Langsung ke konten utama

LAPORAN KASUS ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN RUJUKAN PADA KALA DUA MEMANJANG

 

BAB 1

PENDAHULUAN

 

Angka kematian ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator pembangunan kesehatan dalam RPMJN 2015-2019 dan SDGs. Menurut data SDKI AKI sudah mengalami penurunan pada periode tahun 1994-2012 yaitu pada tahun 1994 sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 1997 sebesar 334 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2002 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2007 sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup namun pada tahun 2012 angka kematian ibu meningkat kembali menajdi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk AKB dapat dikatakan penurunan on the track (terus menurun) dan pada SDKI 2012 menunjukkan angka 32/1.000 KH (SDKI 2012). Dan pada tahun 2015, berdasarkan data SUPAS 2015 baik AKI maupun AKB menunjukkan penurunan (AKI 305/100.000 KH; AKB 22,23/1000 KH) (Laporan Tahunan, 2016).

Kematian ibu dan bayi yang terjadi di Indonesia, salah satunya disebabkan oleh komplikasi umum yang dapat diatasi dengan akses cepat terhadap pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi yang berkualitas. Kematian selama persalinan dan minggu pertama setelah melahirkan diperkirakan menjadi penyebab dari 60% kematian ibu. Sekitar 25-50% kematian neonatal terjadi dalam24 jam pertama dan sekitar 75% dalam minggu pertama. Kematian ibu terjadi karena tidak semua kehamilan berakhir dengan persalinan yang berlangsung normal. Persalinan disertai komplikasi sebesar 30,7%, dimana bila tidak ditangani dengan cepat dan baik dapat meningkatkan kematian ibu. Kematian ibu banyak terjadi di rumah, sedangkan kematian di fasilitas kesehatan hanya pada kasus rujukan. (Kemenkes RI, 2013)

Tingginya angka kematian  ibu di Indonesia menunjukan rendahnya kualitas pelayanan kesehatan terutama kesehatan ibu. Penurunan angka kematian ibu dikatakan mustahil tanpa adanya sistem rujukan yang efektif terutama untuk kasus dengan komplikasi. WHO menyatakan bahwa salah satu aspek fundamental pelayanan kesehatan primer (termasuk ibu dan anak) adaah adanya hubungan yang erat dengan level di atasnya. Hubungan yang erat ini tercermin sebagai suatu sistem rujukan yang efektif (WHO, 2000)

Ibu hamil dengan resiko tinggi harus diterima oleh sistem yang baik pula sehingga kasus yang dirujuk tidak datang ke rumah sakit sebagai pasien baru. Kualitas rujukan yang baik adalah diagnosis bidan atau perawat tepat, rencana tindak lanjut (RTL) yang akan dilakukan unutk menangani ibu dengan resiko tinggi, dan untuk mengetahui di mana tempat kontrol, persiapan yang dilakukan untuk menangani masalah ibu resiko tinggi, serta bagaimana rencana pengakhiran persalinan terhadap ibu tersebut. Persiapan direncanakan saat kasus terdeteksi pada saat ANC (Okaviany, 2013)

Ketidakpatuhan dalam pemeriksaan kehamilan dapat menyebabkan tidak dapat diketahuinya berbagai komplikasi ibu yang dapat mempengaruhi kehamilan atau komplikasi hamil sehingga tidak segera dapat diatasi. Deteksi saat pemeriksaan kehamilan sangat membantu persiapan penngendalian resiko (Manuaba dalam Damayanti, 2013). Apalagi ibu hamil yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan, maka tidak akan diketahui apakah kehamilannya berjalan dengan baik atau mengalami keadaan resiko tinggi dan komplikasi obsteri yang dapat membahayakan kehidupan ibu dan janinnya, serta dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Saifuddin dalam Damayanti, 2013).

Analisis kematian ibu yang dilakukan Direktorat Bina Kesehatan Ibu pada tahun 2010 membuktikan bahwa kematian ibu terkait erat dengan penolong persalinan dan tempat/ fasilitas persalinan. Persalinan yang ditolong tenaga kesehatan terbukti berkontribusi terhadap turunnya resiko kematian ibu. demikian pula dengan tempat/ fasilitas, jika persalinan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan, juga akan semakin menekan resiko kematian ibu. berdasarkan data diketahui bahwa secara umum cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia mengalami kenaikan setiap tahunnya, walaupun belum dapat memenuhi target Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2014 (Profil Kemeskes RI, 2014).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan dalam menolong persalinan adalah adanya perubahan paradigma menunggu terjadinya dan menangani komplikasi menjadi pencegahan terjadinya komplikasi diharapkan dapat memberikan konstribusi dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir (APN, 2013).

 

1.1         Tujuan

1.1.1   Tujuan Umum

Mahasiswa mampu membuat, menjelaskan serta melakukan konsep dasar asuhan kebidanan komprehensif pada ibu dengan persalinan rujukan.

1.1.2   Tujuan Khusus

a)    Mampu melaksanakan pengumpulan dan pengkajian data subjektif dan data objektif pada ibu dengan persalinan rujukan.

b)   Mampu mengidentifikasi diagnosa dan masalah aktual pada ibu dengan persalinan rujukan.

c)    Mampu mengidentifikasi diagnosa potensial dan masalah potensial pada ibu dengan persalinan rujukan.

d)   Mampu mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera pada ibu dengan persalinan rujukan.

e)    Mampu mengembangkan rencana tindakan asuhan kebidanan secara menyeluruh pada ibu dengan persalinan rujukan.

f)    Mampu melaksanakan rencana tindakan asuhan kebidanan menyeluruh sesuai kebutuhan ibu dengan persalinan rujukan.

g)    Mampu melakukan evaluasi terhadap asuhan yang diberikan pada ibu dengan persalinan rujukan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1              Konsep Dasar Persalinan

2.1.1        Pengertian dan Batasan Persalinan

   Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perdarahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks (Saifuddin, dkk, 2010).

   Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37- 42 minggu) lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Sofian, 2011).

   Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks, dan diakhiri dengan pelahiran plasenta (Varney, 2008).

   Partus adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Prawirohardjo, 2008)

2.1.2        Macam-macam Persalinan

Ada beberapa macam persalinan berdasarkan kategori berikut:

a.       Persalinan berdasarkan teknik:

1.      Persalinan Spontan, yaitu persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir.

2.      Persalinan buatan, yaitu persalinan dengan tenaga dari luar dengan ekstraksi forceps, ekstraksi vakum dan sectio sesaria.

3.      Persalinan anjuran, yaitu bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan pemberian rangsang (Rukiyah, dkk., 2009).

b.      Persalinan menurut usia kehamilan dan berat bayi yang dilahirkan

1.    Abortus adalah terhentinya proses kehamilan sebelum janin dapat hidup (viable), berat janin dibawah 1.000 gram atau usia kehamilan dibawah 28 minggu.

2.    Partus prematurus adalah persalinan dari hasil konsepsi pada umur kehamilan 28-36 minggu. Janin dapat hidup, tetapi prematur, berat janin antara 1.000-2.500 gram.

3.    Partus matures/aterm (cukup bulan) adalah partus pada umur kehamilan 37-40 minggu, janin matur dengan berat badan diatas 2.500 gram.

4.    Partus post maturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang ditaksir, janin disebut postmatur.

5.    Partus presipitatus adalah partus yang berlangsung cepat, mungkin di kamar mandi, diatas kendaraan, dan sebagainya.

6.    Partus percobaan adalah suatu penilaian kemajuan persalinan untuk memperoleh bukti tentang ada atau tidaknya CPD (Cephalo Pelvic Disproportion) (Rohani, dkk., 2011).

2.1.3        Fisiologi Persalinan

a.       Teori yang menyebabkan terjadinya proses persalinan

Teori yang menyebabkan terjadinya proses persalinan adalah (Manuaba, 2008):

1.      Teori keregangan otot

·   Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.

·   Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.

·   Pada kehamilan ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu dan inpartu.

2.      Teori penurunan progesteron

·   Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu dimana terjadi penimbunan jaringan ikat pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu.

·   Produksi progesterone mengalami penurunan, sehingga otot rahim sensitif terhadap oksitosin.

·   Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesterone tertentu.

3.      Teori oksitosin

·   Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis pars posterior

·   Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitifitas otot rahim, sehingga terjadi Braxton hicks.

·   Menurunnya konsentrasi progesterone akibat tuanya kehamilan, masa oksitosin dapat meningkatkan aktivitas sehingga persalinan dapat dimulai.

4.      Teori protoglandin

·   Konsentrasi progesteron meningkat sejak usia kehamilan 15 minggu yang dikeluarkan oleh desidua.

·   Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.

·   Prostaglandin dianggap sebagai pemicu terjadinya persalinan

5.      Teori hipotalamus Pituari dan Glandula Suprarenalis

·   Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anenchepalus sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Teori ini dikemukakan oleh liggin (1973).

·   Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin, induksi (mulainya) persalinan.

·   Dari percobaan tersebut disimpulkan ada hubungan antara hipotalamus-pituari dengan mulainya persalinan.

·   Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan.

6.      Teori Plasenta menjadi tua

Proses penuaan placenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu. Produksi progesterone mengalami penurunan sehingga menyebabkan kekejangan pembuluh darah, sehingga otot-otot rahim lebih sering berkontraksi.

7.      Teori iritasi mekanik

Dibelakang serviks terletak ganglion serviks (fleksus fronkenhauser). Bila ganglion ini digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala janin akan timbul kontraksi uterus.

8.      Teori fetal kortisel

Sapi yang diinfus ACTH dapat lahir premature. Hal ini menunjukkan fetus mempunyai peranan penting dalam memulai persalinan. Fetus anconcheptal lebih lama lahir dibanding fetus normal.

9.      Teori Janin

Janin mengeluarkan sinyal kepada maternal, walaupun sampai saat ini belum diketahui seperti apa sinyalnya. Fetus mempunyai peran penting dalam persalinan, pada anenchepal lebih lama lahir daripada fetus normal.

10.  Teori rangsangan esterogen

Esterogen        Konsentrasi actin, myosin, ATP

 


Sintesa prostaglandin

 

Kontraksi myometrium                      Persalinan

b.      Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan

1.      Passenger

Pada faktor passenger, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin. Karena plasenta juga harus melalui jalan lahir, maka ia dianggap sebagai penumpang yang menyertai janin (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).

2.      Passage away

Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul, vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatif kaku (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).

3.      Powers

His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul (Saifuddin, dkk, 2010). Ibu melakukan kontraksi involunter dan  volunter secara bersamaan (Bobak, Lowdermilk &Jensen, 2004).

4.      Position

Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologis persalinan. Posisi tegak memberi sejumlah keuntungan. Mengubah posisi membuat rasa letih hilang, memberi rasa nyaman, dan memperbaiki sirkulasi. Posisi tegak meliputi posisi berdiri, berjalan, duduk, dan jongkok (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).

5.      Psychologic Respons

Pada kebanyakan wanita, persalinan dimulai saat trejadi kontraksi uterus pertama dan dilanjutkan dengan kerja keras selama jam-jam dilatasi dan melahirkan kemudian berakhir ketika wanita dan keluarganya memulai proses ikatan dengan bayi. Perawatan ditunjukkan untuk mendukung wanita dan keluarganya dalam melalui proses persalinan supaya dicapai hasil yang optimal bagi semua yang terlibat. Wanita yang bersalin biasanya akan mengutarakan berbagai kekhawatiran jika ditanya, tetapi mereka jarang dengan spontan menceritakannya (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).

c.       Diagnosis Persalinan

Berdasarkan buku pelayanan kesehatan maternal dan neonatal(2002), curigai atau antisipasi adanya persalinan jika wanita tersebut menunjukkan tanda atau gejala sebagai berikut:

·      Nyeri abdomen yang bersifat intermitten setelah kehamilan 22 minggu.

·      Nyeri disertai lendir darah.

·      Adanya pengeluaran air dari vagina atau keluarnya air secara tiba-tiba.

Memastikan keadaan inpartu jika:

·         Serviks serasa melunak: adanya pemendekan dan pendataran serviks secara progresif selama persalinan.

·         Dilatasi serviks: peningkatan diameter pembukaan serviks yang diukur dalam sentimeter.

d.      Mekanisme persalinan

Mekanisme persalinan berdasarkan Sofian (2011), ada 7 tahap yaitu:

1. Engagement

     Ketika diameter biparietalis melewati PAP : masuknya kepala kedalam PAP biasanya dengan sutura sagitalis melintang dan dengan flexi ringan. Masuknya kepala kedalam PAP pada primigravida. Sudah terjadi pada bulan terakhir dari kehamilan tetapi pada multigravida biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan. Penurunan bagian terendah janin ke dalam rongga panggu ini akan dirasakan ibu sebagai Lightening

2. Desent (penurunan)

     Penurunan ini diakibatkan oleh tekanan cairan intra uterine, tekanan langsung oleh fundus pada bokong saat ada kontraksi, usaha mengejan yang menggunakan otot-otot abdomen, ekstensi dan pelurusan badan janin.

3. Flexion

Dengan majunya kepala biasanya juga flexi bertambah hingga UUK jelas lebih rendah dari UUB. Keuntungan dari bertambahnya flexi ialah bahwa ukuran kepala yang lebih kecil melalui jalan lahir. Diameter sub occipito frontalis (11 cm). Flexi ini disebabkan karena anak didorong maju dan sebaliknya mendapat tekanan dari pintu atas panggul serviks, dinding panggul atau dasar panggul. 

4. Putaran paksi dalam

     Yang dimaksud adalah putaran dari bagian depan sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan bawah sumphisis. Pada presentasi belakang kepala, bagian yang terendah adalah bagian UUK dan bagian ini yang melakukan putaran ke depan ke bawah symphisis putaran paksi dalam mutlak untuk melahirkan kepala karena merupakan usaha menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir. Putaran paksi dalam terjadi bersamaan dengan majunya kepala dan tidak terjadi sebelum kepala sampai hudge III. Kadang-kadang baru setelah kepala sampai di dasar panggul, sebab-sebab putaran paksi dalam :

a.     Pada letak flexi, bagian belakang kepala merupakan bagian terendah kepala.

b.    Bagian terendah dari kepala mencari tahanan yang paling sedikit terdapat sebelah dalam atas dimana terdapat hiatus genitalis antara m levator ani kiri dan kanan.

c.     Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter antara posterior.

5.  Extention

Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai didasar panggul terjadilah ekstansi dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah pangul mengarah ke depan dan ke atas. Sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya. Kalau tidak terjadi ekstensi kepala akan tertekan pada perineum dan menembusnya pada kepala bekerja dua kekuatan yang satu mendesaknya ke bawah dan satunya disebabkan tahanan dasar panggul yang menolaknya ke atas. Result efeknya ialah kekuatan ke arah depan atas. Setelah sub occiput tertahan pada pinggir bawah symphisis maka yang dapat maju karena kekuatan tersebut di atas bagian yang berhadapan dengan sub occiput, maka lahirlah berturut-turut pada pinggir atas perineum ubun-ubun besar, dahi, hidung, mulut dan akhirnya dengan dagu gerakan akstensi.

6.  External Rotation

     Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam. Gerakan ini disebut putaran restitusi (putaran balasan). Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga ke belakang kepala berhadapan dengan tuber ischiadicum sepihak (disisi kiri). Gerakan yang terakhir ini adalah putaran faksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu luar yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu (diameter bisa cramial menempatkan diri dalam diameter antero posterior dari pintu bawah panggul).

7.  Expulsion

     Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai di bawah symphisis dan menjadi hipomocclion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah  paksi jalan lahir.       

e.       Tahapan Persalinan

Berdasarkan asuhan persalinan normal JNPK-KR (2008),proses persalinan dibagi menjadi 4 kala, yaitu:

            Kala I          : Dimulai dari his yang menimbulkan pembukaan sampai pembukaan cervix menjadi lengkap

Kala II         : Dimulai dari pembukaan lengkap sampai lahirnya bayi

Kala III        : Dimulai dari lahirnya bayi hingga lahirnya placenta

Kala IV        : Dimulai setelah lahirnya plasenta hingga 2 jam postpartum

1.      Kala I (Kala Pembukaan)

Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). kala I persalinan dimulai sejak kontraksi. Kala I persalinan dibagi menjadi 2 fase yaitu :

·         Fase Laten

-          Fase ini dimulai sejak awal terjadinya kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap yang berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.

-          Pada umumya, fase laten berlangsung hampir atau sampai 8 jam.

-          Kontraksi mulai teratur tetapi lamanya masih di antara 20-30 detik.

·         Fase Aktif

-          Fase ini berlangsung dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara).

-          Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap adekuat atau memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih).

-       Terjadi penurunan bagian terendah janin.

-      Fase aktif dibagi dalam 3 fase lagi, yaitu :

a.       Fase akselarasi (fase percepatan)

                                 Dari pembukaan 3 cm – 4 cm yang dicapai dalam 2 jam.

b.Fase kemajuan maksimal

                                 Dari pembukaan 4 cm – 9 cm yang dicapai dalam 2 jam

c. Fase deselerasi 

Dari pembukaan 9 cm – 10 cm selama 2 jam

   Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 12 jam sedangkan pada multigravida berlangsung kira-kira 8 jam.

Pada kala I dimana his frekuensinya menjadi lebih sering dan amplitudonya menjadi lebih tinggi maka agar peredaran darah ke uterus menjadi lebih baik, maka ibu di suruh miring ke satu sisi sehingga uterus dan seluruh isinya tidak serta merta menekan pembuluh darah di panggul. Kontraksi uterus juga menjadi lebih efisien dan putar paksi dalam berlangsung lebih lancar bila ibu miring ke sisi dimana ubun-ubun kecil berada.

