BAB
1
PENDAHULUAN
Angka
kematian ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator
pembangunan kesehatan dalam RPMJN 2015-2019 dan SDGs. Menurut data SDKI AKI
sudah mengalami penurunan pada periode tahun 1994-2012 yaitu pada tahun 1994
sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 1997 sebesar 334 per 100.000
kelahiran hidup, tahun 2002 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2007
sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup namun pada tahun 2012 angka kematian
ibu meningkat kembali menajdi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk
AKB dapat dikatakan penurunan on the
track (terus menurun) dan pada SDKI 2012 menunjukkan angka 32/1.000 KH
(SDKI 2012). Dan pada tahun 2015, berdasarkan data SUPAS 2015 baik AKI maupun
AKB menunjukkan penurunan (AKI 305/100.000 KH; AKB 22,23/1000 KH) (Laporan
Tahunan, 2016).
Kematian
ibu dan bayi yang terjadi di Indonesia, salah satunya disebabkan oleh
komplikasi umum yang dapat diatasi dengan akses cepat terhadap pelayanan
obstetrik dan neonatal emergensi yang berkualitas. Kematian selama persalinan
dan minggu pertama setelah melahirkan diperkirakan menjadi penyebab dari 60%
kematian ibu. Sekitar 25-50% kematian neonatal terjadi dalam24 jam pertama dan
sekitar 75% dalam minggu pertama. Kematian ibu terjadi karena tidak semua
kehamilan berakhir dengan persalinan yang berlangsung normal. Persalinan
disertai komplikasi sebesar 30,7%, dimana bila tidak ditangani dengan cepat dan
baik dapat meningkatkan kematian ibu. Kematian ibu banyak terjadi di rumah,
sedangkan kematian di fasilitas kesehatan hanya pada kasus rujukan. (Kemenkes
RI, 2013)
Tingginya
angka kematian ibu di Indonesia
menunjukan rendahnya kualitas pelayanan kesehatan terutama kesehatan ibu.
Penurunan angka kematian ibu dikatakan mustahil tanpa adanya sistem rujukan
yang efektif terutama untuk kasus dengan komplikasi. WHO menyatakan bahwa salah
satu aspek fundamental pelayanan kesehatan primer (termasuk ibu dan anak) adaah
adanya hubungan yang erat dengan level di atasnya. Hubungan yang erat ini
tercermin sebagai suatu sistem rujukan yang efektif (WHO, 2000)
Ibu
hamil dengan resiko tinggi harus diterima oleh sistem yang baik pula sehingga
kasus yang dirujuk tidak datang ke rumah sakit sebagai pasien baru. Kualitas
rujukan yang baik adalah diagnosis bidan atau perawat tepat, rencana tindak
lanjut (RTL) yang akan dilakukan unutk menangani ibu dengan resiko tinggi, dan
untuk mengetahui di mana tempat kontrol, persiapan yang dilakukan untuk
menangani masalah ibu resiko tinggi, serta bagaimana rencana pengakhiran persalinan
terhadap ibu tersebut. Persiapan direncanakan saat kasus terdeteksi pada saat
ANC (Okaviany, 2013)
Ketidakpatuhan
dalam pemeriksaan kehamilan dapat menyebabkan tidak dapat diketahuinya berbagai
komplikasi ibu yang dapat mempengaruhi kehamilan atau komplikasi hamil sehingga
tidak segera dapat diatasi. Deteksi saat pemeriksaan kehamilan sangat membantu
persiapan penngendalian resiko (Manuaba dalam Damayanti, 2013). Apalagi ibu
hamil yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan, maka tidak akan diketahui apakah
kehamilannya berjalan dengan baik atau mengalami keadaan resiko tinggi dan
komplikasi obsteri yang dapat membahayakan kehidupan ibu dan janinnya, serta
dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Saifuddin dalam
Damayanti, 2013).
Analisis
kematian ibu yang dilakukan Direktorat Bina Kesehatan Ibu pada tahun 2010
membuktikan bahwa kematian ibu terkait erat dengan penolong persalinan dan
tempat/ fasilitas persalinan. Persalinan yang ditolong tenaga kesehatan
terbukti berkontribusi terhadap turunnya resiko kematian ibu. demikian pula
dengan tempat/ fasilitas, jika persalinan dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan, juga akan semakin menekan resiko kematian ibu. berdasarkan data
diketahui bahwa secara umum cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan di Indonesia mengalami kenaikan setiap tahunnya, walaupun belum dapat
memenuhi target Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2014 (Profil Kemeskes RI,
2014).
Salah
satu upaya yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan dalam menolong persalinan
adalah adanya perubahan paradigma menunggu terjadinya dan menangani komplikasi
menjadi pencegahan terjadinya komplikasi diharapkan dapat memberikan
konstribusi dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir (APN, 2013).
1.1
Tujuan
1.1.1
Tujuan
Umum
Mahasiswa
mampu membuat, menjelaskan serta melakukan konsep dasar asuhan kebidanan
komprehensif pada ibu dengan persalinan rujukan.
1.1.2
Tujuan
Khusus
a) Mampu
melaksanakan pengumpulan dan pengkajian data subjektif dan data objektif pada
ibu dengan persalinan rujukan.
b) Mampu
mengidentifikasi diagnosa dan masalah aktual pada ibu dengan persalinan
rujukan.
c) Mampu
mengidentifikasi diagnosa potensial dan masalah potensial pada ibu dengan
persalinan rujukan.
d) Mampu
mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera pada ibu dengan persalinan rujukan.
e) Mampu
mengembangkan rencana tindakan asuhan kebidanan secara menyeluruh pada ibu
dengan persalinan rujukan.
f) Mampu
melaksanakan rencana tindakan asuhan kebidanan menyeluruh sesuai kebutuhan ibu
dengan persalinan rujukan.
g) Mampu melakukan evaluasi terhadap asuhan yang
diberikan pada ibu dengan persalinan rujukan.
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Konsep Dasar Persalinan
2.1.1
Pengertian
dan Batasan Persalinan
Persalinan adalah
proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu.
Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup
bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai
(inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perdarahan pada serviks
(membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu
belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks (Saifuddin, dkk, 2010).
Persalinan
adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37- 42
minggu) lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu
maupun pada janin (Sofian,
2011).
Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran
hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati,
yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks, dan diakhiri dengan
pelahiran plasenta (Varney, 2008).
Partus adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Prawirohardjo, 2008)
2.1.2
Macam-macam Persalinan
Ada beberapa macam persalinan berdasarkan kategori berikut:
a.
Persalinan
berdasarkan teknik:
1.
Persalinan
Spontan,
yaitu persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan
lahir.
2.
Persalinan buatan, yaitu persalinan
dengan tenaga dari luar dengan ekstraksi forceps, ekstraksi vakum dan sectio
sesaria.
3.
Persalinan anjuran, yaitu bila kekuatan
yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan pemberian
rangsang (Rukiyah, dkk., 2009).
b.
Persalinan
menurut usia kehamilan dan berat bayi yang dilahirkan
1.
Abortus
adalah terhentinya proses kehamilan sebelum janin dapat hidup (viable), berat janin dibawah 1.000 gram
atau usia kehamilan dibawah 28 minggu.
2.
Partus prematurus adalah persalinan dari
hasil konsepsi pada umur kehamilan 28-36 minggu. Janin dapat hidup, tetapi
prematur, berat janin antara 1.000-2.500 gram.
3.
Partus matures/aterm (cukup bulan)
adalah partus pada umur kehamilan 37-40 minggu, janin matur dengan berat badan
diatas 2.500 gram.
4.
Partus post maturus (serotinus) adalah
persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang ditaksir,
janin disebut postmatur.
5.
Partus presipitatus adalah partus yang
berlangsung cepat, mungkin di kamar mandi, diatas kendaraan, dan sebagainya.
6.
Partus percobaan adalah suatu penilaian
kemajuan persalinan untuk memperoleh bukti tentang ada atau tidaknya CPD (Cephalo Pelvic Disproportion) (Rohani,
dkk., 2011).
2.1.3
Fisiologi
Persalinan
a.
Teori yang menyebabkan terjadinya proses persalinan
Teori yang
menyebabkan terjadinya proses persalinan adalah (Manuaba, 2008):
1.
Teori keregangan otot
· Otot
rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
· Setelah
melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.
· Pada
kehamilan ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu dan
inpartu.
2.
Teori penurunan progesteron
· Proses
penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu dimana terjadi
penimbunan jaringan ikat pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu.
· Produksi
progesterone mengalami penurunan, sehingga otot rahim sensitif terhadap
oksitosin.
· Akibatnya
otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesterone
tertentu.
3.
Teori oksitosin
· Oksitosin
dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis pars posterior
· Perubahan
keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitifitas otot rahim,
sehingga terjadi Braxton hicks.
· Menurunnya
konsentrasi progesterone akibat tuanya kehamilan, masa oksitosin dapat
meningkatkan aktivitas sehingga persalinan dapat dimulai.
4.
Teori protoglandin
· Konsentrasi
progesteron meningkat sejak usia kehamilan 15 minggu yang dikeluarkan oleh
desidua.
· Pemberian
prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil
konsepsi dikeluarkan.
· Prostaglandin
dianggap sebagai pemicu terjadinya persalinan
5.
Teori hipotalamus Pituari dan Glandula
Suprarenalis
·
Teori ini menunjukkan pada kehamilan
dengan anenchepalus sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuk
hipotalamus. Teori ini dikemukakan oleh liggin (1973).
·
Pemberian kortikosteroid yang dapat
menyebabkan maturitas janin, induksi (mulainya) persalinan.
·
Dari percobaan tersebut disimpulkan ada
hubungan antara hipotalamus-pituari dengan mulainya persalinan.
·
Glandula suprarenal merupakan pemicu
terjadinya persalinan.
6.
Teori Plasenta menjadi tua
Proses
penuaan placenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu dimana terjadi
penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu.
Produksi progesterone mengalami penurunan sehingga menyebabkan kekejangan
pembuluh darah, sehingga otot-otot rahim lebih sering berkontraksi.
7.
Teori iritasi mekanik
Dibelakang
serviks terletak ganglion serviks (fleksus fronkenhauser). Bila ganglion ini
digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala janin akan timbul kontraksi uterus.
8.
Teori fetal kortisel
Sapi
yang diinfus ACTH dapat lahir premature. Hal ini menunjukkan fetus mempunyai
peranan penting dalam memulai persalinan. Fetus anconcheptal lebih lama lahir
dibanding fetus normal.
9.
Teori Janin
Janin mengeluarkan sinyal kepada maternal, walaupun sampai
saat ini belum diketahui seperti apa sinyalnya. Fetus mempunyai
peran penting dalam persalinan, pada anenchepal lebih lama lahir daripada fetus
normal.
10.
b.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi persalinan
1.
Passenger
Pada
faktor passenger, terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap,
dan posisi janin. Karena plasenta juga harus melalui jalan lahir, maka ia
dianggap sebagai penumpang yang menyertai janin (Bobak, Lowdermilk &
Jensen, 2004).
2.
Passage away
Jalan
lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul,
vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak khususnya
lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi
panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Janin harus berhasil
menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatif kaku (Bobak, Lowdermilk
& Jensen, 2004).
3.
Powers
His
adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka dan mendorong
janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan
turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul (Saifuddin, dkk, 2010). Ibu
melakukan kontraksi involunter dan volunter secara bersamaan (Bobak,
Lowdermilk &Jensen, 2004).
4.
Position
Posisi
ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologis persalinan. Posisi tegak
memberi sejumlah keuntungan. Mengubah posisi membuat rasa letih hilang, memberi
rasa nyaman, dan memperbaiki sirkulasi. Posisi tegak meliputi posisi berdiri,
berjalan, duduk, dan jongkok (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
5.
Psychologic
Respons
Pada
kebanyakan wanita, persalinan dimulai saat trejadi kontraksi uterus pertama dan
dilanjutkan dengan kerja keras selama jam-jam dilatasi dan melahirkan kemudian
berakhir ketika wanita dan keluarganya memulai proses ikatan dengan bayi.
Perawatan ditunjukkan untuk mendukung wanita dan keluarganya dalam melalui
proses persalinan supaya dicapai hasil yang optimal bagi semua yang terlibat.
Wanita yang bersalin biasanya akan mengutarakan berbagai kekhawatiran jika
ditanya, tetapi mereka jarang dengan spontan menceritakannya (Bobak, Lowdermilk
& Jensen, 2004).
c.
Diagnosis
Persalinan
Berdasarkan buku pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal(2002), curigai atau
antisipasi adanya persalinan jika wanita tersebut menunjukkan tanda atau gejala
sebagai berikut:
· Nyeri abdomen yang bersifat intermitten setelah kehamilan
22 minggu.
· Nyeri disertai lendir darah.
· Adanya pengeluaran air dari vagina atau keluarnya air
secara tiba-tiba.
Memastikan keadaan inpartu jika:
·
Serviks
serasa melunak: adanya pemendekan dan pendataran serviks secara progresif
selama persalinan.
·
Dilatasi
serviks: peningkatan diameter pembukaan serviks yang diukur dalam sentimeter.
d.
Mekanisme
persalinan
Mekanisme
persalinan berdasarkan Sofian (2011), ada 7 tahap yaitu:
1. Engagement
Ketika
diameter biparietalis melewati PAP : masuknya kepala kedalam PAP biasanya
dengan sutura sagitalis melintang dan dengan flexi ringan. Masuknya kepala
kedalam PAP pada primigravida. Sudah terjadi pada bulan terakhir dari kehamilan
tetapi pada multigravida biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan.
Penurunan bagian terendah janin ke dalam rongga panggu ini akan dirasakan ibu
sebagai Lightening
2. Desent (penurunan)
Penurunan
ini diakibatkan oleh tekanan cairan intra uterine, tekanan langsung oleh fundus
pada bokong saat ada kontraksi, usaha mengejan yang menggunakan otot-otot
abdomen, ekstensi dan pelurusan badan janin.
3. Flexion
Dengan majunya kepala biasanya juga flexi bertambah
hingga UUK jelas lebih rendah dari UUB. Keuntungan dari bertambahnya flexi
ialah bahwa ukuran kepala yang lebih kecil melalui jalan lahir. Diameter sub
occipito frontalis (11 cm). Flexi ini disebabkan karena anak didorong maju dan sebaliknya
mendapat tekanan dari pintu atas panggul serviks, dinding panggul atau dasar
panggul.
4. Putaran
paksi dalam
Yang
dimaksud adalah putaran dari bagian depan sehingga bagian terendah dari bagian
depan memutar ke depan bawah sumphisis. Pada presentasi belakang kepala, bagian
yang terendah adalah bagian UUK dan bagian ini yang melakukan putaran ke depan
ke bawah symphisis putaran paksi dalam mutlak untuk melahirkan kepala karena
merupakan usaha menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir. Putaran
paksi dalam terjadi bersamaan dengan majunya kepala dan tidak terjadi sebelum
kepala sampai hudge III. Kadang-kadang baru setelah kepala sampai di dasar
panggul, sebab-sebab putaran paksi dalam :
a.
Pada letak flexi, bagian belakang kepala
merupakan bagian terendah kepala.
b.
Bagian terendah dari kepala mencari
tahanan yang paling sedikit terdapat sebelah dalam atas dimana terdapat hiatus
genitalis antara m levator ani kiri dan kanan.
c.
Ukuran terbesar dari bidang tengah
panggul ialah diameter antara posterior.
5. Extention
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai
didasar panggul terjadilah ekstansi dari kepala. Hal ini disebabkan karena
sumbu jalan lahir pada pintu bawah pangul mengarah ke depan dan ke atas.
Sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya. Kalau tidak terjadi
ekstensi kepala akan tertekan pada perineum dan menembusnya pada kepala bekerja
dua kekuatan yang satu mendesaknya ke bawah dan satunya disebabkan tahanan
dasar panggul yang menolaknya ke atas. Result efeknya ialah kekuatan ke arah
depan atas. Setelah sub occiput tertahan pada pinggir bawah symphisis maka yang
dapat maju karena kekuatan tersebut di atas bagian yang berhadapan dengan sub
occiput, maka lahirlah berturut-turut pada pinggir atas perineum ubun-ubun besar,
dahi, hidung, mulut dan akhirnya dengan dagu gerakan akstensi.
6. External Rotation
Setelah
kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali ke arah punggung anak untuk
menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam. Gerakan
ini disebut putaran restitusi (putaran balasan). Selanjutnya putaran
dilanjutkan hingga ke belakang kepala berhadapan dengan tuber ischiadicum
sepihak (disisi kiri). Gerakan yang terakhir ini adalah putaran faksi luar yang
sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu luar yang sebenarnya dan
disebabkan karena ukuran bahu (diameter bisa cramial menempatkan diri dalam
diameter antero posterior dari pintu bawah panggul).
7. Expulsion
Setelah
putaran paksi luar bahu depan sampai di bawah symphisis dan menjadi hipomocclion
untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan selanjutnya
seluruh badan anak lahir searah paksi
jalan lahir.
e.
Tahapan Persalinan
Berdasarkan asuhan persalinan normal JNPK-KR
(2008),proses persalinan dibagi menjadi 4 kala, yaitu:
Kala I :
Dimulai dari his yang menimbulkan pembukaan sampai pembukaan cervix menjadi
lengkap
Kala
II : Dimulai dari pembukaan
lengkap sampai lahirnya bayi
Kala
III : Dimulai dari lahirnya bayi
hingga lahirnya placenta
Kala
IV : Dimulai setelah lahirnya
plasenta hingga 2 jam postpartum
1.
Kala I (Kala Pembukaan)
Kala I
persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat
(frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). kala I
persalinan dimulai sejak kontraksi. Kala I persalinan dibagi menjadi 2 fase
yaitu :
·
Fase Laten
-
Fase ini dimulai sejak awal terjadinya
kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap yang
berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
-
Pada umumya, fase laten berlangsung
hampir atau sampai 8 jam.
-
Kontraksi mulai teratur tetapi lamanya
masih di antara 20-30 detik.
·
Fase Aktif
-
Fase ini berlangsung dari pembukaan 4 cm
hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan
rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga
2 cm (multipara).
-
Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan
meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap adekuat atau memadai jika terjadi
tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau
lebih).
-
Terjadi penurunan bagian terendah janin.
