LAPORAN KOMPREHENSIF ASUHAN KEBIDANAN PRANIKAH PADA CALON PENGANTIN DENGAN PENUNDAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS T.K
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Menurut data Survei Penduduk Antar
Sensus (SUPAS) 2015, AKI di Indonesia masih tinggi jika dibandingkan dengan
negara ASEAN lainnya, yaitu sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan kesepakatan global Sustainable Development Goals (SDGs)
menargetkan AKI di Indonesia dapat turun menjadi 70 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2030. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih jauh dari
target SDGs sehingga perlu upaya yang lebih besar untuk menurunkan AKI
agar mencapai target SDGs di tahun 2030.
(Kemenkes, 2015) Adapun jumlah AKI di
Kota Surabaya pada tahun 2014 merupakan tertinggi di Jawa Timur (Dinkes Prov.
Jatim, 2015).
Salah satu penyebab AKI
adalah karena minimnya pengetahuan perempuan, khususnya ibu hamil yang
disebabkan oleh minimnya informasi yang diterima (Depkes RI, 2017). Penurunan AKI merupakan hasil dari pelayanan kesehatan khususnya
pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang dilaksanakan
secara komprehensif dan terpadu, mencakup upaya promotif, preventif, sekaligus
kuratif dan rehabilitatif. Upaya promotif yang berkaitan dengan KIA salah
satunya adalah pelayanan kesehatan masa
sebelum hamil atau masa prakonsepsi yang dilakukan untuk mempersiapkan
perempuan dalam menjalani kehamilan dan persalinan
yang sehat dan selamat serta memperoleh bayi yang sehat.
Menurut Permenkes RI no 97 tahun 2014, pelayanan kesehatan masa sebelum hamil dilakukan pada remaja, calon
pengantin, dan/atau pasangan usia subur.
Selain itu saat akan
memasuki masa kehamilan, diperlukan kesiapan pasangan baik secara fisik,
psikis, maupun secara sosial. Persiapan mental dapat dilakukan dengan mengikuti
kursus calon pengantin sehingga calon pengantin mendapatkan bimbingan sebelum
memasuki kehidupan yang baru. Persiapan sosial sebaiknya disesuaikan dengan
agama, sosial, dan budaya yang akan dihadapi. Persiapan sosial ini berkaitan
dengan interaksi yang dilakukan dengan sesama keluarga dan msyarakat di
lingkungan tempat tinggal baru (BKKBN, 2013). Salah satu indikasi calon pengantin dikatakan sehat
adalah yang memiliki kesehatan reproduksi yang baik (Kemenkes RI, 2015). Kedua
calon pengantin mempunyai hak yang sama dalam menentukan jumlah anak, jarak
kehamilan, serta menentukan waktu kelahiran dan tempat bersalin (Kemenkes RI,
2015). Dengan
kesehatan reproduksi yang telah disiapkan semenjak pranikah dapat menurunkan
kehamilan tidak diinginkan dan juga mengurangi adanya kelainan yang terjadi
pada saat hamil, bersalin, maupun nifas.
Tidak semua
pasangan yang baru menikah ingin langsung hamil. Jika pasangan ingin menunda
kehamilan, maka perlu dipaparkan mengenai kontrasepsi. Pasangan perlu
merencanakan kontrasepsi apa yang akan digunakan sesuai dengan tujuan dan
kebutuhan pasangan (Kemenkes RI, 2015). Penelitian tahun 2017 mengenai
penggunaan kontrasepsi pada remaja perempuan kawin di Indonesia (Analisis
Riskesdas 2013) menunjukkan proporsi sebesar 54,2 %. Hal ini dipengaruhi oleh
umur, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi dan penggunaan jaminan
kesehatan.
Berbagai penelitian sudah sejak lama
membuktikan mengenai manfaat persiapan pranikah dalam membantu pasangan
membangun hubungan jangka panjang yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan
anak (Hawkins, et al, 2015). Penelitian Varney
(2007) menyebutkan bahwa apabila pelayanan kesehatan dan persiapan dilakukan
setelah masa konsepsi, kemungkinan akan mengakibatkan keterlambatan dalam
mencegah kecacatan janin, kejadian bayi berat lahir rendah, dan kematian janin. Oleh karena itu, program persiapan
pranikah juga
menjadi penting dalam penundaan
kehamilan. Dengan demikan, bidan sebagai ujung tombak kesehatan
ibu dan anak memiliki peran penting dalam memberikan edukasi pada calon
pengantin dalam asuhan kebidanan pranikah.
1.2
Tujuan
1.2.1
Tujuan
umum
Mahasiswa mampu menjelaskan dan
mengimplementasikan asuhan kebidanan pranikah pada calon pengantin dengan penundaan kehamilan menggunakan pola pikir
manajemen kebidanan serta mendokumentasikan hasil asuhannya dalam bentuk SOAP.
1.2.2
Tujuan
khusus
Mahasiswa mampu dengan benar :
a.
Menjelaskan
mengenai teori dan konsep dasar asuhan pranikah pada calon pengantin dengan penundaan
kehamilan.
b.
Mengintegrasikan
teori dan manajemen asuhan kebidanan serta mengimplementasikannya pada kasus
yang dihadapi, yang meliputi:
1)
Melakukan
pengkajian data subjektif dan objektif pranikah pada calon pengantin dengan penundaan
kehamilan.
2)
Melakukan
analisis data yang telah diperoleh untuk merumuskan diagnosa dan masalah aktual
pada calon pengantin dengan penundaan kehamilan.
3)
Melakukan
identifikasi diagnosa dan masalah potensial pada calon pengantin dengan penundaan
kehamilan.
4)
Mengidentifikasi
kebutuhan tindakan segera dan rujukan pada calon pengantin dengan penundaan
kehamilan.
5)
Menyusun rencana asuhan kebidanan pranikah
pada calon pengantin dengan penundaan
kehamilan.
6)
Melaksanakan
rencana asuhan kebidanan pranikah pada calon pengantin dengan penundaan
kehamilan yang telah disusun.
7)
Melakukan evaluasi hasil asuhan yang
telah dilakukan pada calon pengantin dengan penundaan kehamilan.
8)
Melakukan
dokumentasi asuhan kebidanan yang telah diberikan pada calon pengantin dengan penundaan
kehamilan.
9)
Menganalisis asuhan kebidanan pranikah
pada calon pengantin dengan penundaan
kehamilan yang telah dilaksanakan dengan teori yang ada.
1.3
Manfaat
1.3.1
Bagi mahasiswa
Meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman mengenai pelayanan kesehatan prakonsepsi serta kemampuan untuk
memberikan asuhan pada masalah kesehatan prakonsepsi.
1.3.2
Bagi intansi pendidikan
Menambah referensi bagi dunia pendidikan
kebidanan dan dapat digunakan sebagai data dasar untuk melaksanakan asuhan kebidanan pada prakonsepsi.
1.3.3
Bagi masyarakat
Memberikan informasi tentang masalah kesehatan berhubungan dengan prakonsepsi sehingga
diharapkan dapat dilakukan deteksi
dini dan kasus penyimpangan dapat berkurang.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1.
Konsep
Dasar Pranikah (Calon Pengantin)
2.1.1.
Definisi
pranikah
Kata
dasar dari pranikah ialah “nikah” yang merupakan ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan
ketentuan hukum dan ajaran agama. Imbuhan kata pra yang memiliki makna
sebelum, sehingga arti dari pranikah adalah sebelum menikah atau sebelum adanyanya
ikatan perkawinan (lahir batin) antara seorang pria dan wanita sebagai suami
istri (Setiawan, 2017).
Menurut
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, perkawinan adalah ikatan
lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan batas usia 19 tahun untuk laki-laki
dan 16 tahun untuk perempuan. Akat
tetapi, berdasarkan UU No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 tahun
2002 tentang perlindungan anak, usia kurang dari 18 tahun masih tergolong
anak-anak. Oleh karena itu, BKKBN memberikan batasan usia pernikahan 21 tahun
bagi perempuan dan 25 tahun untuk pria.
Selain itu, umur ideal yang matang secara biologis dan psikologis adalah
20 – 25 tahun bagi wanita dan umur 25 – 30 tahun bagi pria (BKKBN, 2017).
Sedangkan, pasangan yang akan melangsungkan
pernikahan/akad perkawinan disebut calon pengantin (Setiawan, 2017).
2.1.2.
Syarat-syarat pernikahan
Perkawinan terjadi apabila
memenuhi syarat-syarat perkawinan sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 dan Pasal 7 UUP. Di
dalam Pasal 6 dikemukakan sebagai berikut:
1.
Perkawinan
harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
2.
Untuk
melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur dua puluh satu tahun harus mendapat izin kedua
orang.
3.
Dalam
hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan
tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup
diperoleh dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
4.
Dalam
hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk
menyatakan kehendaknya maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara
atau keluarga yang mempunyai hubungan keluarga/ yang mempunyai hubungan darah
dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan
dapat menyatakan kehendaknya.
5.
Dalam
hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2), (3)
dan (4) pasal ini, atau salah seorang lebih di antara mereka tidak menyatakan
pendapatnya, maka pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan
melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin
setelah terlebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan
(4) pasal ini.
6.
Ketentuan
tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak
menentukan lain.
2.1.3.
Tujuan
asuhan pranikah
Menurut
Kemenkes (2014), penyelenggaraan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil (prakonsepsi)
atau pranikah bertujuan untuk:
a. Menjamin
kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas;
b. Mengurangi
angka kesakitan dan angka kematian ibu dan bayi baru lahir;
c. Menjamin
tercapainya kualitas hidup dan pemenuhan hak-hak reproduksi; dan
d. Mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang bermutu, aman, dan bermanfaat sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.1.4.
Persiapan
pranikah
Dalam
Pelatihan Peer Konselor Kota Depok (2011) dan Kemenkes (2015), persiapan pernikahan
meliputi kesiapan fisik, kesiapan mental/psikologis dan kesiapan sosial
ekonomi.
1.
Kesiapan Fisik
Secara umum, seorang individu
dikatakan siap secara fisik apabila telah selesai fase pertumbuhan tubuh yaitu
sekitar usia 20 tahun. Persiapan fisik pranikah meliputi pemeriksaan status
kesehatan, status gizi, dan laboratorium (darah rutin dan yang dianjurkan).
2.
Kesiapan Mental/Psikologis
Dalam sebuah pernikahan,
individu diharapkan suda merasa siap untuk mempunyai anak dan siap menjadi
orang tua termasuk mengasuh dan mendidik anak.
3.
Kesiapan Sosial Ekonomi
Dalam menjalankan sebuah
keluarga, anak yang dilahirkan tidak hanya membutuhkan kasih sayang orang tua
namun juga sarana yang baik untuk membuatnya tumbuh dan berkembang dengan baik.
Status sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi status gizi calon ibu, seperti
status sosial ekonomi yang kurang dapat meningkatkan risiko terjadi KEK dan
anemia.
2.1.5.
Pemeriksaan kesehatan pranikah (premarital Check Up)
Pemeriksaan kesehatan
pranikah (premarital check up) adalah
sekumpulan pemeriksaan untuk memastikan status kesehatan kedua calon mempelai
laki-laki dan perempuan yang hendak menikah, terutama untuk mendeteksi adanya
penyakit menular, menahun, atau diturunkan yang dapat mempengaruhi kesuburan
pasangan maupun kesehatan janin. Dengan melakukan pemeriksaan kesehatan
pranikah berarti kita dan pasangan dapat melakukan tindakan pencegahan terhadap
masalah kesehatan terkait kesuburan dan penyakit yang diturunkan secara
genetik. Namun tidak hanya pemeriksaan fisik saja, mental serta sosial ekonomi
juga perlu dipersiapkan.
Masih banyak pasangan di Indonesia
yang menganggap bahwa pemeriksaan kesehatan sebelum menikah tidaklah penting.
Padahal pemeriksaan ini sangat diperlukan mengetahui kesehatan reproduksi kedua
belah pihak, untuk mengetahui kesiapan masing-masing untuk mempunyai anak.
Selain itu juga sebagai bentuk pencegahan terhadap penyakit terutama penyakit
keturunan dan penyakit menular seksual (PMS), seperti HIV/AIDS. Sebagian jenis
penyakit keturunan antara lain:
a.
Talasemia,
yaitu sejenis anemia bersifat haemolyobik yang menurun dan terdapat dalam satu
lingkaran keluarga. Dalam penyakit ini, sang ayah dan ibu bebas dari penyakit,
tetapi semua anak-anak terkena pembiakan yang cepat pada butir-butir darah
merah. Hal ini menyebabkan mereka kekurangan darah. Mereka membutuhkan donor
secara teratur sepanjang hidupnya. Jenis penyakit ini termasuk berbahaya dan setiap
saat membunuh penderita.
b.
Hemofolia,
yaitu penyakit darah dimana darah kurang mempunyai daya beku, sehingga mudah
terjadi pendarahan terus menerus. Luka sedikit saja mungkin akan banyak
menyebabkan pendarahan. Penyakit keturunan ini akan berpindah melalui
perempuan, akan tetapi penyakitnya diderita oleh anak laki-laki dan bukan anak
perempuan. Satu bentuk penyakit yang sulit ditemukan obatnya.
c.
RH
Faktor, yaitu penyakit kekurangan darah. Penyakit keturunan ini akan terjadi
jika darah sang ibu yang negatif bertentangan dengan darah sang suami yang
positif. Jika anak lahir dengan selamat, maka bayi itu akan menderita keracunan
darah, dan sebagian dari anak-anak tersebut perlu pencucian darah secara total
sekurang-kurang sebulan sekali.
Pemeriksaan
kesehatan pranikah dapat dilakukan kapanpun, selama pernikahan belum
berlangsung. Namun idealnya pemeriksaan kesehatan pranikah dilakukan enam bulan
sebelum dilangsungkannya pernikahan. Pertimbangannya, jika ada sesuatu masalah
pada hasil pemeriksaan kesehatan kedua calon mempelai, masih ada cukup waktu
untuk konseling atau pengobatan terhadap penyakit yang diderita. Dengan
demikian, Jangan sampai timbul penyesalan setelah menikah, hanya gara-gara
penyakit yang sebenarnya bisa disembuhkan jauh-jauh hari. Contohnya, setelah
menikah ternyata harus berkali-kali mengalami keguguran akibat toksoplasmosis yang
sebenarnya bisa disembuhkan dari dulu.
2.1.6.
Manfaat pemeriksaan kesehatan pranikah (Premarital Check Up)
Tujuan
utama melakukan pemeriksaan kesehatan pranikah adalah untuk membangun keluarga
sehat sejahtera dengan mengetahui kemungkinan kondisi kesehatan anak yang akan
dilahirkan (riwayat kesehatan kedua belah pihak), termasuk soal genetik,
penyakit kronis, penyakit infeksi yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
keturunan bukan karena kecurigaan dan juga bukan untuk mengetahui keperawanan.
Manfaat
tes kesehatan sebelum menikah antara lain:
a.
Sebagai
tindakan pencegahan yang sangat efektif untuk mengatasi timbulnya penyakit
keturunan dan penyakit berbahaya lain yang berpotensi menular.
b.