Peran pendamping dalam membantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling nyaman selama kala II. Hal ini dapat membantu kemajuan persalinan, mencari posisi yang penting efektif dan menjaga sirkulasi utero plasenter tetap baik.

Beberapa ibu merasa bahwa merangkak atau berbaring miring ke kiri membuat mereka lebih nyaman dan efektif meneran. Kedua posisi tersebut juga akan membantu perbaikan posisi oksiput yang melintang untuk berputar menjadi posisi oksiput anterior. Posisi miring berbaring ke kiri memudahkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi jika ia mengalami kelelahan dan juga untuk mengurangi resiko terjadinya laserasi perineum (APN, 2009).

Tabel 1. Tambahan pemantauan pada kala I pada persalinan normal

Parameter

Fase Laten

Fase Aktif

Suhu badan

Tekanan darah

Nadi

Djj

Kontraksi

Pembukaan serviks

Penurunan 

Setiap 4 jam

Setiap 4 jam

Setiap 30-60 menit

Setiap 1 jam

Setiap 1 jam

Setiap 4 jam

Setiap 4 jam

Setiap 24 jam

Setiap 4 jam

Setiap 30-60 menit

Setiap 30 jam

Setiap 30 jam

Setiap 4 jam

Setiap 4 jam

 

2.      Kala II (Kala Pengeluaran Bayi)

Disebut juga kala pengeluaran yang terjadi 20 menit hingga 3 jam. Kontraksi pada kala ini menjadi semakin kuat dengan lama 49-90 detik. Namun durasi kontraksi menjadi lebih panjang, yaitu 3-5 menit. Hal ini berguna untuk memberi waktu ibu beristirahat dan menghindari terjadinya asfiksia pada janin.

Pertolongan Kala II sesuai standar Asuhan Persalinan Normal (APN):

a.       Persalinan memasuki kala II jika telah terdapat tanda dan gejala berupa:

1)      Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi

2)      Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum dan atau vagina

3)      Perineum menonjol

4)      Vulva-vagina dan spinchter ani membuka

5)      Meningkatnya pengeluaran lender bercampur darah

Tanda pasti ditentukan melalui periksa dalam yang hasilnya:

1)      Pembukaan serviks telah lengkap

2)      Terlihat bagian kepala bayi melalui introitus vagina

b.      Persiapan penolong persalinan

Memastikan penerapan prinsip dan praktek pencegahan infeksi (PI) yang dianjurkan, termasuk mencuci tangan, memakai sarung tangan, dan perlengkapan pelindung pribadi.

1)      Sarung tangan

Sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril harus dipakai selama melakukan periksa dalam, membantu kelahiran bayi, episiotomy, penjahitan laserasi dan asuhan segera bagi bayi baru lahir.

2)      Perlengkapan pelindung pribadi

Penolong persalinan harus memakai celemek yang bersih dan penutup kepala. Selain itu gunakan masker penutup mulut dan pelindung mata (kaca mata) yang bersih dan nyaman.

3)      Persiapan tempat persalinan, peralatan, dan bahan

Ruangan harus memiliki pencahayaan/penerangan yang cukup. Ibu dapat menjalani persalinan di tempat tidur dengan kasur yang dilapisi kain penutup yang bersih, kain tebal, dan pelapis anti bocor. Ruangan harus hangat dan terhalang dari tiupan angin secara langsung. Selain itu harus tersedia meja atau permukaan bersih dan mudah dijangkau untuk meletakkan peralatan.

4)      Penyiapan tempat dan lingkungan untuk kelahiran bayi

Siapkan lingkungan yang sesuai bagi proses kelahiran bayi dengan memastikan bahwa ruangan tersebut bersih, hangat (minimal 250C), pencahayaan cukup, dan bebas dari tiupan angin.

 

 

 

5)      Persiapan ibu dan keluarga

·   Asuhan Sayang Ibu

-       Anjurkan agar ibu selalu didampingi oleh keluarganya selama proses persalinan dan kelahiran bayinya.

-       Anjurkan keluarga ikut terlibat dalam pemberian asuhan.

-       Penolong persalinan dapat member dukungan dan semangat kepada ibu dan anggota keluarga.

-       Tenteramkan hati ibu dalam menghadapi dan menjalani kala II persalinan.

-       Bantu ibu untuk memilih posisi yang nyaman saat meneran.

-       Setelah pembukaan lengkap, anjurkan ibu hanya meneran apabila ada dorongan kuat dan spontan untuk meneran. Anjurkan ibu beristirahat diantara kontraksi.

-       Anjurkan ibu untuk makan minum selama kala II persalinan.

-       Berikan rasa aman dan semangat serta tentramkan hatinya selama proses persalinan berlangsung.

·   Membersihkan Perineum Ibu

Gunakan gulungan kapas atau kasa yang bersih dan air matang (DTT), bersihkan mulai dari bagian atas ke arah bawah (anterior vulva kea rah rectum) untuk mencegah kontaminasi tinja. Letakkan kain bersih di bawah bokong saat ibu mulai meneran. Bersihkan tinja yang keluar saat ibu meneran menggunakan kain dan jelaskan pada ibu bahwa hal tersebut merupakan hal yang biasa terjadi.

·   Mengosongkan Kandung Kemih

Anjurkan ibu untuk berkemih setiap 2 jam atau lebih sering jika kandung kemih selalu terasa penuh. Jika diperlukan, bantu ibu ke kamar mandi. Jika ibu tidak dapat ke kamar mandi, bantu agar ibu dapat duduk dan berkemih di wadah penampung urin.

c.       Penatalaksanaan fisiologis kala II:

1)      Membimbing ibu untuk meneran

·         Anjurkan ibu untuk meneran mengikuti dorongan alamiahnya selama kontraksi

·         Beritahu ibu untuk tidak menahan napas saat meneran

·         Minta ibu untuk berhenti meneran dan beristirahat diantara kontraksi

·         Minta ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran. Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ibu akan lenih mudah meneran jika lutut ditarik ke arah dada dan dagu ditempelkan ke dada

·         Tidak diperbolehkan mendorong fundus untuk membantu kelahiran bayi, karena dapat meningkatkan resiko distorsia bahu dan rupture uteri.

2)      Posisi ibu saat meneran

Ibu dapat mengubah-ubah posisi secara teratur selama kala II karena hal ini dapat membantu kemajuan persalinan, mencari posisi meneran yang paling efektif dan menjaga sirkulasi utero-placenta tetap baik.

·         Posisi duduk atau setengah duduk, dapat memberikan rasa nyaman bagi ibu dan memberikan kemudahan bagi ibu beristirahat di antara kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi tersebut adalah gaya gravitasi membantu ibu melahirkan bayinya.

·         Jongkok atau berdiri, membantu mempercepat kemajuan kala II persalinan dan mengurangi rasa nyeri.

·         Merangkak atau berbaring miring ke kiri, bagi beberapa ibu posisi ini dapat membuat lebih nyaman dan efektif untuk meneran. Kedua posisi ini juga membantu perbaikan posisi oksiput yang melintang untuk berputar menjadi posisi oksiput anterior. Posisi merangkak seringkali membantu ibu mengurangi nyeri punggung saat persalinan. Posisi miring kiri memudahkan ibu beristirahat dan dapat mengurangi resiko terjadinya laserasi perineum.

d.      Menolong kelahiran bayi

1)      Posisi ibu saat melahirkan

Ibu dapat melahirkan bayinya pada posisi apapun, kecuali pada posisi berbaring telentang (Supine position). Jika ibu berbaring telentang maka berat uterus dan isinya (janin, cairan ketuban, plasenta, dll) menekan vena cava inferior ibu. Hal ini akan mengurangi pasokan oksigen melalui sirkulasi utero-placenta sehingga akan menyebabkan hipoksia pada bayi. Berbaring telentang juga akan mengganggu kemajuan persalinan dan menyulitkan ibu untuk meneran secara efektif (Enkin, et al, 2000).

2)      Pencegahan laserasi

Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Jalin kerjasama dengan ibu dan gunakan perasat manual yang tepat dapat mengatur kecepatan kelahiran bayi dan mencegah terjadinya laserasi.

Indikasi untuk melakukan episiotomy:

-       Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan

-       Penyulit kelahiran per vaginam (sungsang, distosia bahu, ekstraksi cunam/forcep atau ekstraksi vakum)

-       Jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambat kemajuan persalinan

Episiotomi rutin tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan:

-       Meningkatnya jumlah darah yang hilang dan resiko hematoma

-       Kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak pada episiotomi rutin dibandingkan dengan tanpa episiotomi

-       Meningkatnya nyeri pasca persalinan di daerah perineum

-       Meningkatnya resiko infeksi (terutama jika prosedur PI diabaikan)

3)      Melahirkan kepala

Saat kepala bayi membuka vulva (5-6 cm), letakkan kain yang bersih dan kering yang dilipat 1/3nya di bawah bokong ibu dan siapkan kain atau handuk bersih di atas perut ibu (untuk mengeringkan bayi segera setelah lahir). Lindungi perineum ibu dengan satu tangan (di bawah kain bersih dan kering), ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4 jari tangan pada sisi yang lain dan tangan yang lain pada belakang kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara bertahap melewati introitus dan perineum. Perhatikan perineum saat kepala keluar dan dilahirkan. Usap muka bayi dengan kain atau kasa bersih atau DTT untuk membersihkan lender dan darah dari mulut dan hidung bayi. Jangan melakukan pengisapan lender secara rutin pada mulut dan hidung bayi.

4)      Periksa tali pusat pada leher

Setelah kepala bayi lahir, minta ibu untuk berhenti meneran dan bernapas cepat. Periksa leher bayi apakah terlilit oleh tali pusat atau tidak. Jika ada lilitan di leher bayi dan cukup longgar maka lepaskan lilitan tersebut dengan melewati kepala bayi. Jika lilitan tali pusat sangat erat maka jepit tali pusat dengan klem pada 2 tempat dengan jarak 3 cm, kemudian potong tali pusat diantara 2 klem tersebut.

5)      Melahirkan bahu

Setelah menyeka mulut dan hidung bayi serta memeriksa tali pusat, tunggu kontraksi berikut sehingga terjadi putar paksi luar secara spontan. Letakkan tangan pada sisi kiri dan kanan kepala bayi, minta ibu meneran sambil menekan kepala kea rah bawah dan lateral tubuh bayi hingga bahu depan melewati simfisis. Setelah bahu depan lahir, gerakkan kepala ke atas dan lateral tubuh bayi sehingga bahu bawah dan seluruh dada dapat dilahirkan.

Tanda-tanda dan gejala distosia bahu:

-          Kepala seperti tertahan di dalam vagina

-          Kepala lahir tetapi tidak terjadi putar paksi luar

-          Kepala sempat keluar tetapi tertarik kembali ke dalam vagina (turtle sign)

6)      Melahirkan seluruh tubuh

Saat bahu posterior lahir, geser tangan bawah (posterior) ke arah perineum dan sanggah bahu dan lengan atas bayi pada tangan tersebut. Gunakan jari-jari tangan yang sama untuk mengendalikan kelahiran siku dan tangan pada sisi posterior bayi pada saat melewati perineum. Gunakan tangan yang sama untuk menopang lahirnya siku dan tangan posterior saat melewati perineum. Tangan bawah (posterior) menopang samping lateral tubuh bayisaat lahir. Secara simultan, tangan atas (anterior) untuk menelusuri dan memegang bahu, siku dan lengan bagian anterior. Lanjutkan penelususran dan memegang tubuh bayi ke bagian punggung, bokong, dan kaki. Dari arah belakang, sisipkan jari telunjuk tangan atas di antara kedua kaki bayi yang kemudian dipegang dengan ibu jari dan ketiga jari tangan lainnya. Letakkan bayi di atas kain atau handuk yang telah disiapkan pada perut bawah ibu dan posisikan kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya. Segera keringkan sambil melakukan rangsangan taktil pada tubuh bayi dengan kain atau selimut di atas perut ibu. Pastikan bahwa kepala bayi tertutup dengan baik.

7)      Memotong tali pusat

Dengan menggunakan klem DTT, lakukan penjepitan tali pusat dengan klem pada sekitar 3 cm dari dinding perut (pangkal pusat) bayi. Tekan tli pusat dari titik jepitan dengan 2 jari kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu (agar darah tidak terpancar pada saat dilakukan pemotongan tali pusat). Lakukan penjepitan kedua dengan jarak 2 cm dari tempat jepitan pertama pada sisi atau mengarah ke ibu. Pegang tali pusat di antara kedua klem tersebut, satu tangan menjadi landasan tali pusat sambil melindungi bayi, tangan yang lain memotong tali pusat di antara kedua klem tersebut dengan menggunakan gunting desinfeksi tingkat tinggi atau steril. Setelah memotong tali pusat, ganti handuk basah dan selimut bayi dengan selimut atau kain yang bersih dan kering. Pastikan bahwa kepala bayi terselimuti dengan baik.

e.       Pemantauan selama kala II persalinan

Pantau, periksa dan catat:

-          Nadi ibu setiap 30 menit

-          Frekuensi dan lama kontraksi setiap 30 menit

-          DJJ setiap selesai meneran atau setiap 5-10 menit

-          Penurunan kepala bayi setiap 30 menit melalui pemeriksaan abdomen (periksa luar) dan periksa dalam setiap 60 menit atau jika ada indikasi, hal ini dilakukan lebih cepat

-          Warna cairan ketuban jika selaputnya sudah pecah (jernih atau bercampur mekonium atau darah)

-          Apakah ada presentasi majemuk atau tali pusat di samping atau terkemuka

-          Putar paksi luar segera setelah kepala bayi lahir

-          Kehamilan kembar yang tidak diketahui sebelum bayi pertama lahir

Catatkan semua hasil pemeriksaan dan intervensi yang dilakukan pada catatan persalinan (JNPK-KR, 2008).

3.      Kala III (Kala Uri)

Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban pada kala III persalinan, otot miometrium berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan melipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah plasenta lepas, maka plasenta dalam akan turun ke bagian bawah atau kedalam vagina bersamaan dengan adanya his(JNPK-KR, 2008)

Fisiologi Kala III:

·     Lepasnya placenta dari implantasinya pada dinding uterus

Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal, dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina. (Asuhan Persalinan Normal, JNPK-KR, 2008)

·        Pengeluaran placenta dari cavum uteri

Berdasarkan buku sinopsis obstetri(1998), pengeluaran placenta dari cavum uteri dilakukan setelah memastikan placenta telah lepas dari perlekatannya. Beberapa cara untuk mengetahui apakah placenta telah lepas antara lain dengan:

1)      Perasat Kustner

Tangan kanan meregangkan tali pusat dan tangan kiri menekan simfisis. Jika tali pusat masuk ke dalam vagina berarti placenta belum lepas dan jika tali pusat bertambah panjang berarti placenta sudah lepas.

b.      Perasat Strassmann

Tangan kanan meregangkan tali pusat dan tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada tali pusat berarti placenta belum lepas, tapi jika tidak terasa getaran berarti placenta telah lepas.

c.       Perasat Klein

Ibu diminta meneran sehingga tali pusat tampak keluar dari vagina. Jika meneran dihentikan dan tali pusat masuk kembali ke dalam vagina berarti placenta belum lepas, begitu pula sebaliknya.

·         Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal di bawah ini:

1)      Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear (globuler) dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan).

2)      Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld).

3)      Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental pooling) dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas (Asuhan Persalinan Normal, JNPK-KR, 2008).

·         Manajemen Aktif Kala III:

Berdasarkan asuhan persalinan normal JNPK-KR (2008), tujuan manajemen ini adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif agar dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan, dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Keuntungan manajemen aktif kala III:

1.      Persalinan kala III yang lebih singkat

2.      Mengurangi jumlah kehilangan darah

3.      Mengurangi kejadian retensio plasenta

Keuntungan tersebut dapat dicapai melalui tiga langkah utama manajemen aktif kala III:

1.      Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir

2.      Melakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT)

3.      Masase fundus uteri

Langkah-langkah manajemen aktif kala III:

1.      Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain.

2.      Beritahu ibu bahwa akan disuntik.

3.      Suntikkan oksitosin 10 unit IM pada 1/3 bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis).

4.      Berdiri di samping ibu.

5.      Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala II) pada tali pusat sekitar 5-20 cm dari vulva.

6.      Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu tepat di atas simfisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menahan uterus pada saat melakukan penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan satu tangan dan tangan lain (pada dinding abdomen) menekan uterus kea rah lumbal dan kepala ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya inversion uteri.

7.      Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus kontraksi kembali (sekitar dua atau tiga menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.

8.      Saat mulai kontraksi tegangkan tali pusat kea rah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.

9.      Jika langkah 8 di atas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan tali pusat.

a.       Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya.

b.      Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding uterus.

10.  Setelah plasenta terlepas, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai (mengikuti poros jalan lahir).

11.  Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali pusat ke atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya. Pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara lembut putar plasenta searah jarum jam hingga selaput plasenta terpilin menjadi satu.

12.  Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban.

13.  Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks. Gunakan jari-jari atau klem DTT/steril atau forcep untuk mengeluarkan selaput ketuban yang teraba.

14.  Periksa kontraksi uterus dan lakukan masase pada fundus uterus ibu. Apabila kontraksi baik akan terlihat fundus uteri keras seperti batu.