-
Fase aktif dibagi dalam 3 fase lagi,
yaitu :
a.
Fase akselarasi (fase percepatan)
Dari pembukaan 3 cm – 4 cm yang
dicapai dalam 2 jam.
b.Fase kemajuan maksimal
Dari pembukaan
4 cm – 9 cm yang dicapai dalam 2 jam
c. Fase
deselerasi
Dari
pembukaan 9 cm – 10 cm selama 2 jam
Pada
primigravida kala I berlangsung kira-kira 12 jam sedangkan pada multigravida
berlangsung kira-kira 8 jam.
Pada kala I
dimana his frekuensinya menjadi lebih sering dan amplitudonya menjadi lebih
tinggi maka agar peredaran darah ke uterus menjadi lebih baik, maka ibu di
suruh miring ke satu sisi sehingga uterus dan seluruh isinya tidak serta merta
menekan pembuluh darah di panggul. Kontraksi uterus juga menjadi lebih efisien
dan putar paksi dalam berlangsung lebih lancar bila ibu miring ke sisi dimana
ubun-ubun kecil berada.
Peran pendamping
dalam membantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling nyaman selama kala II.
Hal ini dapat membantu kemajuan persalinan, mencari posisi yang penting efektif
dan menjaga sirkulasi utero plasenter tetap baik.
Beberapa ibu
merasa bahwa merangkak atau berbaring miring ke kiri membuat mereka lebih
nyaman dan efektif meneran. Kedua posisi tersebut juga akan membantu perbaikan
posisi oksiput yang melintang untuk berputar menjadi posisi oksiput anterior.
Posisi miring berbaring ke kiri memudahkan ibu untuk beristirahat diantara
kontraksi jika ia mengalami kelelahan dan juga untuk mengurangi resiko terjadinya
laserasi perineum (APN, 2009).
Tabel 1. Tambahan pemantauan pada kala I pada
persalinan normal
Parameter |
Fase
Laten |
Fase
Aktif |
Suhu badan Tekanan darah Nadi Djj Kontraksi Pembukaan serviks Penurunan |
Setiap 4 jam Setiap 4 jam Setiap 30-60 menit Setiap 1 jam Setiap 1 jam Setiap 4 jam Setiap 4 jam |
Setiap 24 jam Setiap 4 jam Setiap 30-60 menit Setiap 30 jam Setiap 30 jam Setiap 4 jam Setiap 4 jam |
2.
Kala II (Kala Pengeluaran Bayi)
Disebut juga
kala pengeluaran yang terjadi 20 menit hingga 3 jam. Kontraksi pada kala ini
menjadi semakin kuat dengan lama 49-90 detik. Namun durasi kontraksi menjadi
lebih panjang, yaitu 3-5 menit. Hal ini berguna untuk memberi waktu ibu
beristirahat dan menghindari terjadinya asfiksia pada janin.
Pertolongan Kala
II sesuai standar Asuhan Persalinan Normal (APN):
a.
Persalinan memasuki kala II jika telah
terdapat tanda dan gejala berupa:
1)
Ibu merasakan ingin meneran bersamaan
dengan terjadinya kontraksi
2)
Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan
pada rectum dan atau vagina
3)
Perineum menonjol
4)
Vulva-vagina dan spinchter ani membuka
5)
Meningkatnya pengeluaran lender
bercampur darah
Tanda
pasti ditentukan melalui periksa dalam yang hasilnya:
1)
Pembukaan serviks telah lengkap
2)
Terlihat bagian kepala bayi melalui
introitus vagina
b.
Persiapan penolong persalinan
Memastikan
penerapan prinsip dan praktek pencegahan infeksi (PI) yang dianjurkan, termasuk
mencuci tangan, memakai sarung tangan, dan perlengkapan pelindung pribadi.
1)
Sarung tangan
Sarung
tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril harus dipakai selama melakukan
periksa dalam, membantu kelahiran bayi, episiotomy, penjahitan laserasi dan
asuhan segera bagi bayi baru lahir.
2)
Perlengkapan pelindung pribadi
Penolong
persalinan harus memakai celemek yang bersih dan penutup kepala. Selain itu
gunakan masker penutup mulut dan pelindung mata (kaca mata) yang bersih dan
nyaman.
3)
Persiapan tempat persalinan, peralatan,
dan bahan
Ruangan
harus memiliki pencahayaan/penerangan yang cukup. Ibu dapat menjalani
persalinan di tempat tidur dengan kasur yang dilapisi kain penutup yang bersih,
kain tebal, dan pelapis anti bocor. Ruangan harus hangat dan terhalang dari
tiupan angin secara langsung. Selain itu harus tersedia meja atau permukaan
bersih dan mudah dijangkau untuk meletakkan peralatan.
4)
Penyiapan tempat dan lingkungan untuk
kelahiran bayi
Siapkan
lingkungan yang sesuai bagi proses kelahiran bayi dengan memastikan bahwa
ruangan tersebut bersih, hangat (minimal 250C), pencahayaan cukup,
dan bebas dari tiupan angin.
5)
Persiapan ibu dan keluarga
· Asuhan
Sayang Ibu
-
Anjurkan agar ibu selalu didampingi oleh
keluarganya selama proses persalinan dan kelahiran bayinya.
-
Anjurkan keluarga ikut terlibat dalam
pemberian asuhan.
-
Penolong persalinan dapat member
dukungan dan semangat kepada ibu dan anggota keluarga.
-
Tenteramkan hati ibu dalam menghadapi
dan menjalani kala II persalinan.
-
Bantu ibu untuk memilih posisi yang
nyaman saat meneran.
-
Setelah pembukaan lengkap, anjurkan ibu
hanya meneran apabila ada dorongan kuat dan spontan untuk meneran. Anjurkan ibu
beristirahat diantara kontraksi.
-
Anjurkan ibu untuk makan minum selama
kala II persalinan.
-
Berikan rasa aman dan semangat serta
tentramkan hatinya selama proses persalinan berlangsung.
· Membersihkan
Perineum Ibu
Gunakan
gulungan kapas atau kasa yang bersih dan air matang (DTT), bersihkan mulai dari
bagian atas ke arah bawah (anterior vulva kea rah rectum) untuk mencegah
kontaminasi tinja. Letakkan kain bersih di bawah bokong saat ibu mulai meneran.
Bersihkan tinja yang keluar saat ibu meneran menggunakan kain dan jelaskan pada
ibu bahwa hal tersebut merupakan hal yang biasa terjadi.
· Mengosongkan
Kandung Kemih
Anjurkan
ibu untuk berkemih setiap 2 jam atau lebih sering jika kandung kemih selalu
terasa penuh. Jika diperlukan, bantu ibu ke kamar mandi. Jika ibu tidak dapat
ke kamar mandi, bantu agar ibu dapat duduk dan berkemih di wadah penampung
urin.
c.
Penatalaksanaan fisiologis kala II:
1)
Membimbing ibu untuk meneran
·
Anjurkan ibu untuk meneran mengikuti
dorongan alamiahnya selama kontraksi
·
Beritahu ibu untuk tidak menahan napas
saat meneran
·
Minta ibu untuk berhenti meneran dan
beristirahat diantara kontraksi
·
Minta ibu untuk tidak mengangkat bokong
saat meneran. Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ibu akan lenih
mudah meneran jika lutut ditarik ke arah dada dan dagu ditempelkan ke dada
·
Tidak diperbolehkan mendorong fundus
untuk membantu kelahiran bayi, karena dapat meningkatkan resiko distorsia bahu
dan rupture uteri.
2)
Posisi ibu saat meneran
Ibu
dapat mengubah-ubah posisi secara teratur selama kala II karena hal ini dapat
membantu kemajuan persalinan, mencari posisi meneran yang paling efektif dan
menjaga sirkulasi utero-placenta tetap baik.
·
Posisi duduk atau setengah duduk, dapat
memberikan rasa nyaman bagi ibu dan memberikan kemudahan bagi ibu beristirahat
di antara kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi tersebut adalah gaya
gravitasi membantu ibu melahirkan bayinya.
·
Jongkok atau berdiri, membantu
mempercepat kemajuan kala II persalinan dan mengurangi rasa nyeri.
·
Merangkak atau berbaring miring ke kiri,
bagi beberapa ibu posisi ini dapat membuat lebih nyaman dan efektif untuk
meneran. Kedua posisi ini juga membantu perbaikan posisi oksiput yang melintang
untuk berputar menjadi posisi oksiput anterior. Posisi merangkak seringkali
membantu ibu mengurangi nyeri punggung saat persalinan. Posisi miring kiri
memudahkan ibu beristirahat dan dapat mengurangi resiko terjadinya laserasi
perineum.
d.
Menolong kelahiran bayi
1)
Posisi ibu saat melahirkan
Ibu
dapat melahirkan bayinya pada posisi apapun, kecuali pada posisi berbaring
telentang (Supine position). Jika ibu berbaring telentang maka berat uterus dan
isinya (janin, cairan ketuban, plasenta, dll) menekan vena cava inferior ibu.
Hal ini akan mengurangi pasokan oksigen melalui sirkulasi utero-placenta
sehingga akan menyebabkan hipoksia pada bayi. Berbaring telentang juga akan
mengganggu kemajuan persalinan dan menyulitkan ibu untuk meneran secara efektif
(Enkin, et al, 2000).
2)
Pencegahan laserasi
Kejadian
laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak
terkendali. Jalin kerjasama dengan ibu dan gunakan perasat manual yang tepat
dapat mengatur kecepatan kelahiran bayi dan mencegah terjadinya laserasi.
Indikasi
untuk melakukan episiotomy:
-
Gawat janin dan bayi akan segera
dilahirkan dengan tindakan
-
Penyulit kelahiran per vaginam
(sungsang, distosia bahu, ekstraksi cunam/forcep atau ekstraksi vakum)
-
Jaringan parut pada perineum atau vagina
yang memperlambat kemajuan persalinan
Episiotomi
rutin tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan:
-
Meningkatnya jumlah darah yang hilang
dan resiko hematoma
-
Kejadian laserasi derajat tiga atau
empat lebih banyak pada episiotomi rutin dibandingkan dengan tanpa episiotomi
-
Meningkatnya nyeri pasca persalinan di
daerah perineum
-
Meningkatnya resiko infeksi (terutama
jika prosedur PI diabaikan)
3)
Melahirkan kepala
Saat
kepala bayi membuka vulva (5-6 cm), letakkan kain yang bersih dan kering yang
dilipat 1/3nya di bawah bokong ibu dan siapkan kain atau handuk bersih di atas
perut ibu (untuk mengeringkan bayi segera setelah lahir). Lindungi perineum ibu
dengan satu tangan (di bawah kain bersih dan kering), ibu jari pada salah satu
sisi perineum dan 4 jari tangan pada sisi yang lain dan tangan yang lain pada
belakang kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap
fleksi pada saat keluar secara bertahap melewati introitus dan perineum.
Perhatikan perineum saat kepala keluar dan dilahirkan. Usap muka bayi dengan
kain atau kasa bersih atau DTT untuk membersihkan lender dan darah dari mulut
dan hidung bayi. Jangan melakukan pengisapan lender secara rutin pada mulut dan
hidung bayi.
4)
Periksa tali pusat pada leher
Setelah
kepala bayi lahir, minta ibu untuk berhenti meneran dan bernapas cepat. Periksa
leher bayi apakah terlilit oleh tali pusat atau tidak. Jika ada lilitan di
leher bayi dan cukup longgar maka lepaskan lilitan tersebut dengan melewati
kepala bayi. Jika lilitan tali pusat sangat erat maka jepit tali pusat dengan
klem pada 2 tempat dengan jarak 3 cm, kemudian potong tali pusat diantara 2
klem tersebut.
5)
Melahirkan bahu
Setelah
menyeka mulut dan hidung bayi serta memeriksa tali pusat, tunggu kontraksi
berikut sehingga terjadi putar paksi luar secara spontan. Letakkan tangan pada
sisi kiri dan kanan kepala bayi, minta ibu meneran sambil menekan kepala kea
rah bawah dan lateral tubuh bayi hingga bahu depan melewati simfisis. Setelah
bahu depan lahir, gerakkan kepala ke atas dan lateral tubuh bayi sehingga bahu
bawah dan seluruh dada dapat dilahirkan.
Tanda-tanda
dan gejala distosia bahu:
-
Kepala seperti tertahan di dalam vagina
-
Kepala lahir tetapi tidak terjadi putar
paksi luar
-
Kepala sempat keluar tetapi tertarik
kembali ke dalam vagina (turtle sign)
6)
Melahirkan seluruh tubuh
Saat
bahu posterior lahir, geser tangan bawah (posterior) ke arah perineum dan
sanggah bahu dan lengan atas bayi pada tangan tersebut. Gunakan jari-jari
tangan yang sama untuk mengendalikan kelahiran siku dan tangan pada sisi
posterior bayi pada saat melewati perineum. Gunakan tangan yang sama untuk
menopang lahirnya siku dan tangan posterior saat melewati perineum. Tangan
bawah (posterior) menopang samping lateral tubuh bayisaat lahir. Secara
simultan, tangan atas (anterior) untuk menelusuri dan memegang bahu, siku dan
lengan bagian anterior. Lanjutkan penelususran dan memegang tubuh bayi ke
bagian punggung, bokong, dan kaki. Dari arah belakang, sisipkan jari telunjuk
tangan atas di antara kedua kaki bayi yang kemudian dipegang dengan ibu jari
dan ketiga jari tangan lainnya. Letakkan bayi di atas kain atau handuk yang
telah disiapkan pada perut bawah ibu dan posisikan kepala bayi sedikit lebih
rendah dari tubuhnya. Segera keringkan sambil melakukan rangsangan taktil pada
tubuh bayi dengan kain atau selimut di atas perut ibu. Pastikan bahwa kepala
bayi tertutup dengan baik.
7)
Memotong tali pusat
Dengan
menggunakan klem DTT, lakukan penjepitan tali pusat dengan klem pada sekitar 3
cm dari dinding perut (pangkal pusat) bayi. Tekan tli pusat dari titik jepitan
dengan 2 jari kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu (agar darah tidak
terpancar pada saat dilakukan pemotongan tali pusat). Lakukan penjepitan kedua
dengan jarak 2 cm dari tempat jepitan pertama pada sisi atau mengarah ke ibu.
Pegang tali pusat di antara kedua klem tersebut, satu tangan menjadi landasan
tali pusat sambil melindungi bayi, tangan yang lain memotong tali pusat di
antara kedua klem tersebut dengan menggunakan gunting desinfeksi tingkat tinggi
atau steril. Setelah memotong tali pusat, ganti handuk basah dan selimut bayi
dengan selimut atau kain yang bersih dan kering. Pastikan bahwa kepala bayi
terselimuti dengan baik.
e.
Pemantauan selama kala II persalinan
Pantau,
periksa dan catat:
-
Nadi ibu setiap 30 menit
-
Frekuensi dan lama kontraksi setiap 30
menit
-
DJJ setiap selesai meneran atau setiap
5-10 menit
-
Penurunan kepala bayi setiap 30 menit
melalui pemeriksaan abdomen (periksa luar) dan periksa dalam setiap 60 menit
atau jika ada indikasi, hal ini dilakukan lebih cepat
-
Warna cairan ketuban jika selaputnya
sudah pecah (jernih atau bercampur mekonium atau darah)
-
Apakah ada presentasi majemuk atau tali
pusat di samping atau terkemuka
-
Putar paksi luar segera setelah kepala
bayi lahir
-
Kehamilan kembar yang tidak diketahui
sebelum bayi pertama lahir
Catatkan semua
hasil pemeriksaan dan intervensi yang dilakukan pada catatan persalinan (JNPK-KR, 2008).
3.
Kala III (Kala Uri)
Kala III
persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta
dan selaput ketuban pada kala III persalinan, otot miometrium berkontraksi
mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan
volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan
berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena perlekatan menjadi
semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan
melipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah plasenta
lepas, maka plasenta dalam akan turun ke bagian bawah atau kedalam vagina
bersamaan dengan adanya his(JNPK-KR, 2008)
Fisiologi
Kala III:
· Lepasnya
placenta dari implantasinya pada dinding uterus
Pada kala III persalinan, otot
uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus
setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran
tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil,
sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal,
dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke
bagian bawah uterus atau ke dalam vagina. (Asuhan Persalinan Normal, JNPK-KR,
2008)
·
Pengeluaran placenta dari cavum uteri
Berdasarkan buku sinopsis
obstetri(1998), pengeluaran placenta dari cavum uteri dilakukan setelah
memastikan placenta telah lepas dari perlekatannya. Beberapa cara untuk
mengetahui apakah placenta telah lepas antara lain dengan:
1)
Perasat Kustner
Tangan kanan meregangkan tali pusat
dan tangan kiri menekan simfisis. Jika tali pusat masuk ke dalam vagina berarti
placenta belum lepas dan jika tali pusat bertambah panjang berarti placenta
sudah lepas.
b.
Perasat Strassmann
Tangan kanan meregangkan tali pusat
dan tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada tali
pusat berarti placenta belum lepas, tapi jika tidak terasa getaran berarti
placenta telah lepas.
c.
Perasat Klein
Ibu diminta meneran sehingga tali
pusat tampak keluar dari vagina. Jika meneran dihentikan dan tali pusat masuk
kembali ke dalam vagina berarti placenta belum lepas, begitu pula sebaliknya.
·
Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup
beberapa atau semua hal di bawah ini:
1)
Perubahan bentuk dan tinggi fundus.
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk
bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus
berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau
seperti buah pear (globuler) dan fundus berada di atas pusat (seringkali
mengarah ke sisi kanan).
2)
Tali pusat memanjang. Tali pusat
terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld).
3)
Semburan darah mendadak dan singkat.
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta
keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental
pooling) dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta
melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta
yang terlepas (Asuhan
Persalinan Normal, JNPK-KR, 2008).
·
Manajemen Aktif Kala III:
Berdasarkan
asuhan persalinan normal JNPK-KR
(2008),
tujuan manajemen ini adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih
efektif agar dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan, dan mengurangi
kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan
fisiologis. Keuntungan manajemen aktif kala III:
1.
Persalinan kala III yang lebih singkat
2.
Mengurangi jumlah kehilangan darah
3.
Mengurangi kejadian retensio plasenta
Keuntungan
tersebut dapat dicapai melalui tiga langkah utama manajemen aktif kala III:
1.