Sebagai
tindakan pencegahan yang efektif untuk membendung penyebaran penyakit-penyakit
menular yang berbahaya di tengah masyarakat. Hal ini juga akan berpengaruh
positif bagi kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat.
c.
Sebagai
upaya untuk menjamin lahirnya keturunan yang sehat dan berkualitas secara fisik
dan mental. Sebab, dengan tes kesehatan ini akan diketahui secara dini tentang
berbagai penyakit keturunan yang diderita oleh kedua calon mempelai.
d.
Mengetahui
tingkat kesuburan masing-masing calon mempelai.
e.
Memastikan
tidak adanya berbagai kekurangan fisik maupun psikologis pada diri masing-masing
calon mempelai yang dapat menghambat tercapainya tujuan-tujuan mulia
pernikahan.
f.
Memastikan
tidak adanya penyakit-penyakit berbahaya yang mengancam keharmonisan dan
keberlangsungan hidup kedua mempelai setelah pernikahan terjadi.
g.
Sebagai
upaya untuk memberikan jaminan tidak adanya bahaya yang mengancam kesehatan
masing-masing mempelai yang akan ditimbulkan oleh persentuhan atau hubungan
seksual di antara mereka (Walgito, 2002).
2.1.7.
Pelayanan
kesehatan pranikah
Pelayanan kesehatan
sebelum hamil di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK
No. 97 tahun 2014) dan telah tertulis dalam buku saku kesehatan reproduksi dan
seksual bagi calon pengantin maupun bagi penyuluhnya yang dikeluarkan oleh
Kemenkes RI. Pemerintah baik daerah provinsi maupun kabupaten/kota telah
menjamin ketersediaan sumber daya kesehatan, sarana, prasarana, dan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebelum hamil sesuai standar yang telah
ditentukan. Di Surabaya telah diatur dalam Surat Edaran Walikota Surabaya
perihal Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), beberapa kegiatan program
pendampingan 1000 HPK yang berkaitan dengan pranikah adalah dengan pemeriksaan
kesehatan calon pengantin meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium, serta
penyuluhan kesehatan reproduksi calon pengantin.
Pelayanan kesehatan
masa sebelum hamil dilakukan untuk mempersiapkan perempuan dalam menjalani
kehamilan dan persalinan yang sehat dan selamat serta memperoleh bayi yang
sehat. Pelayanan kesehatan masa sebelum hami sebagaimana yang dimaksud dilakukan
pada remaja, calon pengantin, dan pasangan usia subur (PMK No. 97 tahun
2014). Menurut Kemernkes (2015) dan PMK
No. 97 tahun 2014, kegiatan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil atau
persiapan pranikah sebagaimana yang dimaksud meliputi:
1.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
fisik yang dilakukan minimal meliputi pemeriksaan tanda vital (tekanan darah,
suhu, nadi, dan laju nafas) dan pemeriksaan status gizi (menanggulangi masalah
kurang energi kronis (KEK) dan pemeriksaan status anemia). Penilaian status
gizi seseorang dapat ditentukan dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT)
berdasarkan PMK RI Nomor 41 Tahun 2014
tentang Pedoman Gizi Seimbang, sebagai berikut:
IMT = BB(kg) / [TB(m)]2
Keterangan:
BB = Berat Badan
(kg)
TB = Tinggi
Badan (m)
Dari hasil perhitungan
tersebut dapat diklasifikasikan status gizinya sebagai berikut:
Tabel 2.1
Klasifikasi Status Gizi berdasarkan IMT
|
Kategori |
IMT |
Kurus |
Kekurangan berat badan tingkat
berat |
< 17,0 |
Kekurangan berat badan tingkat
ringan |
17,0 – 18,4 |
|
Normal |
|
18,5 – 25,0 |
Gemuk |
Kelebihan berat badan tingkat
ringan |
25,1 – 27,0 |
Kelebihan berat badan tingkat
berat |
> 27,0 |
Sumber:
Depkes,
2011; Supariasa, dkk, 2014.
Jika seseorang termasuk kategori :
a. IMT
< 17,0: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan
tingkat berat atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat.
b. IMT
17,0 – 18,4: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan
tingkat ringan atau KEK ringan (Depkes, 2011).
Menurut Supariasa,
dkk (2014), pengukuran LiLA
pada kelompok Wanita Usia Subur (usia 15 – 45 tahun) adalah salah satu deteksi
dini yang mudah untuk mengetahui kelompok berisiko Kekurangan Energi Kronis
(KEK). Ambang batas LiLA
WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila LiLA < 23,5 cm atau dibagian merah pita
LiLA, artinya
wanita tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat
bayi lahir rendah (BBLR), BBLR mempunyai risiko kematian, gizi kurang, gangguan
pertumbuhan, dan perkembangan anak (Supariasa, dkk, 2014).
2.
Pemeriksaan penunjang
Pelayanan
kesehatan yang dilakukan berdasarkan indikasi medis, terdiri atas pemeriksaan
darah rutin, darah yang dianjurkan, dan pemeriksaan urin yang diuraikan sebagai
berikut (Kemenkes, 2015):
a.
Pemeriksaan darah rutin
Meliputi pemeriksaan
hemoglobin dan golongan darah. Pemeriksaan hemoglobin untuk mengetahaui status
anemia seseorang. Anemia
didefinisikan sebagai berkurangnya satu atau lebih parameter sel darah merah:
konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Menurut
kriteria WHO anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di
bawah 12 g% pada wanita. Berdasarkan kriteria WHO yang direvisi/ kriteria National
Cancer Institute, anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 14 g% pada pria dan
di bawah 12 g% pada wanita. Kriteria ini digunakan untuk evaluasi anemia pada
penderita dengan keganasan. Anemia merupakan tanda adanya penyakit. Anemia
selalu merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya (Oehadian,
2012). Anemia defisiensi zat besi dan asam folat merupakan salah satu masalah
masalah kesehatan gizi utama di Asia
Tenggara, termasuk di Indonesia (Ringoringo, 2009). Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60
mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis anemia (Fatimah, 2011).
b.
Pemeriksaan darah yang dianjurkan
Meliputi gula
darah sewaktu, skrining thalassemia, malaria (daerah endemis), hepatitis B,
hepatitis C, TORCH (Toxoplasma, rubella, ciromegalovirus, dan herpes simpleks),
IMS (sifilis), dan HIV, serta pemeriksaan lainnya sesuai dengan indikasi.
1)
Pemeriksaan gula darah
Kadar gula darah
yang tinggi atau penyakit diabetes dapat mempengaruhi fungsi seksual,
mesnstruasi tidak teratur (diabetes tipe 1), meningkatkan risiko mengalami Polycystic ovarian syndrome (PCOS) pada
diabetes tipe 2, inkontensia urine, neuropati, gangguan vaskuler, dan keluhan
psikologis yang berpengaruh dalam patogenesis terjadinya penurunan libido,
sulit terangsang, penurunan lubrikasi vagina, disfungsi orgasme, dan
dyspareunia. Selain itu diabetes juga berkaitan erat dengan komplikasi selama
kehamilan seperti meningkatnya kebutuhan seksio sesarea, meningkatnya risiko
ketonemia, preeklampsia, dan infeksi traktus urinaria, serta meningkatnya
gangguan perinatal (makrosomia, hipoglikemia, neonatus, dan ikterus neonatorum)
(Kurniawan, 2016).
2)
Pemeriksaan hepatitis
Penyakit yang
menyerang organ hati dan disebabkan oleh virus hepatitis B, ditandai dengan
peradangan hati akut atau menahin yang dapat berkembang menjadi sirosis hepatis
(pengerasan hati) atau kanker hati. Gejala hepatitis B adalah terlihat kuning
pada bagian putih mata dan pada kulit, mual, muntah, kehilangan nafsu makan,
penurunan berat badan, dan demam. Dampak hepatitis B pada kehamilan dapat
menyebabkan terjadinya abortus, premature, dan IUFD. Dapat dicegah dengan
melaksukan vaksinasi dan menghindari hal-hal yang menularkan hepatitis B
(Kemenkes, 2017). Cara penularan hepatitis B melalui darah atau cairan tubuh
yang terinfeksi, hubungan seksual dengan penderita hepatitis B, penggunaan
jarum sutik bersama, dan proses penularan dapat ditularkan dari ibu hamil
penderita hepatitis B ke janinnya.
3)
Pemeriksaan TORCH
Suatu penyakit
yang disebabkan oleh infeksi toxoplasma
gondii, rubella, cytomegalovirus (CMV), dan herpes simplex virus II (HSV II). Dapat ditularkan melalui:
a)
Konsumsi makanan dan sayuran yang tidak
terlalu bersih dan tidak dimasak dengan
sempurna atau setengah matang
b)
Penularan dari ibu ke janin
c)
Kotoran yang terinfeksi virus TORCH
(kucing, anjing, kelelawar, burung
Dampak TORCH bagi kesehatan dapat menimbulkan
masalah kesuburan baik wanita maupun laki-laki sehingga menyebabkan sulit
terjadinya kehamilan, kecacatan janin, dan risiko keguguran, kecacatan pada
janin seperti kelainan pada syaraf, mata, otak, paru, telinga, dan terganggunya
fungsi motoric.
4)
Pemeriksaan IMS (Infeksi Menular
Seksual)
Penyakit infeksi
yang dapt ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit yang tergolong dalam
IMS seperti sifilis,gonorea, klamidia, kondiloma akuminata, herpes genitalis,
HIV, dan hepatitis B, dan lain-lain. Gejala umum infeksi menular seksual (IMS)
pada perempuan:
a)
Keputihan dengan jumlah yang banyak,
berbau, berwarna, dan gatal
b)
Gatal di sekitar vagina dan anus
c)
Adanya benjolan, bintil, kulit, atau
jerawat di sekitar vagina atau anus
d)
Nyeri di bagian bawah perut yang
kambuhan, tetapi tidak berhubungan dengan menstruasi
e)
Keluar darah setelah berhubungan seksual
f)
Demam
Gejala umum
infeksi menular seksual pada laki-laki:
a)
Kencing bernanah, sakit, perih atau
panas ppada saat kencing
b)
Adanya bintil atau kulit luka atau
koreng sekitar penis dan selangkangan paha
c)
Pembengkakan dan sakit di buah zakar
d)
Gatal di sekitar alat kelamin
e)
Demam
Dampak infeksi
menular seksual yaitu kondisi kesehatan menutun, mudah tertular HIV/AIDS. Mandul, keguguran, hamil di luar kandungan,
cacar bawaan janin, kelainan penglihatan, kelainan syaraf, kanker serviks, dan
kanker organ seksual lainnya.
5)
Pemeriksaan HIV
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah
virus yang menyerang dan melemahkan sistem pertahanan tubuh untuk melawan infeksi
sehingga tubuh mudah tertular berbagai penyakit. AIDS (Acquire Immuno Deficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala dan
tanda penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV.
Seseorang yang menderita HIV, tidak
langsung menjadi AIDS dalam kurun waktu 5 – 10 tahun. Penularan HIV di dapatkan
di dalam darah dan cairan tubuh lainnya (cairan sperma, cairan vagina, dan air
susu ibu). Cara penularan HIV melalui:
a)
Hubungan seksual dengan orang yang telah
terinfeksi HIV.
b)
Penggunaaan jarum suntik bersama-sama
dengan orang yang sudah terinfeksi HIV (alat suntik, alat tindik, dan alat
tato).
c)
Ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang
dikandungnya. Penularan dapat terjadi selama kehamilan, saat melahirkan, dan
saat menyusui.
d)
Transfusi darah atau produk darah
lainnya yang terkontaminasi HIV.
Semua orang bisa
berisiko tertular HIV, tetapi risiko tinggi terdapat pada pekerja seksual,
pelanggan seksual, homoseksual (sesame jenis kelamin), dan penggunaan narkoba
suntik. Cara pencegahan penularan HIV – AIDS dapat dilakukan dengan ABCDE
yaitu:
a)
Abstinence
(tidak
berhubungan seksual)
b)
Be
faithful (saling setia, tidak berganti pasangan)
c)
Use
Condom (menggunakan kondom jika memiliki perilaku seksual
berisiko)
d)
No
Drugs (tidak menggunakan obat-obat terlarang, seperti narkotika,
zat adiktif, tidak berbagi jarum (suntik, tindik, tato) dengan siapapun.
e)
Education
(membekali informasi yang benar tentang HIV/AIDS)
c.
Pemeriksaan urin rutin
Urinalissis atau
tes urin rutin digunakan untuk mengetahui fungsi ginjal dan mengetahui adanya
infeksi pada ginjal atau saluran kemih.
3.
Pemerian imunisasi
Pemberian
imunisasi dilakukan dalam upaya pencegahan dan perlindungan terhadap penyakit
tetanus, sehingga akan memiliki kekebalan seumur hidup untuk melindungi ibu dan
bayi terhadap penyakit tetanus. Pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT)
dilakukan untuk mencapai status T5 hasil pemberian imunisasi dasar dan
lanjutan. Status T5 sebagaimana dimaksud ditujukkan agar wanita usia subur
memiliki kekebalan penuh. Dalam hal status imunisasi belum mencapai status T5
saat pemberian imunisasi dasar dan lanjutan, maka pemberian imunisasi tetanus
toxoid dapat dilakukan saat yang bersangkutan menjadi calon pengantin.
Tabel 2.2
Perlindungan Status Imunisasi TT
Status
TT |
Interval
Pemberian |
Lama Perlindungan |
TT
1 |
|
Langkah
awal pembentukan kekebalan tubuh terhadap penyakit Tetanus |
TT
II |
4
minggu setelah TT 1 |
3
tahun |
TT
III |
6
bulan setelah TT II |
5
tahun |
TT
IV |
1
tahun setelah TT III |
10
tahun |
TT
V |
1
tahun setelah TT IV |
>
25 tahun *) |
Sumber:
Kemenkes, 2017.
*) Yang dimaksud
dengan masa perlindungan > 25 tahun adalah apabila telah mendapatkan
imunisasi TT lengkap mulai dari TT 1 sampai TT 5.
Tabel 2.3
Skrining Status TT Wanita Usia Subur
No. |
Riwayat
Imunisasi TT |
Pernah/Tidak
Diimunisasi DPT/DPT-HB/Dt/Td/TT |
Kesimpulan Status TT |
|
A. |
Riwayat
Imunisasi DPT-HB saat bayi: |
|
|
|
Bayi yang
lahir mulai tahun 1990 status TTnya dihitung TT II |
|
|
||
B. |
Riwayat BIAS |
|
|
|
1 |
Untuk WUS yag
lahir antara tahun 1973 s.d 1976 |
|
|
|
|
a. Kelas 6 (2
dosis) |
|
|
|
2 |
Untuk WUS yang
lahir antara 1977 s/d 1987 |
|
|
|
a.
Kelas 6 (2 dosis) |
|
|
||
b.
Kelas 6 (2 dosis) |
|
|
||
3 |
Untuk
WUS yang lahir tahun 1988 |
|
|
|
a.
Kelas 1 |
|
|
||
b.
Kelas 5 |
|
|
||
c.
Kelas 6 |
|
|
||
4 |
Untuk
WUS yang lahir tahun 1989 |
|
|
|
a.