15.   Periksa ukuran dan berat plasenta.

4.      Kala IV

Berdasarkan asuhan persalinan normal JNPK-KR (2008), kala IV persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah itu. Setelah plasenta lahir, hal-hal yang harus dilakukan adalah:

a.       Lakukan rangsangan taktil (masase) uterus untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan kuat.

b.      Evaluasi tinggi fundus uterus dengan meletakkan jari tangan secara melintang dengan pusat sebagai patokan. Umumnya, fundus uteri setinggi atau beberapa jari di bawah pusat.

c.       Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan. Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk menilai kondisi ibu. Cara tak langsung untuk mengukur kehilangan darah adalah melalui penampakan gejala dan tekanan darah. Apabila perdarahan menyebabkan ibu lemas, pusing, dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistolik turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdarahan lebih dari 500 ml. bila ibu mengalami syok hipovolemik, maka ibu telah kehilangan darah 50% dari total jumlah darah ibu (2000 – 2500 ml). (Asuhan Persalinan Normal,JNPK-KR, 2008)

Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi atau episiotomi) perineum perdarahan pada ibu dianggap normal jika < 500 cc. Perluasan laserasi perineum:

·         Derajat Satu, laserasi pada mukosa vagina, komisura posterior, dan kulit perineum. Laserasi derajat satu tak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan aposisi luka baik.

·         Derajat Dua, laserasi pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, dan otot perineum. Laserasi derajat dua dijahit menggunakan teknik penjahitan laserasi perineum.

·         Derajat Tiga, laserasi pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, dan otot spinchter ani.

·         Derajat Empat, laserasi pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spinchter ani, dan dinding depan rectum. Laserasi derajat tiga dan empat harus segera di rujuk ke fasilitas terdekat, karena penolong APN tidak dibekali keterampilan untuk reparasi laserasi perineum derajat tiga dan empat

d.      Evaluasi keadaan umum ibu. Selama dua jam pertama pasca persalinan:

·         Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih, dan darah yang keluar setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua kala IV.

·         Masase uterus untuk membuat kontraksi uterus menjadi baik setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua kala IV.

·         Pantau temperature tubuh setiap jam selama dua jam pertama pasca persalinan.

·         Nilai perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit pada satu jam kedua kala IV.

·         Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai kontraksi uterus dan jumlah darah yang keluar serta bagaimana melakukan masase jika uterus menjadi lembek.

·         Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan bantu ibu untuk mengenakan baju atau sarung yang bersih dan kering, atur posisi ibu agar nyaman. Jaga agar bayi diselimuti dengan baik, bagian kepala tertutup, kemudian berikan bayi kepada ibu dan anjurkan untuk dipeluk dan diberi ASI.

·         Lengkapi asuhan esensial bagi bayi baru lahir.

e.       Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala IV di bagian belakang partograf segera setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian dilakukan.

Tabel 2. Lamanya persalinan pada primi dan multi

 

Primi

Multi

Kala I

Kala II

Kala III

Lama Persalinan

13 jam

1 jam

½ jam

14 ½ jam

7 jam

½ jam

¼ jam

7 ¾ jam

Sumber: (JNPK-KR, 2008)

2.2      KonsepDasarPersalinan Kala II Memanjang

2.2.1 Pengertian

American Collage of Obstetricians and Gynecologist (ACOG), (2004) mendefinisikan kala II lama (prolonged second stage of labor) yaitu pada nulipara 3 jam dengan epidural dan 2 jam tanpa epidural, pada multipara 2 jam dengan epidural dan 1 jam tanpa epidural. Definisi lain yaitu kala II lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 2 jam pada primipara, dan lebih dari 30 menit sampai 1 jam pada multipara. (Sinopsis Obsestetri, 2010). Sedangkan menurut Sarwono (2008), kala II Lama adalah persalinan dengan tidak ada penurunan kepala > 1 jam untuk nulipara dan multipara. Kala 2 memanjang menjadi salah satu penyebab kematian ibu karena paa partus lama akan menyebabkan infeksi,kehabisan tenaga, dehidrasi pada ibu, dan dapat menjadi penyebab perdarahan post partum. 

2.2.2 Etiologi

Secara umum penyebab kala II lama dapat dibagi ke dalam beberapa faktor yaitu faktor tenaga (power), faktor jalan lahir (passage), faktor anak (passenger), faktor psikis dan faktor penolong.

a.       faktor tenaga

His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri kemudian menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan dominasi kekuatan pada fundus uteri (lapisan otot uterus paling dominan) kemudian terdapat relaksasi secara merata dan menyeluruh. Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida tua. Kelainan anatomis uteri juga menghasilkan kelainan his. Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri. Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atau hidramnion juga dapat menyebabkan inersia uteri (Neilson, 2003).

Kelainan tenaga pada kala II lama menurut Neilson (2003), dapat dibagi menjadi 2, yaitu:

1.      Inertia uteri

Kelainannya terletak dalam hal kontraksi uterus yaitu lebih singkat, dan jarang daripada biasanya. Keadaan umum penderita biasanya baik, dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya, baik bagi ibu maupun bagi janin, kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama. Keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic uterine contraction Kalau timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama, hal itu dinamakan inersia uteri sekunder. Hingga saat ini etiologi dari inertia belum diketahui tetapi beberapa faktor dapat mempengaruhi: umum (primigravida pada usia tua, anemia, perasaan tegang dan emosional, pengaruh hormonal: oksitosin dan prostaglandin, dan penggunaan analgetik yang tidak tepat), dan lokal (overdistensi, perkembangan anomali uterus misal hypoplasia, mioma, malpresentasi, malposisi, dan disproporsi cephalopelvik, kandung kemih dan rektum penuh).

2. Incoordinate uterine action.

Disini sifat his berubah sehingga tonus otot uterus meningkat, juga diluar his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronasi antara kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan. Selain 2 hal tersebut diatas, kurang adekuatnya mengejan dapat menyebabkan terjadinya kala II lama. Kekuatan yang dihasilkan oleh kontraksi otot abdomen dapat terganggu secara bermakna sehingga bayi tidak dapat lahir secara spontan melalui vagina. Sedasi berat atau anestesia regional kemungkinan besar mengurangi dorongan refleks untuk mengejan.

b.      faktor jalan lahir

Pada panggul ukuran kecil akan terjadi disproporsi dengan kepala janin sehingga kepala janin tidak dapat melewati panggul meskipun ukuran janin berada dalam batas normal. Panggul sempit yang penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul. Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat panggul sempit lainnya. Karena kepentingan tersebut panggul sempit dapat dibagi menurut Munro Kerr:

1.    Kelainan herediter:

·      Panggul Naegele: tidak adanya salah satu sacral alae

·      Panggul Robert: tidak adanya kedua sacral alae

·      High assimilation pelvis: sakrum terdiri dari 6 vertebra

·      Low assimilation pelvis: sakrum terdiri dari 4 vertebra

·      Split pelvis: simfisis pubis terpisah

2. Kelainan tulang sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur,atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.

3. Kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis, spondilolistesis

4. Kelainan kaki: koksitis, luksasio koksa, atrofi atau kelumpuhan satu kaki

Kesempitan panggul dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:

1. Kesempitan pada pintu panggul atas

Pintu atas panggul dianggap sempit apabila conjugata vera kurang dari 10 cm atau diameter transversa kurang dari 12 cm. Pada panggul sempit kepala memiliki kemungkinan lebih besar tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga serviks uteri kurang mengalami tekanan kepala.

2. Kesempitan pada pintu panggul tengah

Dengan sacrum melengkung sempurna, foramen ischiadikus mayor cukup luas dan spina ischiadika tidak menonjol diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menghalangi bagi lewatnya kepala janin. Ukuran terpenting yang hanya bisa ditetapkan dengan pelvimetrirontenologik ialah distansia interpinarum. Apabila ukuran ini kurang dari 9,5 cm maka perlu kita waspada terhadap kemungkinan kesukaran pada persalinan, terutama jika ukuran diameter sagitalis posterior pendek. Pada panggul tengah yang sempit, lebih sering ditemukan posisi kepala janin berupa posisi oksipitalis posterior persisten atau presentasi kepala dalam posisi lintang tetap (tranverse arrest).

3. Kesempitan pada pintu panggul bawah

Bila diameter transversa dan diameter sagitalis posterior kurang dari 15cm,

maka sudut arkus pubis juga mengecil (<80º) sehingga timbul kemacetan pada kelahiran janin ukuran biasa.

Selain panggul, jalan lahir terbentuk melalui bagian lunak yang dalam kenyataannya bisa terdapat gangguan yang menyebabkan terjadinya kala II lama:

1. Vulva

·      Edema

Walaupun jarang merupakan rintangan bagi kelahiran pervaginam, adanya edema pada vulva dapat memperlama kala pengeluaran. Edema tersebut dapat disebabkan karena penderita dibiarkan meneran terus menerus pada kala II. Selain itu, kemungkinan adanya edema juga bisa

pada waktu hamil, disebabkan oleh preeklamsia maupun gangguan gizi.

·      Stenosis

Disebabkan oleh adanya perlukaan maupun radang yang menyebabkan

ulkus dan sembuh dengan meninggalkan parut-parut yang mengganggu

kala II persalinan. Tetapi kesulitan ini dapat diatasi dengan epiostomi

yang cukup luas

·      Tumor

Bentuk neoplasma yang ditemukan pada vulva.

2. Vagina

·      Stenosis vagina kongenital

Stenosis vagina kongenital dibagi menjadi dua, yaitu: septum vagina lengkap atau septum tidak lengkap. Gangguan kala II lebih sering disebabkan oleh adanya septum tidak lengkap pada vagina. Septum tidak lengkap sering menahan turunnya kepala janin pada persalinan. Stenosis dapat terjadi karena parut-parut akibat perlukaan dan radang. Pada stenosis vagina yang tetap kaku pada kehamilan dan merupakan

halangan untuk lahirnya janin, perlu dipertimbangkan sectio cesaria.

·      Tumor vagina

Adanya tumor pada vagina bisa pula menyebabkan persalinan rintangan

bagi lahirnya janin per vaginam. Adanya tumor vagina bisa pula menyebabkan persalinan per vaginam dianggap mengandung terlampau banyak resiko.

 

3. Serviks uteri

·      Distosia servikalis atau dysfungctional uterine action

·      Konglutio orifisii eksternii

Jarang terjadi, dimana kala I serviks uteri menipis akan tetapi pembukaan tidak terjadi, sehingga merupakan lembaran kertas di bawah

kepala janin. Diagnosis ditegakkan dengan dengan menumukan ostium uteri eksternum ditengah-tengah lapisan tersebut.

·      Karsinoma servisis uteri

4. Uterus

Kelainan yang dapat mengganggu persalinan adanya mioma uteri, dimana

mioma uteri tersebut dapat menghalangi jalan lahir, menyebabkan janin

letak lintang, dan menyebabkan adanya inersia uteri

5. Ovarium

Tumor ovairum dapat menyebabkna adanya halangan lahirnya janin pervaginam. Tumor tersebut untuk sebagian atau seluruhnya terletak dalam cavum douglas. Membiarkan persalinan berjalan lama, yang dapat menyebabkan pecahnya tumor (tumor kistik) atau rupture uteri (tumor solid), dan atau infeksi intrapartum.

c.       faktor anak

                        Selain kelainan karena tenaga dan panggul, kala II lama dapat disebabkan karena terdapatnya kelainan pada faktor anak (passenger). Kelainan tersebut meliputi:

1. Kelainan pada presentasi, posisi maupun letak, yang meliputi:

a) Malpresentasi

·  Presentasi Puncak

Pada presentasi ini, kepala janin dalam keadaan defleksi ringan ketika melewati jalan lahir. Sehingga ubun-ubun besar menjadi bagian terendah. Pada presentasi puncak kepala, lingkaran kepala yang melalui jalan lahir adalah sirkumfernsia frontooksipitalis dengan titik perputaran yang berada di bawah simfisis adalah glabella. Presentasi ini memriliki prognosis yang buruk karena dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas baik ibu maupun janin.

·  Presentasi Muka

Presentasi muka adalah keadaan dimana kepala dalam kedudukan defleksi maksimal, sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka merupakan bagian terendah yang menghadap ke bawah. Presentasi muka dikatakan primer jika terjadi sejak masa kehamilan, dan dikatakan sekunder jika baru terjadi pada masa persalinan. Pada umumnya penyebab terjadinya presentasi muka adalah keadaan-keadaan yang memaksa terjadinya defleksi kepala atau keadaan yang menghalangi terjadinya fleksi kepala. Oleh karena itu presentasi muka dapat ditemukan pada panggul sempit atau pada janin besar. Multiparitas dan perut gantung juga merupakan faktor yang memudahkan terjadinya presentasi muka. Kelainan janin seperti anensefalus dan tumor di leher depan juga dapat menyebabkan presentasi muka. Terkadang presentasi muka dapat terjadi pada kematian janin intrauterine akibat otot janin yang telah kehilangan tonusnya.

·  Presentasi Dahi

Presentasi dahi adalah keadaan dimana kedudukan kepala berada diantara fleksi maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan bagian terendah. Pada umumnya, presentasi dahi bersifat sementara, dan sebagian besar akan berubah menjadai presentasi muka atau presentasi belakang kepala. Sebab terjadinya presentasi dahi pada dasarnya sama dengan sebab terjadinya presentasi muka karena semua presentasi muka biasanya melewati fase presentasi dahi lebih dahulu.

·  Presentasi Ganda/Majemuk

Presentasi majemuk adalah terjadinya prolaps satu atau lebih ekstremitas pada presentasi kepala ataupun bokong. Kepala memasuki panggul bersamaan dengan kaki dan atau tangan. Presentasi majemuk juga dapat terjadi manakala bokong memasuki panggul bersamaan dengan tangan. Dalam pengertian presentasi majemuk tidak termasuk presentasi bokong-kaki, presentasi bahu, atau prolaps tali pusat. Apabila bagian terendah janin tidak menutupi dengan sempurna pintu atas panggul, maka presentasi majemuk dapat terjadi.

b) Malposisi

· POPP (Persistent Occiput Posterior Postision)

Prevalensi kondisi ini adalah 10%. Pada posisi ini ubun-ubun tidak berputar ke depan, tetapi tetap berada di belakang. Salah satu penyebab terjadinya adalah usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul. Penyebab yang lain adalah otot-otot dasar panggul yang lembek pada multipara atau kepala janin yang kecil dan bulat sehingga tidak ada paksaan pada belakang kepala janin untuk memutar ke depan.

c) Letak

· Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yaitu presentasi bokong, presentasi bokong sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna, dan presentasi kaki. Diagnosis letak sungsang umumnya tidak sulit. Pada pemeriksaan luar, kepala teraba di fundus uteri, sementara pada bagian bawah uterus teraba bokong yang tidak dapat digerakkan semudah kepala. Selain dari pemeriksaan luar, diagnosis juga dapat ditegakkan dari pemeriksaan dalam dan pemeriksaan penunang seperti USG dan MRI.

· Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu dan bokong berada pada sisi yang lain. Sebab tersering terjadinya letak lintang adalah multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang lembek. Pada kehamilan prematur, hidramnion, dan kehamilan kembar, janin sering dijumpai dalam letak lintang. Kelainan bentuk rahim seperti uterus arkuatus atau subseptus juga merupakan penyebab terjadinya letak lintang. Adanya letak lintang dapat diduga hanya dengan inspeksi. Uterus tampak melebar dan fundus tampak lebih rendah tidak sesuai dengan usia kehamilannya. Pada palpasi, fundus uteri kosong, kepala janin berada di samping, dan diatas simfisis juga kosong.

2. Kelainan pada bentuk janin

·         Hidrochepalus

Adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar dan terjadi pelebaran sutura serta ubun-ubun. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel biasanya berkisar antara 500-1500 ml, akan tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter. Karena kepala janin terlalu besar dan tidak dapat berakomodasi di bagian bawah uterus, maka sering ditemukan dalam keadaan sungsang Bagaimanapun letaknya, hidrosefalus akan menyebabkan disproporsi sefalopelvik dengan segala akibatnya

·         Makrosomia

Berat neonatus yang besar adalah apabila berat janin melebihi 4000 gram. Pada janin besar, faktor keturunan memegang peran penting. Selain itu janin besar juga dijumpai pada wanita hamil dengan diabetes mellitus, postmaturitas, dan grande multipara.

·         Tumor pada janin

·         Kembar siam

d.      faktor psikis

Suatu proses persalinan merupakan pengalaman fisik sekaligus emosional yang luar biasa bagi seorang wanita. Aspek psikologis tidak dapat dipisahkan dari aspek fisik satu sama lain. Bagi wanita kebanyakan proses persalinan membuat mereka takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan inilah yang dapat menghambat suatu proses persalinan. Dengan persiapan antenatal yang baik, diharapkan wanita dapat melahirkan dengan mudah, tanpa rasa nyeri dan dapat menikmati proses kelahiran bayinya

e.       faktor penolong

Dalam proses persalinan, selain faktor ibu dan janin, penolong persalinan juga mempunyai peran yang sangat penting. Penolong persalinan bertindak dalam memimpin proses terjadinya kontraksi uterus dan mengejan hingga bayi dilahirkan. Seorang penolong persalinan harus dapat memberikan dorongan pada ibu yang sedang dalam masa persalinan dan mengetahui kapan haruis memulai persalinan. Selanjutnya melakukan perawatan terhadap ibu dan bayi. Oleh karena itu, penolong persalinan seharusnya seorang tenaga kesehatan yang terlatih dan terampil serta mengetahui dengan pasti tanda-tanda bahaya pada ibu yang melahirkan, sehingga bila ada komplikasi selama persalinan, penolong segera dapat melakukan rujukan. Pimpinan yang salah dapat menyebabkan persalinan tidak berjalan dengan lancar, berlangsung lama, dan muncul berbagai macam komplikasi. Di Indonesia, persalinan masih banyak ditolong oleh dukun. Dan baru sedikit sekali dari dukun beranak ini yang telah ditatar sekedar mendapat kursus dukun. Karenanya kasus-kasus partus kasep masih banyak dijumpai, dan keadaan ini memaksa kita untuk berusaha menurunkan angka kematian ibu maupun anak. Yang sangat ideal tentunya bagaimana mencegah terjadinya partus kasep. Bila persalinan berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi baik terhadap ibu maupun terhadap anak, dan dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak (Kusumawati, 2006). Hasil penelitian Irsal dan Hasibuan di Yogyakarta menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dan secara statistik bermakna terhadap kejadian kala II lama adalah penolong persalinan bukan dokter, sehingga selanjutnya perlu persalinan tindakan di RS. Demikian pula hasil penelitan Rusydi di RSUP Palembang, menemukan bahwa partus kasep yang akhirnya dilakukan tindakan operasi, merupakan kasus rujukan yang sebelumnya ditolong oleh bidan dan dukun di luar rumah sakit (Kusumawati, 2006).