Pemberian suntikan oksitosin dalam 1
menit pertama setelah bayi lahir
2.
Melakukan penegangan tali pusat
terkendali (PTT)
3.
Masase fundus uteri
Langkah-langkah
manajemen aktif kala III:
1.
Periksa uterus untuk memastikan tidak
ada bayi yang lain.
2.
Beritahu ibu bahwa akan disuntik.
3.
Suntikkan oksitosin 10 unit IM pada 1/3
bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis).
4.
Berdiri di samping ibu.
5.
Pindahkan klem (penjepit untuk memotong
tali pusat saat kala II) pada tali pusat sekitar 5-20 cm dari vulva.
6.
Letakkan tangan yang lain pada abdomen
ibu tepat di atas simfisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi
uterus dan menahan uterus pada saat melakukan penegangan pada tali pusat.
Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan satu tangan
dan tangan lain (pada dinding abdomen) menekan uterus kea rah lumbal dan kepala
ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya
inversion uteri.
7.
Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga
uterus kontraksi kembali (sekitar dua atau tiga menit berselang) untuk
mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.
8.
Saat mulai kontraksi tegangkan tali
pusat kea rah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin
menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan plasenta telah lepas
dan dapat dilahirkan.
9.
Jika langkah 8 di atas tidak berjalan
sebagaimana mestinya dan plasenta tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya
penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya
plasenta, jangan teruskan penegangan tali pusat.
a.
Pegang klem dan tali pusat dengan lembut
dan tunggu sampai kontraksi berikutnya.
b.
Pada saat kontraksi berikutnya terjadi,
ulangi penegangan tali pusat terkendali dan tekanan dorso-kranial pada korpus
uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap kontraksi
hingga terasa plasenta terlepas dari dinding uterus.
10. Setelah
plasenta terlepas, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar
melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai
(mengikuti poros jalan lahir).
11. Pada
saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan
mengangkat tali pusat ke atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya.
Pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara lembut putar plasenta searah
jarum jam hingga selaput plasenta terpilin menjadi satu.
12. Lakukan
penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban.
13. Jika
selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir, dengan hati-hati periksa
vagina dan serviks. Gunakan jari-jari atau klem DTT/steril atau forcep untuk
mengeluarkan selaput ketuban yang teraba.
14. Periksa
kontraksi uterus dan lakukan masase pada fundus uterus ibu. Apabila kontraksi
baik akan terlihat fundus uteri keras seperti batu.
15. Periksa ukuran dan berat plasenta.
4.
Kala IV
Berdasarkan
asuhan persalinan normal JNPK-KR
(2008),
kala IV persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah
itu. Setelah plasenta lahir, hal-hal yang harus dilakukan adalah:
a.
Lakukan rangsangan taktil (masase)
uterus untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan kuat.
b.
Evaluasi tinggi fundus uterus dengan
meletakkan jari tangan secara melintang dengan pusat sebagai patokan. Umumnya,
fundus uteri setinggi atau beberapa jari di bawah pusat.
c.
Memperkirakan kehilangan darah secara
keseluruhan. Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk
menilai kondisi ibu. Cara tak langsung untuk mengukur kehilangan darah adalah
melalui penampakan gejala dan tekanan darah. Apabila perdarahan menyebabkan ibu
lemas, pusing, dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistolik turun lebih
dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdarahan lebih dari
500 ml. bila ibu mengalami syok hipovolemik, maka ibu telah kehilangan darah
50% dari total jumlah darah ibu (2000 – 2500 ml). (Asuhan Persalinan Normal,JNPK-KR, 2008)
Periksa
kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi atau episiotomi) perineum
perdarahan pada ibu dianggap normal jika < 500 cc. Perluasan laserasi
perineum:
·
Derajat Satu, laserasi pada mukosa
vagina, komisura posterior, dan kulit perineum. Laserasi derajat satu tak perlu
dijahit jika tidak ada perdarahan dan aposisi luka baik.
·
Derajat Dua, laserasi pada mukosa
vagina, komisura posterior, kulit perineum, dan otot perineum. Laserasi derajat
dua dijahit menggunakan teknik penjahitan laserasi perineum.
·
Derajat Tiga, laserasi pada mukosa
vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, dan otot spinchter
ani.
·
Derajat Empat, laserasi pada mukosa
vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spinchter ani,
dan dinding depan rectum. Laserasi derajat tiga dan empat harus segera di rujuk
ke fasilitas terdekat, karena penolong APN tidak dibekali keterampilan untuk
reparasi laserasi perineum derajat tiga dan empat
d.
Evaluasi keadaan umum ibu. Selama dua
jam pertama pasca persalinan:
·
Pantau tekanan darah, nadi, tinggi
fundus, kandung kemih, dan darah yang keluar setiap 15 menit selama satu jam
pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua kala IV.
·
Masase uterus untuk membuat kontraksi
uterus menjadi baik setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit
selama satu jam kedua kala IV.
·
Pantau temperature tubuh setiap jam
selama dua jam pertama pasca persalinan.
·
Nilai perdarahan, periksa perineum dan
vagina setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit pada satu jam
kedua kala IV.
·
Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana
menilai kontraksi uterus dan jumlah darah yang keluar serta bagaimana melakukan
masase jika uterus menjadi lembek.
·
Minta anggota keluarga untuk memeluk
bayi. Bersihkan dan bantu ibu untuk mengenakan baju atau sarung yang bersih dan
kering, atur posisi ibu agar nyaman. Jaga agar bayi diselimuti dengan baik,
bagian kepala tertutup, kemudian berikan bayi kepada ibu dan anjurkan untuk
dipeluk dan diberi ASI.
·
Lengkapi asuhan esensial bagi bayi baru
lahir.
e.
Dokumentasikan semua asuhan dan temuan
selama persalinan kala IV di bagian belakang partograf segera setelah asuhan
diberikan atau setelah penilaian dilakukan.
Tabel
2. Lamanya persalinan pada primi dan multi
|
Primi
|
Multi
|
Kala
I Kala
II Kala
III Lama
Persalinan |
13
jam 1
jam ½
jam 14
½ jam |
7
jam ½
jam ¼
jam 7
¾ jam |
Sumber: (JNPK-KR, 2008)
2.2 KonsepDasarPersalinan
Kala II Memanjang
2.2.1
Pengertian
American Collage of Obstetricians
and Gynecologist (ACOG), (2004) mendefinisikan kala II
lama (prolonged second stage of labor) yaitu
pada nulipara 3 jam dengan epidural dan 2 jam tanpa epidural, pada multipara 2
jam dengan epidural dan 1 jam tanpa epidural. Definisi lain yaitu kala II lama
adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 2 jam pada primipara, dan lebih
dari 30 menit sampai 1 jam pada multipara. (Sinopsis Obsestetri, 2010).
Sedangkan menurut Sarwono (2008), kala II Lama adalah persalinan dengan tidak
ada penurunan kepala > 1 jam untuk nulipara dan multipara. Kala 2 memanjang
menjadi salah satu penyebab kematian ibu karena paa partus lama akan
menyebabkan infeksi,kehabisan tenaga, dehidrasi pada ibu, dan dapat menjadi
penyebab perdarahan post partum.
2.2.2
Etiologi
Secara
umum penyebab kala II lama dapat dibagi ke dalam beberapa faktor yaitu faktor tenaga (power), faktor jalan lahir (passage), faktor anak (passenger), faktor psikis dan faktor penolong.
a.
faktor tenaga
His yang normal
dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri kemudian menjalar merata simetris
ke seluruh korpus uteri dengan dominasi kekuatan pada fundus uteri (lapisan otot uterus paling
dominan) kemudian terdapat relaksasi secara merata dan menyeluruh. Kelainan his
terutama ditemukan pada primigravida
tua.
Kelainan anatomis uteri juga menghasilkan kelainan his. Pada multipara lebih
banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri. Peregangan rahim yang
berlebihan pada kehamilan ganda atau hidramnion juga dapat menyebabkan inersia
uteri (Neilson, 2003).
Kelainan tenaga pada kala II lama
menurut Neilson (2003), dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
1.
Inertia uteri
Kelainannya
terletak dalam hal kontraksi uterus yaitu lebih singkat, dan jarang daripada
biasanya. Keadaan umum penderita biasanya baik, dan rasa nyeri tidak seberapa.
Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya, baik bagi ibu maupun
bagi janin, kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama. Keadaan ini
dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic uterine contraction Kalau
timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama, hal itu dinamakan
inersia uteri sekunder. Hingga saat ini etiologi dari inertia belum diketahui
tetapi beberapa faktor dapat mempengaruhi: umum (primigravida pada usia tua,
anemia, perasaan tegang dan emosional, pengaruh hormonal: oksitosin dan
prostaglandin, dan penggunaan analgetik yang tidak tepat), dan lokal
(overdistensi, perkembangan anomali uterus misal hypoplasia, mioma,
malpresentasi, malposisi, dan disproporsi cephalopelvik, kandung kemih dan
rektum penuh).
2. Incoordinate uterine action.
Disini
sifat his berubah sehingga tonus otot uterus meningkat, juga diluar his, dan
kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronasi antara
kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian
atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan
pembukaan. Selain 2 hal tersebut diatas, kurang adekuatnya mengejan dapat
menyebabkan terjadinya kala II lama. Kekuatan yang dihasilkan oleh kontraksi
otot abdomen dapat terganggu secara bermakna sehingga bayi tidak dapat lahir
secara spontan melalui vagina. Sedasi berat atau anestesia regional kemungkinan
besar mengurangi dorongan refleks untuk mengejan.
b.
faktor jalan lahir
Pada panggul
ukuran kecil akan terjadi disproporsi dengan kepala janin sehingga kepala janin
tidak dapat melewati panggul meskipun ukuran janin berada dalam batas normal.
Panggul sempit yang penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun
panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan
panggul. Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga
terdapat panggul sempit lainnya. Karena kepentingan tersebut panggul sempit
dapat dibagi menurut Munro Kerr:
1.
Kelainan herediter:
· Panggul
Naegele: tidak adanya salah satu sacral alae
· Panggul
Robert: tidak adanya kedua sacral alae
· High
assimilation pelvis: sakrum terdiri dari 6 vertebra
· Low
assimilation pelvis: sakrum terdiri dari 4 vertebra
· Split
pelvis: simfisis pubis terpisah
2.
Kelainan tulang sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur,atrofi,
nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.
3. Kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis,
spondilolistesis
4.
Kelainan kaki: koksitis, luksasio koksa, atrofi atau kelumpuhan satu kaki
Kesempitan panggul dapat diklasifikasikan menjadi 3,
yaitu:
1. Kesempitan pada pintu panggul atas
Pintu atas panggul
dianggap sempit apabila conjugata vera kurang dari 10 cm atau diameter
transversa kurang dari 12 cm. Pada panggul sempit kepala memiliki kemungkinan
lebih besar tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga serviks uteri kurang
mengalami tekanan kepala.
2. Kesempitan pada pintu panggul tengah
Dengan sacrum
melengkung sempurna, foramen ischiadikus mayor cukup luas dan spina ischiadika
tidak menonjol diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menghalangi bagi
lewatnya kepala janin. Ukuran terpenting yang hanya bisa ditetapkan dengan
pelvimetrirontenologik ialah distansia interpinarum. Apabila ukuran ini kurang
dari 9,5 cm maka perlu kita waspada terhadap kemungkinan kesukaran pada
persalinan, terutama jika ukuran diameter sagitalis posterior pendek. Pada
panggul tengah yang sempit, lebih sering ditemukan posisi kepala janin berupa
posisi oksipitalis posterior persisten atau presentasi kepala dalam posisi
lintang tetap (tranverse arrest).
3. Kesempitan pada pintu panggul bawah
Bila diameter
transversa dan diameter sagitalis posterior kurang dari 15cm,
maka sudut arkus pubis
juga mengecil (<80º) sehingga timbul kemacetan pada kelahiran janin ukuran
biasa.
Selain
panggul, jalan lahir terbentuk melalui bagian lunak yang dalam kenyataannya
bisa terdapat gangguan yang menyebabkan terjadinya kala II lama:
1. Vulva
· Edema
Walaupun
jarang merupakan rintangan bagi kelahiran pervaginam, adanya edema pada vulva
dapat memperlama kala pengeluaran. Edema tersebut dapat disebabkan karena
penderita dibiarkan meneran terus menerus pada kala II. Selain itu, kemungkinan
adanya edema juga bisa
pada
waktu hamil, disebabkan oleh preeklamsia maupun gangguan gizi.
· Stenosis
Disebabkan
oleh adanya perlukaan maupun radang yang menyebabkan
ulkus
dan sembuh dengan meninggalkan parut-parut yang mengganggu
kala
II persalinan. Tetapi kesulitan ini dapat diatasi dengan epiostomi
yang
cukup luas
· Tumor
Bentuk
neoplasma yang ditemukan pada vulva.
2. Vagina
· Stenosis
vagina kongenital
Stenosis
vagina kongenital dibagi menjadi dua, yaitu: septum vagina lengkap atau septum
tidak lengkap. Gangguan kala II lebih sering disebabkan oleh adanya septum
tidak lengkap pada vagina. Septum tidak lengkap sering menahan turunnya kepala
janin pada persalinan. Stenosis dapat terjadi karena parut-parut akibat
perlukaan dan radang. Pada stenosis vagina yang tetap kaku pada kehamilan dan
merupakan
halangan
untuk lahirnya janin, perlu dipertimbangkan sectio cesaria.
· Tumor
vagina
Adanya
tumor pada vagina bisa pula menyebabkan persalinan rintangan
bagi
lahirnya janin per vaginam. Adanya tumor vagina bisa pula menyebabkan
persalinan per vaginam dianggap mengandung terlampau banyak resiko.
3. Serviks uteri
·
Distosia servikalis atau dysfungctional
uterine action
·
Konglutio orifisii eksternii
Jarang
terjadi, dimana kala I serviks uteri menipis akan tetapi pembukaan tidak
terjadi, sehingga merupakan lembaran kertas di bawah
kepala
janin. Diagnosis ditegakkan dengan dengan menumukan ostium uteri eksternum
ditengah-tengah lapisan tersebut.
· Karsinoma
servisis uteri
4. Uterus
Kelainan yang dapat mengganggu persalinan adanya
mioma uteri, dimana
mioma uteri tersebut dapat menghalangi jalan lahir,
menyebabkan janin
letak lintang, dan menyebabkan adanya inersia uteri
5. Ovarium
Tumor ovairum dapat
menyebabkna adanya halangan lahirnya janin pervaginam. Tumor tersebut untuk
sebagian atau seluruhnya terletak dalam cavum douglas. Membiarkan persalinan
berjalan lama, yang dapat menyebabkan pecahnya tumor (tumor kistik) atau
rupture uteri (tumor solid), dan atau infeksi intrapartum.
c.
faktor anak
Selain kelainan karena
tenaga dan panggul, kala II lama dapat disebabkan karena terdapatnya kelainan
pada faktor anak (passenger). Kelainan tersebut meliputi:
1. Kelainan pada presentasi, posisi maupun letak,
yang meliputi:
a) Malpresentasi
· Presentasi
Puncak
Pada presentasi ini,
kepala janin dalam keadaan defleksi ringan ketika melewati jalan lahir.
Sehingga ubun-ubun besar menjadi bagian terendah. Pada presentasi puncak
kepala, lingkaran kepala yang melalui jalan lahir adalah sirkumfernsia
frontooksipitalis dengan titik perputaran yang berada di bawah simfisis adalah
glabella. Presentasi ini memriliki prognosis yang buruk karena dapat
meningkatkan mortalitas dan morbiditas baik ibu maupun janin.
· Presentasi
Muka
Presentasi muka adalah
keadaan dimana kepala dalam kedudukan defleksi maksimal, sehingga oksiput
tertekan pada punggung dan muka merupakan bagian terendah yang menghadap ke
bawah. Presentasi muka dikatakan primer jika terjadi sejak masa kehamilan, dan
dikatakan sekunder jika baru terjadi pada masa persalinan. Pada umumnya
penyebab terjadinya presentasi muka adalah keadaan-keadaan yang memaksa terjadinya
defleksi kepala atau keadaan yang menghalangi terjadinya fleksi kepala. Oleh
karena itu presentasi muka dapat ditemukan pada panggul sempit atau pada janin
besar. Multiparitas dan perut gantung juga merupakan faktor yang memudahkan
terjadinya presentasi muka. Kelainan janin seperti anensefalus dan tumor di
leher depan juga dapat menyebabkan presentasi muka. Terkadang presentasi muka
dapat terjadi pada kematian janin intrauterine akibat otot janin yang telah
kehilangan tonusnya.
· Presentasi
Dahi
Presentasi dahi adalah
keadaan dimana kedudukan kepala berada diantara fleksi maksimal dan defleksi
maksimal, sehingga dahi merupakan bagian terendah. Pada umumnya, presentasi
dahi bersifat sementara, dan sebagian besar akan berubah menjadai presentasi
muka atau presentasi belakang kepala. Sebab terjadinya presentasi dahi pada
dasarnya sama dengan sebab terjadinya presentasi muka karena semua presentasi
muka biasanya melewati fase presentasi dahi lebih dahulu.
· Presentasi
Ganda/Majemuk
Presentasi majemuk
adalah terjadinya prolaps satu atau lebih ekstremitas pada presentasi kepala
ataupun bokong. Kepala memasuki panggul bersamaan dengan kaki dan atau tangan.
Presentasi majemuk juga dapat terjadi manakala bokong memasuki panggul
bersamaan dengan tangan. Dalam pengertian presentasi majemuk tidak termasuk
presentasi bokong-kaki, presentasi bahu, atau prolaps tali pusat. Apabila
bagian terendah janin tidak menutupi dengan sempurna pintu atas panggul, maka
presentasi majemuk dapat terjadi.
b) Malposisi
· POPP
(Persistent Occiput Posterior Postision)
Prevalensi kondisi ini
adalah 10%. Pada posisi ini ubun-ubun tidak berputar ke depan, tetapi tetap berada
di belakang. Salah satu penyebab terjadinya adalah usaha penyesuaian kepala
terhadap bentuk dan ukuran panggul. Penyebab yang lain adalah otot-otot dasar
panggul yang lembek pada multipara atau kepala janin yang kecil dan bulat
sehingga tidak ada paksaan pada belakang kepala janin untuk memutar ke depan.
c) Letak
· Letak
sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di
fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa
jenis letak sungsang, yaitu presentasi bokong, presentasi bokong sempurna,
presentasi bokong kaki tidak sempurna, dan presentasi kaki. Diagnosis letak
sungsang umumnya tidak sulit. Pada pemeriksaan luar, kepala teraba di fundus
uteri, sementara pada bagian bawah uterus teraba bokong yang tidak dapat
digerakkan semudah kepala. Selain dari pemeriksaan luar, diagnosis juga dapat
ditegakkan dari pemeriksaan dalam dan pemeriksaan penunang seperti USG dan MRI.