Kelas 1 |
|
|
||
b.
Kelas 4 |
|
|
||
c.
Kelas 5 |
|
|
||
d.
Kelas 6 |
|
|
||
5 6 |
Untuk
WUS yang lahir tahun 1990 |
|
|
|
a.
Kelas 1 |
|
|
||
b.
Kelas 3 |
|
|
||
c.
Kelas 4 |
|
|
||
d.
Kelas 5 |
|
|
||
e.
Kelas 6 |
|
|
||
Untuk
WUS yang lahir tahun 1991 |
|
|
||
a.
Kelas 1 |
|
|
||
b.
Kelas 2 |
|
|
||
c.
Kelas 3 |
|
|
||
d.
Kelas 4 |
|
|
||
7 |
Untuk
WUS yang lahir tahun 1992 s/d sekarang |
|
|
|
a.
Kelas 1 |
|
|
||
b.
Kelas 2 |
|
|
||
c.
Kelas 3 |
|
|
||
C |
Saat
Calon Pengantin |
|
|
|
D |
Saat
Hamil |
|
|
|
a.
Hamil 1 |
|
|
||
b.
Hamil 2 |
|
|
||
c.
Hamil 3 |
|
|
||
d.
Hamil 4 |
|
|
||
E |
Lain-lain
(Kegiatan Kampanye/Ori Difteri) Contoh:
saat SMA tahun 2003 – 2005, dan akselerasi WUS di Bangkalan dan Sumenep (2009
– 2010), Ori Difteri 2011, Sub PIN Difteri 2012 |
|
|
Sumber:
Kemenkes, 2014.
Keterangan
tabel:
a.
Bagi WUS yang lahir sebelum tahun 1973,
pertanyaan yang diajukan hanya pada riwayat calon pengantin (C), Hamil (D), dan
lain-lain (E).
b.
Vaksinasi DPT 3 dosis dimulai sejak 1977
s.d sekarang
c.
Vaksinasi anak SD/MI (BIAS) DT dan TT
tahun 1984 – 1997: kelas 1 laki-laki dan perempuan (DT 2 dosis) dan kelas 6
perempuan
d.
Vaksinasi anak SD/MI (BIAS) DT dan TT
tahun 1998 – 2000: kelas 1 (DT) s/d 2 – 6 (TT)
e.
Vaksinasi anak SD/MI (BIAS) DT dan TT
tahun 2001 – sekarang: kelas 1, 2, dan 3.
f.
Vaksinasi catin dan ibu hamil (2 dosis)
dimulai sejak tahun 1984 s/d 2000 – tahun 2001 s/d sekarang harus diskrining
terlebih dahulu
g.
Interval minimal pemberian TT: TT 1 ke
TT 2 = 4 minggu, TT 2 ke TT 3 = 6 bulan, TT 3 ke TT 4 = 1 tahun, TT 4 ke TT 5 =
1 tahun.
4.
Suplementasi gizi
Peningkatan
status gizi calon pengantin terutama perempuan melalui penanggulangan KEK
(Kekurangan Energi Kronis) dan anemia gizi besi, serta defisiensi asam folat.
Dilaksanakan dalam bentuk pemberian edukasi gizi seimbang dan tablet tambah
darah.
5.
Konseling/Konsultasi kesehatan pranikah
Konseling
pranikah dikenal dengan sebutan pendidikan pranikah, konseling edukatif
pranikah, terapi pranikah, maupun program persiapan pernikahan. Konseling
pranikah merupakan suatu proses konseling yang diberikan kepada calon pasangan
untuk mengenal, memahami dan menerima agar mereka siap secara lahir dan batin
sebelum memutuskan untuk menempuh suatu perkawinan (Triningtyas, dkk, 2017).
Bimbingan konseling pra
nikah merupakan kegiatan yang diselenggarakan
kepada pihak-pihak yang belum menikah,
sehubungan
dengan rencana pernikahannya. Pihak-pihak tersebut datang ke konselor untuk membuat
keputusannya agar lebih mantap dan
dapat melakukan penyesuaian di kemudian hari secara baik (Latipun, 2010). Konseling pernikahan atau yang
biasa disebut marriage counseling
merupakan
upaya membantu pasangan calon pengantin.
Konseling pernikahan ini dilakukan oleh konselor
yang professional. Tujuannya
agar mereka dapat berkembang dan mampu memecahkan
masalah
yang dihadapinya melalui cara-cara yang saling menghargai, toleransi, dan komunikasi, agar
dapat tercapai motivasi berkeluarga,
perkembangan,
kemandirian, dan kesejahteraan seluruh anggota
keluarganya
(Willis, 2009).
Konseling pernikahan juga disebut dengan
terapi untuk pasangan
yang akan menikah. Terapi tersebut digunakan untuk membantu pasangan agar saling
memahami, dapat memecahkan masalah
dan konflik secara sehat, saling menghargai perbedaan, dan dapat meningkatkan komunikasi yang
baik (Kertamuda, 2009). Bimbingan konseling pra nikah mempunyai objek yaitu
calon pasangan suami istri dan anggota keluarga calon suami istri. Calon suami
istri atau lebih tepatnya pasangan laki-laki dan perempuan yang dalam
perkembangan hidupnya baik secara fisik maupun psikis sudah siap dan sepakat
untuk menjalin hubungan ke jenjang yang lebih serius (pernikahan). Anggota
keluarga calon suami istri yaitu individu-individu yang mempunyai hubungan
keluarga dekat, baik dari pihak suami maupun istri (Zulaekha, 2013).
Menurut Kemenkes (2015), informasi
pranikah yang dibutuhkan sebelum memasuki jenjang pernikahan meliputi:
1.
Kesehatan
reproduksi
Kesehatan
reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh,
tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan
sistem, fungsi, dan proses reproduksi. Catin perlu mengetahui mengetahui
informasi kesehatan reproduksi untuk menjalankan proses fungsi perilaku
reproduksi yang sehat dan aman.
Catin perempuan
akan menjadi calon ibu yang harus mempersiapkan kehamilannya agar dapat
melahirkan anak yang sehat dan berkualitas. Catin laki-laki akan menjadi calon
ayah yang harus memiliki kesehatan yang baik dan berpartisipasi dalam
perencanaan keluarga, seperti menggunakan alat kontrasepsi serta mendukung
kehamilan dan persalinan yang aman. Laki-laki dan perempuan mempunyai risiko
masalah kesehatan reproduksi terhadap penularan penyakit. Perempuan lebih
rentan terhadap masalah kesehatan reproduksi yang terjadi pada saat berhubungan
seksual,hamil, melahirkan, nifas, keguguran, dan pemakaian alat kontrasepsi,
karena struktur alat reproduksinya lebih rentan secara sosial maupun fisik
terhadap penularan infeksi menular seksual. Laki-laki dan perempuan mempunyai
hak dan kewajiban yang sama untuk menjaga kesehatan reproduksi.
2.
Hak dan
kesehatan reproduksi seksual
Hak asasi
manusia yang dimiliki oleh setiap laki-laki dan perempuan yang berkaitan dengan
kehidupan reproduksinya. Hak inii menjamin setiap pasangan dan individu untuk
memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah, jarak, dan waktu
memiliki anak serta untuk memperoleh informasi kesehatan reproduksi. Informasi
yang perlu diketahui natra lain:
1)
Kesehatan
reproduksi, permasalahan, dan cara mengatasinya.
2)
Penyakit menular
seksual, agar perempuan dan laki-laki terlindung dari infeksi meular seksual
(IMS), HIV – AIDS, dan infeksi saluran reproduksi (ISR), serta memahamicara
penularannya, upaya pencegahan, dan pengobatan.
3)
Pelayanan
Keluarga Berencana (KB) yang aman, efektif, terjangkau, dapat diterima, sesuai
dengan pilihan, dan tanpa paksaan serta mengetahui dan memahami efek samping
dan komplikasi dari masing-masinng alat dan obat kontrasepsi.
4)
Catin laki-laki
dan perempuan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang
dibutuhkan. Catin perempuan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi
yang dibutuhkan agar sehat dan selamat dalam menjalani kehamilan, persalinan,
nifas, serta memperoleh bayi yang sehat.
5)
Hubungan suami
istri harus didasari rasa cinta dan kasih sayang, saling menghargai dan
menghormati pasangangan, serta dilakukan dalam kondisi dan waktu yang
diinginkan bersama tanpa unsur pemaksaan, ancaman, dan kekerasan.
Perilaku yang harus dihindari dalam aktivitas
seksual antara lain:
a.
Melakukan
hubungan seksual pada saat menstruasi dan masa nifas
b.
Melakukan
hubungan seksual melalui dubur dan mulut karena berisiko dalam penularan
penyakit dan merusakorgan reproduksi.
3.
Kesetaraan
gender dalam kesehatan reproduksi
Gender adalah
pembagian dalam peran kedudukan dan tugas antara laki-laki dan perempuan yang
ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat laki-laki dan perempuan yang
dianggap pantas sesuai norma, adat istiadat, kepercayaan atau kebiasaan
masyarakat. Kesetaraan gender adalah suatu dan kondisi (kualitas hidup) adalah
sama, laki-laki dan perempuan bebas mengembangkan kemampuan personil mereka dan
membuat pilihan-pilihan tanpa dibatasi oleh stereotip, peran gender yang kaku.
Penerapan kesetaraan gender dalam pernikahan:
a.
Pernikahan yang
ideal dapat terjadi ketika perempuan dan laki-laki dapat saling menghormati dan
menghargai satu sama lain, misalnya:
Dalam
mengambil keputusan dalam rumah tangga dilakukan secara bersama dan tidak
memaksakan ego masing-masing
1)
Suami-istri
saling membantu dalam pekerjaan rumah tangga, pengasuhan, dan pendidikan anak.
2)
Kehamilan
merupakan tanggung jawab bersama laki-laki dan perempuan.
3)
Laki-laki
mendukung terlaksananya pemberian ASI eksklusif
b.
Pernikahan yang
bahagia harus terbebas dari hal-hal di bawah ini:
1)
Kekerasan secara
fisik (memukul, menampar, menjambak rambut, menyudut dengan rokok, melukai, dan
lain-lain)
2)
Kekerasan secara
psikis (selingkuh, menghina, komentar-komentar yang merendahkan, membentak,
mengancam, dan lain-lain)
3)
Kekerasan
seksual
4)
Penelantaran
rumah tangga.
4.
Cara merawat
organ reproduksi
Untuk menjaga
kesehatn dan fungsi organ reproduksi perlu dilakukan perawatan baik pada
laki-laki dan perempuan, antara lain:
1)
Pakaian dalam diganti
minimal 2 kali sehari.
2)
Menggunakan
pakaian dalam yang menyerap keringat dan cairan.
3)
Bersihkan organ
kelamin sampai bersih dan kering.
4)
Menggunakan
celana yang tidak ketat
5)
Membersihkan
organ kelamin setelah BAK dan BAB.
Cara merawat
organ reproduksi perempuan antara lain:
a.
Bersihkan organ
kelamin dari depan ke belakang dengan menggunakan air bersih dan dikeringkan.
b.
Sebaiknya tidak
menggunakan cairan pembilas vagina karena dapat membunuh bakteri baik dalam
vagina dan memicu tumbuhnya jamur.
c.
Pilihlah pembalut
berkualitas yang lembut dan mempunyai daya serap tinggi. Jangan memakai
pembalut dalam waktu lama. Saat menstruasi, ganti pembalut sesering mungkin.
d.
Jika sering
keputihan, berbau, berwarna, dan terasa gatal, serta keluhan organ reproduksi
lainnya segera memeriksakan diri ke petugas kesehatan.
Cara merawat
organ reproduksi laki-laki antara lain:
1)
Menjaga
kebersihan organ kelamin
2)
Dianjurkan sunat
untuk menjaga kebersihan kulup kulit luar yang menutup penis.
3)
Jika ada keluhan
pada organ kelamin dan daerah sekitar kelamin segera memeriksakan diri ke
petugas kesehatan.
2.1.8.
Konseling pranikah
Konseling pranikah adalah layanan pemberian bantuan yang
dapat diberikan kepada individu sebelum melangsungkan pernikahan. Pasangan
dapat memperoleh bimbingan dan bantuan melalui konselor dalam konseling
pranikah yang secara khusus bertujuan mencegah segala kesulitan yang akan
dihadapi di dalam pernikahan (Valentina, 2012)."Pemeriksaan dan konseling kesehatan bagi
calon suami istri penting dilakukan, terutama untuk mengetahui kemungkinan
kondisi kesehatan anak yang akan dilahirkan. Dengan pemeriksaan itu, dapat
diketahui riwayat kesehatan kedua belah pihak, termasuk soal genetik, penyakit
kronis, hingga penyakit infeksi yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
keturunan” (Permadi, 2011).
Berdasarkan buku
saku kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin yang diterbitkan
Kemenkes RI tahun 2015, konseling yang diberikan antara
lain:
a.
Filosofi
Pernikahan
b.
Informasi
Pra Nikah
1)
Kesehatan
Reproduksi
2)
Hak
Reproduksi dan Seksual (Hak yang
sama untuk memutuskan kapan akan mempunyai anak).
3)
Organ
Reproduksi Perempuan dan Laki-laki
4)
Persiapan
Pra Nikah
c.
Ketidaksetaraan
Gender dalam Pernikahan
1)
Kekerasan
dalam Rumah Tangga (KDRT)
2)
Bentuk
Ketidaksetaraan Gender dalam Kehidupan Berumah tangga
d.
Informasi
tentang Kehamilan, Persalinan dan Nifas
1)
Kehamilan
(Menunda kehamilan dengan kontrasepsi yang tepat, tanda-tanda kehamilan, cara
menghitung usia kehamilan dan menentukan taksiran persalinan, memeriksa
kehamilan, proses kehamilan, menjaga kehamilan, nutrisi makanan ibu hamil,
kehamilan dan persalinan berisiko, tanda bahaya kehamilan, kesehatan jiwa ibu
hamil)
2)
Program
perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi dan buku KIA.
3)
Persalinan
(tanda ibu akan melahirkan, persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan,
perawatan pasca persalinan).
4)
Pemberian
ASI (Inisiasi Menyusu Dini, Manfaat pemberian ASI).
e.
Informasi
tentang infeksi menular seksual, infeksi saluran reproduksi dan HIV/AIDS.
f.
Informasi
tentang deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara.
g.
Informasi
tentang gangguan dalam kehidupan seksual suami istri
h.
Mitos
pada perkawinan.
2.2.
Konsep
Dasar Penundaan
Kehamilan
2.2.1.
Definisi
prakonsepsi
Asuhan pada masa prakonsepsi yaitu pemberian intervensi
kesehatan biomedis, perilaku dan sosial kepada wanita dan pasangan sebelum
terjadi pembuahan atau konsepsi. Asuhan ini bertujuan untuk memperbaiki status
kesehatan mereka, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dan mengurangi
perilaku dan faktor individu dan lingkungan yang berkontribusi terhadap hasil
kesehatan ibu dan anak yang buruk (WHO, 2013).
