Langsung ke konten utama

LAPORAN KOMPREHENSIF ASUHAN KEBIDANAN PRANIKAH PADA CALON PENGANTIN DENGAN PENUNDAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS T.K

 

PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang

Menurut data Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015, AKI di Indonesia masih tinggi jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, yaitu sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan kesepakatan global Sustainable Development Goals (SDGs) menargetkan AKI di Indonesia dapat turun menjadi 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih jauh dari target SDGs sehingga perlu upaya yang lebih besar untuk menurunkan AKI agar  mencapai target SDGs di tahun 2030. (Kemenkes, 2015)  Adapun jumlah AKI di Kota Surabaya pada tahun 2014 merupakan tertinggi di Jawa Timur (Dinkes Prov. Jatim, 2015).

Salah satu penyebab AKI adalah karena minimnya pengetahuan perempuan, khususnya ibu hamil yang disebabkan oleh minimnya informasi yang diterima (Depkes RI, 2017). Penurunan AKI merupakan hasil dari pelayanan kesehatan khususnya pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang dilaksanakan secara komprehensif dan terpadu, mencakup upaya promotif, preventif, sekaligus kuratif dan rehabilitatif. Upaya promotif yang berkaitan dengan KIA salah satunya adalah pelayanan kesehatan masa sebelum hamil atau masa prakonsepsi yang dilakukan untuk mempersiapkan perempuan dalam menjalani kehamilan dan persalinan yang sehat dan selamat serta memperoleh bayi yang sehat. Menurut Permenkes RI no 97 tahun 2014, pelayanan kesehatan masa sebelum hamil dilakukan pada remaja, calon pengantin, dan/atau pasangan usia subur.

Selain itu saat akan memasuki masa kehamilan, diperlukan kesiapan pasangan baik secara fisik, psikis, maupun secara sosial. Persiapan mental dapat dilakukan dengan mengikuti kursus calon pengantin sehingga calon pengantin mendapatkan bimbingan sebelum memasuki kehidupan yang baru. Persiapan sosial sebaiknya disesuaikan dengan agama, sosial, dan budaya yang akan dihadapi. Persiapan sosial ini berkaitan dengan interaksi yang dilakukan dengan sesama keluarga dan msyarakat di lingkungan tempat tinggal baru (BKKBN, 2013). Salah satu indikasi calon pengantin dikatakan sehat adalah yang memiliki kesehatan reproduksi yang baik (Kemenkes RI, 2015). Kedua calon pengantin mempunyai hak yang sama dalam menentukan jumlah anak, jarak kehamilan, serta menentukan waktu kelahiran dan tempat bersalin (Kemenkes RI, 2015). Dengan kesehatan reproduksi yang telah disiapkan semenjak pranikah dapat menurunkan kehamilan tidak diinginkan dan juga mengurangi adanya kelainan yang terjadi pada saat hamil, bersalin, maupun nifas.

Tidak semua pasangan yang baru menikah ingin langsung hamil. Jika pasangan ingin menunda kehamilan, maka perlu dipaparkan mengenai kontrasepsi. Pasangan perlu merencanakan kontrasepsi apa yang akan digunakan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan pasangan (Kemenkes RI, 2015). Penelitian tahun 2017 mengenai penggunaan kontrasepsi pada remaja perempuan kawin di Indonesia (Analisis Riskesdas 2013) menunjukkan proporsi sebesar 54,2 %. Hal ini dipengaruhi oleh umur, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi dan penggunaan jaminan kesehatan.

Berbagai penelitian sudah sejak lama membuktikan mengenai manfaat persiapan pranikah dalam membantu pasangan membangun hubungan jangka panjang yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan anak (Hawkins, et al, 2015).  Penelitian Varney (2007) menyebutkan bahwa apabila pelayanan kesehatan dan persiapan dilakukan setelah masa konsepsi, kemungkinan akan mengakibatkan keterlambatan dalam mencegah kecacatan janin, kejadian bayi berat lahir rendah, dan kematian janin. Oleh karena itu, program persiapan pranikah juga menjadi penting dalam penundaan kehamilan. Dengan demikan, bidan sebagai ujung tombak kesehatan ibu dan anak memiliki peran penting dalam memberikan edukasi pada calon pengantin dalam asuhan kebidanan pranikah.