· Letak
lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang dalam uterus dengan kepala
pada sisi yang satu dan bokong berada pada sisi yang lain. Sebab tersering
terjadinya letak lintang adalah multiparitas disertai dinding uterus dan perut
yang lembek. Pada kehamilan prematur, hidramnion, dan kehamilan kembar, janin
sering dijumpai dalam letak lintang. Kelainan bentuk rahim seperti uterus
arkuatus atau subseptus juga merupakan penyebab terjadinya letak lintang.
Adanya letak lintang dapat diduga hanya dengan inspeksi. Uterus tampak melebar
dan fundus tampak lebih rendah tidak sesuai dengan usia kehamilannya. Pada
palpasi, fundus uteri kosong, kepala janin berada di samping, dan diatas
simfisis juga kosong.
2. Kelainan pada bentuk janin
·
Hidrochepalus
Adalah keadaan dimana
terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam ventrikel otak, sehingga kepala
menjadi besar dan terjadi pelebaran sutura serta ubun-ubun. Cairan yang
tertimbun dalam ventrikel biasanya berkisar antara 500-1500 ml, akan tetapi
kadang-kadang dapat mencapai 5 liter. Karena kepala janin terlalu besar dan
tidak dapat berakomodasi di bagian bawah uterus, maka sering ditemukan dalam
keadaan sungsang Bagaimanapun letaknya, hidrosefalus akan menyebabkan
disproporsi sefalopelvik dengan segala akibatnya
·
Makrosomia
Berat neonatus yang
besar adalah apabila berat janin melebihi 4000 gram. Pada janin besar, faktor
keturunan memegang peran penting. Selain itu janin besar juga dijumpai pada
wanita hamil dengan diabetes mellitus, postmaturitas, dan grande multipara.
·
Tumor pada janin
·
Kembar siam
d.
faktor psikis
Suatu
proses persalinan merupakan pengalaman fisik sekaligus emosional yang luar
biasa bagi seorang wanita. Aspek psikologis tidak dapat dipisahkan dari aspek
fisik satu sama lain. Bagi wanita kebanyakan proses persalinan membuat mereka
takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan inilah yang dapat menghambat suatu
proses persalinan. Dengan persiapan antenatal yang baik, diharapkan wanita
dapat melahirkan dengan mudah, tanpa rasa nyeri dan dapat menikmati proses
kelahiran bayinya
e.
faktor penolong
Dalam proses persalinan, selain
faktor ibu dan janin, penolong persalinan juga mempunyai peran yang sangat
penting. Penolong persalinan bertindak dalam memimpin proses terjadinya
kontraksi uterus dan mengejan hingga bayi dilahirkan. Seorang penolong
persalinan harus dapat memberikan dorongan pada ibu yang sedang dalam masa
persalinan dan mengetahui kapan haruis memulai persalinan. Selanjutnya
melakukan perawatan terhadap ibu dan bayi. Oleh karena itu, penolong persalinan
seharusnya seorang tenaga kesehatan yang terlatih dan terampil serta mengetahui
dengan pasti tanda-tanda bahaya pada ibu yang melahirkan, sehingga bila ada
komplikasi selama persalinan, penolong segera dapat melakukan rujukan. Pimpinan
yang salah dapat menyebabkan persalinan tidak berjalan dengan lancar,
berlangsung lama, dan muncul berbagai macam komplikasi. Di Indonesia,
persalinan masih banyak ditolong oleh dukun. Dan baru sedikit sekali dari dukun
beranak ini yang telah ditatar sekedar mendapat kursus dukun. Karenanya
kasus-kasus partus kasep masih banyak dijumpai, dan keadaan ini memaksa kita
untuk berusaha menurunkan angka kematian ibu maupun anak. Yang sangat ideal
tentunya bagaimana mencegah terjadinya partus kasep. Bila persalinan
berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi baik terhadap ibu
maupun terhadap anak, dan dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak
(Kusumawati, 2006). Hasil penelitian Irsal dan Hasibuan di Yogyakarta
menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dan secara statistik bermakna
terhadap kejadian kala II lama adalah penolong persalinan bukan dokter,
sehingga selanjutnya perlu persalinan tindakan di RS. Demikian pula hasil
penelitan Rusydi di RSUP Palembang, menemukan bahwa partus kasep yang akhirnya
dilakukan tindakan operasi, merupakan kasus rujukan yang sebelumnya ditolong
oleh bidan dan dukun di luar rumah sakit (Kusumawati, 2006).
2.2.3
Gejala
Gejala
klinis terjadinya kala 2 lama dapat dijumpai pada ibu dan janin.Gejala klinis
yang dapat dijumpai pada ibu meliputi:
1.
Tanda-tanda kelelahan dan dehidrasi dari
ibu (nadi cepat dan lemah, perut kembung, demam, nafas yang cepat dan his
hilang dan lemah)
2.
Vulva edema
3.
Cincin retraksi patologi Brandl
Sering timbul akibat persalinan yang
terhambat disertai peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus, dan
menandakan ancaman akan rupturnya segmen bawah uterus.
Gejala Klinis yang dapat ditemui pada janin:
1.
Denyut jantung janin cepat, hebat, tidak
teratur, bahkan negatif
2.
Air ketuban terdapat mekonium, kental
kehijau-hijauan, berbau.
3.
Kaput suksedaneum yang besar. Kaput ini
dapat berukuran cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnostik yang serius.
Biasanya kaput suksedaneum, bahkan yang besar sekalipun, akan menghilang dalam
beberapa hari.
4.
Moulase kepala yang hebat akibat tekanan
his yang kuat, tulang tengkorak saling bertumpang tindih satu sama lain.
5.
Kematian janin dalam kandungan atau intra
uterine fetal death (IUFD).
2.2.4
Penatalaksanaan
Menghadapi
persalinan lama dalam Kala II, dan tidak mungkin untuk merujuk penderita atau
terjadi gawat janin diusahakan mengakhiri persalinan dengan episiotomi dan
dorongan (eksresi) yang dilakukan dengan hati hati dan tarikan (Ekstraksi)
vakum atau tarikan cunam. Adapun syarat-syarat terpenuhi jika terdapat
penyimpangan, dapat di usahakan mengakhiri persalinan.
a) Jika malpresentasi
dan tanda-tanda obstruksi bisa disingkirkan, berikan infus oksitosin.
b) Jika tidak ada
kemajuan penurunan kepala
1. Kepala tidak lebih
dari 1/5 diatas simfisis pubis, atau bagian tulang kepala di station (0),
dilakukan ekstraksi vakum atau cunam.
2. Kepala diantara
1/5-3/5 diatas simfisis pubis, atau bagian tulang kepala diantara station
(0)-(-2), dilakukan ekstraksi vakum.
3. Kepala lebih dari
3/5 diatas simfisis pubis, atau bagian tulang kepala diatas station (-2),
lakukan secsio sesarea (Saifuddin, 2006).
2.2.5
Komplikasi
Efek yang
diakibatkan oleh partus lama bisa mengenai ibu maupun janin. Diantaranya:
a.
Infeksi
Intrapartum
Infeksi merupakan bahaya
serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus lama, terutama bila
disertai pecahnya ketuban. Bakteri didalam cairan amnion menembus amnion dan
desisdua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia, sepsis dan
pneumonia pada janin akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi.
b.
Ruptur
uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya
serius selama partus lama, terutama pada wanita dengan paritas tinggi dan pada
mereka yang dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala
janin dan dan panggul sedemikin besar sehingga kepala tidak engaged dan tidak
terjadi penurunan, sehingga segmen bawah uterus menjadi sangat teregang yang
kemudian dapat menyebabkan ruptur.
c.
Cincin
retraksi patologis
Pada partus lama dapat timbul konstriksi atau cincin
lokal uterus, tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl. Cincin ini disertai peregangan dan
penipisan berlebihan segmen bawah uterus, cincin ini sebagai sustu identasi
abdomen dan menandakan ancaman akan rupturnya segmen bawah uterus.
d.
Pembentukan
fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas
panggul tetapi tidak maju untuk jangka waktu lama, maka bagian jalan lahir yang
terletak diantaranya akan mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan
sirkulasi sehingga dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari
setelah melahirkan dengan munculnya fistula.
e.
Cedera
otot dasar panggul
Cedera otot-otot dasar panggul, persarafan, atau fasia
penghubungnya merupakan konsekuensi yang tidak terelakkan pada persalinan
pervaginum terutama apabila persalinannya sulit.
f.
Efek
pada janin berupa kaput suksedaneum, moulase kepala janin, bila berlanjut dapat
menyebabkan terjadinya gawat janin.
2.3 KonsepDasarSistemRujukan
2.3.1 Definisi
Rujukan adalah
suatu kondisi yang optimal dan tepat waktu ke fasilitas rujukan atau fasilitas
yang memiliki sarana lebih lengkap yang diharapkan mampu menyelamatkan jiwa
para ibu dan bayi baru lahir (JNPK-KR, 2008).
Sistem rujukan
adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan
terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas masalah yang
timbul, baik secara vertikal maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang
lebih berkompeten, terjangkau, rasional, dan tidak dibatasi oleh wilayah
administrasi (Syafrudin, 2009).
Sistem rujukan
dalam mekanisme pelayanan obstetri adalah suatu pelimpahan tanggung jawab
timbal-balik atas kasus atau masalah kebidanan yang timbul baik secara
vertikal,maupun horizontal. Rujukan vertikal, maksudnya
adalah rujukan dan komunikasi antara satu unit ke unit yang telah lengkap.
Misalnya dari rumah sakit kabupaten ke rumah sakit provinsi atau rumah sakit
tipe C ke rumah sakit tipe B yang lebih spesialistik fasilitas dan
personalianya. Rujukan horizontal adalah konsultasi dan komunikasi antar unit
yang ada dalam satu rumah sakit,misalnya antara bagian kebidanan dan bagian
ilmu kesehatan anak (Syafrudin,2009).
2.3.2 Jenis
Rujukan
Terdapat
dua jenis isitilah rujukan yaitu, (Pudiastuti, 2011) :
1.
Rujukan Medik yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu
kasus yang timbal balik secara vertikal maupun horizontal kepada yang lebih
berwenang dan mampu menanganinya secara rasional.
Jenis rujukan medik :
a.
Pengiriman bahan untuk pemeriksaan
laboratorium lebih lengkap
b.
Konsultasi penderita untuk keperluan
diagnosa, pengobatan, tindakan operatif dan lain-lain.
c.
Pengiriman tenaga yang lebih kompeten
atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan pengobatan setempat.
2.
Rujukan Kesehatan yaitu hubungan dalam
pengiriman, pemeriksaan bahan atau spesimen ke fasilitas yang lebih mampu dan
lengkap.
2.3.3 Tujuan
Rujukan
Tujuan rujukan, yaitu (Syafrudin, 2009):
1)
Setiap penderita mendapat perawatan dan
pertolongan yang sebaik-baiknya.
2)
Menjalin
kerjasama dengan cara
pengiriman penderita atau
bahan laboratorium dari unit yang kurang lengkap ke unit yang lengkap
fasilitasnya.
3)
Menjalin pelimpahan pengetahuan dan
keterampilan (Transfer knowledgeand skill)
melalui pendidikan dan latihan antara pusat pendidikan dan daerah.
2.3.4 Kegiatan
Rujukan
Kegiatan rujukan yaitu
(Syafrudin,2009) :
1.
Rujukan dan pelayanan kebidanan
a.
Pengiriman orang sakit dari unit
kesehatan kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap
b.
Rujukan kasus patologis pada kehamilan,
persalinan, dan nifas
c.
Pengiriman kasus masalah reproduksi
manusia lainnya seperti kasus ginekologi atau kontrasepsi yang memerlukan
penanganan spesialis
d.
Pengiriman bahan laboratorium
e.
Jika penderita telah sembuh dan hasil
laboratorium telah selesai, kembalikan dan kirimkan ke unit semula, jika perlu
disertai dengan keterangan yang lengkap.
2.
Pelimpahan pengetahuan dan keterampilan
a.
Pengiriman tenaga-tenaga ahli ke daerah
untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan melalui ceramah, konsultasi
penderita, diskusi kasus dan demonstrasi operasi.
b.
Pengiriman petugas pelayanan kesehatan
daerah untuk menambah pengetahuan dan keterampilan mereka ke rumah sakit yang
lebih lengkap atau rumah sakit pendidikan juga dengan mengundang tenaga medis
dalam kegiatan ilmiah yang diselenggarakan tingkat provinsi atau instituasi
pendidikan.
3.
Rujukan informasi medis
a.
Membalas secara lengkap data-data medis
penderita yang dikirim dan advis rehabilitas kepada unit yang mengirim
b.
Menjalin kerjasama dalam sistem
pelaporan data-data parameter pelayanan kebidanan, terutama mengenai kematian
maternal dan pranatal. Hal ini sangat berguna untuk memperoleh angka-angka
secara regional dan nasional.
Faktor-faktor
penyebab rujukan (JNPK-KR,2008), yaitu :
a.
Ketuban pecah dengan mekonium kental
b.
Ketuban pecah pada persalinan kurang
bulan (kurang dari 37 Minggu usia kehamilan)
c.
Ketuban pecah lama (lebih kurang 24 jam)
d.
Riwayat seksio sesaria
e.
Ikterus
f.
Perdarahan pervaginam
g.
Anemia berat
h.
Preeklamsia/hipertensi dalam kehamilan
i.
Gawat janin
j.
Kehamilan gemeli.
2.3.5 Langkah-langkah
Rujukkan
Langkah-langkah
rujukan menurut Syafrudin (2009) sebagai berikut:
1.
Menentukan kegawatdaruratan penderita
a.
Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih
ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau
kader/dukun bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang
terdekat, oleh karena itu mereka belum tentu dapat menerapkan ke tingkat
kegawatdaruratan.
b.
Pada tingkat bidan desa, puskesmas
pembantu dan puskesmas. Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas kesehatan
tersebut harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui,
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus
mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.
2.
Menentukan tempat rujukan
Prinsip dalam menentukan tempat
rujukan adalah fasilitas pelayanan yang mempunyai kewenangan dan terdekat
termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan
kemampuan penderita.
3.
Memberikan informasi kepada penderita
dan keluarga
Kaji ulang rencana rujukan bersama
ibu dan keluarga. Jika perlu dirujuk, siapkan dan sertakan dokumentasi tertulis
semua asuhan, perawatan dan hasil penilaian (termasuk partograf) yang telah
dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan. Jika ibu tidak siap dengan
rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan keluarganya tentang rencana
tersebut. Bantu mereka membuat rencana rujukan pada saat awal persalinan.
4.
Mengirimkan informasi pada tempat
rujukan yang dituju
a.
Memberitahukan bahwa akan ada penderita
yang dirujuk
b.
Meminta petunjuk apa yang dilakukan
dalam rangka persiapan dan selama dalam perjalanan ke tempat rujukan
c.
Meminta petunjuk dan cara penanganan
untuk menolong penderita bila penderita tidak mungkin dikirim
Dijabarkan persiapan penderita yang
harus diperhatikan dalam melakukan rujukan yaitu dengan melakukan BAKSOKU yang
merupakan singkatan dari (Bidan, Alat, Keluarga, Surat, Obat, Kenderaan, Uang)
(JNPK-KR, 2008).
Bidan
(B)
Pastikan
bahwa ibu dan/atau bayi baru lahir didampingi oleh penolong persalinan yang
kompeten dan memiliki kemampuan untuk menatalaksanakan kegawatdaruratan
obstetri dan bayi baru lahir untuk dibawa ke fasilitas rujukan
Alat (A)
Bawa
perlengkapan dan bahan-bahan untuk asuhan persalinan, masa nifas dan bayi baru
lahir ( tabung suntik, selang Intra Vena, dan lain-lain ) bersama ibu ke tempat
rujukan. Perlengkapan dan bahan-bahan tersebut mungkin diperlukan jika ibu
melahirkan sedang dalam perjalanan.
Keluarga (K)
Beritahu
ibu dan keluarga mengenai kondisi terakhir ibu dan/atau bayi dan mengapa ibu
dan/atau bayi perlu dirujuk. Jelaskan pada mereka alasan dan keperluan upaya
rujukan tersebut. Suami atau anggota keluarga yang lain harus menemani ibu dan/atau
bayi baru lahir ke tempat rujukan.
Surat (S)
Berikan
surat ke tempat rujukan. Surat ini harus memberikan identifikasi mengenai ibu
dan/atau bayi baru lahir, cantumkan alasan rujukan dan uraikan hasil
pemeriksaan, asuhan atau obat-obatan yang diterima ibu dan/atau bayi baru
lahir. Lampirkan partograf kemajuan persalinan ibu pada saat rujukan.
Obat (O)
Bawa
obat-obatan esensial pada saat mengantar ibu ke tempat rujukan.Obat- obatan
mungkin akan diperlukan selama perjalanan.
Kendaraan (K)
Siapkan
kendaraan yang paling memungkinkan untuk merujuk ibu dalam kondisi yang cukup
nyaman. Selain itu pastikan bahwa kondisi kendaraan itu cukup baik untuk.
mencapai tempat rujukan dalam waktu yang tepat.
Uang (U)
Ingatkan
pada keluarga agar membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli
obat-obatan yang diperiukan dan bahan-bahan kesehatan lain yang diperiukan
selama ibu dan/atau bayi baru lahir tinggal di fasilitas rujukan.
2.4 Konsep
Asuhan Manajemen Kebidanan
2.4.1
Pengumpulan Data
A.
Subjektif
1)
Identitas
a.