2.2.3 Gejala

Gejala klinis terjadinya kala 2 lama dapat dijumpai pada ibu dan janin.Gejala klinis yang dapat dijumpai pada ibu meliputi:

1.      Tanda-tanda kelelahan dan dehidrasi dari ibu (nadi cepat dan lemah, perut kembung, demam, nafas yang cepat dan his hilang dan lemah)

2.      Vulva edema

3.      Cincin retraksi patologi Brandl

Sering timbul akibat persalinan yang terhambat disertai peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus, dan menandakan ancaman akan rupturnya segmen bawah uterus.

Gejala Klinis yang dapat ditemui pada janin:

1.      Denyut jantung janin cepat, hebat, tidak teratur, bahkan negatif

2.      Air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.

3.      Kaput suksedaneum yang besar. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnostik yang serius. Biasanya kaput suksedaneum, bahkan yang besar sekalipun, akan menghilang dalam beberapa hari.

4.      Moulase kepala yang hebat akibat tekanan his yang kuat, tulang tengkorak saling bertumpang tindih satu sama lain.

5.      Kematian janin dalam kandungan atau intra uterine fetal death (IUFD).

2.2.4 Penatalaksanaan

Menghadapi persalinan lama dalam Kala II, dan tidak mungkin untuk merujuk penderita atau terjadi gawat janin diusahakan mengakhiri persalinan dengan episiotomi dan dorongan (eksresi) yang dilakukan dengan hati hati dan tarikan (Ekstraksi) vakum atau tarikan cunam. Adapun syarat-syarat terpenuhi jika terdapat penyimpangan, dapat di usahakan mengakhiri persalinan.

a) Jika malpresentasi dan tanda-tanda obstruksi bisa disingkirkan, berikan infus oksitosin.

b) Jika tidak ada kemajuan penurunan kepala

1. Kepala tidak lebih dari 1/5 diatas simfisis pubis, atau bagian tulang kepala di station (0), dilakukan ekstraksi vakum atau cunam.

2. Kepala diantara 1/5-3/5 diatas simfisis pubis, atau bagian tulang kepala diantara station (0)-(-2), dilakukan ekstraksi vakum.

3. Kepala lebih dari 3/5 diatas simfisis pubis, atau bagian tulang kepala diatas station (-2), lakukan secsio sesarea (Saifuddin, 2006).

2.2.5 Komplikasi

Efek yang diakibatkan oleh partus lama bisa mengenai ibu maupun janin. Diantaranya:

a.    Infeksi Intrapartum

Infeksi merupakan bahaya  serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri didalam cairan amnion menembus amnion dan desisdua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia, sepsis dan pneumonia pada janin akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi.

b.    Ruptur uteri

Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama partus lama, terutama pada wanita dengan paritas tinggi dan pada mereka yang dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan dan panggul sedemikin besar sehingga kepala tidak engaged dan tidak terjadi penurunan, sehingga segmen bawah uterus menjadi sangat teregang yang kemudian dapat menyebabkan ruptur.

c.    Cincin retraksi patologis

Pada partus lama dapat timbul konstriksi atau cincin lokal uterus, tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl. Cincin ini disertai peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus, cincin ini sebagai sustu identasi abdomen dan menandakan ancaman akan rupturnya segmen bawah uterus.

d.   Pembentukan fistula

Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul tetapi tidak maju untuk jangka waktu lama, maka bagian jalan lahir yang terletak diantaranya akan mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi sehingga dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan munculnya fistula.

e.    Cedera otot dasar panggul

Cedera otot-otot dasar panggul, persarafan, atau fasia penghubungnya merupakan konsekuensi yang tidak terelakkan pada persalinan pervaginum terutama apabila persalinannya sulit.

f.     Efek pada janin berupa kaput suksedaneum, moulase kepala janin, bila berlanjut dapat menyebabkan terjadinya gawat janin.

 

 

 

2.3      KonsepDasarSistemRujukan

2.3.1    Definisi

Rujukan adalah suatu kondisi yang optimal dan tepat waktu ke fasilitas rujukan atau fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap yang diharapkan mampu menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir (JNPK-KR, 2008).

Sistem rujukan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas masalah yang timbul, baik secara vertikal maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih berkompeten, terjangkau, rasional, dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi (Syafrudin, 2009).

Sistem rujukan dalam mekanisme pelayanan obstetri adalah suatu pelimpahan tanggung jawab timbal-balik atas kasus atau masalah kebidanan yang timbul baik secara vertikal,maupun horizontal. Rujukan vertikal, maksudnya adalah rujukan dan komunikasi antara satu unit ke unit yang telah lengkap. Misalnya dari rumah sakit kabupaten ke rumah sakit provinsi atau rumah sakit tipe C ke rumah sakit tipe B yang lebih spesialistik fasilitas dan personalianya. Rujukan horizontal adalah konsultasi dan komunikasi antar unit yang ada dalam satu rumah sakit,misalnya antara bagian kebidanan dan bagian ilmu kesehatan anak (Syafrudin,2009).

2.3.2    Jenis Rujukan

Terdapat dua jenis isitilah rujukan yaitu, (Pudiastuti, 2011) :

1.      Rujukan Medik yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbal balik secara vertikal maupun horizontal kepada yang lebih berwenang dan mampu menanganinya secara rasional.

Jenis rujukan medik :

a.       Pengiriman bahan untuk pemeriksaan laboratorium lebih lengkap

b.      Konsultasi penderita untuk keperluan diagnosa, pengobatan, tindakan operatif dan lain-lain.

c.       Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan pengobatan setempat.

2.      Rujukan Kesehatan yaitu hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan bahan atau spesimen ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap.

2.3.3    Tujuan Rujukan

Tujuan rujukan, yaitu (Syafrudin, 2009):

1)             Setiap penderita mendapat perawatan dan pertolongan yang sebaik-baiknya.

2)             Menjalin  kerjasama  dengan  cara  pengiriman  penderita  atau  bahan laboratorium dari unit yang kurang lengkap ke unit yang lengkap fasilitasnya.

3)             Menjalin pelimpahan pengetahuan dan keterampilan (Transfer knowledgeand skill) melalui pendidikan dan latihan antara pusat pendidikan dan daerah.

2.3.4    Kegiatan Rujukan

Kegiatan rujukan yaitu (Syafrudin,2009) :

1.      Rujukan dan pelayanan kebidanan

a.       Pengiriman orang sakit dari unit kesehatan kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap

b.      Rujukan kasus patologis pada kehamilan, persalinan, dan nifas

c.       Pengiriman kasus masalah reproduksi manusia lainnya seperti kasus ginekologi atau kontrasepsi yang memerlukan penanganan spesialis

d.      Pengiriman bahan laboratorium

e.       Jika penderita telah sembuh dan hasil laboratorium telah selesai, kembalikan dan kirimkan ke unit semula, jika perlu disertai dengan keterangan yang lengkap.

 

 

2.      Pelimpahan pengetahuan dan keterampilan

a.       Pengiriman tenaga-tenaga ahli ke daerah untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan melalui ceramah, konsultasi penderita, diskusi kasus dan demonstrasi operasi.

b.      Pengiriman petugas pelayanan kesehatan daerah untuk menambah pengetahuan dan keterampilan mereka ke rumah sakit yang lebih lengkap atau rumah sakit pendidikan juga dengan mengundang tenaga medis dalam kegiatan ilmiah yang diselenggarakan tingkat provinsi atau instituasi pendidikan.

3.      Rujukan informasi medis

a.       Membalas secara lengkap data-data medis penderita yang dikirim dan advis rehabilitas kepada unit yang mengirim

b.      Menjalin kerjasama dalam sistem pelaporan data-data parameter pelayanan kebidanan, terutama mengenai kematian maternal dan pranatal. Hal ini sangat berguna untuk memperoleh angka-angka secara regional dan nasional.

Faktor-faktor penyebab rujukan (JNPK-KR,2008), yaitu :

a.       Ketuban pecah dengan mekonium kental

b.      Ketuban pecah pada persalinan kurang bulan (kurang dari 37 Minggu usia kehamilan)

c.       Ketuban pecah lama (lebih kurang 24 jam)

d.      Riwayat seksio sesaria

e.       Ikterus

f.       Perdarahan pervaginam

g.      Anemia berat

h.      Preeklamsia/hipertensi dalam kehamilan

i.        Gawat janin

j.        Kehamilan gemeli.

 

2.3.5    Langkah-langkah Rujukkan

            Langkah-langkah rujukan menurut Syafrudin (2009) sebagai berikut:

1.      Menentukan kegawatdaruratan penderita

a.       Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/dukun bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat, oleh karena itu mereka belum tentu dapat menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan.

b.      Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas. Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas kesehatan tersebut harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.

2.      Menentukan tempat rujukan

Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.

3.      Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga

Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarga. Jika perlu dirujuk, siapkan dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan, perawatan dan hasil penilaian (termasuk partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan. Jika ibu tidak siap dengan rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan keluarganya tentang rencana tersebut. Bantu mereka membuat rencana rujukan pada saat awal persalinan.

4.      Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju

a.       Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk

b.      Meminta petunjuk apa yang dilakukan dalam rangka persiapan dan selama dalam perjalanan ke tempat rujukan

c.       Meminta petunjuk dan cara penanganan untuk menolong penderita bila penderita tidak mungkin dikirim

Dijabarkan persiapan penderita yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan yaitu dengan melakukan BAKSOKU yang merupakan singkatan dari (Bidan, Alat, Keluarga, Surat, Obat, Kenderaan, Uang) (JNPK-KR, 2008).

Bidan (B)

Pastikan bahwa ibu dan/atau bayi baru lahir didampingi oleh penolong persalinan yang kompeten dan memiliki kemampuan untuk menatalaksanakan kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir untuk dibawa ke fasilitas rujukan

Alat (A)

Bawa perlengkapan dan bahan-bahan untuk asuhan persalinan, masa nifas dan bayi baru lahir ( tabung suntik, selang Intra Vena, dan lain-lain ) bersama ibu ke tempat rujukan. Perlengkapan dan bahan-bahan tersebut mungkin diperlukan jika ibu melahirkan sedang dalam perjalanan.

Keluarga (K)

Beritahu ibu dan keluarga mengenai kondisi terakhir ibu dan/atau bayi dan mengapa ibu dan/atau bayi perlu dirujuk. Jelaskan pada mereka alasan dan keperluan upaya rujukan tersebut. Suami atau anggota keluarga yang lain harus menemani ibu dan/atau bayi baru lahir ke tempat rujukan.

Surat (S)

Berikan surat ke tempat rujukan. Surat ini harus memberikan identifikasi mengenai ibu dan/atau bayi baru lahir, cantumkan alasan rujukan dan uraikan hasil pemeriksaan, asuhan atau obat-obatan yang diterima ibu dan/atau bayi baru lahir. Lampirkan partograf kemajuan persalinan ibu pada saat rujukan.

Obat (O)

Bawa obat-obatan esensial pada saat mengantar ibu ke tempat rujukan.Obat- obatan mungkin akan diperlukan selama perjalanan.

Kendaraan (K)

Siapkan kendaraan yang paling memungkinkan untuk merujuk ibu dalam kondisi yang cukup nyaman. Selain itu pastikan bahwa kondisi kendaraan itu cukup baik untuk. mencapai tempat rujukan dalam waktu yang tepat.

Uang (U)

Ingatkan pada keluarga agar membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat-obatan yang diperiukan dan bahan-bahan kesehatan lain yang diperiukan selama ibu dan/atau bayi baru lahir tinggal di fasilitas rujukan.

 

2.4      Konsep Asuhan Manajemen Kebidanan

2.4.1 Pengumpulan Data

A.       Subjektif

1)        Identitas

a.       Umur ibu dan umur suami :

Faktor  umur ibu  mempunyai  pengaruh  terhadap  kehamilan  dan persalinan. Ibu yang  berumur  dibawah  20  tahun  atau  diatas  35 tahun  sangat  berisiko  untuk  persalinan  patologis  sebagai  indikasi persalinan sectio caesarea. Kehamilan ibu dengan usia dibawah 20 tahun  berpengaruh  kepada  kematangan  fisik  dan  mental  dalam menghadapi  persalinan.  Rahim  dan  panggul  ibu  seringkali  belum tumbuh  mencapai  ukuran  dewasa.  Akibatnya  diragukan  kesehatan dan keselamatan  janin  dalam  kandungan.  Selain  itu  mental  ibu belum cukup dewasa sehingga sangat meragukan pada keterampilan perawatan diri ibu dan bayinya (Oxorn, et al, 2010). Sebaliknya  usia  ibu  diatas  35  tahun  atau  lebih,  dimana  pada  usia tersebut terjadi perubahan pada jaringan alat – alat kandungan dan jalan   lahir   tidak   lentur   lagi.   Selain   itu   ada   kecenderungan didapatkan penyakit lain dalam tubuh ibu.  Bahaya  yang  dapat  terjadi  pada  kelompok  ini  adalah  tekanan darah tinggi dan pre-eklampsi, ketuban pecah dini yaitu ketuban pecah  sebelum  persalinan  dimulai, persalinan  tidak  lancar  atau macet, dan perdarahan setelah bayi lahir (Oxorn, et al, 2010).

b.      Suku/bangsa

Masih belum jelas apakah ras merepresentasikan faktor risiko independen atau suatu interaksi dari kebudayaan dan pola hidup yang bisa menyebabkan suatu komplikasi, seperti hipertensi yang meningkatkan risiko kelainan jantung (Pearson, et al, 2000). Wanita dengan etnis asia merupakan salah satu faktor predisposisi perdarahan postpartum (Queensland Clinical Guidelines, 2012).

c.       Pendidikan

Semakin seseorang berpendidikan, maka pemahaman akan sesuatu yang baik dan buruk dapat menentukan sistem kepercayaan sehingga konsep tersebut ikut berperan dalam menentukan sikap dan perilaku seseorang dalam suatu hal. Sehingga dengan pendidikan yang tinggi, perilaku seseorang seharusnya baik dalam menjaga pola makan sehat, pola hidup sehat, dan mengontrol faktor risiko penyakit, termasuk hipertensi yang merupakan faktor risiko terjadinya kelainan jantung dan edema paru (Nurhidayat, 2016). Hal ini sesuai dengan Koentjaraningrat (2009), semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi dan mempunyai banyak pengetahuan yang dimilikinya sehingga semakin mudah dalam melakukan tindakan dan perilaku. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan perilaku seseorang terhadap nilai-nilai baru. Sehingga seseorang yang berpendidikan rendah cenderung sulit untuk menyerap informasi daripada orang yang berpendidikan tinggi.

d.      Pekerjaan

Variabel pekerjaan akan mencerminkan keadaan sosial ekonomi keluarga. Status ekonomi berhubungan dengan kemampuan membiayai perawatan kesehatan sebagaimana mestinya dan pemenuhan asupan gizi. Defisiensi gizi dapat menjadi pencetus terjadinya berbagai komplikasi, seperti anemia, perdarahan, dan preeklampsia (Saifuddin, et al, 2010). Depkes RI (2002) menyatakan bahwa masyarakat yang sibuk dengan kegiatan atau pekerjaan sehari-hari akan memiliki waktu yang sedikit untuk memperoleh informasi. Berdasarkan penelitian Arthina (2015), ibu yang tidak bekerja dan hanya berada di rumah akan mempunyai sedikit kesempatan mendapatkan informasi karena terfokus dengan pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga.

2)        Keluhan utama

Secara umum berikut contoh keluhan yang biasa dialami :

  1. Ibu merasakan kontraksi yang semakin lama semakin sering dan bertahan lama.
  2. Ibu merasakan nyeri yang melingkar dari punggung menjalar ke perut bagian depan
  3. Keluarnya lendir bercampur darah dari jalan lahir
  4. Keluarnya cairan banyak dengan sekonyong-konyong dari jalan lahir jika ketuban sudah pecah

3)        Riwayat menstruasi

HPHT        : Ditanyakan untuk mengetahui umur kehamilan dan menentukan TPL dengan rumus Nagel (hari + 7, bulan – 3, tahun + 1)

4)        Riwayat obstetri yang lalu

Ibu dengan paritas tinggi mempunyai resiko 1.454 kali lebih besar mengalami anemia dan berbagai komplikasi lainnya dibandingkan dengan paritas rendah (Herlina, 2006). Kartaka (2006) dan Sotiriadis, dkk (2004), menyatakan bahwa wanita yang mengalami penyulit pada kehamilan pertamanya akan meningkatkan kemungkinan mendapatkan penyulit yang sama pada kehamilan berikutnya terutama pada ibu yang berusia lebih tua, seperti riwayat perdarahan, prematur, postdate, preeklampsia, dan keguguran.