Menurut varney
didalam buku ajar asuhan kebidanan (2007) perawatan prakonsepsi memiliki
banyak keuntungan dan variasi, antara lain memungkinkan identifikasi penyakit
medis yang diderita, kesiapan psikologis, keadaan lingkungan sekitar bahkan
persiapan keuangan. Sasaran konseling prakonsepsi adalah pasangan calon
pengantin, pasangan suami istri yang merencanakan kehamilan, remaja putri yang
sudah memasuki remaja akhir (Kemenkes, 2014).
2.2.2.
Persiapan prakonsepsi
Persiapan
prakonsepsi meliputi upaya preventif yaitu konseling prakonsepsi. Banyak yang
dapat mempengaruhi prognosis bayi yang dapat diketahui sebelum kehamilan,
selain wanita yang bersangkutan mendapatkan nasihat menegani resiko juga dapat diatawarkan
intervensi yng mungkin dapat memeprbaiki prognosis kehamilan. Untuk itulah
konseling dan intervensi harus diberikan sebelum konsepsi (Cunningham, 2012).
Konseling yang dapat diberikan diantaranya:
a.
Konseling
spesifik tentang perawatan prakonsepsi
Konseling prakonsepsi dimulai tentang persiapan secara
fisik maupun psikologis seorang wanita atau pasangannya dalam mengasuh dan
membesarkan anak. Pembahasan ini mencakup topik-topik seperti usia reproduksi
sehat untuk laki-laki dan wanita serta penjelsan mengenai siklus menstruasi
berkenaan dengan penghitungan masa subur.
b.
Usia
reproduksi wanita
Usia reproduksi ideal wanita adalah 20 -35 tahun.
Penelitian menunjukkan bahwa wanita yang
hamil di bawah usia 20 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami
preeklamsia dan plasenta previa (Stickler, 2014). Wanita dengan usia lebih dari
35 tahun akan mengalami penurunan fertilitas, kemungkinan hamil menjadi 77%
pada wanita usia 35 tahun, dan dan turun menjadi 53% pada usia 40 tahun (Health
Canada, 2005). Wanita yang hamil di atas 35 tahun juga lebih berisiko mengalami
keguguran, kelainan kromoson janin seperti Down Syndrome, kehamilan kembar,
dipertensi, diabetes, plasenta previa, solusio plasenta, persalinan tindakan,
persalinan premature dan BBLR (Ontarios maternal, newborn and Early Child
Development Resource Center & The Halton Region Health Department, 2007).
c.
Usia
reproduktif laki-laki
Laki – laki umumnya masih tetap mampu bereproduksi sampai
usia sekitar 60 – 70 tahun. Namun, semakin tua usia laki – laki, semakin banyak
jumlah sperma yang mengalami abnormalitas bentuk, gerakan, dan kecacatan
genetik. Laki – laki yang terlalu tua juga umumnya mengeluarkan terlalu sedikit
sperma atau tidak ada sperma sama sekali (Health canada, 2005). Disarankan pria
untuk memiliki anak pada usia kurang dari 40 tahun, karena di atas usia
tersebut motilitas, konsentrasi, volume seminal, dan fragmentai DNA telah
mengami penurunan kualitas sehingga meningkatkan risiko kecacatan janin
(Harris, 2011).
d.
Fisiologi
Menstruasi
Menstruasi yang pertama kali disebut menarche. Pada
wanita yang sehat dan tidak hamil setiap bulan secara teratur mengeluarkan
darah dari alat kandunganya, dan disebut haid (Manuaba, 2010). Usia saat anak
perempuan mulai mendapat menstruasi pertama kali (menarche) sangat bervariasi.
Menarche, biasanya terjadi pada usia 12-13 tahun. Terdapat 4 fase selama siklus
menstruasi yakni:
1)
Fase
Menstruasi
Fase
menstruasi adalah fase dimana luruhnya sel ovum matang yang tidak dibuahi
bersamaan dengan dinding endometrium yang robek. Hanya lapisan tipis yang
tinggal yang disebut stratum basale. Fase ini umumnya terjadi 4 hari. Banyaknya
pendarahan selama haid normal ±50cc.
2)
Fase
Poliferasi
Fase
Poliferasi ini ditandai dengan menurunnya hormon progresteron sehingga memicu
kelenjar hipofisis untuk mensekresikan FSH dan merangsang folikel dalam
ovarium, sehingga dapat membuat hormon estrogen diproduksi kembali. Sel folikel
berkembang menjadi folikel degraff yang matang dan menghasilkan hormon estrogen
yang merangsang keluarnya LH dari hipofisis. Estrogen dapat menghambat sekresi
FSH tetapi dapat memperbaiki dinding endometrium yang robek. Fase poliferasi
yaitu suatu fase yang menunjukkan waktu (masa) ketika ovarium beraktivitas
membentuk dan mematangkan folikel-folikelnya serta uterus beraktivitas
menumbuhkan lapisan endometriumnya yang mulai pulih dan dibentuk pada fase
regenerasi atau pasca haid. Pada siklus haid klasik, fase poliferasi
berlangsung setelah pendarahan haid berakhir, dimulai pada hari ke-5 sampai hari
14 (terjadinya fase ovulasi). Fase ovulasi berguna untuk menumbuhkan lapisan
endometrium uteri agar siap menerima sel ovum yang telah dibuahi oleh sel
sperma, sebagai persiapan terjadinya proses kehamilan.
3)
Fase
Ovulasi
Fase
ovulasi atau fase luteal dinamakan juga fase sekresi atau fase prahaid, yaitu
suatu fase yang menunjukkan waktu ketika ovarium beraktivitas membentuk korpus
luteum dari sisa-sisa folikel-folikel matangnya (folikel degraaf) yang sudah
mengeluarkan sel ovumnya pada saat terjadi ovulasi dan menghasilkan hormon
progesteron yang akan digunakan sebagai penunjang lapisan endometrium uteri
untuk bersiap-siap menerima hasil konsepsi (jika terjadi kehamilan) atau
melakukan proses deskuamasi dan penghambatan masuknya sperma (jika tidak
terjadinya kehamilan). Pada hari ke-14 (setelah terjadinya proses ovulasi)
sampai hari ke-28, berlangsung fase luteal. Fase ovulasi ditandai dengan
sekresi LH (luteinizing hormone) yang memacu matangnya sel ovum pada hari ke-14
sesudah menstruasi. Sel ovum yang matang akan meninggalkan folikel dan folikel
akan mengkerut dan berubah menjadi corpus luteum. Corpus luteum berfungsi untuk
menghasilkan hormon progesteron yang berfungsi untuk mempertebal dinding
endometrium yang kaya akan pembuluh darah.
4)
Fase
pasca ovulasi atau fase sekresi
Fase
sekresi ditandai dengan corpus luteum yang mengecil atau menghilang dan berubah
menjadi corpus albicans yang berfungsi untuk menghambat sekresi hormon estrogen
dan progesteron sehingga hipofisis aktif mensekresikan FSH (folikel stimulating
hormone) dan LH (luteinizing hormone). Sekresi progesteron yang terhenti
menyebabkan penebalan dinding endometrium akan terhenti sehingga menyebabkan
endometrium mengering dan robek, maka terjadi fase perdarahan atau menstruasi.
e.
Nutrisi
Mempertahankan status nutrisi yang baik sebelum mengalami
kehamilan sangatlah penting. Mencapai berat badan ideal, mengontrol gangguan
makan, dan mengembangkan kebiasaan diet nutrisi yang seimbang merupakan
persiapan bagi pertumbuhan bayi sehat dan pencegahan berat lahir rendah.
Perujukan ke ahli gizi diperlukan bagi wanita yang menghadapi defisit nutrisi
utama atau obesitas. Bagi wanita yang menghadapi gangguan makan, akan
diperlukan evaluasi psikologis, dan wanita tersebut disarankan untuk menunda
kehamilan sampai ia mendapatkan perawatan dan mengonsumsi diet sehat.
Wanita usia subur sebaiknya mengonsumsi suplemen asam
folat sekurang-kurangnya 0,4 mg setiap hari untuk mengurangi risiko mendapatkan
bayi yang mengalami spina bifida atau defek pada saluran saraf lainnya (Varney,
2007). Konseling nutrisi pada calon ibu hamil diantaranya stabilisasi kadar
hemoglobin dalam tubuh.
2.2.3.
Konseling Keluarga Berencana pada pasangan dengan
penundaan kehamilan
Dalam
mempersiapkan suatu kehamilan sangatlah penting bagi pasangan untuk mematangkan
persiapan fisik dan mental. Bagi pasangan yang belum siap akan hal tersebut
dapat menunda kehamilan tersebut. Dalam menunda kehamilan pasangan akan
dianjurkan untuk mengikuti program keluarga berencana (KB) melalui penggunaan
alat kontrasepsi. Pemilihan alat kontrasepsi akan disesuaikan dengan kebutuhan
klien. Alat kontrasepsi ideal yang sebaiknya digunakan oleh pasangan yang ingin
menunda kehamilan namun belum memiliki anak sama sekali adalah alat kontrasepsi
yang memiliki efektivitas yang tinggi dan reversibilitas yang tinggi juga.
Beberapa alat kontrasepsi yang dapat dianjurkan adalah pil, suntikan, metode
sederhana (Saifuddin, 2010).
1)
Pil
Pil adalah obat pencegah kehamilan yang
diminum. Pil diperuntukkan bagi wanita yang tidak hamil dan menginginkan cara
pencegah kehamilan sementara yang paling efektif bila diminum secara teratur.
Minum pil dapat dimulai segera sesudah terjadinya keguguran, setelah
menstruasi, atau pada masa post-partum bagi para ibu yang tidak menyusui
bayinya.
Pil dapat digunakan untuk menghindari kehamilan
pertama atau menjarangkan waktu kehamilan-kehamilan berikutnya sesuai dengan
keinginan wanita. Berdasarkan atas bukti-bukti yang ada dewasa ini, pil itu
dapat diminum secara aman selama bertahun-tahun. Tetapi, bagi wanita-wanita
yang telah mempunyai anak yang cukup dan pasti tidak lagi menginginkan
kehamilan selanjutnya, cara-cara jangka panjang lainnya seperti spiral atau
sterilisasi, hendaknya juga dipertimbangkan. Jenis-jenis pil ada 2 yaitu pil kombinasi dan minipil.
a)
Pil
kombinasi
Tiap pil mengandung dua hormon sintetis, yaitu
hormon estrogen dan progestin. Pil gabungan mengambil manfaat dari cara kerja
kedua hormon yang mencegah kehamilan, dan hampir 100% efektif bila diminum
secara teratur. Pil kombinasi terdiri dari tiga jenis yaitu pil
monofasik (21 tablet mengandung hormon aktif estrogen/progesteron dalam dosis
yang sama dan 7 tablet tanpa hormon aktif), bifasik (21 tablet mengandung
hormon estrogen/progesteron dengan dua dosis yang berbeda dengan 7 tablet tanpa hormon aktif), trifasik
(21 tablet mengandung hormon estrogen/progesteron dengan tiga dosis ynag
berbeda dengan 7 tablet tanpa hormon aktif). Pil kombinasi sangat efektif jika
digunakan dengan tepat dan reversibel. Pil ini dapat digunakan oleh wanita yang
sudah memiliki anak ataupun belum (Saifuddin, 2006).
Cara kerja pil kombinasi
adalah menekan ovulasi dengan menghambat sekresi gonadotropin pada hipotalamus
dan hipofisis. Hormon progesteron yang terdapat pada pil kombinasi berfungsi
menekan sekresi LH (sehingga menghambat ovulasi) dan hormon estrogennya berfungsi
menekan sekresi FSH (sehingga mencegah terbentuknya folikel dominan). Selain
itu, hormon estrogen juga berfungsi menstabilkan endometrium sehingga mencegah
perdarahan di luar siklus haid. Hormon progesteron berfungsi dalam mengentalkan
lendir serviks dan mengganggu motolitas tuba sehingga pembuahan dan implantasi
tidak terjadi (Speroff, 2011).
b)
Minipil
Pil ini mengandung dosis
kecil bahan progestin sintetis dan memiliki sifat pencegah kehamilan, terutama
dengan mengubah mukosa dari leher rahim (merubah sekresi pada leher rahim)
sehingga mempersulit pengangkutan sperma. Selain itu, juga mengubah lingkungan
endometrium (lapisan dalam rahim) sehingga menghambat perletakan telur yang
telah dibuahi. Minipil terdapat 2 jenis yaitu kemasan dengan isi 35 pil
mengandung 300 mikrogram levonorgestrel atau 350 mikrogram noretindron dan
kemasan dengan isi 28 pil mengandung 75 mikrogram desogestrel. Cara kerja
minipil adalah menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks di
ovarium (tidak begitu kuat), endometrium mengalami transformasi lebih awal
sehingga implantasi lebih sulit, mengentalkan lendir serviks sehingga
menghambat penetrasi sperma, mengubah motilitas tuba sehingga transportasi
sperma terganggu. Minimpil sangat efektif jika digunakan dengan benar dan dapat
digunakan oleh wanita yng sudah memiliki anak ataupun belum (Saifuddin,
2010).
Pengembalian kesuburan pada kontrasepsi mini pil berkisar antara 13 bulan
sampai dengan 48 bulan (Sperof, 2011).
2)
Suntikan
Suntikan terdapat dua yaitu suntikan kombinasi dan
suntikan progestin. Suntikan kombinasi mengandung 25 mg depo
medroksiprogesteron asetat dan 5 mg estradiol sipionat yang diberikan secara
injeksi IM sebulan sekali (cyclofem) dan 50 mg Noretindron Enantat dan 5 mg
estradiol valerat yang diberikan injeksi IM sebulan sekali. Cara kerja suntikan
kombinasi adalah menekan ovulasi, membuat lendir serviks menjadi kental,
perubahan pada endometrium (atrofi) sehingga implantasi terganggu, menghambat
transportasi gamet oleh tuba. Kontrasepsi ini sangat efektif digunakan dan
dapat digunakan oleh wanita yang telah memiliki anak dan yang belum memiliki
anak (Saifuddin,
2010). Suntikan progestin dengan DMPA (Depo
Medroksiprogesteron Asetat) diberikan setiap 3 bulan sekali dengan cara kerja
mengentalkan lendir serviks dan menghambat transportasi gamet. Pengembalian
kesuburan pada suntikan DMPA rata-rata 9-10 bulan hingga 18 bulan dari suntikan
terakhir tanpa memandang lama pemakaian (WHO, 2009 dan Speroff, 2011).
3)
Metode
sederhana
Metode sederhana yang dapat digunakan diantaranya teknik
pantang berkala, metode lendir serviks, metode suhu basal, sanggama terputus,
metode barier (kondom, diafragma, spermisida). Teknik pantang berkala, dan
metode lendir serviks dapat dilakukan dengan menghindari masa subur saat adanya
tanda keluar lendir encer dari liang vagina. Metode suhu basal dilakukan dengan
menghindari masa subur yang ditandai dengan adanya peningkatan suhu tubuh
sebanyak 3 kali berturut-turut diatas garis pelindung (Saifuddin,
2010).
2.3.
Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pranikah
2.3.1
Pengkajian
(Data Subyektif, Data Objektif)
Tanggal :
Jam :
Tempat :
Petugas :
Untuk
mengetahui waktu, tempat, dan petugas saat pengkajian dilakukan.