Umur ibu dan umur suami :
Faktor umur
ibu mempunyai pengaruh
terhadap kehamilan dan persalinan. Ibu yang berumur
dibawah 20 tahun
atau diatas 35 tahun
sangat berisiko untuk
persalinan patologis sebagai
indikasi persalinan sectio caesarea.
Kehamilan ibu dengan usia dibawah 20 tahun
berpengaruh kepada kematangan
fisik dan mental
dalam menghadapi persalinan. Rahim
dan panggul ibu
seringkali belum tumbuh mencapai
ukuran dewasa. Akibatnya
diragukan kesehatan dan keselamatan janin
dalam kandungan. Selain
itu mental ibu belum cukup dewasa sehingga sangat
meragukan pada keterampilan perawatan diri ibu dan bayinya (Oxorn, et al,
2010). Sebaliknya usia ibu
diatas 35 tahun
atau lebih, dimana
pada usia tersebut terjadi
perubahan pada jaringan alat – alat kandungan dan jalan lahir
tidak lentur lagi.
Selain itu ada
kecenderungan didapatkan penyakit lain dalam tubuh ibu. Bahaya
yang dapat terjadi
pada kelompok ini
adalah tekanan darah tinggi dan
pre-eklampsi, ketuban pecah dini yaitu ketuban pecah sebelum
persalinan dimulai,
persalinan tidak lancar
atau macet, dan perdarahan setelah bayi lahir (Oxorn, et al, 2010).
b.
Suku/bangsa
Masih
belum jelas apakah ras merepresentasikan faktor risiko independen atau suatu
interaksi dari kebudayaan dan pola hidup yang bisa menyebabkan suatu
komplikasi, seperti hipertensi yang meningkatkan risiko kelainan jantung
(Pearson, et al, 2000). Wanita dengan etnis asia merupakan salah satu faktor
predisposisi perdarahan postpartum (Queensland Clinical Guidelines, 2012).
c.
Pendidikan
Semakin
seseorang berpendidikan, maka pemahaman akan sesuatu yang baik dan buruk dapat
menentukan sistem kepercayaan sehingga konsep tersebut ikut berperan dalam
menentukan sikap dan perilaku seseorang dalam suatu hal. Sehingga dengan
pendidikan yang tinggi, perilaku seseorang seharusnya baik dalam menjaga pola
makan sehat, pola hidup sehat, dan mengontrol faktor risiko penyakit, termasuk
hipertensi yang merupakan faktor risiko terjadinya kelainan jantung dan edema
paru (Nurhidayat, 2016). Hal ini sesuai dengan Koentjaraningrat (2009), semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi dan
mempunyai banyak pengetahuan yang dimilikinya sehingga semakin mudah dalam
melakukan tindakan dan perilaku. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan
menghambat perkembangan perilaku seseorang terhadap nilai-nilai baru. Sehingga
seseorang yang berpendidikan rendah cenderung sulit untuk menyerap informasi
daripada orang yang berpendidikan tinggi.
d.
Pekerjaan
Variabel
pekerjaan akan mencerminkan keadaan sosial ekonomi keluarga. Status ekonomi
berhubungan dengan kemampuan membiayai perawatan kesehatan sebagaimana mestinya
dan pemenuhan asupan gizi. Defisiensi gizi dapat menjadi pencetus terjadinya
berbagai komplikasi, seperti anemia, perdarahan, dan preeklampsia (Saifuddin,
et al, 2010). Depkes RI (2002) menyatakan bahwa masyarakat yang sibuk dengan
kegiatan atau pekerjaan sehari-hari akan memiliki waktu yang sedikit untuk
memperoleh informasi. Berdasarkan penelitian Arthina (2015), ibu yang tidak
bekerja dan hanya berada di rumah akan mempunyai sedikit kesempatan mendapatkan
informasi karena terfokus dengan pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga.
2)
Keluhan utama
Secara umum berikut contoh
keluhan yang biasa dialami :
- Ibu
merasakan kontraksi yang semakin lama semakin sering dan bertahan lama.
- Ibu
merasakan nyeri yang melingkar dari punggung menjalar ke perut bagian
depan
- Keluarnya
lendir bercampur darah dari jalan lahir
- Keluarnya
cairan banyak dengan sekonyong-konyong dari jalan lahir jika ketuban sudah
pecah
3)
Riwayat menstruasi
HPHT : Ditanyakan untuk mengetahui umur
kehamilan dan menentukan TPL dengan rumus Nagel (hari + 7, bulan – 3, tahun +
1)
4)
Riwayat obstetri yang lalu
Ibu
dengan paritas tinggi mempunyai resiko 1.454 kali lebih besar mengalami anemia
dan berbagai komplikasi lainnya dibandingkan dengan paritas rendah (Herlina,
2006). Kartaka (2006) dan Sotiriadis, dkk (2004), menyatakan bahwa wanita yang
mengalami penyulit pada kehamilan pertamanya akan meningkatkan kemungkinan
mendapatkan penyulit yang sama pada kehamilan berikutnya terutama pada ibu yang
berusia lebih tua, seperti riwayat perdarahan, prematur, postdate,
preeklampsia, dan keguguran.
5)
Riwayat kehamilan sekarang
Pemeriksaan
kehamilan (Antenatal Care) yang
teratur berfungsi sebagai kontrol untuk mendeteksi terjadinya tanda-tanda
komplikasi kehamilan, sehingga dapat mengantisipasi kemungkinan bahaya
kehamilan dan persalinan. Pemeriksaan kehamilan perlu dilakukan oleh ibu semasa
hamil, mulai dari trimester pertama sampai saat berlangsungnya persalinan
(Wardin, 2014).
6)
Pola fungsional kesehatan
a.
Pola istirahat
Tiga
hingga empat minggu sebelum awitan persalinan sejati, dapat terjadi persalinan
palsu yang berupa kontraksi uterus yang sangat nyeri tanpa ada pembukaan
serviks. Persalinan palsu sangat nyeri dan wanita dapat megalami kurang tidur
dan kekurangan energi dalam menghadapinya (Varney, 2008). Istirahat dapat
memberikan relaksasi bagi pikiran dan badan pada ibu hamil. Yang dimaksud
dengan relaksasi adalah upaya membebaskan pikiran dan badan dari ketegangan.
Kemampuan relaksasi dapat dimanfaatkan untuk mengurangi ketidaknyamanan yang
normal pada kehamilan. Serta, mengurangi stress sehingga persepsi nyeri selama
masih mampu melahirkan anak (Mubarak dan Nurul,2007).
b.
Pola aktivitas
Adanya
persalinan palsu yang ditandai dengan kontraksi yang sifatnya nyeri tanpa ada
pembukaan serviks menyebabkan aktivitas ibu terganggu akibat kenyamanan
tersebut. Pada menjelang persalinan, intensitas kontraksi semakin sering dan
semakin lama sehingga bertambah nyeri. Hal ini menyebabkan aktivitas ibu
menjadi semakin terbatas (Varney, 2008).
c.
Pola eliminasi
Kandung
kemih wanita harus dievaluasi untuk melihat adanya distensi paling sedikit setipa
dua jam selama fase aktif kala satu persalinan. Kandung kemih memerlukan
perhatian karena merupakan organ panggul. Seiring penurunan bagian presentasi
janin ke dalam pelvis minor, kandung kemih mengalami penekanan sehingga terjadi
distensi meskipun jumlah urine didalam kandung kemih baru sekitar 100 ml.
Apabila kandung kemih tidak dikosongkan, melainkan dibiarkan menjadi distensi,
maka dapat terjadi hal-hal berikut:
(1)
Persalinan terhambat: distensi kandung
kemih yang berlebihan dapat menghambat kemajuan persalinan karena mencegah
penurunan janin.
(2)
Ketidaknyamanan: kandung kemih yang
distensi meningkatkan ketidaknyamanan atau nyeri pada abdomen bawah, yang
sering kali dialami wanita selama persalinan (Varney, 2008).
Selama persalinan bladder sebaiknya dikosongkan tiap 1,5
– 2 jam sekali (Fraser, 2009). Bladder yang penuh dapat menghambat masuknya
kepala janin ke pelvis, hal ini juga dapat menghambat keefektifan kontraksi.
d.
Pola nutrisi
Informasi
ini diperlukan oleh ahli anastesi bila diperlukan pembedahan. Selain itu, juga
bermanfaat untuk mengkaji cadangan energi dan status cairan yang diperlukan
selama proses persalinan terutama sebagai tenaga untuk mengejan. Ibu akan lebih
berenergi dan memiliki hidrasi yang lebih kuat jika mendapat makanan. Pada awal
persalinan, ibu berada di situasi yang memungkinkan untuk makan sesuka hati.
Namun pada fase aktif persalinan, umumnya mereka hanya menginginkan
cairan.Mempertahankan hidrasi selama persalinan sangatlah penting untuk
kesejahteraan ibu (Varney, 2008).
e.
Pola kebiasaan
(1)
Merokok dapat menyebabkan berbagai
gangguan terhadap hasil akhir kehamilan. Gangguan-gangguan tersebut adalah
berta badan lahir rendah akibat persalinan premature atau gangguan pertumbuhan
janin, kematian janin dan bayi, serta sulosio plasenta (Ventura dkk, 2000).
Mekanisme patofiologi yang diperkirakan berperan terhadap gangguan kehamilan
ini adalah meningkatnya kadar karbooksihemoglobin janin, berkurangnya aliran
darah uteeroplasenta serta hipoksia janin.
(2)
Pemakaian alkohol selama kehamilan dapat
menyebabkan sindrom alkohol janin. Selain etanol yang terkandung dalam alkohol
meyebabkan gangguan pertumbuhan janin.
(3)
Penggunaan kronik obat-obatan terlarang
termasuk turunan opium, barbiturate dan amfetamin dalam dosis besar selama
hamil membahayakan janin. Gawat janin, berat badan lahir rendah, dan gangguan
akibat putus obat banyak dilaporkan.
(4)
Sebagian obat yang dikonsumsi selama
kehamilan kemungkinan mempunyai efek samping pada janin. Hampir semua obat yang
menimbulkan efek sistemik pada ibu akan menembus plasenta untuk mencapai
mudigah atau janin.
(5)
Adanya binatang peliharaan perlu dikaji
karena pada binatang peliharaan seperti kucing atau anjing dapat menularkan
toxoplasmosis
7)
Riwayat kesehatan:
Kehamilan
dapat dipersulit dengan berbagai gangguan dan penyakit yang sangat mmepengaruhi
ibu dan janin. Patofisiologi gangguan dan penyakit tersebut dapat menimbulkan
efek yang negative bagi kehamilan. Tidak ada itu, perubahan fisiologis yang
terjadi pada kehamilan dapat mengubah perjalanan klinis gangguan dan penyakit
tersebut, bahkan memperberat gangguan dan penyakit tersebut.
(1)
Hipertensi: perubahan kardiovaskular
yang terjadi akibat kehamilan dapat menginduksi terjadinya hipertensi pada
wanita yang normotensif sebelum kehamilan atau dapat memperburuk kondisi yang sudah
ada sebelumnya. Hipertensi esensial juga dapat mencetuskan terjadinya
hipertensi akibat kehamilan, yang dapat mengakibatkan berkurangnya fungsi
plasenta, restriksi pembuluh darah intrauteri, abruption plasenta, serta
kematian ibu dan janin.
(2)
Penyakit jantung: pada kehamilan normal,
profil hemodinamika mengalami perubahan dalam rangka memenuhi peningkatan
kebutuhan uteroplasenta. Meskipun meningkatkan beban jantung secara signifikan,
ibu dengan kehamilan sehat akan dengan mudah beradaptasi. Namun, pada wanita
yang sejak sebelum hamil sudah menderita penyakit jantung, peningkatan beban
kerja tersebut dapat mencetuskan komplikasi. Perubahan hemodinamika sudah
terjadi sejak awal kehamilan hingga mencapai puncaknya antara minggu ke 28 dan
32. Selama persalinan, terdapat peningkatan curah jantung yang signifikan
akibat kontraksi uterus. Pada 12-24 jam setelah kelahiran, adanya pengaliran
darah kira-kira satu liter dari uterus ke sirkulasi ibu. Ketiga periode puncak
tekanan yang terjadi pada jantung ini merupakan periode paling kritis yang
dapat membahayakan ibu dan janin (Cunningham, dkk, 2012). Kolplikasi yang dapat
timbul pada ibu antara lain gangguan hipertensi kehamilan, thrombosis, infeksi
dan perdarahan. Gagal jantung kongestif merupakan komplikasi yang paling serius
yang dapat menimbulkan kematian. Efek pada janin akibat penurunan sirkulasi
sistemik maternal atau penurunan oksigenasi yang dapat menyebabkan terjadinya
aborsi spontan, IUGR, hipoksia janin dan kelahiran prematur.
(3)
Asma: kehamilan tidak selalu
mempengaruhi status asma maternal. Beberapa wanita tidak mengalami perubahan
gejala asma, smentara wanita lainnya mengalami perburukan penyakit tersebut.
Wanita yang mengalami asma yang berat tampak mengalami peningkatan insiden
hasil maternal yang buruk termasuk kelahiran dan persalinan premature,
hipertensi pada kehamilan, korioamnitis, sebaliknya bahwa asma yang terkontrol
berhubungan dengan hasil perinatal yang baik. Selama persalinan, terjadi
peningkatan kortison dan adrenalin yang dianggap dapat mencegah serangan asma
terjadi selama persalinan. Terdapat obat tertentu yang harus dihindari selama
kehamilan dan persalinan yaitu obat yang mempunyai efek bronkospasme seperti
prostaglandin.
(4)
Penyakit ginjal: jika penyakit ginjal
dalam pengobatan, biasanya kondisi ibu dan janin akan baik. Pada beberapa
kasus, fungsi ginjal dapat memburuk dan menyebbakan komplikasi kehamilan,
terutama bila disertai dengan hipertensi yang akan menambah penurunan fungsi
ginjal. Penyakit ginjal yang disertai dengan hipertensi berkaitan dengan
restriksi pertumbuhan janin, kelahiran premature, dan peningkatan mortalitas
perinatal.
(5)
Diabetes mellitus: diabetes mellitus
yang disertai dengan penyakit vascular yang sudah ada sebelumnya akan
meningkatkan resiko ibu menderita gangguan hipertensi pada kehamilan dan akan
memperburuk retinopati diabetikum. Resiko malformasi janin juga meningkat pada
ibu dengan DM. pertumbuhan janin juga harus diobservasi dengan cermat karena
ada resiko restriksi pertumbuhan janin akibat penyakit vascular maternal,
preeklamsia atau kombinasi keduanya. Makrosomia dan polihidarmnion perlu
dideteksi sebelumnya. Idealnya, ibu hamil yang menderita DM tanpa komlikasi
selama kehamilannya, persalinan dapat dilakukan secara spontan pada saat sudah
cukup bulan (Fraser,
2009).
8)
Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit
tertentu dapat terjadi secara genetik atau berkaitan dengan keluarga tau
etnisitas, dan beberapa diantaranya berkaitan dengan lingkungan fisik atau
social tempat keluarga tersebut tinggal. Penyakit genetic pada bayi cenderung
terjadi jika orang tua biologisnya merupakan keluarga dekat, seperti saudara
sepupu (Cunningham, dkk, 2012). Dibetes, meskipun tidak diturunkan secara
genetik, memiliki kecenderungan terjadi pada anggota keluarga yang lain,
terutama bila mereka hamil atau obesitas. Hipertensi juga memiliki komponen
familial, dan kehamilan kembar juga memiliki insiden yang lebih tinggi pada
keluarga tertentu. Beberapa kondisi seperti anemia sel sabit dan thalasemia
lebih banyak pada ras tertentu.selain itu, beberapa penyakit menular yang dapat
ditularkan dengan mudah seperti hepatitis dan TBC juga perlu dikaji (Fraser,
2009).
9)
Riwayat Sosial dan Budaya
a.
Riwayat Pernikahan
Riwayat
pernikahan perlu dikaji karena berhubungan dengan pengkajian tentang
infertilitas. WHO mendefinisikan subinfertlitas sebagai ketidakmampuan pasangan
untuk mencapai konsepsi atau menimbulkan kehamilan setelah satu tahun atau
lebih melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi. Infertilitas
dikategorikan sebagai infertilitas primer jika sebelumnya tidak ada konsepsi
dan infertilitas sekunder jika sebelumnya pernah hamil terlepas dari bagaimana
hasilnya. Oleh karena itu, lama pernikahan perlu dikaji (Fraser, 2009).
b. Keadaan
Psikologi
Keadaan emosional atau psikologi
yang tidak stabil/buruk akan berpengaruh terhadap proses persalinan (Rohani,
2011).
B. Data Objektif
1.
Pemeriksaan
umum
b.
Tekanan darah
Tekanan darah kan meningkat selama
kontraksi dengan rata-rata 15-20 mmHg pada sistol dan 5-10 mmHg pada diastol.
Pada waktu-waktu tertentu diantara kontraksi, tekanan darah kembali ke tingkat
sebelum persalinan. Dengan mengubah pasien dari terlentang ke posisi miring
kiri, perubahan tekanan darah selama persalinan dapat dihindari. Nyeri, takut,
kekhawatiran dapat semakin meningkatkan tekanan darah. Adapun ibu yang
mengalami syok akan mengalami penurunan tekanan darah secara drastis, bahkan
diastol sulit untuk ditentukan (Sulistyawati, et al, 2010).
c.
Suhu
Suhu tubuh meningkat selama
persalinan, tertinggi selama dan segera
setelah melahirkan. Peningkatan suhu yang tidak lebih dari 0,5 – 1oC
dianggap normal, nilai tersebut mencerminkan metabolisme selama persalinan.
Adapun pada keadaan syok dan infeksi, penurunan suhu atau kenaikan suhu bisa
saja terjadi (Sulistyawati, et al, 2010).
d.
Pernapasan
Sedikit peningkatan frekuensi
pernapasan dianggap normal selama persalinan, hal tersebut mencerminkan
peningkatan metabolisme. Pada kelainan jantung dan edema paru, pernapasan
menjadi lambat akibat adanya dispneu atau sesak, bahkan bisa lebih cepat atau
takipneu. Hiperventilasi yang memanjang adalah temuan abnormal dan dapat
menyebabkan alkalosis. Hiperventilasi ditandai oleh rasa kesemutan pada
ekstremitas dan merasa pusing (Sulistyawati, et al, 2010; Hulandani, 2014).
e.