 

1.2         Tujuan

1.2.1   Tujuan umum

Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengimplementasikan asuhan kebidanan pranikah pada calon pengantin dengan penundaan kehamilan menggunakan pola pikir manajemen kebidanan serta mendokumentasikan hasil asuhannya dalam bentuk SOAP.

1.2.2   Tujuan khusus

Mahasiswa mampu dengan benar :

a.    Menjelaskan mengenai teori dan konsep dasar asuhan pranikah pada calon pengantin dengan penundaan kehamilan.

b.    Mengintegrasikan teori dan manajemen asuhan kebidanan serta mengimplementasikannya pada kasus yang dihadapi, yang meliputi:

1)        Melakukan pengkajian data subjektif dan objektif pranikah pada calon pengantin dengan penundaan kehamilan.

2)        Melakukan analisis data yang telah diperoleh untuk merumuskan diagnosa dan masalah aktual pada calon pengantin dengan penundaan kehamilan.

3)        Melakukan identifikasi diagnosa dan masalah potensial pada calon pengantin dengan penundaan kehamilan.

4)        Mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera dan rujukan pada calon pengantin dengan penundaan kehamilan.

5)        Menyusun rencana asuhan kebidanan pranikah pada calon pengantin dengan penundaan kehamilan.

6)        Melaksanakan rencana asuhan kebidanan pranikah pada calon pengantin dengan penundaan kehamilan yang telah disusun.

7)        Melakukan evaluasi hasil asuhan yang telah dilakukan pada calon pengantin dengan penundaan kehamilan.

8)        Melakukan dokumentasi asuhan kebidanan yang telah diberikan pada calon pengantin dengan penundaan kehamilan.

9)        Menganalisis asuhan kebidanan pranikah pada calon pengantin dengan penundaan kehamilan yang telah dilaksanakan dengan teori yang ada.

 

1.3         Manfaat

1.3.1    Bagi mahasiswa

Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai pelayanan kesehatan prakonsepsi serta kemampuan untuk memberikan asuhan pada masalah kesehatan prakonsepsi.

1.3.2    Bagi intansi pendidikan

Menambah referensi bagi dunia pendidikan kebidanan dan dapat digunakan sebagai data dasar untuk melaksanakan asuhan kebidanan pada prakonsepsi.

1.3.3    Bagi masyarakat

Memberikan informasi tentang masalah kesehatan berhubungan dengan prakonsepsi sehingga diharapkan dapat dilakukan deteksi dini dan kasus penyimpangan dapat berkurang.


 

 

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1.   Konsep Dasar Pranikah (Calon Pengantin)

2.1.1.      Definisi pranikah

Kata dasar dari pranikah ialah “nikah” yang merupakan ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama. Imbuhan kata pra yang memiliki makna sebelum, sehingga arti dari pranikah adalah sebelum menikah atau sebelum adanyanya ikatan perkawinan (lahir batin) antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri (Setiawan, 2017).

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan batas usia 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan.  Akat tetapi, berdasarkan UU No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, usia kurang dari 18 tahun masih tergolong anak-anak. Oleh karena itu, BKKBN memberikan batasan usia pernikahan 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun untuk pria.  Selain itu, umur ideal yang matang secara biologis dan psikologis adalah 20 – 25 tahun bagi wanita dan umur 25 – 30 tahun bagi pria (BKKBN, 2017). Sedangkan, pasangan yang  akan melangsungkan pernikahan/akad perkawinan disebut calon pengantin (Setiawan, 2017).

2.1.2.      Syarat-syarat pernikahan

Perkawinan terjadi apabila memenuhi syarat-syarat perkawinan sebagaimana  tercantum dalam Pasal 6 dan Pasal 7 UUP. Di dalam Pasal 6 dikemukakan sebagai berikut:

1.    Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

2.    Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur dua  puluh satu tahun harus mendapat izin kedua orang.

3.    Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

4.    Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan keluarga/ yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.

5.    Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang lebih di antara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah terlebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.

6.    Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.