5)        Riwayat kehamilan sekarang

Pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care) yang teratur berfungsi sebagai kontrol untuk mendeteksi terjadinya tanda-tanda komplikasi kehamilan, sehingga dapat mengantisipasi kemungkinan bahaya kehamilan dan persalinan. Pemeriksaan kehamilan perlu dilakukan oleh ibu semasa hamil, mulai dari trimester pertama sampai saat berlangsungnya persalinan (Wardin, 2014).

6)        Pola fungsional kesehatan

a.      Pola istirahat

Tiga hingga empat minggu sebelum awitan persalinan sejati, dapat terjadi persalinan palsu yang berupa kontraksi uterus yang sangat nyeri tanpa ada pembukaan serviks. Persalinan palsu sangat nyeri dan wanita dapat megalami kurang tidur dan kekurangan energi dalam menghadapinya (Varney, 2008). Istirahat dapat memberikan relaksasi bagi pikiran dan badan pada ibu hamil. Yang dimaksud dengan relaksasi adalah upaya membebaskan pikiran dan badan dari ketegangan. Kemampuan relaksasi dapat dimanfaatkan untuk mengurangi ketidaknyamanan yang normal pada kehamilan. Serta, mengurangi stress sehingga persepsi nyeri selama masih mampu melahirkan anak (Mubarak dan Nurul,2007).

b.      Pola aktivitas

Adanya persalinan palsu yang ditandai dengan kontraksi yang sifatnya nyeri tanpa ada pembukaan serviks menyebabkan aktivitas ibu terganggu akibat kenyamanan tersebut. Pada menjelang persalinan, intensitas kontraksi semakin sering dan semakin lama sehingga bertambah nyeri. Hal ini menyebabkan aktivitas ibu menjadi semakin terbatas (Varney, 2008).

c.      Pola eliminasi

Kandung kemih wanita harus dievaluasi untuk melihat adanya distensi paling sedikit setipa dua jam selama fase aktif kala satu persalinan. Kandung kemih memerlukan perhatian karena merupakan organ panggul. Seiring penurunan bagian presentasi janin ke dalam pelvis minor, kandung kemih mengalami penekanan sehingga terjadi distensi meskipun jumlah urine didalam kandung kemih baru sekitar 100 ml. Apabila kandung kemih tidak dikosongkan, melainkan dibiarkan menjadi distensi, maka dapat terjadi hal-hal berikut:

(1)   Persalinan terhambat: distensi kandung kemih yang berlebihan dapat menghambat kemajuan persalinan karena mencegah penurunan janin.

(2)   Ketidaknyamanan: kandung kemih yang distensi meningkatkan ketidaknyamanan atau nyeri pada abdomen bawah, yang sering kali dialami wanita selama persalinan (Varney, 2008).

Selama persalinan bladder sebaiknya dikosongkan tiap 1,5 – 2 jam sekali (Fraser, 2009). Bladder yang penuh dapat menghambat masuknya kepala janin ke pelvis, hal ini juga dapat menghambat keefektifan kontraksi.

d.     Pola nutrisi

Informasi ini diperlukan oleh ahli anastesi bila diperlukan pembedahan. Selain itu, juga bermanfaat untuk mengkaji cadangan energi dan status cairan yang diperlukan selama proses persalinan terutama sebagai tenaga untuk mengejan. Ibu akan lebih berenergi dan memiliki hidrasi yang lebih kuat jika mendapat makanan. Pada awal persalinan, ibu berada di situasi yang memungkinkan untuk makan sesuka hati. Namun pada fase aktif persalinan, umumnya mereka hanya menginginkan cairan.Mempertahankan hidrasi selama persalinan sangatlah penting untuk kesejahteraan ibu (Varney, 2008).

e.      Pola kebiasaan

(1)   Merokok dapat menyebabkan berbagai gangguan terhadap hasil akhir kehamilan. Gangguan-gangguan tersebut adalah berta badan lahir rendah akibat persalinan premature atau gangguan pertumbuhan janin, kematian janin dan bayi, serta sulosio plasenta (Ventura dkk, 2000). Mekanisme patofiologi yang diperkirakan berperan terhadap gangguan kehamilan ini adalah meningkatnya kadar karbooksihemoglobin janin, berkurangnya aliran darah uteeroplasenta serta hipoksia janin.

(2)   Pemakaian alkohol selama kehamilan dapat menyebabkan sindrom alkohol janin. Selain etanol yang terkandung dalam alkohol meyebabkan gangguan pertumbuhan janin.

(3)   Penggunaan kronik obat-obatan terlarang termasuk turunan opium, barbiturate dan amfetamin dalam dosis besar selama hamil membahayakan janin. Gawat janin, berat badan lahir rendah, dan gangguan akibat putus obat banyak dilaporkan.

(4)   Sebagian obat yang dikonsumsi selama kehamilan kemungkinan mempunyai efek samping pada janin. Hampir semua obat yang menimbulkan efek sistemik pada ibu akan menembus plasenta untuk mencapai mudigah atau janin.

(5)   Adanya binatang peliharaan perlu dikaji karena pada binatang peliharaan seperti kucing atau anjing dapat menularkan toxoplasmosis 

7)        Riwayat kesehatan:

Kehamilan dapat dipersulit dengan berbagai gangguan dan penyakit yang sangat mmepengaruhi ibu dan janin. Patofisiologi gangguan dan penyakit tersebut dapat menimbulkan efek yang negative bagi kehamilan. Tidak ada itu, perubahan fisiologis yang terjadi pada kehamilan dapat mengubah perjalanan klinis gangguan dan penyakit tersebut, bahkan memperberat gangguan dan penyakit tersebut.

(1)      Hipertensi: perubahan kardiovaskular yang terjadi akibat kehamilan dapat menginduksi terjadinya hipertensi pada wanita yang normotensif sebelum kehamilan atau dapat memperburuk kondisi yang sudah ada sebelumnya. Hipertensi esensial juga dapat mencetuskan terjadinya hipertensi akibat kehamilan, yang dapat mengakibatkan berkurangnya fungsi plasenta, restriksi pembuluh darah intrauteri, abruption plasenta, serta kematian ibu dan janin.

(2)      Penyakit jantung: pada kehamilan normal, profil hemodinamika mengalami perubahan dalam rangka memenuhi peningkatan kebutuhan uteroplasenta. Meskipun meningkatkan beban jantung secara signifikan, ibu dengan kehamilan sehat akan dengan mudah beradaptasi. Namun, pada wanita yang sejak sebelum hamil sudah menderita penyakit jantung, peningkatan beban kerja tersebut dapat mencetuskan komplikasi. Perubahan hemodinamika sudah terjadi sejak awal kehamilan hingga mencapai puncaknya antara minggu ke 28 dan 32. Selama persalinan, terdapat peningkatan curah jantung yang signifikan akibat kontraksi uterus. Pada 12-24 jam setelah kelahiran, adanya pengaliran darah kira-kira satu liter dari uterus ke sirkulasi ibu. Ketiga periode puncak tekanan yang terjadi pada jantung ini merupakan periode paling kritis yang dapat membahayakan ibu dan janin (Cunningham, dkk, 2012). Kolplikasi yang dapat timbul pada ibu antara lain gangguan hipertensi kehamilan, thrombosis, infeksi dan perdarahan. Gagal jantung kongestif merupakan komplikasi yang paling serius yang dapat menimbulkan kematian. Efek pada janin akibat penurunan sirkulasi sistemik maternal atau penurunan oksigenasi yang dapat menyebabkan terjadinya aborsi spontan, IUGR, hipoksia janin dan kelahiran prematur.

(3)      Asma: kehamilan tidak selalu mempengaruhi status asma maternal. Beberapa wanita tidak mengalami perubahan gejala asma, smentara wanita lainnya mengalami perburukan penyakit tersebut. Wanita yang mengalami asma yang berat tampak mengalami peningkatan insiden hasil maternal yang buruk termasuk kelahiran dan persalinan premature, hipertensi pada kehamilan, korioamnitis, sebaliknya bahwa asma yang terkontrol berhubungan dengan hasil perinatal yang baik. Selama persalinan, terjadi peningkatan kortison dan adrenalin yang dianggap dapat mencegah serangan asma terjadi selama persalinan. Terdapat obat tertentu yang harus dihindari selama kehamilan dan persalinan yaitu obat yang mempunyai efek bronkospasme seperti prostaglandin.

(4)      Penyakit ginjal: jika penyakit ginjal dalam pengobatan, biasanya kondisi ibu dan janin akan baik. Pada beberapa kasus, fungsi ginjal dapat memburuk dan menyebbakan komplikasi kehamilan, terutama bila disertai dengan hipertensi yang akan menambah penurunan fungsi ginjal. Penyakit ginjal yang disertai dengan hipertensi berkaitan dengan restriksi pertumbuhan janin, kelahiran premature, dan peningkatan mortalitas perinatal.

(5)      Diabetes mellitus: diabetes mellitus yang disertai dengan penyakit vascular yang sudah ada sebelumnya akan meningkatkan resiko ibu menderita gangguan hipertensi pada kehamilan dan akan memperburuk retinopati diabetikum. Resiko malformasi janin juga meningkat pada ibu dengan DM. pertumbuhan janin juga harus diobservasi dengan cermat karena ada resiko restriksi pertumbuhan janin akibat penyakit vascular maternal, preeklamsia atau kombinasi keduanya. Makrosomia dan polihidarmnion perlu dideteksi sebelumnya. Idealnya, ibu hamil yang menderita DM tanpa komlikasi selama kehamilannya, persalinan dapat dilakukan secara spontan pada saat sudah cukup bulan (Fraser, 2009).

8)        Riwayat kesehatan keluarga

Penyakit tertentu dapat terjadi secara genetik atau berkaitan dengan keluarga tau etnisitas, dan beberapa diantaranya berkaitan dengan lingkungan fisik atau social tempat keluarga tersebut tinggal. Penyakit genetic pada bayi cenderung terjadi jika orang tua biologisnya merupakan keluarga dekat, seperti saudara sepupu (Cunningham, dkk, 2012). Dibetes, meskipun tidak diturunkan secara genetik, memiliki kecenderungan terjadi pada anggota keluarga yang lain, terutama bila mereka hamil atau obesitas. Hipertensi juga memiliki komponen familial, dan kehamilan kembar juga memiliki insiden yang lebih tinggi pada keluarga tertentu. Beberapa kondisi seperti anemia sel sabit dan thalasemia lebih banyak pada ras tertentu.selain itu, beberapa penyakit menular yang dapat ditularkan dengan mudah seperti hepatitis dan TBC juga perlu dikaji (Fraser, 2009).

9)        Riwayat Sosial dan Budaya

a.       Riwayat Pernikahan

Riwayat pernikahan perlu dikaji karena berhubungan dengan pengkajian tentang infertilitas. WHO mendefinisikan subinfertlitas sebagai ketidakmampuan pasangan untuk mencapai konsepsi atau menimbulkan kehamilan setelah satu tahun atau lebih melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi. Infertilitas dikategorikan sebagai infertilitas primer jika sebelumnya tidak ada konsepsi dan infertilitas sekunder jika sebelumnya pernah hamil terlepas dari bagaimana hasilnya. Oleh karena itu, lama pernikahan perlu dikaji (Fraser, 2009).

b.    Keadaan Psikologi

Keadaan emosional atau psikologi yang tidak stabil/buruk akan berpengaruh terhadap proses persalinan (Rohani, 2011).

 

 

 

 

B. Data Objektif

1.    Pemeriksaan umum

b.      Tekanan darah

Tekanan darah kan meningkat selama kontraksi dengan rata-rata 15-20 mmHg pada sistol dan 5-10 mmHg pada diastol. Pada waktu-waktu tertentu diantara kontraksi, tekanan darah kembali ke tingkat sebelum persalinan. Dengan mengubah pasien dari terlentang ke posisi miring kiri, perubahan tekanan darah selama persalinan dapat dihindari. Nyeri, takut, kekhawatiran dapat semakin meningkatkan tekanan darah. Adapun ibu yang mengalami syok akan mengalami penurunan tekanan darah secara drastis, bahkan diastol sulit untuk ditentukan (Sulistyawati, et al, 2010).

c.       Suhu

Suhu tubuh meningkat selama persalinan, tertinggi  selama dan segera setelah melahirkan. Peningkatan suhu yang tidak lebih dari 0,5 – 1oC dianggap normal, nilai tersebut mencerminkan metabolisme selama persalinan. Adapun pada keadaan syok dan infeksi, penurunan suhu atau kenaikan suhu bisa saja terjadi (Sulistyawati, et al, 2010).

d.      Pernapasan

Sedikit peningkatan frekuensi pernapasan dianggap normal selama persalinan, hal tersebut mencerminkan peningkatan metabolisme. Pada kelainan jantung dan edema paru, pernapasan menjadi lambat akibat adanya dispneu atau sesak, bahkan bisa lebih cepat atau takipneu. Hiperventilasi yang memanjang adalah temuan abnormal dan dapat menyebabkan alkalosis. Hiperventilasi ditandai oleh rasa kesemutan pada ekstremitas dan merasa pusing (Sulistyawati, et al, 2010; Hulandani, 2014).

e.       Nadi

Frekuensi denyut diantara kontraksi uterus sedikit lebih tinggi dibanding selama periode menjelang persalinan. Hal ini mencerminkan peningkatan metabolisme yang terjadi selama persalinan (Sulistyawati, et al, 2010). Jika terjadi syok ataupun komplikasi, nadi menjadi lebih cepat, melemah, bahkan tidak teratur (Nugroho, 2012).

f.       Antropometri

Berat badan dan tinggi badan untuk mengetahui IMT atau status gizi. Berat badan ibu sebelum hamil dan peningkatan berat badan selama hamil mempengaruhi pertumbuhan janin. Menurut Dr. Prima Progestian, SpOG dalam Brilian (2017), kenaikan berat badan sat hamil tergantung IMT awal sebelum hamil. Jika IMT kurang dari 18.5, kenaikan berat badan ideal saat hamil adalah 12 – 18 Kg. Jika IMT 18,5 – 24,9, kenaikan berat badan ideal saat hamil adalah 11 – 15 Kg. Jika IMT 25 – 29,9, kenaikan berat badan ideal saat hamil adalah 6 – 11 Kg. Jika IMT lebih dari 30, kenaikan berat badan ideal saat hamil adalah 4 – 9 Kg. Sofian (2011) menyebutkan bahwa wanita yang memiliki tinggi badan ≤ 145 cm berpotensi memiliki panggul sempit. Adapun, di Indonesia batas ambang LILA dengan resiko KEK adalah 23,5 cm hal ini berarti ibu hamil dengan resiko KEK diperkirakan akan melahirkan bayi BBLR (Kusparlina, 2016).

2.    Pemeriksaan fisik

Pada ibu dengan keadaan normal (fisiologis), maka pada pemeriksaan fisik yang diperoleh diantaranya:

Wajah  : tidak pucat, tidak odem, konjungtiva merah muda

Mulut   : mukosa bibir lembab, tidak ada stomatitis, tidak ada caries gigi, lidah tidak pucat.

Leher   : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar limfe dan bendungan vena jugularis.

Dada    : puting susu menonjol/tidak menonjol, tidak ada benjolan abnormal, kolostrum sudah keluar/ belum. Hal ini berkaitan dengan proses IMD dan kesiapan ibu dalam proses menyusui nantinya.

Abdomen: adakah bekas jahitan SC. Seorang ibu yang menjalani seksio sesarea, baik yang terencana ataupun dalam intra partum mempunyai risiko dua kali lipat akan morbiditas maternal yang buruk dan mortalitas (termasuk kematian, histrektomi, tranfusi darah, dan perawatan intensif), dan lima kali lipat risiko infeksi pasca persalinan dibandingkan persalinan pervaginam. Ibu dengan riwayat ruptur uteri merupakan kontra indikasi untuk melahirkan pervaginam. Ruptur ini paling sering terjadi pada parut bekas seksio sesarea jenis klasik (Karkata 2012).

Pemeriksaan Leopold

Leopold I: menetukan TFU dan bagian yang terdapat di fundus

Menurut sielberg (untuk mengetahui TFU)

Umur Kehamilan

Tinggi fundus uteri

22-28 minggu

28 minggu

30 minggu

32 minggu

34 minggu

36 minggu

38 minggu

40 minggu

24-25 cm diatas symphisis

26,7 cm diatas symphisis

29,5-30 cm diatas symphisis

29,5-30 cm diatas symphisis

31 cm di atas symphisis

82 cm di atas symphisis

33 cm di atas symphisis

37,7 cm di atas symphisis

 

Mengukur TFU (menurut HARS)

TFU

Umur Kehamilan (minggu)

3 jari atas simpisis

12

Pertengahan simpisis-pusat

16

3 jari bawah pusat

20

Setinggi pusat

24

3 jari atas pusat

28

Pertengahan pusat-px

32

3 jari bawah px

36

Pertengahan pusat-px

40

 

Selain mengetahui TFU, Leopold I juga untuk mengetahui bagian apa yang ada di fundus. Pada letak membujur pada fundus, teraba lunak tidak bulat dan tidak melintang. Apabila janin dalam keadaan malpresentasi atau malposisi maka dapat terjadi persalinan yang lama atau bahkan macet (Prawirohardjo,2010). Selain itu, Leopold I berguna untuk menghitung Taksiran Berat Janin.