A.
Data
Subyektif
1.
Identitas
a. Umur : berdasarkan pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor
1 tahun 1974 tentang perkawinan, batas usia menikah untuk laki-laki adalah 19
tahun dan 16 tahun untuk wanita. Fase reproduksi sehat wanita mulai usia 20-35 tahun. Dari sudut pandang kesehatan usia reproduksi
sehat pada wanita adalah 20 – 35 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, pada
rentang usia ini merupakan saat yang paling tepat bagi seorang wanita untuk
menikah dan memiliki anak untuk menghindai resiko-resiko tinggi pada wanita seperti preeklampsia, plasenta previa, dan kelainan
kromosom (WHO,
2014 dan Health Canada, 2005). Usia
ideal pria ≤ 40 tahun karena di atas usia tersebut
motilitas, konsentrasi, volume seminal, dan fragmentai DNA telah mengami
penurunan kualitas sehingga meningkatkan risiko kecacatan janin (Harris, 2011)
2. Alasan datang
Pasangan usia subur (PUS)
yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan bertujuan untuk melakukan
konseling dan memiliki keluhan maupun pertanyaan seputar persiapan kehamilan
(prakonsepsi). Pasangan tersebut biasanya merasakan adanya perubahan pada
siklus menstruasinya, karena siklus menstruasi berkaitan dengan adanya
kehamilan. Selain siklus menstruasi, sering dijumpai rasa nyeri saat
berhubungan seksual bagi wanitanya. Maka diperlukan penanganan konseling untuk
mencapai keadaan yang nyaman, aman sebagai outcam prakonsepsi sehingga
kehamilan yang diinginkan dapat terjadi dengan hasil terbaik Purnawati, 2010).
3. Riwayat
Menstruasi
a. Siklus : infertilitas yang disebabkan oleh gangguan
ovulasi seperti sindrom polikistik ovarium dapat diklasifikasikan berdasarkan
siklus haid, yaitu amenore primer atau sekunder. Sindrom polikistik ovarium
memiliki gejala klinis amenorea namun beberaa diantaranya menunjukkan gejala
oligomenorea (Balen (2003) dalam Octaianny, 2016).
b. Lamanya : Lamanya menstruasi menjadi salah satu
perhitungan dalam menentukan masa subur, hal ini berkaitan dengan program
langsung hamil ataupun menunda kehamilan.
c. HPHT : Berkaitan dengan perhitungan siklus
mesntruasi dan perhitungan masa subur.
d. Fluor
Albus : Tidak ada fluor albus yang
berbau dan berwarna kekuningan dapat menandakan bahwa tidak terdapat penyakit
menular seksual selain dengan pemeriksaan laboratorium
e. Dismenorhea : Tidak ada dismenore sekunder agar dapat menyingkirkan kecurigaan adanya kondisi
patologis pada pelvis dan serviks yang dapat mempengaruhi kesuburan wanita.
4. Riwayat kesehatan
Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui
status kesehatan pasien. Pengkajian dilakukan terhadap adanya penyakit DM pada wanita dapat mengakibatkan bayi
besar, polihydramnions, bayi lahir premature sedangkan pada laki-laki diabetes dapat menyebabkan
berbagai perubahan pada fungsi seksual laki – laki. HIipertensi
dapat mengakibatkan BBLR. Penyakit jantung pada kehamilan dapat memperburuk
kondisi jantung sedangkan pada laki-laki penyakit jantung dapat berpengaruh pada fertilitas.
Penyakit ginjal pada wanita yang menjalani
dialisis dapat mengakibatkn gangguan menstruasi sedangkan pada laki-laki dapat menyebabkan gangguan fugsi seksual. Penyakit asma dapat mengganggu fertilitas wanita.
Penyakit SLE mempengaruhi kondisi fertilitas laki-laki dan wanita. TORCH (mengakibatkan kecacatan bayi, prematuritas, dan
kematian janin), IMS (dapat mengakibatkan kecacatan bayi, prematuritas, dan
kematian janin), dan HIV/AIDS (dapat mengakibatkan terjadinya penularan HIV ke
bayi).
5. Riwayat
penyakit keluarga
Keluarga
dari pihak catin wanita dan laki – laki tidak memiliki riwayat penyakit
beriikut:
a.
Riwayat
keluarga mengalami kelainan yang dicurigai merupakan kelainan genetik
b.
Predidiposisi
etnik tertentu terhadap kelainan
c.
Orang
tua memiliki hubungan darah
d.
Beberapa
keluarga yang terserang penyakit yang sama atau saling berkaitan
e.
Penyakit
muncul pada usia yang jauh lebih muda dari popuasi umum
f.
Kanker
multifokal atau pada kedua sisi tubuh (pada organ yang berpasangan)
g.
Penyakit
yang muncul meskipun tidak ada faktor risiko/tindakan pencegahan telah
dilakukan
h.
Satu
atau lebih kelainan mayor
i.
Keterlamabatan
perkembangan atau retardasi mental
j.
Abnormalitas
pertumbuhan
k.
Abortus berulang (lebih dari dua kali)
(American College of Obstetricians and Gynecologists, 2015)
6. Riwayat
Pernikahan
Usia
menikah terkait dengan kesiapan aspek fisik dan psikis, dimana kesiapan wanita
untuk mengandung dan kesuburan pada rentang usia 25-35 tahun. Saat usia ini
kematangan baik organ reproduksi, fisik dan psikis sudah tercapai dengan baik
(Purnawati,2010).
7. Riwayat
imunisasi
Skrining status imunisasi perlu dilakukan pada calon
pengantin terutama imunisasi TT. Indonesia merupakan salah satu negara yang
belum dapat mengeliminasi tetanus 100% sehingga status imunisasi ibu/calon ibu
harus selalu diskrining (Kemenkes RI, 2014).
Untuk catin wanita dan
laki-laki status imunisasi lain yang
perlu diskrining yaitu hepatitis B, HPV, TORCH/Rubella, dan imunisasi penyakit
lainnya yang memiliki prevalensi tinggi di daerah tempat tinggal calon pengantin wanita dan
laki – laki.
No |
Riwayat Imunisasi TT |
Pernah/Tidak diimunisasi DPT/DPT-HB/DT/TT/Td? |
Kesimpulan Status TT |
|
1 |
2 |
3 |
4 |
|
A |
Riwayat Imunisasi DPT-HB saat bayi: |
|
|
|
Bayi yang lahir mulai tahun 1990 status T-nya dihitung
T2 |
|
|
||
B |
Riwayat BIAS |
|
|
|
|
1 |
Untuk WUS yang lahir antara 1973 s/d 1976 |
|
|
|
|
a. Kelas 6 (2 dosis) |
|
|
|
2 |
Untuk WUS yang lahir antara 1977 s/d 1987 |
|
|
|
|
a. Kelas 1 (2 dosis) |
|
|
|
|
·
Kelas 6 (2 dosis) |
|
|
|
3 |
Untuk WUS yang lahir tahun 1988 |
|
|
|
|
a. Kelas 1 |
|
|
|
|
a.
Kelas 5 |
|
|
|
|
b.
Kelas 6 |
|
|
|
|
Untuk WUS yang lahir tahun 1989 |
|
|
|
|
a.
Kelas 1 |
|
|
|
|
b.
Kelas 4 |
|
|
|
|
c.
Kelas 5 |
|
|
|
|
d.
Kelas 6 |
|
|
|
|
Untuk WUS yang lahir
tahun 1990 |
|
|
|
|
a.
Kelas 1 |
|
|
|
|
b.
Kelas 3 |
|
|
|
|
c.
Kelas 4 |
|
|
|
|
c.
Kelas 5 |
|
|
|
|
d.
Kelas 6 |
|
|
|
|
Untuk WUS yang lahir
tahun 1991 |
|
|
|
|
a.
Kelas 1 |
|
|
|
|
b.
Kelas 2 |
|
|
|
|
c.
Kelas 3 |
|
|
|
|
d.
Kelas 4 |
|
|
|
|
Untuk WUS yang lahir
tahun 1992 s/d sekarang |
|
|
|
|
a.
Kelas 1 |
|
|
|
|
b.
Kelas 2 |
|
|
|
|
c.
Kelas 3 |
|
|
C |
Saat Calon Pengantin |
|
|
|
D |
Saat Hamil |
|
|
|
|
a.
Hamil 1 |
|
|
|
|
b.
Hamil 2 |
|
|
|
|
c.
Hamil 3 |
|
|
|
|
d.
Hamil 4 |
|
|
|
E |
Lain – lain (Kegiatan Kampanye/Ori Difteri) Contoh: Saat Sma tahun
2003 – 2005, dan akselerasi WUS di Bangkalan dan Sumenep (2009 – 2010), Ori
Difteri 2011, Sub PIN Difeteri 2012 |
|
|
8. Pola
fungsional kesehatan
Mengetahui kebiasaan sehari-hari dalam menjaga
kebersihan dirinya dan pola makan sehari-hari dalam menentukan pemenuhan
kebutuhan gizi.
a.
Pola Nutrisi :
pada WUS sehat, makan
tiga kali sehari sengan menu sesuai dengan panduan gizi seimbang.
b.
Pola aktifitas/istirahat
: Waktu tidur ideal pada WUS sehat adalah 6-8 jam per hari tanpa disertai gangguan tidur.
9. Psikososial, dan ekonomi
Dengan
prikososial yang baik dan dukungan keluarga maka ibu dapat mempersiapkan diri
untuk prakonsepsi, dikaji pula rencana kehamilan yaitu terkait dengan rencana
langsung hamil atau penundaan kehamilan dengan kebutuhan kontrasepsi
(Purnawati,2010). Sedangkan persiapan
ekonomi untuk pernikahan dan kehidupan setelah pernikahan telah disusun secara
matang.
B.
Data
Obyektif
1) Pemeriksaan
Fisik
a.
Antropometri
Berat badan, Tinggi badan (>145cm), LILA
(>23.5cm) dalam keadaan ideal atau normal. Berat badan dan tinggi badan
ideal dapat dikaitkan dengan IMT ibu
|
Kategori |
IMT |
Kurus |
Kekurangan
berat badan tingkat berat |
< 17,0 |
Kekurangan
berat badan tingkat ringan |
17,0 – 18,4 |
|
Normal |
|
18,5 – 25,0 |
Gemuk |
Kelebihan
berat badan tingkat ringan |
25,1 – 27,0 |
Kelebihan
berat badan tingkat berat |
> 27,0 |
(DepKes RI, 2011)
b.
Tanda-tanda vital
Tekanan Darah :
sebagai penapsiran resiko hipertensi sebelum merencanakan kehamilan karena
penyakit hipertensi kronik didiagnosa terjadi sebelum kehamilan hingga menjadi
hipertensi gestasional dan cenderung meberikan hasil yang buruk bagi ibu dan
janin. Resiko eklamsi akan semakin tinggi, serta kematian janin pun akan
semakin tinggi (Varney,2007).
2)
Pemeriksaan penunjang
Kadar Hb :
kadar Hb normal untuk wanita yang mempersiapkan kehamilan adalah ≥12gr/dl agar
tidak terjadi kekurangan asupan oksigen dan nutrisi ke janinnya, serta
menghindari terjadinya perdarahan saat persalinan (WHO, 2012).
2.3.2
Perumusan Diagnosis
dan Masalah
Diagnosa merupakan kesimpulan dari data yang telah dikumpulkan.
Diagnosa akan menjadi acuan dari asuhan selanjutnya. Diagnosa pada WUS dengan
asuhan pranikah adalah: “Wanita
Usia Subur umur….tahun calon pengantin
sehat”.
Kebutuhan : Konseling
persiapan kesehatan pranikah untuk catin wanita dan laki – laki serta konseling penundaan kehamilan.
2.3.3
Antisipasi Diagnosa
Dan Masalah Potensial
Tidak ada
2.3.4
Kebutuhan Tindakan Segera
Tidak ada
2.3.5
Rencana Asuhan
Perencanaan
dibuat berdasarkan kebutuhan dan masalah yang dihadapi. Perencanaan tindakan
segera dapat dibuat sebagai berikut:
1.
Informasikan hasil pemeriksaan pada catin
wanita dan laki - laki
R/ menjelaskan hasil pemeriksaan dengan bahasa yang mudah
dimengerti sangat penting agar catin wanita dan laki - laki memahami kondisinya
dan dapat mengambil keputusan terkait dengan masalah yang dihadapi
2.
Beri
edukasi mengenai persiapan kesehatan pranikah pada catin wanita dan laki - laki
R/
Berikan edukasi pada calon pengantin sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan
panduan konseling yang telah ditentukan oleh kementerian kesehatan tahun 2014. Gunakan
bahasa yang mudah dipahami oleh calon pengantin untuk mempermudah penyampaian
informasi.
3.
Lakukan
kesepakatan mengenai generasi platinum dengan calon pengantin laki – laki dan
wanita
R/ generasi
platinum adalah generasi baru yang berisikan anak – anak yang siap menghadapi
masa depan dengan bekal fisik yang sehat, kecerdasan intelektual, emosi, dan
spiritual. Pemenuhan nutrisi dan stimulasi pada 1000 hari kehidupan pertama
merupakan salah satu kunci mencapai generasi platinum.
4. Berikan KIE mengenai penundaan kehamilan.
R/ Dalam mempersiapkan suatu
kehamilan sangatlah penting bagi pasangan untuk mematangkan persiapan fisik dan
mental. Bagi pasangan yang belum siap akan hal tersebut dapat menunda kehamilan
tersebut dengan mengikuti program keluarga berencana (KB) melalui penggunaan
alat kontrasepsi. Menurut Affandi (2011), pemilihan kontrasepsi yang rasional
untuk menunda kehamilan adalah pil, IUD, metode sederhana, implant, suntikan.
2.3.6
Pelaksanaan
Tindakan
Pelaksanaan tindakan sesuai
dengan perencanaan dan kebutuhan klien.
2.3.7
Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk
menilai hasil asuhan yang telah diberikan. Hasil dari asuhan yang diberikan
selanjutnya akan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (Subyektif, Obyektif,
Analisa, Penatalaksanan). Bentuk evaluasi dalam asuhan kebidanan pranikah
adalah:
a.
Catin
laki – laki dan wanita dapat menjelaskan kembali mengenai penjelasan yang
diberikan mengenai hasil pemeriksaannya
b.
Catin
laki – laki dan wanita dapat menjelaskan kembali hasil konseling yang diberikan
mengenai persiapan pranikah.
c.
Catin laki – laki dan wanita sepakat untuk
menyiapkan calon anak – anak mereka menjadi generasi platinum.
d.
Catin laki – laki dan wanita dapat menjelaskan kembali dan memilih jenis kontrasepsi
yang akan digunakan untuk menunda kehamilan.
BAB
3
TINJAUAN
KASUS
No Register : 26790xx
Tanggal
Pengkajian : 30 Maret 2019, pukul 10.00 WIB
Tempat
Pengkajian : Poli KIA Puskesmas T.K.