2.1.3.      Tujuan asuhan pranikah

Menurut Kemenkes (2014), penyelenggaraan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil (prakonsepsi) atau pranikah bertujuan untuk:

a.       Menjamin kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas;

b.      Mengurangi angka kesakitan dan angka kematian ibu dan bayi baru lahir;

c.       Menjamin tercapainya kualitas hidup dan pemenuhan hak-hak reproduksi; dan

d.      Mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang bermutu, aman, dan bermanfaat sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

 

2.1.4.      Persiapan pranikah

Dalam Pelatihan Peer Konselor Kota Depok (2011) dan Kemenkes (2015), persiapan pernikahan meliputi kesiapan fisik, kesiapan mental/psikologis dan kesiapan sosial ekonomi.

1.      Kesiapan Fisik

Secara umum, seorang individu dikatakan siap secara fisik apabila telah selesai fase pertumbuhan tubuh yaitu sekitar usia 20 tahun. Persiapan fisik pranikah meliputi pemeriksaan status kesehatan, status gizi, dan laboratorium (darah rutin dan yang dianjurkan).

2.      Kesiapan Mental/Psikologis

Dalam sebuah pernikahan, individu diharapkan suda merasa siap untuk mempunyai anak dan siap menjadi orang tua termasuk mengasuh dan mendidik anak.

3.      Kesiapan Sosial Ekonomi

Dalam menjalankan sebuah keluarga, anak yang dilahirkan tidak hanya membutuhkan kasih sayang orang tua namun juga sarana yang baik untuk membuatnya tumbuh dan berkembang dengan baik. Status sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi status gizi calon ibu, seperti status sosial ekonomi yang kurang dapat meningkatkan risiko terjadi KEK dan anemia.

2.1.5.      Pemeriksaan kesehatan pranikah (premarital Check Up)

Pemeriksaan kesehatan pranikah (premarital check up) adalah sekumpulan pemeriksaan untuk memastikan status kesehatan kedua calon mempelai laki-laki dan perempuan yang hendak menikah, terutama untuk mendeteksi adanya penyakit menular, menahun, atau diturunkan yang dapat mempengaruhi kesuburan pasangan maupun kesehatan janin. Dengan melakukan pemeriksaan kesehatan pranikah berarti kita dan pasangan dapat melakukan tindakan pencegahan terhadap masalah kesehatan terkait kesuburan dan penyakit yang diturunkan secara genetik. Namun tidak hanya pemeriksaan fisik saja, mental serta sosial ekonomi juga perlu dipersiapkan.

Masih banyak pasangan di Indonesia yang menganggap bahwa pemeriksaan kesehatan sebelum menikah tidaklah penting. Padahal pemeriksaan ini sangat diperlukan mengetahui kesehatan reproduksi kedua belah pihak, untuk mengetahui kesiapan masing-masing untuk mempunyai anak. Selain itu juga sebagai bentuk pencegahan terhadap penyakit terutama penyakit keturunan dan penyakit menular seksual (PMS), seperti HIV/AIDS. Sebagian jenis penyakit keturunan antara lain:

a.       Talasemia, yaitu sejenis anemia bersifat haemolyobik yang menurun dan terdapat dalam satu lingkaran keluarga. Dalam penyakit ini, sang ayah dan ibu bebas dari penyakit, tetapi semua anak-anak terkena pembiakan yang cepat pada butir-butir darah merah. Hal ini menyebabkan mereka kekurangan darah. Mereka membutuhkan donor secara teratur sepanjang hidupnya. Jenis penyakit ini termasuk berbahaya dan setiap saat membunuh penderita.

b.      Hemofolia, yaitu penyakit darah dimana darah kurang mempunyai daya beku, sehingga mudah terjadi pendarahan terus menerus. Luka sedikit saja mungkin akan banyak menyebabkan pendarahan. Penyakit keturunan ini akan berpindah melalui perempuan, akan tetapi penyakitnya diderita oleh anak laki-laki dan bukan anak perempuan. Satu bentuk penyakit yang sulit ditemukan obatnya.

c.       RH Faktor, yaitu penyakit kekurangan darah. Penyakit keturunan ini akan terjadi jika darah sang ibu yang negatif bertentangan dengan darah sang suami yang positif. Jika anak lahir dengan selamat, maka bayi itu akan menderita keracunan darah, dan sebagian dari anak-anak tersebut perlu pencucian darah secara total sekurang-kurang sebulan sekali.