Rumus Johnson – Tousak

·         Bila bagian terendah janin sebagian besar sudah masuk PAP

      TBJ = (TFU-11) x155

·         Bila bagian terendah janin sebagian kecil sudah masuk PAP

      TBJ = (TFU-12) x155

·         Bila bagian terendah janin belum masuk PAP

      TBJ = (TFU-13) x155

Jika ibu hamil obesitas, maka masing-masing dikurangi 1 cm

Leopold II :

Leopold II bertujuan untuk mengetahui bagian apa yang ada disamping kiri dan kanan uterus ibu. Pada letak membujur dapat ditetapkan punggung anak yang teraba bagian keras, memanjang seperti papan dan sisi yang berlawanan teraba bagian kecil janin.

Leopold III:

Menentukan bagian terendah janin dan apakah bagian terendah tersebut sudah masuk PAP atau belum. Pada letak kepala, akan teraba bulat, keras dan melenting

Leopold IV:

Menetukan seberapa jauh bagian terendah janin sudah masuk PAP. Kedua tangan pemeriksa akan saling mendekat (konvergen) bila sebagian kecil bagian terendah janin sudah masuk. Kedua tangan pemeriksa akan sejajar bila setengah bagian terendah janin sudah masuk PAP. Dan kedua tangan pemeriksa akan saling menjauh (menjauh) bila sebagian besar bagian terendah janin sudah masuk PAP.

Menurut WHO, penurunan bagian terendahdengan metode limajari:

Periksa luar

Periksa dalam

Keterangan

 

 

 

 

 

Kepala di atas pintu atas panggul, mudah digerakkan

 

HT – H II

Sulit digerakkan : bagian terbesar belum masuk panggul

 

 


H II – H III

Bagian terbesar kepala sudah masuk panggul

 

 

 

 


H III +

Bagian terbesar kepala sudah masuk panggul

 

 

H III – H IV

Kepala berada di dasar panggul

 

 

H IV

Kepala sudah berada di perineum

 

Denyut jantung normal janin adalah antara 120-160 kali permenit. Punctum maksimum terdengar di bagian kanan atau kiri bawah perut ibu. Frekuensinya teratur.Pada  Kasus  Ibu  bersalin  dengan kala  II  lama  meliputi  pemeriksaan  denyut  jantung  janin  (DJJ) untuk memastikan bahwa janin hidup atau meninggal (Astuti, 2012)

Kontraksi: Untuk menghitung berapa kali kontraksi dalam 10 menit dan lama kontraksinya.His yang tidak normal dalam kekuatan dan sifatnya menyebabkan rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan dan tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan (Prawirohardjo, 2010).

Genetalia   :

a.       Vulva dan vagina

      Normalnya tidak ada oedema, tidak ada varises, tidak ada kondilomata lata, tidak ada kondiloma akuminata. Tidak adainfeksi kelenjar skene dan kelenjar bartholini. Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan (Prawirohardjo,2010).

a.       Perineum : Adakah bekas luka atau tidak

b.      Anus : Tidak ada hemorrhoid

c.       Ekstremitas:

Atas        : tidak ada oedema

Bawah     : tidak ada oedema dan varises

Menurut Depkes RI (2015), dianggap normal jika tungkai bawah akan bergerak sedikit ketika tendon diketuk. Bila refleks patella negatif, kemungkinan pasien kekurangan vitamin B1. Pemeriksaan ini akan sangat berguna jika menghadapi pasien dengan preeklampsia.

Vagina Toucher:

(1)   Pembukaan            : 10 cm (evaluasi tiap 4 jam)

Pada primigravida, pembukaan pada fase laten 1 cm/jam

Pada multigravida, pembukaan pada fase laten 2 cm/jam

(2)   Penipisan / effacement

(3)   Ketuban    : utuh (u) / sudah pecah , jika sudah keruh atau jernih

(4)   Presentasi : kepala

(5)   Denominator         :

Pada pembukaan 1-3, yang menjadi denominator adalah sutura sagitalis. Pada pembukaan 4-lengkap, yang menjadi denominator adalah ubun-ubun kecil.

(6)   Tidak ada penyusupan/ moulage

(7)   Hodge : I – IV.

b.      Pemeriksaan Khusus

a.       Laboratorium

Hb                              : untuk mengukur kadar Hb guna menilai apakah ibu mengalami anemia atau tidak

Golongan darah         : untuk memudahkan bila ibu memerlukan transfiusi darah

 

Urin

Reduksi urin              : untuk mengetahui apakah urin ibu mengandung glukosa-salah satu tanda ibu menderita diabetes mellitus

Albumin urin             : untuk mengetahui apakah urin ibu mengandung albumin- salah satu tanda preeklamsi

b.      USG                          : untuk mengetahui taksiran berat janin, posisi janin, plasenta, dan cairan ketuban.

2.4.2 Identifikasi diagnose, masalah, dan kebutuhan.

a.         Diagnosis

G…PAPAH, usia kehamilan, keadaan jalan lahir kesan normal, keadaan ibu, inpartu kala ………Janin hidup, tunggal, intrauterine, persentasi, keadaan janin baik.

b.        Masalah

Masalah  adalah  hal-hal  yang  berkaitan  dengan pengalaman klien yang  ditemukan  dari  hasil  pengkajian  atau  yang  menyertai  diagnosa. Masalah  yang  sering  muncul  pada  ibu  bersalin  dengan  partus  lama yaitu  ibu  tampak  gelisah,  lelah  dan  cemas  menghadapi  persalinan(Varney, 2007). Masalah yang sering timbul pada ibu bersalin dengan kala  II  lama  yaitu  ibu  merasa  cemas  dan  ketakutan  menghadapi persalinannya (Purwaningsih dan Fatmawati, 2010).

c.         Kebutuhan

Kebutuhan   adalah   hal -hal   yang   dibutuhkan   klien   dan   belum teridentifikasi   dalam   diagnosa   dan   masalah   didapatkan   dengan analisa   data   (Varney,   2007dalam   Soepardan).Kebutuhan   ibu bersalin  dengan  kala  II  lama  adalah  informasi  tentangkala  II  lama, perubahan posisi dan diberi dukungan emosi (Saifuddin, 2009).

2.4.3 Identifikasi diagnose dan masalah potensial

Pada langkah ini dilakukan identifikasi diagnosis atau masalah potensial berdasarkan hasil pengkajian dari data subjektif dan dataobjektif. Pada langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan sambil mengamati klien, sangat diharapkan oleh bidan jika masalah potensial benar-benar terjadi dilakukan asuhan yang aman. Sehubungan dengan teori kasus partus lama penderita tampak kelelahan, pucat, mata cekung, dan berkeringat dingin, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah menurun, dan suhu tubuh meningkat, his mulai melemah. Sehingga keadaan ibu dapat mempengaruhi janin. Diagnosa  potensial yang  terjadi  pada  partus  lama menurut Manuaba (2010) antara lain: pada ibu terjadi infeksi intrapartum dan  rupture  uteri,  sedangkan  yang  terjadi  pada  bayi  antara  lain fetal distress atau  gawat  janin, caput  succedema, asfiksia  sampai  terjadi kematian

2.4.4 Identifikasi kebutuhan tindakan segera/kolaborasi/rujukan

Pada kasus ibu bersalin fisiologis tidak membutuhkan tindakan segera ataupun kolaborasi, namun apabila ada kegawat daruratan maka tindakan segera yang dapat dilakukan diantaranya:

1.    Mandiri dengan melakukan stabilisasi, seperti pemasangan infus, pemberian O2, memasang bed side monitor untuk memantau TTV ibu.

2.    Kolaborasi dengan dokter untuk menegakkan diagnosis dan terapi (medikamentosa) atau penatalaksanaan lebih lanjut.

3.    Rujuk jika terjadi kegawatan yang tidak dapat ditangani karena tidak adanya tenaga profesional, fasilitas yang memadai, dan tidak adanya kewenangan untuk penatalaksanaan lebih lanjut, seperti preeklampsia.

Memberikan  infus  cairan  larutan  garam  fisiologis,  larutan  glukosa 5 -10%  dan  antibiotik  adalah  antisipasi  yang  harus  dikolaborasikan  untuk  penatalaksanaan  pada  ibu  bersalin  dengan  kala  II  lama  (Purwaningsih dan Fatmawati, 2010).

2.4.5 Perencanaan asuhan yang menyeluruh

Jelaskan

1)   Kala I

a.       Fase Laten

(1)         Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu bersalin

R/  Ibu bisa mengetahui keadaannya

(2)   Mengajarkan teknik relaksasi pada ibu bersalin

R/ Relaksasi berguna untuk melancarkan peredaran darah dan dapat mengurangi nyeri selama proses persalinan

(3)   Memberikan KIE tentang fisiologis tanda-tanda persalinan

R/  KIE tentang tanda-tanda persalinan akan membuat ibu bersalin lebih mengerti tentang proses persalinan

(4)   Menganjurkan ibu untuk berjalan-jalan

R/  untuk mengurangi rasa sakit dan membantu penurunan kepala janin disaat kontraksi belum terlalu sering

b.      Fase aktif

(5)   Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu bersalin

R/  Ibu bisa mengetahui keadaannya

(6)   Mengajarkan teknik relaksasi pada ibu bersalin

R/ Relaksasi berguna untuk melancarkan peredaran darah dan dapat mengurangi nyeri selama proses persalinan

(7)   Memberikan KIE tentang fisiologis tanda-tanda persalinan

R/  KIE tentang tanda-tanda persalinan akan membuat ibu bersalin lebih mengerti tentang proses persalinan

(8)   Mengganti alas tempat tidur yang telah basah oleh lendir, darah dan ketuban dengan alas yang kering

R/  Hal ini dilakukan untuk mengurangi ketidaknyaman yang timbul pada ibu bersalin atas gangguan pengeluaran pervaginam

(9)   Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi

R/  Memenuhi kebutuhan fisik ibu akan memberikan kenyamanan pada ibu

(10)           Menganjurkan ibu untuk miring kekiri atau posisi yang nyaman

R/  Posisi miring ke kiri mencegah tertekannya vena cava inferior sehingga sirkulasi darah ibu lancar. 

(11)           Menganjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya secara rutin

R/  Kandung kemih yang penuh dapat menghalangi turunnya kepala janin

(12)           Menyiapkan partus set dan obat-obatan yang diperlukan. 

R/  Kelengkapan dan kesiapan alat-alat persalinan dapat mengurangi keteledoran yang dapat terjadi.

(13)           Memberikan terapi supportif dan kolaborasi dengan dokter untuk memantau kemajuan persalinan

R/ Memantau kemajuan persalinan diperlukan untuk mencegah komplikasi terjadi, sehingga bila ada penyulit selama proses persalinan dapat dilakukan tindakan yang sesuai

(14)     Lakukan observasi fase aktif di lembar observasi

Tekanan darah setiap 4 jam, suhu badan tiap 2 jam, nadi setiap 30 menit, DJJ setiap 30 menit, kontraksi tiap 30 menit, pembukaan serviks setiap 4 jam, penurunan setiap 4 jam

R/  Kemajuan persalinan pada fase laten ditulis pada lembar observasi sehingga dapat diketahui perkembangan kondisi ibu dan bayinya serta menghindari adanya keterlambatan merujuk. 

Apabila pembukaan lengkap dan tanda gejala kala II muncul sediakan alat, keluarga dan diri, kemudian segera pimpin persalinan. R/ Pimpinan persalinan yang benar akan mempercepat proses persalinan dan mengurangi komplikasi yang terjadi.

2)   Kala II

Pimpin persalinan

Jam………pembukaan lengkap, tampak tanda-tanda kala II di vulva. Ada his dan tidak ada dorongan untuk meneran, ibu dipimpin untuk mengejan selama 1 jam (multipara) namun tidak ada kelahiran janin ataupun kemajuan dalam penurunan kepala janin. Melakukan kolaborasi dengan dokter  untuk tindakan selanjutnya yakni inful RL dan melakukan rujukan.

2.4.6 Pelaksanaan asuhan yang menyeluruh

Penatalaksanaan adalah penatalaksanaan semua asuhan menyeluruh   seperti pada langkah perencanaan. Langkah   ini   dapat dilakukan pada wanita yang bersangkutan, bidan atau tim kesehatan lain. Pelaksanaan  pada  ibu  bersalin  dengan  kala  II  lama  sesuai  dengan

perencanaan yang di buat.

2.4.7 Evaluasi pelaksanaan asuhan

Merupakan   salah   satu   pemeriksaan   dari   rencana   perawatan, apakah  kebutuhan  yang  terindentifikasi  dalam  masalah  dan  diagnosa sudah terpenuhi  atau  belum  di  dalam  evaluasi

diharapkan  mendapat hasil.  Hasil  yang  diharapkan  manajemen  kebidanan  pada  ibu  bersalin

dengan  kala  II  lama  adalah  dapat  dilakukan  partus  secara  spontan, komplikasi akibat tindakan medis dapat diatasi serta ibu dan janin dalam keadaan baik dan sehat (Purwaningsih dan Fatmawati, 2010).

Evaluasi tahap akhir manajemen kebidanan. Selanjutnya pendokumentasian dituliskan dalam bentuk SOAP yakni :

S (Subjektif) : data dari pasien (riwayat, biodata)

O (Objektif) : hasil pemeriksaan umum, fisik, maupun penunjang.

A (Analisis) : kesimpulan dari data subjektif dan objektif berupa diagnosis,

masalah, dan diagnosa dan masalah potensial jika terdapat data-data yang mendukung.

P (Penatalaksanaan) : pelaksanaan dari perencanaan asuhan kebidanan patologi dengan kolaborasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB 3

TINJAUANKASUS

 

DATA SUBYEKTIF

Tgl. MKB              : 9 Januari 2019 pukul 10.00 WIB

Tgl. Pengkajian     : 9 Januari 2019

Pukul                     : 00.30 WIB

Tempat                  : Puskesmas Da

No. RM                 : 125xx

1.      IDENTITAS

Nama ibu

:

Ny. S.

Nama suami

:

Tn. S.

Umur

:

29 tahun

Umur

:

49 tahun

Agama

:

Islam

Agama

:

Islam

Suku

:

Jawa

Suku

:

Jawa

Pendidikan

:

SMP

Pendidikan

:

SMA

Pekerjaan

:

Ibu Rumah Tangga

Pekerjaan

:

Swasta

Alamat

:

Kxxxxxx   Utara

 

 

 

2.      Keluhan Utama

Keluar lendir darah sejak 07-01-2019 pukul 06.00 WIB, kenceng-kenceng sejak 08-01-2019 jam 15.00 WIB

3.      Riwayat menstruasi

Siklus

:

± 28 hari

Lama

:

7 hari

Fluor albus

:

Tidak ada

4.      Riwayat obstetri lalu

Kehamilan

Persalinan

Anak

Nifas

KB

Suami ke

Anak  ke

UK

Pylt

Penol

Jenis

Tem

Pylt

JK

BB

H/M

Pylt

ASI

 

1

1

9 bl

-

Bidan

Spt

Pkm

-

P

3000 gr

5 th

-

2 th

Stk

Hamil Ini

 

5.    Riwayat kehamilan dan persalinan ini

Pada kehamilan ini melakukan ANC 13 kali, 5 kali di PMB Mei 6 kali di Puskesmas Kxxxxx Selatan, 2 kali Puskesmas Pxxxx Timur. Status TT: TT1 tahun 2012.

o   Trimester 1 : periksa 4 kali (2 kali di BPM Mei, 1 kali di Puskesmas Kxxxxx Selatan, 1 kali di Puskesmas Pxxxx Timur)

Keluhan yang dialami saat hamil trimester 1 adalah mual. Penyuluhan yang diperoleh berupa gizi seimbang, istirahat cukup, tanda bahaya trimester I, pro cek laboratorium, pro USG. Mendapatkan terapi berupa gestiamin.

o   Trimester 2 : periksa 3 kali (3 kali di PMB Mei)

Tidak meniliki keluhan saat hamil trimester 2. Penyuluhan yang diperoleh berupa gizi seimbang dan istirahat. Mendapatkan terapi berupa gestiamin.

o   Trimester 3 : periksa 6 kali (5 kali di Puskesmas Kxxxxx Selatan, 1 kali di Puskesmas Pxxxx Timur)

Keluhan yang dialami saat hamil trimester 3 adalah perut kadang kaku pada usia kehamilan 37/38 minggu. Penyuluhan yang diperoleh berupa gizi seimbang, istirahat, perawatan payudara, membaca buku KIA halaman 6-8, persiapan persalinan, tanda persalinan, pro cek laboratorium. Mendapatkan terapi berupa gestiamin, Asam Folat, Kalk, Vit. BC, Vit. B1, Fe.

6.      Riwayat penyakit ibu

Ibu tidak sedang atau pernah menderita penyakit menurun seperti jantung, ginjal, hipertensi DM, dan asma, tidak sedang atau pernah pernah menderita penyakit menular seperti TBC, hepatitis, HIV, dan PMS.

7.      Riwayat penyakit keluarga

Keluarga tidak ada yang sedang atau pernah menderita penyakit menurun seperti jantung, ginjal, DM, hipertensi, asma dan tidak ada yang sedang atau pernah menderita penyakit menular seperti TBC, hepatitis, dan PMS.

8.      Data fungsional kesehatan

1).  Data nutrisi

       Terakhir makan tanggal 08-01-2019 jam 17.30 WIB dengan satu porsi nasi, lauk, dan sayur.

2).  Data Eliminasi

       Terakhir BAB tanggal 08-01-2019 jam 17.00 WIB dan BAK terakhir jam 21.30 WIB.