Oleh : Rina Septi Andriani
A. Subjektif
1. Identitas
Catin
Wanita |
||
Nama |
: |
Nn. M |
Umur |
: |
21
tahun (31 Desember 1997) |
Agama |
: |
Islam |
Suku |
: |
Jawa |
Pendidikan |
: |
SMA |
Pekerjaan |
: |
Mahasiswi |
Alamat |
: |
Kalilom Lor, Surabaya |
2. Alasan
datang
Konseling persiapan pernikahan
3. Keluhan
Utama
Merasa
pusing dan lemas
4. Riwayat
Menstruasi
a. |
Menarche |
: |
12 tahun |
b. |
Siklus |
: |
27
- 30 hari/bulan, teratur, lama ±6-7 hari |
c. |
Banyaknya |
: |
ganti
pembalut 4 kali/hari 3 hari awal pertama, hari berikutnya 2-3 kali ganti pembalut |
d. |
Dismeorhe |
: |
Tidak
ada. |
e. |
HPHT |
: |
22 Maret 2019 |
f. |
Fluor
Albus |
: |
kadang-kadang,
bening, sebelum menstruasi, tidak
gatal, tidak berbau |
5. Penyuluhan
yang Pernah Didapat
Klien belum mendapat penyuluhan
kesehatan reproduksi dan
perencanaan atau penundaan kehamilan
6. Riwayat
Kesehatan
Tidak sedang ataupun pernah
menderita penyakit jantung, hipertensi, asma, DM, ginjal, batuk lama (TBC atau
difteri), belum pernah melakukan pemeriksaan hepatitis, IMS dan HIV/AIDS.
Status TT5
tahun 2006
(SD Kelas 3).
7. Riwayat
Kesehatan Keluarga
Keluarga
calon pengantin ada yang menderita hipertensi (ibu), tidak
ada keluarga yang pernah atau sedang menderita jantung, DM, asma, alergi, ginjal, hemophilia,
thalassemia, cacat bawaan, hepatitis, dan TBC.
8. Pola
Fungsional Kesehatan
a. Nutrisi |
: |
Makan
2
kali sehari dengan porsi sedang, terdiri dari nasi, tahu/tempe/telur, sering mengonsumsi mie instan (seminggu 2 kali),
jarang mengonsumsi buah dan sayur. Minum
air putih 7-8
gelas sehari (jika sedang
puasa 5-6 gelas). Tidak ada pantangan/alergi makanan. |
b. Eliminasi |
: |
BAB
1 kali sehari, kadang-kadang keras, warna
kuning khas, tidak ada keluhan sakit saat BAB. BAK 4-5 kali sehari, tidak nyeri saat
berkemih. |
c. Istirahat |
: |
jarang
tidur siang dan pada malam hari tidur 5-6 jam, semalam tidur hanya 2 jam karena habis mengaji. |
d. Aktivitas |
: |
Bekerja
mengajar di pondok pesantren
dan kuliah. |
e. Hygiene |
: |
Mandi
2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari, ganti celana dalam 2-3 kali/hari
atau setiap kali basah. |
f. Riwayat
Pernikahan
Ini merupakan pernikahan yang pertama, akan menikah tanggal 2 April 2019, calon suami berusia 27 tahun.
g. Riwayat Hubungan Seksual
Catin wanita mengatakan belum pernah melakukan
hubungan seksual sebelumnya baik dengan pasangan sekarang ataupun pasangan yang
terdahulu.
h. Riwayat
Psikososial Budaya
Keluarga dari dua belah pihak
mendukung pernikahan. Calon
pengantin mengatakan sudah siap secara mental untuk menikah namun ingin menunda kehamilan karena masih kuliah
semester 6. Tidak ada budaya tertentu yang berhubungan dengan
pernikahan.
B. Objektif
1. Pemeriksaan
Umum
Catin Wanita
a. Keadaan
Umum : cukup
b. Kesadaran : composmentis
c. Antropometri :
BB :
38 kg
TB :
144
cm
IMT :
18,326 kg/m2 (underweight)
LILA : 21
cm (Kekurangan Energi Kronik)
d. Tanda-tanda
Vital
TD :
90/60
mmHg
N :
79 x/menit
RR :
20 x/menit
2. Pemeriksaan
Fisik
1) Bentuk
tubuh |
: |
Normal |
2) Mata |
: |
Konjungtiva pucat, sklera putih |
3) Mulut |
: |
Tidak ada cyanosis,
stomatitis, tonsillitis, dan faringitis |
4) Gigi 5) Leher |
: : |
Tidak ada karies Tidak
ada pembesaran kelenjar tiroid |
6)
Dada |
: |
Tidak ada bunyi wheezing dan ronchi |
7)
Payudara |
: |
Tidak ada benjolan, puting susu menonjol |
8)
Ekstremitas |
: |
Tidak oedema, tidak ada varises, refleks patella +/+ |
3. Pemeriksaan
Penunjang
|
Hasil |
Nilai Rujukan |
Interpretasi |
Golongan darah |
: B |
|
|
Rhesus |
: + |
|
|
Hb |
: 10,9 g/dl |
12 – 16 g/dL |
Anemia |
WBC |
: 4500 / µl |
3200-10.000 |
Leukosit normal |
RBC |
: 4,23 x 106/ µl |
3,8-5,0x106 |
Eritrosit normal |
HCT |
: 38,4 % |
35% - 45 % |
Hematokrit normal |
MCV |
: 79 fL |
80 - 100 |
Ukuran RBC mikrositik |
MCH |
: 25,8 pg |
28 - 34 |
Anemia mikrositik |
MCHC |
: 32,6 g/dL |
32 - 36 |
|
PLT |
: 420 X 103 µL |
170 - 380 |
Trombositosis |
PITC |
: non reaktif |
|
|
C. Analisa Data
Wanita
usia subur dengan pranikah dan penundaan
kehamilan
D. Penatalaksanaan
1.
Menjelaskan hasil pemeriksaan pada calon pengantin
bahwa hasil pemeriksaan darah menunjukkan anemia dan hasil pemeriksaan fisik
menunjukkan kekurangan energi kronik, tanda- tanda vital dalam batas normal, catin mengerti dengan penjelasan
yang diberikan.
2.
Menjelaskan risiko kanker payudara dan kanker serviks
pada wanita usia subur, menjelaskan dan mempraktikkan bersama pemeriksaan
payudara sendiri, catin bersediadapat mempraktikkan dan bersedia mempraktikkan
sendiri dirumah secara berkala.
3.
Menjelaskan kepada catin bahwa keputihan
yang dialami merupakan keputihan yang fisiologis. Menganjurkan klien untuk
sering mengganti celana dalam,
menggunakan celana dalam dengan
bahan yang mudah
menyerap keringat seperti berbahan cutton,
tidak perlu menggunakan cairan pembersih genitalia untuk menjaga tingkat
keasaman normal vagina dan tidak perlu menggunakan pantyliner untuk mencegah
agar vagina tidak lembab, klien mengerti dan bersedia melakukan.
4.
Menjelaskan kepada catin bahwa catin berisiko mengalami hipertensi dikarenakan
memiliki keturunan penyakit hipertensi dan menjelaskan dampak buruk dari
hipertensi, catin mengerti penjelasan yang diberikan
5.
Memberikan konseling kelas catin tentang kesehatan reproduksi pranikah,
yaitu :
1)
Konsep pernikahan
2)
Hak reproduksi dan seksual
3)
Persiapan pranikah
4)
Tindak kekerasan yang mengganggu pernikahan
5)
Solusi mengatasi tindakan kekerasan
6)
Bentuk ketidaksetaraan gender dalam rumah tangga
7)
Organ reproduksi perempuan dan organ reproduksi laki-laki
8)
Kehamilan ideal, Metode kontrasepsi, Proses kehamilan
9)
Informasi tentang kehamilan, termasuk tanda-tanda
kehamilan, memeriksakan kehamilan, menjaga kehamilan, menu makanan selama
kehamilan, tanda bahaya kehamilan, kondisi emosional ibu hamil, tips relaksasi
ibu hamil.
10)
Masa subur seorang
perempuan, yaitu dekat dengan pertengahan siklus haid (14 hari sebelum haid
berikutnya atau antara kedua waktu dari siklus terpanjang dikurang 11 dan
siklus terpendek dikurangi 18
11)
Tanda-tanda persalinan,
persalinan di tolong tenaga kesehatan, perawatan pasca persalinan, IMD dan ASI
eksklusif, manfaat ASI
12)
IMS (Infeksi Menular Seksual),
Penularan HIV/AIDS, Kanker pada perempuan, kehidupan seksual suami istri
Catin mengerti penjelasan yang diberikan.
6.
Menjelaskan kepada catin wanita
bahwa status imunisasi TT saat ini sudah T5 yang masa
perlindungannya terhadap tetanus neonatorum adalah seumur hidup, sehingga catin
wanita masih perlu diberikan
suntik imunisasi TT satu kali lagi, catin wanita mengerti keadaannya.
7.
Mendiskusikan tentang penundaan kehamilan, catin sudah membicarakan dengan pasangannya dan
sepakat untuk menunda
kehamilan sampai catin
wanita selesai kuliah (selama 1 tahun).
8.
Mendiskusikan
metode kontrasepsi yang akan digunakan ketika sudah menikah, Nn. M berencana
untuk menggunakan kontrasepsi pil, Nn. M belum membicarakan dengan calon suaminya,
namun calon suami selalu mendukung keputusan yang diambil oleh Nn. M.
9.
Berkolaborasi dengan ahli gizi
terkait KEK yang diderita Nn. M, dengan hasil pemeriksaan Nn. M terkategori
berat badan kurus, advise yang diberikan adalah menjelaskan manfaat kudapan,
anjuran untuk menambah frekuensi makan yaitu makan 3 kali sehari (dengan porsi
nasi, lauk, buah dan sayur) dengan 3 kali kudapan dalam sehari, anjuran minum
susu 2 kali sehari, serta menjelaskan cara mengatur gizi saat berpuasa. Nn. M
mengerti dan bersedia mengikuti anjuran yang diberikan.
10. Berkolaborasi
dengan psikolog terkait kesiapan Nn. M dalam menghadapi pernikahannya. Hasil
pemeriksaan : Nn. M merasa masih kurang siap dalam menghadapi pernikahannya,
Nn. M belakangan ini merasa lelah karena berpuasa setiap dari sejak seminggu
lalu, tidur 2-4 jam sehari karena mengaji, sering mendengar suara yang tidak
bida didengar oleh oranglain, dan beberapa kali mengalami mimpi buruk. Nn. M
merasa calon suaminya terkadang bersikap egois. Advice yang diberikan adalah
Nn. M dianjurkan untuk menjaga pola makan, istirahat cukup, mencurahkan
kekhawatiran kepada orang yang dipercaya, dan belajar untuk mengimbangi sikap
calon suami ketika sudah menikah dengan membicarakan hal-hal yang membuat Nn. M
khawatir.
11. Memberikan terapi tablet tambah darah sebanyak 10 tablet
(60 mg zat besi/tablet) yang dikonsumsi 1 kali sehari, serta menjelaskan
manfaat dan cara meminumnya.
12.
Menganjurkan catin untuk memeriksakan
kesehatan apabila ada keluhan, catin bersedia.
BAB
4
PEMBAHASAN
Pada
kasus ini Nn. M
sedang melakukan persiapan pernikahan. Menurut
Kemenkes (2014), penyelenggaraan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil (prakonsepsi)
atau pranikah bertujuan untuk
menjamin kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat dan
berkualitas, menjamin tercapainya kualitas hidup dan pemenuhan hak-hak
reproduksi. Tidak hanya kesiapan fisik saja, dalam Pelatihan Peer Konselor Kota Depok (2011)
dan Kemenkes (2015), persiapan pernikahan juga
meliputi kesiapan mental/psikologis dan kesiapan sosial ekonomi. Selain itu di
Surabaya telah diatur dalam Surat Edaran Walikota Surabaya perihal Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), beberapa kegiatan program pendampingan 1000
HPK yang berkaitan dengan pranikah adalah dengan pemeriksaan kesehatan calon
pengantin meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium, serta penyuluhan
kesehatan reproduksi calon pengantin.
Berdasarkan
pengkajian data subyektif diperoleh bahwa Nn. M berusia 21 tahun dan pasangannya berusia 27 tahun.
Menurut BKKBN (2017), umur ideal yang matang secara biologis dan psikologis
adalah 20 – 25 tahun bagi wanita dan umur 25 – 30 tahun bagi pria. Sehingga Nn.
M dan pasangannya termasuk pasangan
dengan usia ideal
untuk
menikah. Menurut
Prawirohardjo,
usia reproduksi sehat dan aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35
tahun. Hal ini dikarenakan pada usia <20 tahun secara fisik dan mental ibu
belum kuat yang memungkinkan berisiko lebih besar mengalami anemia, pertumbuhan
janin terhambat, dan persalinan prematur. Sedangkan pada usia ≥35 tahun kondisi
fisik mulai melemah yang memicu terjadinya berbagai komplikasi pada kehamilan,
persalinan, dan masa nifas. Begitupun
pria, disarankan untuk menikah pada usia kurang dari 40 tahun, karena di atas
usia tersebut motilitas, konsentrasi, volume seminal, dan fragmentasi DNA telah mengami penurunan kualitas
sehingga meningkatkan risiko kecacatan janin (RSUA, 2013). Pada kasus ini Nn. M dan pasangannya dikategorikan
sebagai usia ideal untuk merencanakan kehamilan.
Hasil pengkajian riwayat psikososial didapatkan bahwa Nn.
M berencana untuk menunda kehamilan karena masih menjalani perkuliahan semester
6. Keputusan yang dibuat oleh Nn. M sudah didiskusikan dengan pasangannya, pasangannya
setuju untuk menunda kehamilan selama 1 tahun sampai Nn. M selesai kuliah. Nn.
M masih belum memikirkan cara untuk menunda kehamilannya dan metode kontrasepsi
apa yang akan digunakan untuk menunda kehamilannya.
Pada
riwayat menstruasi diperoleh bahwa calon pengantin wanita memiliki siklus haid
27 – 30 hari teratur
tiap bulan, dan lama sekitar 6
– 7 hari. Siklus menstruasi pada wanita normal
berkisar antara 21-32 hari dan hanya 10-15% yang memiliki
siklus menstruasi 28 hari (Proverawati & Misaroh, 2009). Sedangkan untuk
lama menstruasi normalnya
berlangsung 3-7
hari
(Ramaiah, 2006), sementara itu menurut Proverawati dan Misaroh (2009) lama
mestruasi berlangsung selama 3-5 hari dan ada juga yang 7-8 hari. Dengan demikian tidak ada gangguan pada Nn. M terkait menstruasi. Bila ditemukan gangguan menstruasi, baik siklus, lama menstruasi, nyeri
haid berlebihan, maka dapat berakibat pada gangguan kesuburan, abortus berulang, atau keganasan.
Adapun fluor albus yang kadang-kadang dialami Nn. M memiliki
sifat bening,
sebelum menstruasi, tidak gatal, tidak berbau merupakan fisiologis atau normal.
Sebagaimana diungkapkan oleh Saifuddin (2010) bahwa keputihan normal adalah
tidak berbau, berwarna putih, dan tidak gatal apabila berbau, berwarna, dan
gatal dicurigai adanya kemungkinan infeksi alat genital.