Nadi
Frekuensi denyut diantara kontraksi
uterus sedikit lebih tinggi dibanding selama periode menjelang persalinan. Hal
ini mencerminkan peningkatan metabolisme yang terjadi selama persalinan
(Sulistyawati, et al, 2010). Jika terjadi syok ataupun komplikasi, nadi menjadi
lebih cepat, melemah, bahkan tidak teratur (Nugroho, 2012).
f.
Antropometri
Berat badan dan
tinggi badan untuk mengetahui IMT atau status gizi. Berat
badan ibu sebelum hamil
dan peningkatan berat badan selama hamil mempengaruhi pertumbuhan janin.
Menurut Dr. Prima Progestian, SpOG dalam Brilian
(2017), kenaikan berat badan sat hamil tergantung IMT awal sebelum hamil. Jika
IMT kurang dari 18.5, kenaikan berat badan ideal saat hamil adalah 12 – 18 Kg.
Jika IMT 18,5 – 24,9, kenaikan berat badan
ideal saat hamil adalah 11 – 15 Kg. Jika
IMT 25 – 29,9, kenaikan berat badan ideal saat hamil adalah 6 – 11 Kg.
Jika IMT lebih dari 30, kenaikan berat
badan ideal saat hamil adalah 4 – 9 Kg. Sofian (2011) menyebutkan
bahwa wanita yang memiliki tinggi badan ≤ 145 cm berpotensi memiliki panggul
sempit. Adapun, di Indonesia batas ambang LILA dengan resiko KEK adalah 23,5 cm
hal ini berarti ibu hamil dengan resiko KEK diperkirakan akan melahirkan bayi
BBLR (Kusparlina, 2016).
2. Pemeriksaan
fisik
Pada ibu dengan keadaan normal (fisiologis), maka pada
pemeriksaan fisik yang diperoleh diantaranya:
Wajah : tidak pucat, tidak odem, konjungtiva merah
muda
Mulut : mukosa bibir lembab, tidak ada stomatitis,
tidak ada caries gigi, lidah tidak pucat.
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada pembesaran kelenjar limfe dan bendungan vena jugularis.
Dada : puting susu menonjol/tidak menonjol, tidak
ada benjolan abnormal, kolostrum sudah keluar/ belum. Hal ini berkaitan dengan
proses IMD dan kesiapan ibu dalam proses menyusui nantinya.
Abdomen:
adakah bekas jahitan SC. Seorang ibu yang menjalani seksio
sesarea, baik yang terencana ataupun dalam intra partum mempunyai risiko dua
kali lipat akan morbiditas maternal yang buruk dan mortalitas (termasuk
kematian, histrektomi, tranfusi darah, dan perawatan intensif), dan lima kali
lipat risiko infeksi pasca persalinan dibandingkan persalinan pervaginam. Ibu
dengan riwayat ruptur uteri merupakan kontra indikasi untuk melahirkan
pervaginam. Ruptur ini paling sering terjadi pada parut bekas seksio sesarea
jenis klasik (Karkata 2012).
Pemeriksaan
Leopold
Leopold I:
menetukan TFU dan bagian yang terdapat di fundus
Menurut
sielberg (untuk mengetahui TFU)
Umur Kehamilan |
Tinggi fundus uteri |
22-28 minggu 28 minggu 30 minggu 32 minggu 34 minggu 36 minggu 38 minggu 40 minggu |
24-25 cm diatas
symphisis 26,7 cm diatas
symphisis 29,5-30 cm diatas
symphisis 29,5-30 cm diatas
symphisis 31 cm di atas
symphisis 82 cm di atas
symphisis 33 cm di atas
symphisis 37,7 cm di atas
symphisis |
Mengukur
TFU (menurut HARS)
TFU |
Umur Kehamilan
(minggu) |
3 jari atas simpisis |
12 |
Pertengahan
simpisis-pusat |
16 |
3 jari bawah pusat |
20 |
Setinggi pusat |
24 |
3 jari atas pusat |
28 |
Pertengahan pusat-px |
32 |
3 jari bawah px |
36 |
Pertengahan pusat-px |
40 |
Selain
mengetahui TFU, Leopold I juga untuk mengetahui bagian apa yang ada di fundus.
Pada letak membujur pada fundus, teraba lunak tidak bulat dan tidak melintang.
Apabila janin dalam keadaan malpresentasi atau malposisi maka dapat terjadi
persalinan yang lama atau bahkan macet (Prawirohardjo,2010). Selain itu,
Leopold I berguna untuk menghitung Taksiran Berat Janin.
Rumus
Johnson – Tousak
·
Bila bagian terendah janin sebagian
besar sudah masuk PAP
TBJ
= (TFU-11) x155
·
Bila bagian terendah janin sebagian kecil
sudah masuk PAP
TBJ
= (TFU-12) x155
·
Bila bagian terendah janin belum masuk
PAP
TBJ
= (TFU-13) x155
Jika ibu hamil obesitas, maka masing-masing dikurangi 1 cm
Leopold II :
Leopold
II bertujuan untuk mengetahui bagian apa yang ada disamping kiri dan kanan
uterus ibu. Pada
letak membujur dapat ditetapkan punggung anak yang teraba bagian keras,
memanjang seperti papan dan sisi yang berlawanan teraba bagian kecil janin.
Leopold III:
Menentukan
bagian terendah janin dan apakah bagian terendah tersebut sudah masuk PAP atau
belum. Pada letak kepala, akan teraba bulat, keras dan melenting
Leopold IV:
Menetukan seberapa jauh bagian terendah janin sudah masuk
PAP. Kedua tangan pemeriksa akan saling mendekat (konvergen) bila sebagian
kecil bagian terendah janin sudah masuk. Kedua tangan pemeriksa akan sejajar
bila setengah bagian terendah janin sudah masuk PAP. Dan kedua tangan pemeriksa
akan saling menjauh (menjauh) bila sebagian besar bagian terendah janin sudah
masuk PAP.
Menurut WHO, penurunan
bagian terendahdengan metode limajari:
Periksa luar |
Periksa dalam |
Keterangan |
|
|
Kepala
di atas pintu atas panggul, mudah digerakkan |
|
HT – H II |
Sulit
digerakkan : bagian terbesar belum masuk panggul |
|
H II – H III |
Bagian
terbesar kepala sudah masuk panggul |
|
H III + |
Bagian
terbesar kepala sudah masuk panggul |
|
H III – H IV |
Kepala
berada di dasar panggul |
|
H IV |
Kepala
sudah berada di perineum |
Denyut
jantung normal janin adalah antara 120-160 kali permenit. Punctum maksimum
terdengar di bagian kanan atau kiri bawah perut ibu. Frekuensinya
teratur.Pada Kasus Ibu
bersalin dengan kala II
lama meliputi pemeriksaan
denyut jantung janin
(DJJ) untuk memastikan bahwa janin hidup atau meninggal (Astuti, 2012)
Kontraksi: Untuk menghitung berapa kali kontraksi
dalam 10 menit dan lama kontraksinya.His yang tidak normal dalam kekuatan dan
sifatnya menyebabkan rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap
persalinan dan tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau
kemacetan (Prawirohardjo, 2010).
Genetalia :
a.
Vulva
dan vagina
Normalnya
tidak ada oedema, tidak ada varises, tidak ada kondilomata lata, tidak ada
kondiloma akuminata. Tidak adainfeksi kelenjar skene dan
kelenjar bartholini. Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa
menghalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan
(Prawirohardjo,2010).
a.
Perineum
: Adakah bekas luka atau tidak
b.
Anus
: Tidak ada hemorrhoid
c.
Ekstremitas:
Atas : tidak ada oedema
Bawah : tidak ada oedema dan varises
Menurut
Depkes RI (2015), dianggap normal jika tungkai bawah akan bergerak sedikit
ketika tendon diketuk. Bila refleks patella negatif, kemungkinan pasien
kekurangan vitamin B1. Pemeriksaan ini akan sangat berguna jika menghadapi
pasien dengan preeklampsia.
Vagina Toucher:
(1)
Pembukaan : 10 cm (evaluasi tiap 4 jam)
Pada primigravida, pembukaan pada fase laten 1
cm/jam
Pada multigravida, pembukaan pada fase laten 2
cm/jam
(2)
Penipisan / effacement
(3)
Ketuban :
utuh (u) / sudah pecah , jika sudah keruh atau jernih
(4)
Presentasi : kepala
(5)
Denominator :
Pada
pembukaan 1-3, yang menjadi denominator adalah sutura sagitalis. Pada pembukaan
4-lengkap, yang menjadi denominator adalah ubun-ubun kecil.
(6)
Tidak ada penyusupan/ moulage
(7)
Hodge : I – IV.
b.
Pemeriksaan Khusus
a.
Laboratorium
Hb :
untuk mengukur kadar Hb guna menilai apakah ibu mengalami anemia atau tidak
Golongan darah : untuk memudahkan bila ibu memerlukan
transfiusi darah
Urin
Reduksi urin : untuk mengetahui apakah urin ibu mengandung
glukosa-salah satu tanda ibu menderita diabetes mellitus
Albumin urin : untuk mengetahui apakah urin ibu mengandung albumin-
salah satu tanda preeklamsi
b.
USG :
untuk mengetahui taksiran berat janin, posisi janin, plasenta, dan cairan
ketuban.
2.4.2
Identifikasi diagnose, masalah, dan kebutuhan.
a.
Diagnosis
G…PAPAH, usia kehamilan,
keadaan jalan lahir kesan normal, keadaan ibu, inpartu kala ………Janin hidup, tunggal, intrauterine,
persentasi, keadaan
janin baik.
b.
Masalah
Masalah adalah
hal-hal yang berkaitan
dengan pengalaman klien yang
ditemukan dari hasil
pengkajian atau yang
menyertai diagnosa. Masalah yang
sering muncul pada
ibu bersalin dengan
partus lama yaitu ibu
tampak gelisah, lelah
dan cemas menghadapi
persalinan(Varney, 2007).
Masalah
yang sering timbul pada ibu bersalin dengan kala II
lama yaitu ibu
merasa cemas dan
ketakutan menghadapi
persalinannya (Purwaningsih dan Fatmawati, 2010).
c.
Kebutuhan
Kebutuhan adalah
hal -hal yang dibutuhkan
klien dan belum teridentifikasi dalam
diagnosa dan
masalah didapatkan dengan analisa data
(Varney, 2007dalam Soepardan).Kebutuhan ibu bersalin
dengan kala II
lama adalah informasi
tentangkala II lama, perubahan posisi dan diberi dukungan
emosi (Saifuddin, 2009).
2.4.3 Identifikasi
diagnose dan masalah potensial
Pada langkah ini dilakukan identifikasi diagnosis
atau masalah
potensial berdasarkan hasil
pengkajian dari data subjektif dan dataobjektif. Pada langkah ini membutuhkan
antisipasi bila memungkinkan dilakukan
pencegahan sambil mengamati klien, sangat diharapkan oleh bidan jika masalah potensial benar-benar terjadi
dilakukan asuhan yang aman.
Sehubungan dengan teori kasus partus lama penderita tampak kelelahan, pucat, mata cekung, dan berkeringat
dingin, frekuensi nadi meningkat,
tekanan darah menurun, dan suhu tubuh meningkat, his mulai melemah. Sehingga keadaan ibu dapat
mempengaruhi janin. Diagnosa potensial
yang terjadi pada
partus lama menurut Manuaba
(2010) antara lain: pada ibu terjadi infeksi intrapartum dan rupture
uteri, sedangkan yang
terjadi pada bayi
antara lain fetal distress
atau gawat janin, caput
succedema, asfiksia sampai terjadi kematian
2.4.4 Identifikasi
kebutuhan tindakan segera/kolaborasi/rujukan
Pada kasus ibu bersalin fisiologis tidak membutuhkan
tindakan segera ataupun kolaborasi, namun apabila ada kegawat daruratan maka
tindakan segera yang dapat dilakukan diantaranya:
1.
Mandiri
dengan melakukan stabilisasi, seperti pemasangan infus, pemberian O2, memasang bed side monitor untuk memantau TTV ibu.
2.
Kolaborasi
dengan dokter untuk menegakkan diagnosis dan terapi (medikamentosa) atau
penatalaksanaan lebih lanjut.
3.
Rujuk
jika terjadi kegawatan yang tidak dapat ditangani karena tidak adanya tenaga
profesional, fasilitas yang memadai, dan tidak adanya kewenangan untuk
penatalaksanaan lebih lanjut, seperti preeklampsia.
Memberikan infus cairan
larutan garam fisiologis,
larutan glukosa 5 -10% dan
antibiotik adalah antisipasi
yang harus dikolaborasikan untuk
penatalaksanaan pada ibu
bersalin dengan kala
II lama (Purwaningsih dan Fatmawati, 2010).
2.4.5 Perencanaan asuhan yang menyeluruh
Jelaskan
1)
Kala I
a.
Fase Laten
(1)
Memberitahukan
hasil pemeriksaan kepada ibu bersalin
R/ Ibu bisa mengetahui keadaannya
(2)
Mengajarkan teknik relaksasi pada ibu
bersalin
R/
Relaksasi berguna untuk melancarkan peredaran darah dan dapat mengurangi nyeri
selama proses persalinan
(3)
Memberikan KIE tentang fisiologis
tanda-tanda persalinan
R/ KIE tentang tanda-tanda persalinan akan membuat
ibu bersalin lebih mengerti tentang proses persalinan
(4)
Menganjurkan ibu untuk berjalan-jalan
R/ untuk mengurangi rasa sakit dan membantu
penurunan kepala janin disaat kontraksi belum terlalu sering
b.
Fase aktif
(5)
Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu
bersalin
R/ Ibu bisa mengetahui keadaannya
(6)
Mengajarkan teknik relaksasi pada ibu
bersalin
R/
Relaksasi berguna untuk melancarkan peredaran darah dan dapat mengurangi nyeri
selama proses persalinan
(7)
Memberikan KIE tentang fisiologis
tanda-tanda persalinan
R/ KIE tentang tanda-tanda persalinan akan
membuat ibu bersalin lebih mengerti tentang proses persalinan
(8)
Mengganti alas tempat tidur yang telah
basah oleh lendir, darah dan ketuban dengan alas yang kering
R/ Hal ini dilakukan untuk mengurangi ketidaknyaman
yang timbul pada ibu bersalin atas gangguan pengeluaran pervaginam
(9)
Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi
R/ Memenuhi kebutuhan fisik ibu akan memberikan
kenyamanan pada ibu
(10)
Menganjurkan ibu untuk miring kekiri
atau posisi yang nyaman
R/ Posisi
miring ke kiri mencegah tertekannya vena cava inferior sehingga sirkulasi darah
ibu lancar.
(11)
Menganjurkan ibu untuk mengosongkan
kandung kemihnya secara rutin
R/ Kandung kemih yang penuh dapat menghalangi
turunnya kepala janin
(12)
Menyiapkan partus set dan obat-obatan
yang diperlukan.
R/ Kelengkapan
dan kesiapan alat-alat persalinan dapat mengurangi keteledoran yang dapat
terjadi.
(13)
Memberikan terapi supportif dan
kolaborasi dengan dokter untuk memantau kemajuan persalinan
R/
Memantau kemajuan persalinan diperlukan untuk mencegah komplikasi terjadi,
sehingga bila ada penyulit selama proses persalinan dapat dilakukan tindakan
yang sesuai
(14)
Lakukan observasi fase aktif di lembar
observasi
Tekanan darah setiap 4 jam, suhu
badan tiap 2 jam, nadi setiap 30 menit, DJJ setiap 30 menit, kontraksi tiap 30
menit, pembukaan serviks setiap 4 jam, penurunan setiap 4 jam
R/ Kemajuan
persalinan pada fase laten ditulis pada lembar observasi sehingga dapat
diketahui perkembangan kondisi ibu dan bayinya serta menghindari adanya
keterlambatan merujuk.
Apabila pembukaan lengkap dan tanda gejala kala II
muncul sediakan alat, keluarga dan diri, kemudian segera pimpin persalinan. R/
Pimpinan persalinan yang benar akan mempercepat proses persalinan dan
mengurangi komplikasi yang terjadi.
2)
Kala II
Pimpin
persalinan
Jam………pembukaan
lengkap, tampak tanda-tanda kala II di vulva. Ada his dan tidak ada dorongan
untuk meneran, ibu dipimpin untuk mengejan selama 1 jam (multipara) namun tidak
ada kelahiran janin ataupun kemajuan dalam penurunan kepala janin. Melakukan
kolaborasi dengan dokter untuk tindakan
selanjutnya yakni inful RL dan melakukan rujukan.
2.4.6 Pelaksanaan
asuhan yang
menyeluruh
Penatalaksanaan
adalah penatalaksanaan semua asuhan menyeluruh seperti
pada langkah perencanaan. Langkah ini
dapat dilakukan pada wanita yang bersangkutan, bidan atau tim kesehatan
lain. Pelaksanaan pada
ibu bersalin dengan
kala II lama
sesuai dengan
perencanaan
yang di buat.
2.4.7 Evaluasi pelaksanaan asuhan
Merupakan
salah satu pemeriksaan
dari rencana perawatan, apakah kebutuhan
yang terindentifikasi dalam
masalah dan diagnosa sudah terpenuhi atau
belum di dalam
evaluasi
diharapkan mendapat hasil. Hasil
yang diharapkan manajemen
kebidanan pada ibu
bersalin
dengan kala
II lama adalah
dapat dilakukan partus
secara spontan, komplikasi akibat
tindakan medis dapat diatasi serta ibu dan janin dalam keadaan baik dan sehat
(Purwaningsih dan Fatmawati, 2010).
Evaluasi
tahap akhir manajemen kebidanan. Selanjutnya pendokumentasian dituliskan dalam
bentuk SOAP yakni :
S (Subjektif) : data dari pasien
(riwayat, biodata)
O (Objektif) : hasil pemeriksaan
umum, fisik, maupun penunjang.
A (Analisis) : kesimpulan dari data
subjektif dan objektif berupa diagnosis,
masalah, dan diagnosa dan masalah
potensial jika terdapat data-data yang mendukung.
P (Penatalaksanaan) : pelaksanaan
dari perencanaan asuhan kebidanan patologi dengan kolaborasi.
BAB
3
TINJAUANKASUS
DATA
SUBYEKTIF
Tgl.
MKB : 9 Januari 2019 pukul
10.00 WIB
Tgl.