3). Data Istirahat

       Tidur malam terakhir tanggal 08-01-2019 selama 6-7 jam

9.      Riwayat psikososial dan budaya

Menikah 1 kali, saat usia 23 tahun, pernikahan selama ±6 tahun. Ibu merasa sedikit cemas dalam menghadapi persalinannya, pengambil keputusan adalah suami. Ibu didampingi oleh suami, ini merupakan kehamilan yang direncanakan, ibu dan keluarga tidak mempunyai kebiasaan yang merugikan kesehatan seperti merokok, minum jamu, minum alkohol, dan pijat perut.

 

DATA OBYEKTIF                                                 

1)   Pemeriksaan umum

Keadaan umum             : cukup

Kesadaran                      : compos mentis

Tanda-tanda vital

TD       : 120/80 mmHg          

S          : 36,8oC

N         : 84 x/menit                

RR       : 20 x/menit

Antropometri

            BB sebelum hamil       : 48,5 kg

            BB saat ini                  : 60 kg

            TB                               : 149 cm

            Lila                              : 27 cm

            IMT                             : 48,5 kg : (1,46 m)2 = 22,75 kg/m2

            HPHT                          : 10-04-2018

            HPL                            : 17-01-2019

2)   Pemeriksaan fisik

Wajah               : tidak pucat tidak oedema

Mata                 : konjungtiva merah muda, sclera putih

Payudara           : tidak terapa benjolan, putting susu menonjol, kolostrum belum keluar

Abdomen          : tidak terdapat bekas jahitan operasi

Leopold I    : TFU 3 jari dibawah prosesus xyphoideus, pada bagian atas perut ibu terapa lunak tidak melenting

Leopold II  : teraba panjang keras seperti papan pada bagian kanan perut ibu dan terana bagian-bagian kecil janin pada bagian perut ibu

Leopold III             : pada bagian bawah perut ibu teraba keras, bulat, tidak melenting dan sudah tidak bisa digoyangkan

Leopold IV : tangan pemeriksa sudah tidak bisa bertemu (divergen)

Penurunan kepala menurut WHO : kepala 4/5

TFU Mc.Donald : 32 cm

DJJ              : 138x/menit

His              : 2x35’

TBJ                         : 3100 gr

Genetalia          : terdapat pengeluran lender darah dari jalan lahir, tidak terdapat hemoroid, varices maupun oedema

VT                    : Ø 3 cm, effacement 25%, ketuban utuh, presentasi kepala, Hodge I

Ekstremitas       : tidak terdapat oedema pada ekstremitas bawah, juga tidak terdapat verises

 

 

 

3)   Pemeriksaan Penunjang

Hasil laboratorium pada tanggal 4 Juli 2018 di Puskesmas Pxxxx Timur

Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Hemoglobin

13,8 gr/dl

11,7 – 15,5 gr/dl

Albumin Urine

Negatif

Negatif

Reduksi Urine

Negatif

Negatif

Rapid HIV

Non-Reaktif

Non-Reaktif

RPR/TPHA

Non-Reaktif

Non-Reaktif

         

          Hasil laboratorium pada tanggal 8 November 2018 di Puskesmas Perak Timur

Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

GDA

111 mg/dL

70 – 130 mg/dL

HbsAg

Non-Reaktif

Non-Reaktif

 

   Hasil pemeriksaan USG pada tanggal 31 Oktober 2018

Pemeriksaan

Hasil

Usia Kehamilan

28 minggu

Taksiran Persalinan

19-01-2019

TBJ

1294 ± 194 g

Ketuban

Cukup

Letak Plasenta

Korpus

 

Hasil laboratorium pada tanggal 12 Desember 2018 di Puskesmas Kxxxxx Selatan

Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Hemoglobin

11 gr/dl

11,7 – 15,5 gr/dl

 

KSPR    : 2 (skor awal hamil)

 

ANALISIS DATA

Diagnosa          : G2P1001, 39 minggu, janin tunggal hidup, intrauterine, presentasi kepala, KU ibu dan janin baik, inpartu kala I fase laten.

PENATALAKSANAAN

Tanggal

Penatalaksanaan

Paraf

09-01-2019

 

-     Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa ia sudah memasuki proses persalinan, ibu mengetahui kondisi ibu saat ini

-     Melakukan informed consent tentang tindakan yang akan dilakukan dan tindakan darurat bila diperlukan kepada keluarga

-     Memfasilitasi ibu untuk makan dan minum di tempat tidurnya serta pendamping saat persalinan

-     Mengajari ibu posisi dan teknik relaksasi, mengejan yang baik pada saat pembukaan lengkap, dan menganjurkan untuk posisi miring ke kiri; ibu memahami dengan baik

-     Mengecek ulang persiapan baju dan kebutuhan lain bagi ibu dan bayi

Bidan,

Siwi

 

 

Melakukan pemantauan kala I fase laten, hasil terlampir di lembar observasi

Siwi

 

Memeriksa kembali persiapan alat, obat, dan tempat untuk APN, alat-alat sudah dipersiapkan.

Siwi

 

06.30

Mengobservasi TTv dan kemajuan persalinan

 

TTV

      TD   : 120/90 mmHg        Suhu   : 37oC

      Nadi : 84 x/menit

      DJJ   : 145 x/menit           His      : 3 x 40”

VT

Ø 7 cm, effacement 75%, ketuban utuh, presentasi kepala, Hodge I

Bidan,

Siwi

 

Melakukan pemantauan kala I fase aktif, hasil terlampir pada partograf

Siwi

 

 

CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal 09-01-2019, pukul 10.30 WIB

S       : ibu merasakan kenceng-kenceng semakin lama dan sering, tidak ada keinginan untuk meneran

O       :

TD    : 120/80 mmHg                            N         : 86 x/menit

S       : 37o

His    : 4 x 45” dalam 10 menit              DJJ      : 140 x/menit

VT    : Ø 10 cm, effacement 100%, ketuban utuh, UUK kanan depan, presentasi kepala, Hodge I, tidak teraba bagian kecil janin

A       : inpartu kala II

P       :

Tanggal

Penatalaksanaan

Paraf

 

Melakukan amniotomi atas indikasi pembukaan lengkap dan ketuban masih utuh

Ketuban jernih, jumlah cukup

Bidan

 

Memimpin persalinan ibu (dipimpin bila ada keinginan untuk meneran disertai his)

Bidan,

Siwi

 

CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal 09-01-2019, pukul 11.30 WIB

S       : ibu merasakan kenceng-kenceng semakin lama dan sering, tidak ada keinginan untuk meneran

O       :

TD    : 120/80 mmHg                            N         : 80 x/menit

S       : 37oC

His    : 4 x 45” dalam 10 menit              DJJ      : 136 x/menit

          VT    : Ø 10 cm, effacement 100%, denominator UUK, presentasi kepala, Hodge I

A       : inpartu kala II lama

 

 

P       :

Tanggal

Penatalaksanaan

Paraf

11.30

Ibu tidak memiliki keinginan untuk meneran, tidak ada kemajuan persalinan kala II

 

Konsultasi ke RS S untuk rujuk dengan advis pasang infus dan grojok RD 5% 1 kolf sambung RD 5%  kolf maintenance

Bidan,

Siwi

 

Persiapan rujukan :

Bidan         : mendampingi selama perjalanan rujukan

Alat            : partus set, doppler, gel, spuit, handscoon

Kendaraan  : ambulans

Surat           : buku KIA, lembar observasi, partograf, surat rujukan,

                     KTP, KK, BPJS

Obat            : oxytocin

Keluarga     : suami

Uang          : untuk keperluan pembiayaan/jaminan kesehatan yang dimiliki ibu

Bidan,

Siwi

11.35

Memasang infus RD 5% grojok 1 kolf, infus mengalir lancar di tangan kanan

Bidan,

Siwi

11.50

Mengganti infus RD 5% kolf ke-2 20 tpm

Siwi

 

Merujuk ke RS S menggunakan ambulans

Bidan,

Siwi

12.25

Serah terima pasien dengan bidan Ponek RS S

S: ibu merasa cemas karena dirujuk, tidak ada keluhan yang dirasakan

O:

TTV :

TD         : 120/80 mmHg           S          : 36oC

N           : 80 x/menit                 RR       : 20 x/menit

His        : 4 x 50”                      DJJ       : 137 x/menit

VT    :

Ø 10 cm, effacement 100%, denominator UUK, presentasi kepala, Hodge I

A: inpartu kala II lama

P:

-          Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu, ibu memahami kondisinya saat ini.

-          Mendampingi ibu saat proses rujukan dengan bidan di RS S, ibu sudah diserahkan ke pihak RS S

-          Memberikan dukungan mental kepada ibu, ibu sedikit tenang

-          Observasi dengan melanjutkan partograf yang dilakukan oleh bidan RS S

Bidan,

Siwi

 

CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal 25-01-2019, pukul 14.00 WIB

o   Data Subyektif

1.      Keluhan Utama

Ibu mengatakan senang akan kelahiran anak keduanya dan tidak ada keluhan.

2.      Riwayat Persalinan

Ibu melahirkan secara spontan tanpa dilakukan induksi persalinan di RS Soewandhi pada tanggal 09 Januari 2019 pukul 12.38 WIB. Bayi segera menangis, kulit kemerahan, dan tonus otot baik dengan BB 2700 gram PB 50 cm jenis kelamin laki-laki. Air ketuban jernih, plasenta lahir spontan pada pukul 12.43 WIB. Bayi telah melakukan IMD selama 1 jam setelah melahirkan dan berhasil serta mendapatkan vit K dan salep mata tetracycklin 1%. Terdapat jahitan perineum pada ibu dengan dijahit secara jelujur.

 

 

3.      Riwayat Nifas di RS S

Ibu pindah di ruang nifas pada jam 17.00 WIB dan telah mendapatkan obat vit A, anti nyeri, penambah darah, and vitamin. Bayi telah mendapatkan ASI Eksklusif dan imuninasasi Hb0 selama perawatan di RS. KRS pada tanggal 10 Januari 2019 jam 15.00 WIB. Ibu telah melakukan control nifas dan bayinya sesuai jadwal yang diberikan oleh rumah sakit, yaitu di poli anak pada tanggal 15 Januari 2019 dan di poli Obgyn tanggal 17 Januari 2019 serta pada tanggal 24 Januari 2019 telah melakukan kontrol di puskesmas krembangan selatan dimana keadaan ibu dan bayi baik.

o   Data Objektif

Keadaan Umum : Baik                      Kesadaran : Compos Mentis

o   Analisis

P2002 2 minggu Postpartum. Keadaan umum ibu baik.

o   Penatalaksaan

1.      Menginformasikan hasil pemeriksaan dan rencana asuhan yang akan diberikan, ibu mengetahuinya.

2.      Menginformasikan KIE kepada ibu tentang :

·         Nutrisi, tidak boleh ada pantangan untuk ibu perbanyak sayuran, protein seperti tahu,tempe,telur,ikan,daging, dan buah. Ibu mengetahuinya.

·         Istirahat, ketika bayi tidur usahakan ibu juga ikut tidur. Agar waktu istirahat ibu tetap terpenuhi, ibu mengetahuinya dan bersedia melakukaknya.

·         ASI Eksklusif, yaitu untuk menyusui bayinya selama 6 bulan tanpa tambahan apapun baik air, pisang, atau pun nasi kecuali obat atau vitamin yang diberikan oleh dokter, ibu bersedia melakukannya.

3.      Menjelaskan tentang jenis-jenis kontrasepsi pada ibu, ibu mengetahuinya dan ingin menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulan kembali.

4.      Menginformasikan kepada ibu untuk melakukan imunisasi pada bayinya ketika berumur 30 hari, ibu bersedia melakukannya

5.      Menginfornasikan kepada ibu untuk melakukan kunjungan ulang kepuskesmas pada 42 hari setelah melahirkan, ibu bersedia melakukannya.


 

BAB 4

PEMBAHASAN

 

Dari data subjektif didapatkan bahwa Ny. “S” datang ke Puskesmas tanggal 9 Januari 2019 pukul 00.30 WIB dan mengeluh keluar lendir darah sejak 07-01-2019 pukul 06.00 WIB, kenceng-kenceng sejak 08-01-2019 jam 15.00 WIB. Adanya kenceng-kenceng dan keluarnya lendir darah, merupakan tanda-tanda persalinan, Sebagaimana diungkapkan oleh Sulystiwati, dkk (2010) bahwa tanda masuk dalam persalinan meliputi pengeluaran lendir dan darah, pengeluaran cairan ketuban, dan adanya his persalinan dengan ciri-ciri pinggang terasa sakit menjalar kedepan yang sifatnya teratur, interval makin pendek, dan kekuatan makin besar.

              Ny. “S” memiliki pendidikan SMP. Koentjaraningrat (2009) mengungkapkan bahwa bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi dan mempunyai banyak pengetahuan yang dimilikinya sehingga semakin mudah dalam menentukan tindakan dan perilaku yang baik bagi kesehatannya. Begitupula Widayati, dkk (2017) mengungkapkan bahwadengan pendidikan seseorang dapatmeningkatkan kematangan intelektualsehingga dapat memberikan keputusanyang tepat dalam bertindak dan memilihmengenai kondisi kesehatannya. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan perilaku seseorang terhadap nilai-nilai baru. Sehingga seseorang yang berpendidikan rendah cenderung sulit untuk menyerap informasi  dan pengambilan keputusan yang tepat dan cepat daripada orang yang berpendidikan tinggi.

Berdasarkan data objektif diketahui bahwa taksiran persalinan ibu pada tanggal 17 Januari 2019. Ibu datang pada tanggal 9 Januari 2019, yang artinya usia kehamilan ibu sudah lebih dari 39 minggu. Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37- 42 minggu)lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Sofian, 2011). Ny. S adalah termasuk kehailan cukup bulan karena usia kehamilannya 39 minggu.

Hasil pemeriksaan dalam diketahui bahwa pembukaan 3 cm dengan ketuban utuh, dan penurunan kepala masih pada hodge I. hasil pemeriksaan dalam menunjukkan Ny. S memasuki inpartu kalai I fase laten. Sesuai dengan teori JNPK-KR (2008) yang mengatakan bahwa fase laten dimulai sejak awal terjadinya kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap yang berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm., pada umumya berlangsung hampir atau sampai 8 jam, kontraksi mulai teratur tetapi lamanya masih di antara 20-30 detik.

Dengan demikian, berdasarkan hasil pengkajian data subjektif dan objektif maka analisis kasus Ny. “S” ini adalah G2P1001, 39 minggu, janin tunggal hidup, intrauterine, presentasi kepala, U, KU ibu dan janin baik, inpartu kala I fase laten.

Penatalaksanaan yang diberikan kepada ibu adalah menganjurkan untuk miring ke kiri dan menghadirkan pendamping persalinan. Sesuai dnegan JNPK-KR (2008) menyatakan bahwa pada kala I frekuensi his menjadi lebih sering dan amplitudonya menjadi lebih tinggi, maka agar peredaran darah ke uterus menjadi lebih baik, ibu di anjurkan miring ke satu sisi sehingga uterus dan seluruh isinya tidak serta merta menekan pembuluh darah di panggul. Kontraksi uterus juga menjadi lebih efisien dan putar paksi dalam berlangsung lebih lancar bila ibu miring ke sisi dimana ubun-ubun kecil berada. Selain itu peran pendamping dapat membantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling nyaman selama kala II. Hal ini dapat membantu kemajuan persalinan, mencari posisi yang penting efektif dan menjaga sirkulasi utero plasenter tetap baik.

Penatalaksanaan pada Ny. S dilakukan observasi sesuai dengan partograf ketika sudah memasuki fase aktif, yaitu jam 6.30 WIB dengan hasil periksa adalah pembukaan 7 cm. Hal ini sesuai dengan teori dari JNPK-KR (2008) yang menyatakan bahwa fase aktif berlangsung dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara).

 Jam 10.30 WIB dilakukan pemeriksaan dalam kembali dengan hasil : pembukaan 10 cm, effacement 100%, ketuban utuh, UUK kanan depan, presentasi kepala, Hodge I, tidak teraba bagian kecil janin. Kemudian dilakukan amniotomi.. Hasil analisis ini menyatakan bahwa ibu sudah memasuki kala II, karena pembukaan sudah lengkap 10 cm. Penatalaksanaan ini sudah sesuai dengan JNPK-KR (2008) yang mengatakan bahwa bila pembukaan sudah lengkap tetapi ketuban masih utuh, maka lakukan tindakan amniotomi. Namun ibu tidak ada keinginan untuk meneran

Jam 11.30 WIB dilakukan pemeriksaan kembali dengan hasil pembukaan 10 cm, effacement 100%, denominator UUK, presentasi kepala, Hodge I. Ny. S sudah memasuki kala II, namun tidak ada tanda-tanda kemajuan persalinan. Hal ini sesuai dengan American Collage of Obstetricians and Gynecologist (ACOG), (2004) mendefinisikan kala II lama (prolonged second stage of labor) yaitu pada nulipara 3 jam dengan epidural dan 2 jam tanpa epidural, pada multipara 2 jam dengan epidural dan 1 jam tanpa epidural. Definisi lain yaitu kala II lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 2 jam pada primipara, dan lebih dari 30 menit sampai 1 jam pada multipara (Sinopsis Obsestetri, 2010).Secara umum penyebab kala II lama dapat dibagi ke dalam beberapa faktor yaitu faktor tenaga (power), faktor jalan lahir (passage), faktor anak(passenger), faktor psikis dan faktor penolong. Faktor tenaga (power) salah satunya dapat dinilai dengan his yang didapatkan oleh Ny. S.