Riwayat
kesehatan keluarga ditemukan bahwa ibu
Nn. M
memiliki riwayat penyakit hipertensi. Salah satu penyakit yang dapat diturunkan ialah hipertensi. Riwayat keluarga dengan hipertensi akan
meningkatkan risiko seseorang menderita penyakit tersebut (Cunningham, 2012). Dengan
mengetahui gejala dan faktor risiko hipertensi diharapkan keturunan dari
penderita dapat melakukan pencegahan dengan modifikasi diet/gaya hidup, seperti
pola makan seimbang, olahraga rutin, menghindari stress, olahraga rutin, dan
cek kesehatan secara rutin sehingga dapat terhindar dari hipertensi maupun
komplikasinya (Kemenkes, 2014). Oleh karena itu, calon pengantin dianjurkan untuk melakukan
pola
makan seimbang, mengurangi makanan yang mengandung kolesterol dan kadar garam natrium, mengurangi
makanan cepat saji, mencegah stress berlebihan, menghentikan kebiasan merokok,
melakukan olahraga secara rutin, dan kontol kesehatan secara rutin.
Data
pola fungsional kesehatan, diketahui bahwa Nn. M makan 2 kali sehari dengan porsi sedang (nasi dengan
tahu/tempe/telur), sering mengonsumsi mie instan (seminggu 2 kali),
jarang makan buah dan sayur, sehingga pada pola eliminasi didapatkan kebiasaan
BAB Nn. M
adalah 1
kali sehari, kadang-kadang keras.
Rata-rata konsumsi serat penduduk Indonesia secara umum yaitu 10,5 g/hari
(Depkes 2008). Nilai ini hanya mencapai setengah dari kecukupan serat yang
dianjurkan. Kebutuhan serat yang dianjurkan berdasarkan Angka Kecukupan Gizi
untuk orang dewasa usia 19—29 tahun adalah 32 g/hari untuk perempuan (WNPG,
2012). Serat makanan memiliki kemampuan mengikat air di dalam kolon membuat
volume feses menjadi lebih besar dan akan merangsang saraf pada rektum sehingga
menimbulkan keinginan untuk defekasi. Dengan demikian feses lebih mudah
dieliminir. Pengaruh nyata yang telah dibuktikan adalah bertambahnya volume
feses, melunakkan konsistensi feses dan memperpendek waktu transit di usus
(Kusharto 2006). Buah dan sayur merupakan sumber serat dan antioksidan bagi
tubuh. Apalagi Nn. M jarang mengonsumsi sayur dan buah sehingga bisa jadi
kebutuhan seratnya sangat kurang sehingga mengurangi kemampuan mengikat air di dalam
kolon, sehingga Nn. M mengalami konsistensi BAB yang keras.
. Pada data objektif,
Nn.
M memiliki IMT 18,326 kg/m2 dan LiLA 21
cm. menurut Depkes (2011) IMT
normal adalah
18,5 – 25 kg/m2,
IMT Nn. M termasuk dalam kategori kurus (17,0 – 18,4 kg/m2) dimana
keadaan Nn. M disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat ringan atau
Kekurangan Energi Kronis (KEK) ringan. Ambang batas LiLA WUS dengan risiko KEK di Indonesia
adalah 23,5 cm. Apabila LiLA
< 23,5 cm, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK, dan jika terjadi kehamilan, diperkirakan
akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR) yang mempunyai risiko kematian, gizi
kurang, gangguan pertumbuhan, dan perkembangan anak (Supariasa, dkk, 2014). Status nutrisi pada wanita pranikah
perlu dikaji karena berhubungan dengan kesehatan reproduksi. Kegagalan
mengonsumsi diet yang adekuat dalam masa remaja pranikah dapat menyebabkan
kematangan seksual terlambat yang berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi
ketika wanita memasuki fase pernikahan. Mempertahankan status nutrisi yang baik, mencapai berat badan ideal,
mengontrol gangguan makan, dan mengembangkan kebiasaan diet nutrisi yang
seimbang, dapat membantu mempertahankan kesehatan sistem reproduksi
(Soetjiningsih, 2010). Jika IMT > 30 kg/m2,
dapat meningkatkan komplikasi pada kehamilan seperti preeklamsi, diabetus
gestasional, kelainan kongenital,persalinan preterm, dan lain-lain (Lisa, dkk,
2015).
Pada pemeriksaan
penunjang dilakukan pemeriksaan laboratoriun dan diperoleh hasil Hb Nn. M adalah 10,9 g/dL. Menurut kriteria WHO anemia adalah kadar hemoglobin di bawah
12 g% pada wanita. Berdasarkan kriteria WHO yang direvisi atau kriteria National Cancer Institute,
anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 12 g% pada wanita. Anemia merupakan
tanda adanya penyakit. Anemia selalu merupakan keadaan tidak normal dan harus
dicari penyebabnya (Oehadian, 2012). Anemia defisiensi zat besi dan asam folat merupakan salah satu
masalah masalah kesehatan gizi utama di
Asia Tenggara, termasuk di Indonesia (Ringoringo, 2009). Kasus ini menunjukkan kadar hemoglobin Nn. M termasuk dalam
kategori anemia,
selain itu
ditunjang dengan pemeriksaan pada mata yang menunjukkan konjungtiva tampak
pucat. Sehingga perlu
dilakukan perbaikan kadar hemoglobin bila Nn. M ingin hamil. Pada tatalaksana
diberikan terapi tablet tambah darah sebanyak 10 tablet yang dikonsumsi 1
tablet perhari (komposisi tiap tablet: zat besi 60 mg dan asam folat 400 mcg),
serta menjelaskan manfaat dan cara meminumnya. Menurut Fatimah (2011), saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60
mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis anemia.
Selain itu, hasil
laboratorium menunjukkan HIV Non Reaktif (-).
Pemeriksaan ini dilakukan untuk deteksi dini ada /tidaknya penyakit
menular seksual yang nantinya dapat ditularkan kepada janin jika ibu berencana
untuk hamil. Sesuai dengan panduan dari CDC (center for Disease Control and Prevention) US bahwa deteksi dini
HIV dapat rutin pada wanita dengan sex tidak aman, dan semua wanita yang tidak
memiliki risiko virus HIV. Penyakit HIV dapat ditularkan saat didalam kandungan
melalui aliran darah plasenta yang dapat menyebabkan abortus spontan, IUGR,
kelainan kongenital (Lisa, dkk,2015).
Status
imunisasi Nn. M termasuk dalam status TT5 pada tahun 2006. Nn. M lahir tahun
1997 dan bersekolah SD di Kota Surabaya. Nn. M selalu mengikuti jadwal
imunisasi di sekolahnya, yaitu saat kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 saat di
Sekolah Dasar. Menentukan status TT bertujuan untuk mencapai status maksimal
yaitu TT5, imunisasi ini dilakukan
dengan tujuan agar wanita usia subur
memiliki kekebalan penuh. Dalam hal status imunisasi sudah mencapai status T5 saat pemberian
imunisasi dasar dan lanjutan, maka pemberian imunisasi tetanus toxoid tidak perlu dilakukan saat yang
bersangkutan menjadi calon pengantin (Kemenkes, 2017).
Setelah dilakukan
pengkajian data subjektif dan objektif, maka dilakukan analisis terhadap Nn. M yaitu wanita usia subur dengan pranikah dan penundaan kehamilan. Penatalaksanaan yang
diberikan pada Nn.
M diantaranya dengan pemberian konseling
pranikah yang didalamnya meliputi tentang kesehatan reproduksi, khususnya dengan penundaan kehamilan. Pengetahuan tentang metode kontrasepsi pada calon pengantin dengan penundaan kehamilan sangatlah penting.
Dalam mempersiapkan suatu
kehamilan sangatlah penting bagi pasangan untuk mematangkan persiapan fisik dan
mental. Bagi pasangan yang belum siap akan hal tersebut dapat menunda kehamilan
tersebut. Dalam menunda kehamilan pasangan akan dianjurkan untuk mengikuti
program keluarga berencana (KB) melalui penggunaan alat kontrasepsi. Pemilihan
alat kontrasepsi akan disesuaikan dengan kebutuhan klien. Alat kontrasepsi
ideal yang sebaiknya digunakan oleh pasangan yang ingin menunda kehamilan namun
belum memiliki anak sama sekali adalah alat kontrasepsi yang memiliki
efektivitas yang tinggi dan reversibilitas yang tinggi juga. Beberapa alat
kontrasepsi yang dapat dianjurkan adalah pil, suntikan, metode sederhana,
implant, dan IUD (Saifuddin, 2010). Namun
setiap kontrasepsi yang digunakan memiliki angka kegagalan, sehingga calon
pengantin dengan penundaan kehamilan juga perlu diberikan konseling mengenai
persiapan kehamilan, persalinan, dan masa setelah bersalin (nifas).
Berdasarkan
hasil diskusi pada kasus Nn. M mengenai metode kontrasepsi yang akan digunakan,
diantaranya Pil, suntikan, dan metode kalender. Nn. M menginginkan kontrasepsi
yang cepat mengambalikan kesuburan, menurut kabar yang beredar di lingkungan
Nn. M, kontrasepsi suntikan bila dipakai sebelum hamil, akan menyebabkan
kekeringan pada rahim, sehingga Nn. M tidak menginginkan menggunakan
kontrasepsi suntikan. Penulis sudah meluruskan mitos tersebut dan sudah
diberikan konseling kontrasepsi suntikan yaitu efek samping, wanita yang bisa
dan tidak bisa menggunakan kontrasepsi suntik, efektivitas, dan lain-lain.
Setelah diberikan konseling kontrasepsi metode kalender, Nn. M tidak berencana
menggunakannya karena merasa tidak yakin dapat melakukannya. Nn. M berencana
menggunakan kontrasepsi jenis pil. Pil merupakan obat pencegahan kehamilan yang
diminum dan dapat diberikan pada wanita yang menginginkan penundaan kehamilan
sementara atau untuk menghindari kehamilan pertama.
Penatalaksanaan
lain yang dilakukan adalah berkolaborasi dengan ahli gizi terkait hasil
pemeriksaan status gizi pada Nn. M yang termasuk dalam kategori kurus dan KEK,
serta berkolaborasi dengan psikolog untuk menilai kesiapan Nn. M dalam menghadapi
pernikahannya. Hasil kolaborasi dengan ahli gizi adalah anjuran untuk
menambah frekuensi makan yaitu makan 3 kali sehari (dengan porsi nasi, lauk,
buah dan sayur) dengan 3 kali kudapan dalam sehari, anjuran minum susu 2 kali
sehari, serta menjelaskan cara mengatur gizi saat berpuasa. Hal ini juga dapat
meningkatkan kadar hemoglobin Nn. M. Karena berdasarkan teori, diperlukan
status gizi yang baik sebelum mengalami kehamilan adalah penting, dan kadar
hemoglobin dalam tubuh harus dalam kategori normal bila seorang wanita ingin
melakukan kehamilan.
Asuhan yang diberikan kepada Nn.
M sudah diberikan sesuai dengan kebutuhan. Nn. M merencanakan penundaan
kehamilan karena ingin menyelesaikan masa perkuliahannya terlebih dahulu,
disamping itu hasil pemeriksaan menunjukkan Nn. M masih belum ideal untuk
melakukan kehamilan karena status gizi kurang. Sehingga selama melakukan
penundaan kehamilan, Nn. M dapat memperbaiki status gizinya terlebih dahulu,
supaya saat siap untuk hamil status gizi Nn. M termasuk kategori gizi baik.
Masih terdapat kekurangan dalam asuhan ini karena asuhan yanng diberikan hanya
kepada salah satu calon pengantin saja, sedangkan akan lebih baik bila
diberikan asuhan kepada kedua calon pengantin. Hal ini terjadi karena pasangan
Nn. M tidak berdomisili di wilayah binaan puskesmas Tanah Kalikedinding. Namun
Nn. M bersedia untuk menyampaikan hasil konseling kepada pasangannya.
Bidan sebagai garis depan
pemberian asuhan di masyarakat, perlu mempersiapkan pasangan calon pengantin
untuk menghadapi kehamilan, persalinan, dan masa nifas agar terhindar dari
masalah yang tidak diharapkan. Maka bidan berperan dalam asuhan 1000 hari
pertama kehidupan agar pasangan suami istri bisa menghasilkan anak yang
berkualitas, selain itu suami istri tersebut siap berperan menjadi orangtua.
BAB 5
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Nn. M usia 21 tahun dengan
persiapan pernikahan dan penundaan
kehamilan. Keputusan untuk menunda
kehamilan selama 1 tahun karena Nn. M masih berkuliah semester 6 dan ingin
menyelesaikan terlebih dahulu pendidikannya. Selain itu berdasarkan hasil pengkajian data subjektif
dan objektif, Nn. M termasuk status gizi kurang sehingga dengan melakukan
penundaan kehamilan, Nn. M bisa memperbaiki status gizinya menjadi gizi baik
dan siap menjalani kehamilan.
Hasil analisis dari
kasus ini berdasarkan hasil pengkajian data subjektif dan objektif pada Nn. M yaitu pasangan usia subur dengan
persiapan pernikahan dan penundaan
kehamilan. Sehingga, tata laksana yang diberikan, selain persiapan pernikahan
sesuai panduan calon pengantin yang telah ditetapkan oleh Kemenkes, juga
diberikan tambahan konseling
untuk menetapkan metode kontrasepsi apa ynag akan digunakan Nn. M
dan pasangannya. Akan tetapi tetap
diberikan konseling mengenai persiapan kehamilan karena setiap kontrasepsi yang
digunakan memiliki angka kegagalan, sehingga tidak menutup kemungkinan akan
terjadi kehamilan pada Nn. M. Sehingga, dengan tata laksana yang
sesuai diharapkan dapat membantu
pasangan calon pengantin mencapai tujuan secara optimal yakni dapat melakukan penundaan kehamilan sampai Nn. M selesai
kuliah dan memperbaiki status gizi Nn. M sebelum memasuki tahap kehamilan.
5.2.
Saran
5.2.1 Bagi Calon Pengantin
Diupayakan untuk terus melaksanakan anjuran yang
diberikan tenaga kesehatan agar tujuan mendapatkan keturunan sehat dapat
dicapai.
5.2.2 Bagi Tenaga Kesehatan
Pemberian asuhan kebidanan
pada masa pra konsepsi harus dipertahankan dan terus ditingkatkan secara
berkelanjutan hingga mencapai tujuan generasi platinum.
5.2.3 Bagi Pemerintah
Pemberian
asuhan kebidanan pada masa pra konsepsi harus terus ditingkatkan, seperti
menambah cek kesehatan (TORCH) dan pemberian vaksin sebelum pranikah seperti
HPV dan Hepatitis B yang dapat ditanggung oleh pemerintah.
DAFTAR
PUSTAKA
Agustina, W. 2015. Respon Imun pada
Penderita Asma Selama Kehamilan. Jurnal Ilmu Kesehatan. 4 (1). 58 – 66.
