pemantauan
kala IV normal. Pemantauan keadaan umum Ny. F dan bayinya dilakukan 2 jam
pertama post partum. Selama 2 jam pertama post partum dilakukan pematauan
tanda-tanda vital ibu dan bayi, tinggi fundus uteri, kandung kemih, kontraksi
uterus, dan darah yang keluar.
Secara keseluruhan, asuhan
kebidanan persalinan pada Ny. F sudah sesuai dengan asuhan persalinan normal
dimana asuhan dilakukan dengan bersih dan aman dari mulai kala I sampai dengan
kala IV dan telah dilakukan upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan
pasca persalinan, hipotermi serta asfiksia pada bayi baru lahir. Menurut Astuti
(2012), dalam asuhan persalinan normal mengalami pergeseran paradigma dari
menunggu terjadinya dan menangani komplikasi, menjadi pencegahan komplikasi. Pencegahan
komplikasi tersebut, pertama: mencegah perdarahan yang disebabkan oleh atonia
uteri dengan meminimalisir proses persalinan, penatalaksanaan aktif kala III
dan pengamatan secara ketat terhadap kontraksi uterus pascapersalinan. Kedua:
mencegah laserasi/episiotomi rutin dengan cara melakukan perasat khusus yaitu
penolong mengatur ekspulsi kepala, bahu dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah
laserasi atau hanya terjadi robekan minimal pada perineum. Pencegahan
komplikasi persalinan melalui asuhan persalinan normal ketiga yaitu mencegah
terjadinya retensio plasenta dengan melaksanakan manajemen aktif kala III,
kemudian yang keempat yaitu pencegahan terjadinya partus lama dengan
mengandalkan partograf untuk memantau kondisi ibu dan janin serta kemajuan proses
persalinan.
BAB 5
PENUTUP
5.1
Simpulan
Proses persalinan pada Ny. F berlangsung fisiologis ± 5 jam,
tidak ada penyulit ataupun komplikasi yang terjadi. Proses persalinan dipantau
menggunakan partograf dengan hasil pemantauan normal. Bayi lahir spontan hidup,
tidak mengalami komplikasi. Asuhan kebidanan telah dilakukan dengan manajemen 7
langkah Varney dan didokumentasikan dalam bentuk Subjektif, Objektif, Analisis,
dan Penatalaksanaan (SOAP).
Masalah yang dialami Ny. F adalah rasa nyeri akibat dari
kontraksi persalinan pada kala I dan II, serta rasa nyeri akibat luka laserasi
perineum yang dirasakan pada persalinan kala IV. Masalah telah diatasi dengan
baik, salah satunya dengan mengajarkan teknik relaksasi dan penggunaan anestesi
pada proses penjahitan luka laserasi.
Sebagian besar data yang didapatkan setelah pengkajian sesuai
dengan teori tentang persalinan, dan ditegakkan analisis yang sesuai dengan
data yang didapatkan. Tatalaksana dilakukan berdasarkan masalah dan kebutuhan
ibu, sesuai dengan teori dan yang direkomendasikan.
5.2
Saran
5.2.1
Bagi tempat praktik
Dapat menjadikan
laporan ini sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan yang
terpadu bagi ibu bersalin.
5.2.2
Bagi mahasiswa
Dapat melakukan
pengkajian secara mendalam dan komprehensif, terutama biopsikososiokultural dan
spiritual pada ibu bersalin sehingga dapat memberikan asuhan yang menyeluruh
sesuai kebutuhan ibu.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham et
al. 2012. Obstetri William Edisi 21.
Jakarta : EGC
Dirjen Bina Gizi & KIA. 2015. Kesehatan dalam Kerangka Sustainable
Development Goals (SDGs). Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
Harry Oxorn
& William R. Forte. 2010. Ilmu
Kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta : Yayasan Essentia
Medica (YEM).
JNPK-KR.
2010. Asuhan Persalinan Normal.
Jakarta: Jaringan Nasional Pelatihan Klinik – Kesehatan Reproduksi Depkes RI.
Kemenkes
RI. 2013. Buku Saku: Pelayanan Kesehatan
Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Langelo,
Wahyuny, dkk. 2013. Faktor Risiko
Kejadian Preeklampsia di RSUD Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar Tahun 2011 –
2012. Jurnal. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Manuaba
IBG, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan, dan KB untuk Pendidikan Bidan. Ed: 2. Jakarta: EGC.
Norwitz dan
John. 2008. At a Glance Obstetri dan
Ginekologi. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
Prawirohardjo,
Sarwono. 2012. Ilmu Kebidanan.
Jakarta : YBP.SP
Saifuddin AB,
dkk. 2010 Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Ed: 1. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Saifuddin
AB, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan. Ed: 4.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul
Bari, dkk. 2010. Buku panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina
Pustaka Sarwonono Prawirohardjo:
Jakarta.
Sukaesih,
Sri. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Pengetahuan Ibu Hamil Mengenai Tanda Bahaya dalam Kehamilan di Puskesmas
Tegal Selatan Kota Tegal Tahun 2012. Skripsi. Program Sarjana Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Queensland
Clinical Guidelines. 2012. Primary
Postpartum Haemorrhage. Brisbane: State of Queensland (Queensland Health).
Komentar
Posting Komentar