Ketika melihat partograf maka akan ditemukan salah satu his mengalami penurunan kekuatan daripada his sebelumnya yang muncul. Ny. S adalah hamil dengan multipara, dan pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri (Neilson, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang melahirkan lebih dari satu kali dapat menyebabkan keadaan otot rahim menjadi lebih lemah daripada ibu primigravida, sehingga menimbulkan persalinan lama. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ardhiyanti dan Susanti dalam jurnalnya yang berjudul “faktor ibu yang berhubungan dengan kejadian persalinan lama di RSUD AA” pada tahun 2016 jumlah paritas berisiko dapat menyebabkan terjadinya persalinan lama dikarenakan otot-otot rahim pada ibu sering melahirkan sudah melemah sehingga bisa mengakibatkan lamanya proses persalinan.

Jika masalah his timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama, hal itu dinamakan inersia uteri sekunder. Hingga saat ini etiologi dari inersia belum diketahui tetapi beberapa faktor dapat mempengaruhi: umum (primigravida pada usia tua, anemia, perasaan tegang dan emosional, pengaruh hormonal: oksitosin dan prostaglandin, dan penggunaan analgetik yang tidak tepat), dan lokal (overdistensi, perkembangan anomali uterus misal hypoplasia, mioma, malpresentasi, malposisi, dan disproporsi cephalopelvik, kandung kemih dan rektum penuh).

Penurunan kepala pada multipara terjadi saat mulainya persalinan. Masuknya kepala janin melintasi PAP dapat dalam keadaan sinklitismus atau asinklitismus, dapat juga dalam keadaan melintang atau serong, dengan fleksi ringan (dengan diameter kepala janin oksitofrontalis 11,75 cm) atau fleksi sedang (dengan diameter kepala janin terjadi selama suboksipitofrontalis 11,25 cm). Penurunan kepala janin terjadi selama persalinan karena daya dorong dari kontraksi dan posisi serta peneranan (selama kala II) oleh ibu (Lailiyana dkk, 2012). Pada kasus ini dapat dilihat pada partograf dimana tidak terjadi penurunan kepala janin dikarenakan ibu yang tidak benar dalam mendorong janin ke bawah sehingga menyebabkan kala II lama meskipun his mulai adekuat dan mencoba berbagai macam posisi meneran.

Faktor jalan lahir (Passage) yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya persalinan abnormal antara lain: panggul sempit, kelainan pada vulva, kelainan pada vagina, kelainan uterus (Nurasiah, 2014:26). Dalam mendeteksi panggul sempit dapat kita lihat dari tinggi badan, riwayat persalinan dengan berat badan janin yang telah melalui jalan lahir ibu sebelumnya. Melihat data kajian tidak ditemukan kelainan dikarenakan ibu telah melakukan persalinan sebelumnya secara spontan dengan berat badan bayi 3000 gram dan TFU sekarang yakni 32 cm dengan taksiran berat badan janin 3100 gram. Wanita yang memiliki tinggi badan dibawah 145 cm memiliki resiko panggul sempit, dalam kasus ini ibu memiliki tinggi badan 149 cm, sehingga bukan merupakan faktir risiko terjadinya panggul sempit. Selain itu, tidak ditemukan juga kelainan pada vulva sehingga  dalam kasus ini, passage bukan merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya kala II lama.

Pada faktor bayi (Passenger) yang memengaruhi adalah bentuk bayi, berat badan, posisi, dan letak yang dipantau perkembangannya sampai pada akhir kehamilan dan siap untuk dilahirkan. Bayi mempunyai kekuatan mendorong dirinya keluar sehingga persalinan dapat berjalan spontan (Nurasiah, 2014:32). Distosia atau penyulit persalinan yang disebabkan oleh kelainan janin atau bayi antara lain: kelainan pada letak kepala, letak sungsang, letak melintang. Kelainan janin dapat di deteksi selama di kandungan pada pemeriksaan kehamilan. Menurut data kajian, tidak ditemukan kelainan pada janin sehingga passenger bukan faktor yang menyebabkan terjadinya kala II lama pada ibu.

Dalam persalinan faktor psichology sangat penting dikarenakan perasaan cemas, takut, nyeri akan membuat ibu tidak tenang dalam menghadapi persalinan. Kecemasan yang dirasakan saat menjelang persalinan dapat memengaruhi proses persalinan. Dalam kasus ini sudah dilakukan asuhan sayang ibu, yaitu menghadirkan pendamping persalinan dan bidan memberikan dukungan. Ibu memilih suaminya untuk mendampinginya selama proses persalinan. Menurut JNPK-KR (2008), peran pendamping dapat membantu ibu untuk membuat ibu merasa nyaman, memperoleh posisi yang paling nyaman selama kala II dan dapat membantu kemajuan persalinan. Sehingga faktor psichology bukan merupakan faktor penyebab terjadinya kala II lama.

Faktor penolong bukan merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya kala II lama pada ibu, karena bidan yang bertugas memiliki kemampuan dan ketrampilan yang mumpuni dan telah memiliki izin untuk melakukan pertolongan persalinan yang aman.

Hasil analisis tersebut merupakan kasus patologis atau abnormal, maka penatalaksanaan yang dilakukan pada fasilitas tingkat pertama (Puskesmas) yakni melakukan konsultasi dengan RS S. Hasil konsultasinya yakni advis dilakukan rujukkan ke RS S sebagai faskes tingkat lanjutan dan diakukan pemasangan cairan infus RD 5% grojok dan sambung RD 5% maintanance.

 Hal ini sesuai dengan peraturan BPJS (2014) yang menyatakan bahwa persalinan normal diutamakan dilakukan di faskes tingkat pertama dan penjaminan persalinan normal di faskes rujukan tingkat lanjutan hanya dapat dilakukan dalam kondisi gawat darurat. Yang dimaksud kondisi gawat darurat di atas adalah perdarahan, kejang pada kehamilan, ketuban pecah dini, gawat janin dan kondisi lain yang mengancam jiwa ibu dan bayinya. Hal tersebut sesuai bahwa kehamilan dan persalinan dengan kala II lama dapat menimbulkan berbagai kegawatan pada ibu dan janin diantaranya infeksi intrapartum, ruptur uteri, cincin retraksi patologis, pembentukan fistula, cedera otot dasar panggul,  efek pada janin berupa kaput suksedaneum, moulase kepala janin, bila berlanjut dapat menyebabkan terjadinya gawat janin (Nugroho, 2012; Cunningham, dkk, 2012).

Tindakan selanjutnya adalah melakukan pemasangan infus. Pemberian cairan infus bertujuan untuk stabilisasi pasien karena pasien mengalami kelelahan. Memberikan infus cairan larutan garam fisiologis, larutan glukosa
5-10% dan antibiotik adalah antisipasi yang harus dikolaborasikan untuk
penatalaksanaan pada ibu bersalin dengan kala II lama (Purwaningsih
dan Fatmawati, 2010).
Kemudian dilakukan rujukan dengan perlengkapan BAKSOKU, hal ini sesuai dengan JNPK-KR (20018) yang menjabarkan bahwa persiapan penderita yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan yaitu dengan melakukan BAKSOKU yang merupakan singkatan dari (Bidan, Alat, Keluarga, Surat, Obat, Kenderaan, Uang).

Sampai di tempat rujukan, Ny. S diserahkan kepada pihak RS S dalam keadaan stabil, kemudian dilakukan dengan pemantauan menggunakan partograf. Ny. S telah melahirkan pada jam 12.38 WIB, keadaan ibu dan bayi dalam keadaan baik. Jenis kelamin laki-laki, BBL 2700 gram, PB 50 cm. Selama perawatan nifas, ibu mendapatkan terapi tambah darah, vitamin, vitamin A, dan anti nyeri. Bayi sudah diberikan imunisasi Hb0 saat di RS dan diberikan ASI eksklusif. Ibu dirawat selama 1 hari dan dipulangkan pada hari Kamis, tanggal 10 Januari 2019 jam 15.00 WIB. Dianjurkan kontrol di poli anak hari Selasa tanggal 15 Januari 2019 dan kontrol poli Obgyn hari Kamis tanggal 17 Januari 2019 dan ibu sudah melakukannya. Ibu sudah melakukan kontrol ulang nifas dan kontrol bayi di Puskesmas Kxxxxx Selatan pada tanggal 24 Januari 2019, keadaan ibu dan bayi normal. Jika melihat berdasarkan kasus yang ada, kunjungan neonatus (KN) pada bayi Ny. S sudah lengkap. KN 1 (6 jam-48 jam) sudah dilakukan ketika mendapatkan perawatan di RS. KN 2 (3 – 7 hari) sudah dilakukan yaitu pada saat usia bayi 6 hari (tanggal 15 Januari) ibu kontrol ke poli anak RS Soewandhie. Kemudian KN 3 (8 – 28 hari) sudah dilakukan ibu ketika ibu dan bayi melakukan kontrol ulang ke puskesmas Kxxxxx Selatan pada tanggal 24 Januari 2019 (saat usia bayi 15 hari).

Kunjungan nifas (KF) yang dilakukan oleh Ny. S sudah lengkap sesuai dengan usia. KF 1 (6 – 48 jam) sudah dilakukan ketika Ny. S masih dalam perawatan di RS. Kemudian KF 2 (4 – 28 hari) dilakukan pada tanggal 17 Januari 2019 di poli Obgyn RS S, saat Ny. S usia 8 hari setelah melahirkan. KF 3 (29 – 42 hari) baru dimulai saat tanggal 7-20 Februari 2019.

Kelompok telah menghubungi via telepon kepada Ny. S dan menanyakan catatan perkembangannya pada tanggal 25 Januari 2019 pukul 14.00 WIB. Kemudian memberikan KIE tentang Nutrisi, istirahat cukup, ASI Eksklusif, jenis kontrasepsi, serta menganjurkan untuk kontrol ulang untuk imunisasi BCG dan Polio 1 saat anak berusia 30 hari dan kontrol nifas untuk ibu. Evaluasi adalah ibu mengerti dan bersedia mengikuti anjuran yang diberikan, serta ingin menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulan karena merasa cocok. Jika ibu melakukan kontrol ulang pada tanggal 8 Februari untuk imunisasi BCG dan Polio 2, serta kunjungan nifas 3 untuk ibu, maka KF Ny. S dinyatakan lengkap.

 

 

 

BAB 5

PENUTUP

 

5.1           Simpulan

Simpulan yang dapat diambil dari asuhan kebidanan rujukan pada kasus ibu bersalin dengan kala dua memanjang yang telah disusun adalah sebagai berikut :

1.      Peran bidan dalam memberikan asuhan selama masa kehamilan dan persalinan adalah sangat penting, sebagai upaya dalam mengidentifikasi dan mencegah resiko/masalah kegawatdaruratan pada kehamilan, persalinan, dan masa nifas.

2.      Banyak faktor yang dapat menyebabkan kala dua memanjang sehingga pengkajian data subyektif dan data obyektif harus dilakukan secara menyeluruh.

3.      Dari hasil pengkajian data subyektif dan data obyektif, dapat ditegakkan diagnosa yang tepat sesuai teori, guna merencanakan penatalaksanaan yang tepat.

4.      Penatalaksanaan yang disusun telah sesuai dengan prioritas masalah serta kebutuhan ibu bersalin

5.      Ketika merujuk harus memperhatikan persiapan rujukan yaitu BAKSOKU.

5.2           Saran

1.    Bidan sebagai tenaga kesehatan khusunya ujung tombak kesehatan ibu dan anak hendaknya selalu meningkatkan kemampuan dan kapasitas diri dalam memberikan asuhan secara menyeluruh, mencakup segala hal yang dibutuhkan ibu bersalin, sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi

2.    Mahasiswa kebidanan diharapkan mampu memahami dan mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam memberikan asuhan pada ibu bersalin secara komprehensif dan berkualitas.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ardhiyanti Yulrina, Susi Susanti “Faktor Ibu yang Berhubungan dengan Kejadian
Persalinan Lama di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru” Jurnal Kesehatan Komunitas, Vol. 3, No. 2, Mei 2016

Astuti, H.P. 2012. Asuhan Kebidanan ibu I (Kehamilan).Yogyakarta: Rohima.

Depkes RI. (2015). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR.

JNPK-KR. 2008. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal (Jaringan Nasional  Pelatihan Klinik-Kesehatan Reproduksi). Jakarta: JNPK-KR.

Kusumawati, Yuli. 2006. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Persalinan dengan Tindakan (Tesis). Semarang: Program PascasarjanaUniversitas Diponegoro; 2006.

Lailiyana, dkk. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan. Jakarta: EGC. 2012

Manuaba,  et  al.  2010. Ilmu  Kebidanan,  Penyakit  Kandungan  dan  KB. Jakarta: EGC

Mubarak, W.I. & Chayatin Nurul. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC.

Neilson, J.P., lavender, T., Quenby, S., Wray, S. Obstructed labour: reducing maternal death and disability during pregnancy. British Medical Bulletin, 2003: 67: 191–204.

Nurasiah Ai, Rukmawati Ani, Badriah Dewi Laelatul. Asuhan Persalinan Normal
Bagi Bidan. Bandung: PT. Refika Aditama. 2012

Oxorn,   Harry   &   Forte  W  R.  2010. Ilmu  Kebidanan:   Patologi   &  Fisiologi Persalinan. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.

Prawirohardjo,  S. (2010). Ilmu  Kebidanan. Jakarta:  P.T  Bina  Pustaka  Sarwono Prawirohardjo.

Pudiastuti, R.D. 2011.Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Yogyakarta: Nuha Medika.

Purwaningsih,  W   dan   Fatmawati.   2010. Asuhan   Keperawatan   Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika.

Saifuddin, dkk. 2006. Buku   Acuan   Nasional   Pelayanan   Kesehatan   Dan Neonatal.Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

---------------   2009. Buku   Acuan   Nasional   Pelayanan   Kesehatan   Dan Neonatal.Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Salmah. 2006. Asuhan Kebidanan Antenatal. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit JNPKKR/POGI.

Soepardan, S. 2008. Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC.

Syafrudin, dkk. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. “Ilmu Kebidanan”. Edisi Ketiga, Cetakan Ketujuh. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Komentar

Trending

Evian Brumisateur Facial Spray Review

Pas lagi nyari produk untuk melembabkan wajah, banyak yang saranin buat pakai produk Evian. Aku gak tau produk apa itu dan bagaimana rupa produk tersebut. Aku coba browsing tentang produk ini dan dapet banyak kabar, katanya produk ini bagus banget. Aku tinggal di Kota Serang dan gak tau bisa dapet produknya dimana. Suatu hari nih, hehe, aku ke toko buku di Intermedia yang terletak di Ciceri Kota Serang Banten, kira-kira 15 menit dari rumah aku. Setelah selesai beli buku, aku berniat untuk beli body lotion di toko sebelah, yaitu gerai DAN+DAN. Masuk deh kesitu dan disambut sama mbak-mbak penjaganya yang ramah. Gak lama aku langsung dapet apa yang aku butuhin, namanya cewek, gakbisa banget buat nggak ngepoin produk apa aja yang dijual disana. hehe wahhhh... aku nemu nih produk yang lagi aku cari. kebetulan banget. Tapi di sana gak tertera harga Evian  Facial Spray, akhirnya aku tanya sama mbak-mbak yang nyambut aku pas dateng. Mbaknya bilang "Maaf ya label harganya bel...

Wajah Glowing dengan MS Glow (Review jujur tentang Ms Glow, baca sampai akhir yaa)

Semua perempuan pasti mendambakan wajah glowing, apalagi dengan budget yang pas-pasan. Sebelumnya aku pakai krim wajah dari salah satu klinik kecantikan ditempatku tinggal. Tapi aku ngerasa wajahku kusam, apalagi sekarang aku tinggal di kota Surabaya yang membuat aku harus bersahabat dengan matahari. Aku seorang mahasiswi di salah satu universitas negeri di Surabaya dan saat ini sedang memasuki program KKN pada akhir tahun 2017 di Gresik. Seorang mahasiswa yang sedang KKN harus lebih bersahabat dengan matahari, karena selalu melakukan kegiatan outdoor. Akibatnya wajah aku semakin kusam :( aku posting ini di tahun 2018 karena aku mau kasih review sesuai dengan pengalamanku. Akhirnya aku sharing dengan beberapa teman dan sampailah keputusanku untuk pakai Ms Glow. Awalnya aku belum tahu ternyata Ms Glow sudah buka cabang di Surabaya, aku dapet produknya dikirim temannya temenku yang tinggal di Malang, karena memang kantor pusat Ms Glow berada disana. Setelah aku melakukan konsultasi onlin...

Sudut Pertemuan

    Seseorang yang akan menemuimu di satu hari yang membahagiakan, seolah menjadi saksi bahwa ketetapan-Nya itu nyata. Seseorang yang bersedia untuk datang. Seseorang yang akan menjawab seluruh doa-doa selama masa penantian. Seseorang yang kamu minta kepada yang maha tepat.     Bisa saja ia yang selalu berada disampingmu, bisa juga ia adalah seseorang yang belum pernah kamu temui. Langkahnya dan langkahmu dituntun oleh-Nya, bertemu disatu titik yang sama, dalam waktu yang tepat dan keadaan yang tepat. Tidak ada yang tahu, kecuali Allah.     Waktu akan berjalan dengan sendirinya, sesuai kehendak-Nya. Tidak tergesa apalagi memaksa. Apa yang kita sangka baik, belum tentu sepenuhnya baik, pun sebaliknya. Jalani hari dengan sebaik-baiknya, dengan kesabaran bahwa akan ada jalan ini menemui satu sudut yang berbeda. Sudut yang terbentuk dari pertemuan kamu dan dia.     Jika hari itu datang, kamu akan memintanya untuk mencintaimu. Jika kamu saja tidak dapa...