Amarudin. 2012. Pengaruh Merokok Terhadap Kualitas Sperma
Pada Pria dengan Masalah Infertilitas Studi Kasus Kontrol di Jakarta tahun
2011. Tesis. Jakarta: Univeritas Indonesia.
Ambarita,
E. M., dkk. 2014. Hubungan Asupan Serat
Makanan dan Air dengan Pola Defekasi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor. Jurnal
Gizi dan Pangan. 9 (1): 7 – 14.
American Society
for Reproductive Medicine. 2012. Age and
Fertility. Alabama: American Society for Reproductive Medicine.
BKKBN. 2009. Pedoman Pelayanan KB
dalam Jaminan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: BKKBN.
BKKBN.
2014. Modul pengajaran mempersiapkan
kehamilan yang sehat. BKKBN dan UMM. Diakses dari http://dp2m.umm.ac.
id/files/ file/informasi%20progra%20insentif%20
ristek/modul%20pengajaran%20menjaga%20 kehamila%20sehat.pdf. tanggal 1 April
2018.
BKKBN. 2017. BKKBN: Usia Pernikahan
Ideal 21 – 25 Tahun. Diunduh di https://www.bkkbn.go.id/detailpost/bkkbn-usia-pernikahan-ideal-21-25-tahun. Diakses pada 1 April 2018.
Budiman. 2011. Hubungan Usia, Kebiasaan Merokok,
Kebiasaan Minum Alkohol, Dan Konsumsi Obat-obatan dengan Kualitas Sperma Di
Fertility Centre RSIA Melinda Bandung. Skripsi.
CDC. 2006. Recommendation to improve preconception health and health
care- United state : a report of the CDC/ATSDR preconception care work grup and
the select panel on preconception care.
Depkes.
2008. Kegemukan Akibat Kurang Serat. http://www.depkes.go.id [Agustus 2013].
Depkes. 2011. Petunjuk Teknis
Pemantauan Status Gizi Orang Dewasa dengan Indeks Massa Tubuh (IMT).
Jakarta: Depkes RI.
Dinkes Prov. Jawa Timur. 2015. Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Surabaya: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur.
Effendy, N. 2010. Dasar-dasar
Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Fatimah, S. 2011. Pola Konsumsi Ibu
Hamil dan Hubungannya dengan Kejadian Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Sains dan
Teknologi. 7 (3) : 137 – 152.
Felicia, dkk. 2015. Hubungan Status
Gizi dengan Siklus Menstruasi pada Remaja Putri di PSIK FK Unsrat Manado. Ejournal
Keperawatan (e-Kp). 3 (1): 1 – 7.
Fitriyah,
Imroatul. 2014. Gambaran Perilaku Higiene Menstruasi pada Remaja Putri di
Sekolah Dasar Negeri di Wilayah Kerja Puskesmas Pisangan. Skripsi : FK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Handayani, R., dkk. 2010. Hubungan Lamanya Pemakaian Kontrasepsi Suntik DMPA dengan Kembalinya
Kesuburan pada Post Akseptor KB Suntik DMPA. Bidan Prada: Jurnal Ilmiah
Kebidanan. 1 (1): 16 – 27.
Hawkins, A. J., dkk. 2015. Is
Couple and Relationship Education Effective for Love Income Participants? A
Meta-Analytic Study. Journal of Family Psychology. 29 (1): 59 – 68.
Idrissi, K. E., dkk. 2015. Effecr
of Physical Activity on Sex Hormones in Women: A Systematic Review and
Meta-Analysis of randomize Controlled Trials. Breast Cancer Research. 17
(139): 4 – 11.
Imanda,
R. Desvita. 2016. Menjalani Pernikahan antar Ras. Vol.5, No.2. Jurnal Empati.
Pp.378-384
Indriani,
Nanien. 2012. Analisis Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Preeklampsia/Eklampsia pada Ibu Bersalin di Rumah Sakit Umum
Daerah Kardinah kota Tegal Tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Program Studi Kebidanan Komunitas. Depok.
Katherine, C., dkk. 2013. Preconception
Care: Among Maryland Women Giving Birth 2009 – 2011. Article. Maryland
Departement of Health and Mental Hygine Center for Maternal and Child Health.
Kemenkes RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes. 2012. Buletin Jendela
Data dan Informasi Kesehatan Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal. Jakarta:
Kemenkes RI.
Kemenkes. 2014. Infodatin Diabetes
Melitus. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI.
Kemenkes. 2014. Infodatin
Hipertensi. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI.
Kemenkes. 2015. Kesehatan dalam
Kerangka Sustainable Development Goals (SDGs). Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes. 2015. Kesehatan
Reproduksi dan Seksual Bagi Calon Pengantin. Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes. 2016. Buku Panduan Germas
(Gerakan Masyarakan Hidup Sehat). Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes. 2017. Buku Saku Bagi
Penyuluh Pernikahan Kesehatan Reproduksi Calon Pengantin: Menuju Keluarga Sehat.
Jakarta: Kementrian Kesehatan dan Kementerian Agama.
Kertamuda, E. F. 2009. Konseling
Pernikahan untuk Keluarga di Indonesia. Jakarta: Salemba Humanika.
Khaidir M. 2006. Penilaian Tingkat Fertilitas Dan Penatalaksanaannya Pada
Pria. Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2006, I (1). Page 30-34.
Komalig,
dkk. 2008. Faktor Lingkungan yang dapat
Meningkatkan Resiko Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik. Vol. 7, No.2.
Jurnal Ekologi Kesehatan. Pp. 747-757
Kurniawan, L. B. 2016. Patofisiologi,
Skrining, dan Diagnosis Laboratorium Diabetes Melitus Gestasional. CDK-246.
43 (11): 811 – 813.
Kusharto
CM. 2006. Serat Makanan dan Peranannya bagi Kesehatan. Jurnal Gizi dan Pangan,
1(2), 45—54.
Kusmiran, Eny. 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta
: Salemba Medika
Laming, C. Y., dkk. 2013. Hubungan
Tinggi Badan dengan Ukuran Lebar Panggul pada Mahasiswi Angkatan 2010 Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Jurnal e-Biomedik. 1 (1): 178 – 183.
Latifah M, dkk.
2002a. Gaya Hidup Sehat (Buku Ajar
Berwawasan Pola Hidup Sehat untuk Siswa Sekolah Dasar Kelas 3). Kerjasama
Pusat Kurikulus Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dengan Lembaga
Penelitian IPB. Bogor.
Lisa, dkk. 2015. Preconception Care
and Reproductive Planning in Primary Care.Medical The Clinics.
Manuaba,
I.B.G., dkk. 2010. Ilmu Kebidanan
Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta : EGC
Mariana, W., dkk. 2013. Hubungan
Status Gizi dengan Kejadian Anemia pada
Remaja Putri di SMK Swadaya Wilayah Kerja Puskesmas Karangdoro Kota Semarang
Tahun 2013. Jurnal Kebidanan. 2 (4): 35 – 42.
Maryam, S. 2016.
Gizi dalam Kesehatan Reproduksi.
Jakarta: Salemba Medika.
McGrath, J.J., dkk. 2014. A
Comprehensive Assessment of Parental Age and Psychiatric Disorders. JAMA
Psychiatry. 7 (3): 301 – 309.
Mirza, M. 2008. Panduan Lengkap
Kehamilan. Jogjakarta: Kata Hati.
Newman. 2006. Developmental Through
Life, A Psychosocial Approach (9th Edition). USA: Timson Higher
Education.
Nurul, C. 2013. Panduan Super
Lengkap Kehamilan Kelahiran dan Tumbuh Kembang Anak. Surakarta: Ahad Books.
Nurwidayant,
L., dkk. 2013 Analisis Pengaruh Paparan
Asap Rokok di Rumah pada Wanita terhadap Kejadian Hipertensi. Jurnal
Berkala Epidemiologi. 1 (2): 244 – 253.
Oehadian, A.
2012. Pendekatan Klinis dan Diagnosis
Anemia. CDK-194. 3 (6): 408 – 412.
Ojieh, A.E. 2012.
Constipation in pregnancy and the effect
of vegetable consumption in different socio-economic class in Warri, Delta
state. Journal of Medical and Applied Biosciences; 1
Pemerintah Kota Depok. 2011. Pendewasaan
Usia Perkawinan (PUP) dan Persiapan Pranikah..Pelatihan Peer Konselor Kota
Depok.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014
tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum
Hamil, Masa Hamil, Persalinan, Dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan
Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual. Kementrian Kesehatan
RI, 2014.
PMK No. 41 tahun 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang.
PMK No. 97 tahun 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,
Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi,
serta Pelayanan Kesehatan Seksual.
Pradono,
J., dkk. 2003. Perokok Pasif Bencana yang
Terlupakan. Buletin Penelitin Kesehatan. 31 (4) : 211 – 222.
Prawirohardjo,
S. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Proverawati, A. dan Misaroh. 2009. Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta:
Nuha Medika
Purnawati, D., dkk. 2012. Konsumsi
Jamu Ibu Hamil sebagai Faktor Risiko Asfiksia Bayi Baru Lahir. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional. 6 (6): 267 – 272.
Purwandari. 2011. Permulaan
Kehidupan Manusia (Perkembangan Pranatal). Bahan Materi Kuliah. FIP.
Yogyakarta: UNY.
Ramaiah, S. 2006. Mengatasi Gangguan Menstruasi. Yogyakarta: Medika.
Reeder, M., dkk. 2011. Keperawatan
Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi, dan Keluarga. Volume 2. Edisi 18.
Jakarta: EGC.
Reeder, Sharon J., Martin LL., and Griffin K. 2011. Keperawatan Maternitas : Kesehatan Wanita, Bayi, dan Keluarga (Ed
18) Vol 1 (Yti A, Imami NR, dan Sri Djuwatiningsih, penerjemah). Jakarta : EGC
Ringoringo, H. P. 2009. Insidens
Defisiensi Besi dan Anemia Defisiensi Besi pada Bayi Berusia 0 – 12 Bulan di
Banjarbaru Kalimantan Selatan: Studi Kohort Prospektif. Sari Pediatri. 11
(1): 8 – 14.
Rochjati, P. 2011. Skrining
Antenatal pada Ibu Hamil. Surabaya: Airlangga University Press.
RSUA. 2013. Penyebab Infertilitas
pada Pria dan Wanita. Artikel. Web RSUA. Diunduh dari http://rumahsakit.unair.ac.id/dokumen/Penyebab%20
Infertilitas%20pada%20Pria%20dan%20Wanita.pdf. pada
tanggal 1 April 2018.
Sa’adah, N., dkk. 2016. Hubungan
Karakteristik dan Perilaku Berisiko Pasangan Infertil di Klinik Fertilitas dan
Bayi Tabung Tiara Citra Rumah Sakit Putri Surabaya. Jurnal Biometrika dan
Kependudukan. 5 (1): 61 – 69.
Saifuddin, A. B., dkk. 2010. Buku
Panduan Praktis Pelayana Kontrasepsi. Jakarta: PT Binda Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Santoso
BI, Hardinsyah, Siregar P, & Pardede SO. 2011. Air bagi Kesehatan. Centra
Communications, Jakarta.
Sari, F., dkk. 2013. Kesiapan
Menikah pada Dewasa Muda dan Pengaruhnya terhadap Usia Menikah. Jurnal Ilmu
Keluarga dan Konsumen. 6 (3): 143 – 153.
Setiawan, E. 2017. Kamus Besar
Bahasa Indonesia Online versi 2.0.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Kemdikbud. /. Diakses pada 1 April 2018 di
https://www.kbbi.web.id.
Soetjiningsih,
2010. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : CV Sagung Seto.
Sofian, Amru,
(2011). Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri
Patologi Ed.3, Jilid 1, Jakarta : EGC.
Sugiarto, dkk. 2017. Laboratorium
Keterampilan Klinis Buku Manual Keterampilan Klinis Dasar Pemeriksaan Fisik
Untuk Semester 1. Solo: FK UNS.
Suhaemi. 2010. Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Demam Tyfoid di RSUD Syekh Yusuf Kab. Gowa. Skripsi.
Makassar: Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Sukaesih, Sri.
2012. Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Pengetahuan Ibu Hamil Mengenai Tanda Bahaya dalam Kehamilan di Puskesmas
Tegal Selatan Kota Tegal Tahun 2012. Skripsi. Program Sarjana Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Supariasa, I. D.
N., B. dkk. 2014. Penilaian Status Gizi.
Jakarta: EGC.
SUPAS. 2015. Profil Penduduk
IndonesiaHasil SUPAS 2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Triningtyas, D. A., dkk. 2017. Konseling
Pranikah: Sebuah Upaya Meredukasi Budaya Pernikahan Dini di Kecamatan Pulung
Kabupaten Ponorogo. Jurnal Konseling Indonesia. 3 (1): 28 – 32.
Tudiver, F., dkk. 2008. Pregnancy
and Psyvological Preparation for Parenthood. Canadian Family Physician. 28:
1564 – 1568.
Uliyah, dkk. 2009. Buku Ajar
Kebutuhan Dasar Manusia (KDM). Jakarta: Salemba Medika.
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan
Kebidnan. Volume 1. Jakarta: EGC.
Walikota Surabaya. 20117. Instruksi
Walikota Surabaya No. 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan
dan Penyuluhan Kesehatan Resproduksi Calon Pengantin. Surabaya.
Walikota Surabaya. Surat Edaran Nomor 094/3151/436.7.2/2017 perihal
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS).
Wein, dkk. 2012. Chambell-Walsh
Urology.10th Editiion. Philadelphia: Saunders Elsevier.
Wicaksono, dkk. 2017. Sindrom Nefrotik
dalam Kehamilan. Vol. 44, No.8. Laporan Kasus
Wijayanti, T., dkk. 2014. Seropositif
Toxoplasmosis Kucing Liar pada Tempat-tempat Umum di Kabupaten Banjar Negara.BALABA.
10 (02): 59 – 64.
Willis, S. S. 2009. Konseling
Keluarga. Bandung: Alfabeta.
Winardi, B. 2016. Konsep Asuhan
Kebidanan pada Masa Prakonsepsi. Bahan Ajar Perkuliahan Pendidikan Bidan FK
UNAIR.
WNPG
(Widyakarya Pangan dan Gizi X). 2012. Pemantapan Ketahanan Pangan Perbaikan
Gizi Berbasis Kemandirian dan Kearifan Lokal. Jakarta: 20−21 November 2012.
World Health Organization. Meeting
to Develop a Global Consensus on Preconception Care to Reduce Maternal and
Childhood Mortality and Morbidity. Geneva. 2012.
Wulandari, P. Y. 2006. Efektivitas
Senam Hamil dalam Menurunkan Kecemasan Menghadapi Persalinan Pertama. Diakses
pada: http://rac.uii.ac.id tanggal 1 April 2018.
Yusuf, Y., dkk. 2014. Hubungan
Pengetahuan Menarche dengan Kesiapan Remaka Putri Menghadapi Menarche di SMP
Negeri 3 Tidore Kepulauan. Artikel Publikasi. Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.
Zulaekha. 2013. Bimbingan Konseling
Pra Nikah bafi “Calon Pengantin” di BP4 KUA Kec. Mranggen (Studi Analisis
Bimbingan Konseling Perkawinan. Skripsi. Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
Semarang: Insitut Agama Islam Negeri Walisongo.
Komentar
Posting Komentar