Pengkajian : 9 Januari 2019
Pukul : 00.30 WIB
Tempat : Puskesmas Da
No.
RM : 125xx
1. IDENTITAS
Nama
ibu |
: |
Ny.
S. |
Nama
suami |
: |
Tn.
S. |
Umur |
: |
29
tahun |
Umur |
: |
49
tahun |
Agama |
: |
Islam |
Agama |
: |
Islam |
Suku |
: |
Jawa |
Suku |
: |
Jawa |
Pendidikan |
: |
SMP |
Pendidikan |
: |
SMA |
Pekerjaan |
: |
Ibu
Rumah Tangga |
Pekerjaan |
: |
Swasta |
Alamat |
: |
Kxxxxxx Utara |
|
|
|
2. Keluhan
Utama
Keluar lendir
darah sejak 07-01-2019 pukul 06.00 WIB, kenceng-kenceng sejak 08-01-2019 jam
15.00 WIB
3.
Riwayat menstruasi
Siklus
|
: |
± 28 hari |
Lama |
: |
7 hari |
Fluor
albus |
: |
Tidak ada |
4.
Riwayat obstetri lalu
Kehamilan |
Persalinan |
Anak |
Nifas |
KB |
|||||||||
Suami ke |
Anak
ke |
UK |
Pylt |
Penol |
Jenis |
Tem |
Pylt |
JK |
BB |
H/M |
Pylt |
ASI |
|
1 |
1 |
9 bl |
- |
Bidan |
Spt |
Pkm |
- |
P |
3000 gr |
5 th |
- |
2 th |
Stk |
Hamil Ini |
5.
Riwayat kehamilan dan persalinan ini
Pada kehamilan ini melakukan ANC 13
kali, 5 kali di PMB Mei 6 kali di Puskesmas Kxxxxx Selatan, 2 kali
Puskesmas Pxxxx Timur. Status TT: TT1 tahun 2012.
o
Trimester 1 : periksa 4 kali (2 kali di
BPM Mei, 1 kali di Puskesmas Kxxxxx Selatan, 1 kali di Puskesmas Pxxxx Timur)
Keluhan yang dialami saat hamil
trimester 1 adalah mual. Penyuluhan yang diperoleh berupa gizi seimbang,
istirahat cukup, tanda bahaya trimester I, pro cek laboratorium, pro USG.
Mendapatkan terapi berupa gestiamin.
o
Trimester 2 : periksa 3 kali (3 kali di PMB Mei)
Tidak meniliki keluhan saat hamil
trimester 2. Penyuluhan yang diperoleh berupa gizi seimbang dan istirahat.
Mendapatkan terapi berupa gestiamin.
o
Trimester 3 : periksa 6 kali (5 kali di
Puskesmas Kxxxxx Selatan, 1 kali di Puskesmas Pxxxx Timur)
Keluhan yang dialami saat hamil
trimester 3 adalah perut kadang kaku pada usia kehamilan 37/38 minggu.
Penyuluhan yang diperoleh berupa gizi seimbang, istirahat, perawatan payudara,
membaca buku KIA halaman 6-8, persiapan persalinan, tanda persalinan, pro cek
laboratorium. Mendapatkan terapi berupa gestiamin, Asam Folat, Kalk, Vit. BC,
Vit. B1, Fe.
6. Riwayat
penyakit ibu
Ibu tidak sedang atau pernah menderita
penyakit menurun seperti jantung, ginjal, hipertensi DM, dan asma, tidak sedang atau pernah pernah menderita
penyakit menular seperti TBC, hepatitis, HIV, dan PMS.
7. Riwayat
penyakit keluarga
Keluarga tidak ada yang sedang atau pernah menderita penyakit menurun seperti jantung, ginjal, DM, hipertensi, asma dan tidak ada yang sedang atau pernah menderita penyakit menular seperti TBC, hepatitis, dan PMS.
8. Data
fungsional kesehatan
1). Data nutrisi
Terakhir makan tanggal 08-01-2019 jam
17.30 WIB dengan satu porsi nasi, lauk, dan sayur.
2). Data Eliminasi
Terakhir BAB tanggal 08-01-2019 jam 17.00
WIB dan BAK terakhir jam 21.30 WIB.
3). Data
Istirahat
Tidur malam terakhir tanggal 08-01-2019
selama 6-7 jam
9. Riwayat
psikososial dan budaya
Menikah 1 kali, saat usia 23 tahun, pernikahan
selama ±6 tahun. Ibu merasa sedikit cemas dalam
menghadapi persalinannya, pengambil keputusan adalah
suami. Ibu didampingi oleh suami, ini merupakan kehamilan yang direncanakan,
ibu dan keluarga tidak mempunyai kebiasaan yang merugikan kesehatan seperti
merokok, minum jamu, minum alkohol, dan pijat perut.
DATA
OBYEKTIF
1)
Pemeriksaan umum
Keadaan umum : cukup
Kesadaran : compos
mentis
Tanda-tanda vital
TD : 120/80 mmHg
S : 36,8oC
N : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
Antropometri
BB sebelum hamil : 48,5 kg
BB saat ini : 60 kg
TB :
149 cm
Lila :
27 cm
IMT :
48,5 kg : (1,46 m)2 = 22,75 kg/m2
HPHT :
10-04-2018
HPL :
17-01-2019
2) Pemeriksaan
fisik
Wajah : tidak pucat tidak oedema
Mata
: konjungtiva merah muda,
sclera putih
Payudara
: tidak terapa benjolan, putting
susu menonjol, kolostrum belum keluar
Abdomen
: tidak terdapat bekas jahitan
operasi
Leopold
I
: TFU 3 jari dibawah prosesus
xyphoideus, pada bagian atas perut ibu terapa lunak tidak melenting
Leopold
II : teraba panjang keras seperti papan pada
bagian kanan perut ibu dan terana bagian-bagian kecil janin pada bagian perut
ibu
Leopold
III : pada bagian bawah perut
ibu teraba keras, bulat, tidak melenting dan sudah tidak bisa digoyangkan
Leopold
IV : tangan pemeriksa sudah tidak bisa
bertemu (divergen)
Penurunan
kepala menurut WHO : kepala 4/5
TFU
Mc.Donald : 32 cm
DJJ : 138x/menit
His
: 2x35’
TBJ
: 3100 gr
Genetalia
: terdapat pengeluran lender
darah dari jalan lahir, tidak terdapat hemoroid, varices maupun oedema
VT
: Ø 3 cm, effacement
25%, ketuban utuh, presentasi kepala, Hodge I
Ekstremitas
: tidak terdapat oedema pada
ekstremitas bawah, juga tidak terdapat verises
3)
Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium pada
tanggal 4 Juli 2018 di Puskesmas Pxxxx Timur
Pemeriksaan |
Hasil |
Nilai
Normal |
Hemoglobin |
13,8 gr/dl |
11,7 – 15,5 gr/dl |
Albumin Urine |
Negatif |
Negatif |
Reduksi Urine |
Negatif |
Negatif |
Rapid HIV |
Non-Reaktif |
Non-Reaktif |
RPR/TPHA |
Non-Reaktif |
Non-Reaktif |
Hasil
laboratorium pada tanggal 8 November 2018 di Puskesmas Perak Timur
Pemeriksaan |
Hasil |
Nilai
Normal |
GDA |
111 mg/dL |
70 – 130 mg/dL |
HbsAg |
Non-Reaktif |
Non-Reaktif |
Hasil pemeriksaan USG pada tanggal 31 Oktober
2018
Pemeriksaan |
Hasil |
Usia Kehamilan |
28 minggu |
Taksiran Persalinan |
19-01-2019 |
TBJ |
1294 ± 194 g |
Ketuban |
Cukup |
Letak Plasenta |
Korpus |
Hasil laboratorium pada tanggal 12
Desember 2018 di Puskesmas Kxxxxx Selatan
Pemeriksaan |
Hasil |
Nilai
Normal |
Hemoglobin |
11 gr/dl |
11,7 – 15,5 gr/dl |
KSPR : 2
(skor awal hamil)
ANALISIS
DATA
Diagnosa : G2P1001, 39
minggu, janin tunggal hidup, intrauterine,
presentasi kepala, KU ibu dan janin baik, inpartu kala I fase laten.
PENATALAKSANAAN
Tanggal |
Penatalaksanaan |
Paraf |
09-01-2019 |
- Menjelaskan
hasil pemeriksaan pada ibu bahwa ia sudah memasuki proses persalinan, ibu
mengetahui kondisi ibu saat ini -
Melakukan informed consent tentang tindakan yang akan dilakukan dan
tindakan darurat bila diperlukan kepada keluarga -
Memfasilitasi ibu untuk makan dan
minum di tempat tidurnya serta pendamping saat persalinan -
Mengajari ibu posisi dan teknik
relaksasi, mengejan yang baik pada saat pembukaan lengkap, dan menganjurkan
untuk posisi miring ke kiri; ibu memahami dengan baik - Mengecek
ulang persiapan baju dan kebutuhan lain bagi ibu dan bayi |
Bidan, Siwi |
|
Melakukan
pemantauan kala I fase laten, hasil terlampir di lembar observasi |
Siwi |
|
Memeriksa
kembali persiapan alat, obat, dan tempat untuk APN,
alat-alat sudah dipersiapkan. |
Siwi |
06.30 |
Mengobservasi
TTv dan kemajuan persalinan TTV TD
: 120/90 mmHg Suhu : 37oC Nadi : 84 x/menit DJJ
: 145 x/menit His : 3 x 40” VT Ø
7 cm, effacement 75%, ketuban utuh, presentasi kepala, Hodge I |
Bidan, Siwi |
|
Melakukan
pemantauan kala I fase aktif, hasil terlampir pada partograf |
Siwi |
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal
09-01-2019, pukul 10.30 WIB
S : ibu merasakan kenceng-kenceng semakin
lama dan sering, tidak ada keinginan untuk meneran
O :
TD
: 120/80 mmHg N :
86 x/menit
S : 37o
His : 4 x 45” dalam 10 menit DJJ : 140 x/menit
VT
: Ø 10 cm, effacement 100%, ketuban
utuh, UUK kanan depan, presentasi kepala, Hodge I, tidak teraba bagian kecil
janin
A : inpartu kala II
P :
Tanggal |
Penatalaksanaan |
Paraf |
|
Melakukan
amniotomi atas indikasi pembukaan lengkap dan ketuban masih utuh Ketuban
jernih, jumlah cukup |
Bidan |
|
Memimpin
persalinan ibu (dipimpin
bila ada keinginan untuk meneran disertai his) |
Bidan, Siwi |
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal
09-01-2019, pukul 11.30 WIB
S : ibu merasakan kenceng-kenceng semakin
lama dan sering, tidak ada keinginan untuk meneran
O :
TD
: 120/80 mmHg N :
80 x/menit
S : 37oC
His : 4 x 45” dalam 10 menit DJJ : 136 x/menit
VT :
Ø 10 cm, effacement 100%, denominator UUK, presentasi kepala, Hodge I
A : inpartu kala II lama
P :
Tanggal |
Penatalaksanaan |
Paraf |
11.30 |
Ibu
tidak memiliki keinginan untuk meneran, tidak ada kemajuan persalinan kala II Konsultasi
ke RS S untuk rujuk dengan advis pasang infus dan grojok RD 5% 1 kolf
sambung RD 5% kolf maintenance |
Bidan, Siwi |
|
Persiapan
rujukan : Bidan : mendampingi selama perjalanan
rujukan Alat : partus set, doppler, gel, spuit, handscoon Kendaraan : ambulans Surat : buku KIA, lembar observasi,
partograf, surat rujukan, KTP, KK, BPJS Obat : oxytocin Keluarga : suami Uang : untuk keperluan
pembiayaan/jaminan kesehatan
yang dimiliki ibu |
Bidan, Siwi |
11.35 |
Memasang
infus RD 5% grojok 1 kolf, infus mengalir lancar di tangan kanan |
Bidan, Siwi |
11.50 |
Mengganti
infus RD 5% kolf ke-2 20 tpm |
Siwi |
|
Merujuk
ke RS S menggunakan ambulans |
Bidan, Siwi |
12.25 |
Serah terima pasien dengan bidan Ponek RS S S:
ibu merasa cemas karena dirujuk, tidak ada keluhan yang dirasakan O: TTV
: TD : 120/80 mmHg S : 36oC N : 80 x/menit RR : 20
x/menit His : 4 x 50” DJJ : 137 x/menit VT : Ø
10 cm, effacement 100%, denominator UUK, presentasi kepala, Hodge I A:
inpartu kala II lama P: -
Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu,
ibu memahami kondisinya saat ini. -
Mendampingi ibu saat proses rujukan
dengan bidan di RS S, ibu sudah diserahkan ke pihak RS S -
Memberikan dukungan mental kepada ibu,
ibu sedikit tenang -
Observasi dengan melanjutkan partograf
yang dilakukan oleh bidan RS S |
Bidan, Siwi |
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal
25-01-2019, pukul 14.00 WIB
o
Data
Subyektif
1. Keluhan Utama
Ibu mengatakan senang akan kelahiran anak keduanya dan
tidak ada keluhan.
2. Riwayat Persalinan
Ibu melahirkan secara spontan tanpa dilakukan induksi
persalinan di RS Soewandhi pada tanggal 09 Januari 2019 pukul 12.38 WIB. Bayi
segera menangis, kulit kemerahan, dan tonus otot baik dengan BB 2700 gram PB 50
cm jenis kelamin laki-laki. Air ketuban jernih, plasenta lahir spontan pada
pukul 12.43 WIB. Bayi telah melakukan IMD selama 1 jam setelah melahirkan dan
berhasil serta mendapatkan vit K dan salep mata tetracycklin 1%. Terdapat
jahitan perineum pada ibu dengan dijahit secara jelujur.
3.
Riwayat
Nifas di RS S
Ibu pindah di ruang nifas pada jam 17.00 WIB dan telah
mendapatkan obat vit A, anti nyeri, penambah darah, and vitamin. Bayi telah
mendapatkan ASI Eksklusif dan imuninasasi Hb0 selama perawatan di RS. KRS pada
tanggal 10 Januari 2019 jam 15.00 WIB. Ibu telah melakukan control nifas dan
bayinya sesuai jadwal yang diberikan oleh rumah sakit, yaitu di poli anak pada
tanggal 15 Januari 2019 dan di poli Obgyn tanggal 17 Januari 2019 serta pada
tanggal 24 Januari 2019 telah melakukan kontrol di puskesmas krembangan selatan
dimana keadaan ibu dan bayi baik.
o
Data
Objektif
Keadaan Umum : Baik Kesadaran
: Compos Mentis
o
Analisis
P2002 2 minggu Postpartum. Keadaan umum ibu
baik.
o
Penatalaksaan
1.
Menginformasikan hasil pemeriksaan dan rencana asuhan yang akan diberikan,
ibu mengetahuinya.
2.
Menginformasikan KIE kepada ibu tentang
:
·
Nutrisi, tidak boleh ada pantangan untuk ibu perbanyak sayuran,
protein seperti tahu,tempe,telur,ikan,daging, dan buah. Ibu mengetahuinya.
·
Istirahat, ketika bayi tidur usahakan
ibu juga ikut tidur. Agar waktu istirahat ibu tetap terpenuhi, ibu
mengetahuinya dan bersedia melakukaknya.
·
ASI
Eksklusif, yaitu untuk menyusui bayinya selama 6 bulan tanpa tambahan apapun
baik air, pisang, atau pun nasi kecuali obat atau vitamin yang diberikan oleh
dokter, ibu bersedia melakukannya.
3.
Menjelaskan
tentang jenis-jenis kontrasepsi pada ibu, ibu mengetahuinya dan ingin menggunakan
kontrasepsi suntik 3 bulan kembali.
4.
Menginformasikan
kepada ibu untuk melakukan imunisasi pada bayinya ketika berumur 30 hari, ibu
bersedia melakukannya
5.
Menginfornasikan
kepada ibu untuk melakukan kunjungan ulang kepuskesmas pada 42 hari setelah
melahirkan, ibu bersedia melakukannya.
BAB
4
PEMBAHASAN
Dari
data subjektif didapatkan bahwa Ny. “S” datang ke Puskesmas
tanggal 9 Januari 2019 pukul 00.30 WIB dan mengeluh keluar lendir darah sejak
07-01-2019 pukul 06.00 WIB, kenceng-kenceng sejak 08-01-2019 jam 15.00 WIB.
Adanya kenceng-kenceng dan keluarnya lendir darah, merupakan tanda-tanda
persalinan, Sebagaimana diungkapkan oleh Sulystiwati, dkk (2010) bahwa tanda
masuk dalam persalinan meliputi pengeluaran lendir dan darah, pengeluaran
cairan ketuban, dan adanya his persalinan dengan ciri-ciri pinggang terasa
sakit menjalar kedepan yang sifatnya teratur, interval makin pendek, dan
kekuatan makin besar.
Ny. “S” memiliki pendidikan SMP. Koentjaraningrat (2009) mengungkapkan
bahwa bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah menerima
informasi dan mempunyai banyak pengetahuan yang dimilikinya sehingga semakin
mudah dalam menentukan tindakan dan perilaku yang baik bagi kesehatannya. Begitupula Widayati, dkk (2017) mengungkapkan bahwadengan
pendidikan seseorang dapatmeningkatkan kematangan intelektualsehingga dapat
memberikan keputusanyang tepat dalam bertindak dan memilihmengenai kondisi
kesehatannya. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat
perkembangan perilaku seseorang terhadap nilai-nilai baru. Sehingga seseorang
yang berpendidikan rendah cenderung sulit untuk menyerap informasi dan pengambilan keputusan yang tepat dan
cepat daripada orang yang berpendidikan tinggi.
Berdasarkan data
objektif diketahui bahwa taksiran persalinan ibu pada tanggal 17 Januari 2019.
Ibu datang pada tanggal 9 Januari 2019, yang artinya usia kehamilan ibu sudah
lebih dari 39 minggu. Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan (37- 42 minggu)lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu
maupun pada janin (Sofian,
2011). Ny. S adalah termasuk kehailan cukup bulan karena
usia kehamilannya 39 minggu.
Hasil pemeriksaan dalam
diketahui bahwa pembukaan 3 cm dengan ketuban utuh, dan penurunan kepala masih
pada hodge I. hasil pemeriksaan dalam menunjukkan Ny. S memasuki inpartu kalai
I fase laten. Sesuai dengan teori JNPK-KR (2008) yang mengatakan bahwa fase
laten dimulai sejak awal terjadinya kontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan serviks secara bertahap yang berlangsung hingga serviks membuka
kurang dari 4 cm., pada
umumya berlangsung hampir atau sampai 8 jam, kontraksi mulai teratur tetapi
lamanya masih di antara 20-30 detik.
Dengan demikian,
berdasarkan hasil pengkajian data subjektif dan objektif maka analisis kasus
Ny. “S” ini adalah G2P1001, 39 minggu, janin tunggal
hidup, intrauterine, presentasi
kepala, U, KU ibu dan janin baik, inpartu kala I fase laten.
Penatalaksanaan yang
diberikan kepada ibu adalah
menganjurkan untuk miring ke kiri dan menghadirkan pendamping persalinan.
Sesuai dnegan JNPK-KR (2008) menyatakan bahwa pada kala I
frekuensi his menjadi lebih sering dan amplitudonya menjadi lebih tinggi, maka
agar peredaran darah ke uterus menjadi lebih baik, ibu di anjurkan miring ke
satu sisi sehingga uterus dan seluruh isinya tidak serta merta menekan pembuluh
darah di panggul. Kontraksi uterus juga menjadi lebih efisien dan putar paksi
dalam berlangsung lebih lancar bila ibu miring ke sisi dimana ubun-ubun kecil
berada. Selain itu peran pendamping dapat membantu ibu untuk memperoleh posisi
yang paling nyaman selama kala II. Hal ini dapat membantu kemajuan persalinan,
mencari posisi yang penting efektif dan menjaga sirkulasi utero plasenter tetap
baik.
Penatalaksanaan pada
Ny. S dilakukan observasi sesuai dengan partograf ketika sudah memasuki fase
aktif, yaitu jam 6.30 WIB dengan hasil periksa adalah pembukaan 7 cm. Hal ini
sesuai dengan teori dari JNPK-KR (2008) yang menyatakan bahwa fase aktif
berlangsung dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm,
akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau
primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara).
Jam 10.30 WIB dilakukan pemeriksaan dalam
kembali dengan hasil : pembukaan 10 cm, effacement 100%, ketuban utuh, UUK
kanan depan, presentasi kepala, Hodge I, tidak teraba bagian kecil janin.
Kemudian dilakukan amniotomi..
Hasil
analisis ini menyatakan bahwa ibu sudah memasuki kala II, karena pembukaan
sudah lengkap 10 cm. Penatalaksanaan ini sudah sesuai dengan JNPK-KR (2008) yang
mengatakan bahwa bila pembukaan sudah lengkap tetapi ketuban masih utuh, maka
lakukan tindakan amniotomi.
Namun ibu tidak ada keinginan untuk meneran
Jam 11.30 WIB dilakukan
pemeriksaan kembali
dengan hasil pembukaan 10 cm, effacement 100%, denominator UUK, presentasi
kepala, Hodge I. Ny. S sudah
memasuki kala II, namun tidak ada tanda-tanda kemajuan
persalinan. Hal ini sesuai dengan American
Collage of Obstetricians and Gynecologist (ACOG), (2004) mendefinisikan
kala II lama (prolonged second stage of labor)
yaitu pada nulipara 3 jam dengan epidural dan 2 jam tanpa epidural, pada
multipara 2 jam dengan epidural dan 1 jam tanpa epidural. Definisi lain yaitu
kala II lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 2 jam pada
primipara, dan lebih dari 30 menit sampai 1 jam pada multipara (Sinopsis
Obsestetri, 2010).Secara umum penyebab kala II lama dapat dibagi ke dalam
beberapa faktor yaitu faktor tenaga (power),
faktor jalan lahir (passage), faktor anak(passenger), faktor psikis dan faktor
penolong. Faktor tenaga (power) salah satunya dapat dinilai dengan his yang
didapatkan oleh Ny. S.
Ketika melihat
partograf maka akan ditemukan salah satu his mengalami penurunan kekuatan
daripada his sebelumnya yang muncul. Ny. S adalah hamil dengan multipara, dan
pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri
(Neilson, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang
melahirkan lebih dari satu kali dapat menyebabkan keadaan otot rahim menjadi lebih lemah
daripada ibu primigravida, sehingga menimbulkan persalinan lama. Hal ini
sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ardhiyanti dan Susanti dalam jurnalnya yang berjudul “faktor ibu yang
berhubungan dengan kejadian persalinan lama di RSUD AA”
pada tahun 2016 jumlah paritas berisiko dapat menyebabkan terjadinya persalinan lama
dikarenakan otot-otot rahim pada ibu sering melahirkan sudah melemah sehingga
bisa mengakibatkan lamanya proses persalinan.
Jika masalah his timbul
setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama, hal itu dinamakan
inersia uteri sekunder. Hingga saat ini etiologi dari inersia belum diketahui
tetapi beberapa faktor dapat mempengaruhi: umum (primigravida pada usia tua,
anemia, perasaan tegang dan emosional, pengaruh hormonal: oksitosin dan
prostaglandin, dan penggunaan analgetik yang tidak tepat), dan lokal
(overdistensi, perkembangan anomali uterus misal hypoplasia, mioma,
malpresentasi, malposisi, dan disproporsi cephalopelvik, kandung kemih dan
rektum penuh).
Penurunan kepala pada multipara terjadi saat mulainya persalinan. Masuknya kepala janin melintasi PAP
dapat dalam keadaan sinklitismus atau asinklitismus, dapat juga dalam keadaan
melintang atau serong, dengan fleksi ringan (dengan diameter kepala janin oksitofrontalis 11,75 cm)
atau fleksi sedang (dengan diameter kepala janin terjadi selama suboksipitofrontalis
11,25 cm). Penurunan
kepala janin terjadi selama persalinan karena daya dorong dari kontraksi dan posisi serta peneranan
(selama kala II) oleh ibu (Lailiyana dkk, 2012). Pada kasus ini dapat dilihat pada
partograf dimana tidak terjadi penurunan kepala janin dikarenakan ibu yang
tidak benar dalam mendorong janin ke bawah sehingga menyebabkan kala II lama
meskipun his mulai adekuat dan mencoba berbagai macam posisi meneran.
Faktor
jalan lahir (Passage) yang
dapat berpengaruh terhadap terjadinya persalinan abnormal antara lain: panggul sempit,
kelainan pada vulva, kelainan pada vagina, kelainan uterus (Nurasiah, 2014:26). Dalam mendeteksi panggul sempit dapat kita lihat dari
tinggi badan, riwayat persalinan dengan berat badan janin yang telah melalui
jalan lahir ibu sebelumnya. Melihat data kajian tidak
ditemukan kelainan dikarenakan ibu telah melakukan persalinan sebelumnya secara
spontan dengan berat badan bayi 3000 gram dan TFU sekarang yakni 32 cm
dengan taksiran berat badan janin 3100 gram. Wanita
yang memiliki tinggi badan dibawah 145 cm memiliki resiko panggul sempit, dalam kasus ini ibu memiliki tinggi badan 149 cm, sehingga
bukan merupakan faktir risiko terjadinya panggul sempit. Selain itu, tidak ditemukan juga
kelainan pada vulva sehingga dalam kasus ini, passage bukan merupakan faktor yang menyebabkan
terjadinya kala II lama.
Pada faktor bayi (Passenger) yang memengaruhi adalah bentuk bayi, berat badan, posisi, dan
letak yang dipantau perkembangannya sampai pada akhir kehamilan dan siap untuk
dilahirkan. Bayi mempunyai kekuatan mendorong dirinya keluar sehingga persalinan
dapat berjalan
spontan (Nurasiah, 2014:32). Distosia atau penyulit persalinan yang
disebabkan oleh kelainan janin atau bayi antara lain: kelainan pada letak kepala, letak sungsang,
letak melintang.
Kelainan janin dapat di deteksi selama di kandungan pada pemeriksaan kehamilan.
Menurut data kajian, tidak ditemukan kelainan pada janin sehingga passenger bukan faktor yang menyebabkan
terjadinya kala II lama pada ibu.
Dalam persalinan faktor psichology sangat penting dikarenakan perasaan cemas, takut,
nyeri akan membuat ibu tidak tenang dalam menghadapi persalinan. Kecemasan yang
dirasakan saat menjelang persalinan dapat memengaruhi
proses persalinan. Dalam kasus ini sudah dilakukan asuhan sayang ibu, yaitu
menghadirkan pendamping persalinan dan bidan memberikan dukungan. Ibu memilih
suaminya untuk mendampinginya selama proses persalinan. Menurut JNPK-KR (2008),
peran pendamping dapat membantu ibu untuk membuat ibu merasa nyaman, memperoleh
posisi yang paling nyaman selama kala II dan dapat membantu kemajuan persalinan.
Sehingga faktor psichology bukan merupakan faktor penyebab terjadinya kala II
lama.
Faktor penolong bukan merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya kala
II lama pada ibu, karena bidan yang bertugas memiliki kemampuan dan ketrampilan
yang mumpuni dan telah memiliki izin untuk melakukan pertolongan persalinan yang aman.
Hasil analisis tersebut
merupakan kasus patologis atau abnormal, maka penatalaksanaan yang dilakukan
pada fasilitas tingkat pertama (Puskesmas) yakni melakukan konsultasi dengan RS S. Hasil konsultasinya
yakni advis dilakukan rujukkan ke RS S sebagai faskes tingkat lanjutan
dan diakukan pemasangan cairan infus RD 5% grojok dan sambung RD 5% maintanance.
Hal ini sesuai dengan peraturan BPJS (2014)
yang menyatakan bahwa persalinan normal diutamakan dilakukan di faskes tingkat
pertama dan penjaminan persalinan normal di faskes rujukan tingkat lanjutan
hanya dapat dilakukan dalam kondisi gawat darurat. Yang dimaksud kondisi gawat
darurat di atas adalah perdarahan, kejang pada kehamilan, ketuban pecah dini,
gawat janin dan kondisi lain yang mengancam jiwa ibu dan bayinya. Hal tersebut
sesuai bahwa kehamilan dan persalinan dengan kala II lama dapat menimbulkan
berbagai kegawatan pada ibu dan janin diantaranya infeksi intrapartum, ruptur
uteri, cincin retraksi patologis, pembentukan fistula, cedera otot dasar
panggul, efek pada janin berupa kaput suksedaneum, moulase kepala
janin, bila berlanjut dapat menyebabkan terjadinya gawat janin (Nugroho, 2012;
Cunningham, dkk, 2012).
Tindakan selanjutnya
adalah melakukan pemasangan infus. Pemberian cairan infus bertujuan untuk
stabilisasi pasien karena pasien mengalami kelelahan. Memberikan infus cairan larutan garam
fisiologis, larutan glukosa
5-10% dan antibiotik adalah antisipasi yang harus dikolaborasikan untuk
penatalaksanaan pada ibu bersalin dengan kala II lama (Purwaningsih
dan Fatmawati, 2010). Kemudian
dilakukan rujukan dengan perlengkapan BAKSOKU, hal ini sesuai dengan JNPK-KR
(20018) yang menjabarkan bahwa persiapan penderita yang harus diperhatikan
dalam melakukan rujukan yaitu dengan melakukan BAKSOKU yang merupakan singkatan
dari (Bidan, Alat, Keluarga, Surat, Obat, Kenderaan, Uang).
Sampai di tempat
rujukan, Ny. S diserahkan kepada pihak RS S dalam keadaan stabil,
kemudian dilakukan dengan pemantauan menggunakan partograf. Ny. S telah
melahirkan pada jam 12.38 WIB, keadaan ibu dan bayi dalam keadaan baik. Jenis
kelamin laki-laki, BBL 2700 gram, PB 50 cm. Selama perawatan nifas, ibu
mendapatkan terapi tambah darah, vitamin, vitamin A, dan anti nyeri. Bayi sudah
diberikan imunisasi Hb0 saat di RS dan diberikan ASI eksklusif. Ibu dirawat
selama 1 hari dan dipulangkan pada hari Kamis, tanggal 10 Januari 2019 jam
15.00 WIB. Dianjurkan kontrol di poli anak hari Selasa tanggal 15 Januari 2019
dan kontrol poli Obgyn hari Kamis tanggal 17 Januari 2019 dan ibu sudah
melakukannya. Ibu sudah melakukan kontrol ulang nifas dan kontrol bayi di
Puskesmas Kxxxxx Selatan pada tanggal 24 Januari 2019, keadaan ibu dan bayi
normal. Jika melihat berdasarkan kasus yang ada, kunjungan neonatus (KN) pada
bayi Ny. S sudah lengkap. KN 1 (6 jam-48 jam) sudah dilakukan ketika
mendapatkan perawatan di RS. KN 2 (3 – 7 hari) sudah dilakukan yaitu pada saat
usia bayi 6 hari (tanggal 15 Januari) ibu kontrol ke poli anak RS Soewandhie.
Kemudian KN 3 (8 – 28 hari) sudah dilakukan ibu ketika ibu dan bayi melakukan
kontrol ulang ke puskesmas Kxxxxx Selatan pada tanggal 24 Januari 2019
(saat usia bayi 15 hari).
Kunjungan nifas (KF)
yang dilakukan oleh Ny. S sudah lengkap sesuai dengan usia. KF 1 (6 – 48 jam)
sudah dilakukan ketika Ny. S masih dalam perawatan di RS. Kemudian KF 2 (4 – 28
hari) dilakukan pada tanggal 17 Januari 2019 di poli Obgyn RS S, saat
Ny. S usia 8 hari setelah melahirkan. KF 3 (29 – 42 hari) baru dimulai saat
tanggal 7-20 Februari 2019.
Kelompok telah
menghubungi via telepon kepada Ny. S dan menanyakan catatan perkembangannya
pada tanggal 25 Januari 2019 pukul 14.00 WIB. Kemudian memberikan KIE tentang
Nutrisi, istirahat cukup, ASI Eksklusif, jenis kontrasepsi, serta menganjurkan
untuk kontrol ulang untuk imunisasi BCG dan Polio 1 saat anak berusia 30 hari dan
kontrol nifas untuk ibu. Evaluasi adalah ibu mengerti dan bersedia mengikuti
anjuran yang diberikan, serta ingin menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulan
karena merasa cocok. Jika ibu melakukan kontrol ulang pada tanggal 8 Februari untuk
imunisasi BCG dan Polio 2, serta kunjungan nifas 3 untuk ibu, maka KF Ny. S
dinyatakan lengkap.
BAB
5
PENUTUP
5.1
Simpulan
Simpulan
yang dapat diambil dari asuhan kebidanan rujukan pada kasus ibu bersalin dengan
kala dua memanjang yang telah disusun adalah sebagai berikut :
1.
Peran bidan dalam memberikan asuhan
selama masa kehamilan dan persalinan adalah sangat penting, sebagai upaya dalam
mengidentifikasi dan mencegah resiko/masalah kegawatdaruratan pada kehamilan,
persalinan, dan masa nifas.
2.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan
kala dua memanjang sehingga pengkajian data subyektif dan data obyektif harus
dilakukan secara menyeluruh.
3.
Dari hasil pengkajian data subyektif dan
data obyektif, dapat ditegakkan diagnosa yang tepat sesuai teori, guna
merencanakan penatalaksanaan yang tepat.
4.
Penatalaksanaan yang disusun telah
sesuai dengan prioritas masalah serta kebutuhan ibu bersalin
5.
Ketika merujuk harus memperhatikan
persiapan rujukan yaitu BAKSOKU.
5.2
Saran
1.
Bidan sebagai tenaga kesehatan khusunya
ujung tombak kesehatan ibu dan anak hendaknya selalu meningkatkan kemampuan dan
kapasitas diri dalam memberikan asuhan secara menyeluruh, mencakup segala hal
yang dibutuhkan ibu bersalin, sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas ibu dan bayi
2.
Mahasiswa kebidanan diharapkan mampu
memahami dan mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam memberikan asuhan pada
ibu bersalin secara komprehensif dan berkualitas.
DAFTAR
PUSTAKA
Ardhiyanti Yulrina,
Susi Susanti “Faktor Ibu yang Berhubungan dengan Kejadian
Persalinan Lama di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru” Jurnal Kesehatan Komunitas, Vol. 3, No. 2,
Mei 2016
Astuti, H.P. 2012.
Asuhan Kebidanan ibu I (Kehamilan).Yogyakarta:
Rohima.
Depkes RI. (2015). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR.
JNPK-KR. 2008. Pelatihan
Klinik Asuhan Persalinan Normal (Jaringan Nasional Pelatihan
Klinik-Kesehatan Reproduksi). Jakarta: JNPK-KR.
Kusumawati,
Yuli. 2006. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Persalinan dengan Tindakan
(Tesis). Semarang: Program PascasarjanaUniversitas Diponegoro; 2006.
Lailiyana,
dkk. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan. Jakarta: EGC. 2012
Manuaba,
et al. 2010. Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC
Mubarak, W.I. & Chayatin Nurul. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC.
Neilson, J.P.,
lavender, T., Quenby, S., Wray, S. Obstructed labour: reducing maternal death
and disability during pregnancy. British Medical Bulletin, 2003: 67: 191–204.
Nurasiah
Ai, Rukmawati Ani, Badriah Dewi Laelatul. Asuhan Persalinan Normal
Bagi Bidan. Bandung: PT. Refika
Aditama. 2012
Oxorn,
Harry & Forte
W R. 2010. Ilmu Kebidanan:
Patologi & Fisiologi Persalinan. Yogyakarta:
Yayasan Essentia Medica.
Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: P.T
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Pudiastuti,
R.D. 2011.Buku Ajar Kebidanan Komunitas.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Purwaningsih, W
dan Fatmawati. 2010. Asuhan Keperawatan
Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika.
Saifuddin, dkk. 2006. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Dan Neonatal.Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
--------------- 2009. Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan
Dan Neonatal.Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Salmah. 2006.
Asuhan Kebidanan Antenatal. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit
JNPKKR/POGI.
Soepardan, S. 2008. Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC.
Syafrudin,
dkk. 2009. Kebidanan Komunitas.
Jakarta : EGC
Wiknjosastro, Hanifa. 2005.
“Ilmu Kebidanan”. Edisi Ketiga, Cetakan Ketujuh. Penerbit Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Komentar
Posting Komentar