Pemeriksaan kesehatan pranikah dapat dilakukan kapanpun, selama pernikahan belum berlangsung. Namun idealnya pemeriksaan kesehatan pranikah dilakukan enam bulan sebelum dilangsungkannya pernikahan. Pertimbangannya, jika ada sesuatu masalah pada hasil pemeriksaan kesehatan kedua calon mempelai, masih ada cukup waktu untuk konseling atau pengobatan terhadap penyakit yang diderita. Dengan demikian, Jangan sampai timbul penyesalan setelah menikah, hanya gara-gara penyakit yang sebenarnya bisa disembuhkan jauh-jauh hari. Contohnya, setelah menikah ternyata harus berkali-kali mengalami keguguran akibat toksoplasmosis yang sebenarnya bisa disembuhkan dari dulu.

 

2.1.6.      Manfaat pemeriksaan kesehatan pranikah (Premarital Check Up)

Tujuan utama melakukan pemeriksaan kesehatan pranikah adalah untuk membangun keluarga sehat sejahtera dengan mengetahui kemungkinan kondisi kesehatan anak yang akan dilahirkan (riwayat kesehatan kedua belah pihak), termasuk soal genetik, penyakit kronis, penyakit infeksi yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan keturunan bukan karena kecurigaan dan juga bukan untuk mengetahui keperawanan.

Manfaat tes kesehatan sebelum menikah antara lain:

a.       Sebagai tindakan pencegahan yang sangat efektif untuk mengatasi timbulnya penyakit keturunan dan penyakit berbahaya lain yang berpotensi menular.

b.      Sebagai tindakan pencegahan yang efektif untuk membendung penyebaran penyakit-penyakit menular yang berbahaya di tengah masyarakat. Hal ini juga akan berpengaruh positif bagi kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat.

c.       Sebagai upaya untuk menjamin lahirnya keturunan yang sehat dan berkualitas secara fisik dan mental. Sebab, dengan tes kesehatan ini akan diketahui secara dini tentang berbagai penyakit keturunan yang diderita oleh kedua calon mempelai.

d.      Mengetahui tingkat kesuburan masing-masing calon mempelai.

e.       Memastikan tidak adanya berbagai kekurangan fisik maupun psikologis pada diri masing-masing calon mempelai yang dapat menghambat tercapainya tujuan-tujuan mulia pernikahan.

f.       Memastikan tidak adanya penyakit-penyakit berbahaya yang mengancam keharmonisan dan keberlangsungan hidup kedua mempelai setelah pernikahan terjadi.

g.      Sebagai upaya untuk memberikan jaminan tidak adanya bahaya yang mengancam kesehatan masing-masing mempelai yang akan ditimbulkan oleh persentuhan atau hubungan seksual di antara mereka (Walgito, 2002).

2.1.7.      Pelayanan kesehatan pranikah

Pelayanan kesehatan sebelum hamil di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK No. 97 tahun 2014) dan telah tertulis dalam buku saku kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin maupun bagi penyuluhnya yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI. Pemerintah baik daerah provinsi maupun kabupaten/kota telah menjamin ketersediaan sumber daya kesehatan, sarana, prasarana, dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebelum hamil sesuai standar yang telah ditentukan. Di Surabaya telah diatur dalam Surat Edaran Walikota Surabaya perihal Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), beberapa kegiatan program pendampingan 1000 HPK yang berkaitan dengan pranikah adalah dengan pemeriksaan kesehatan calon pengantin meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium, serta penyuluhan kesehatan reproduksi calon pengantin.

Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil dilakukan untuk mempersiapkan perempuan dalam menjalani kehamilan dan persalinan yang sehat dan selamat serta memperoleh bayi yang sehat. Pelayanan kesehatan masa sebelum hami sebagaimana yang dimaksud dilakukan pada remaja, calon pengantin, dan pasangan usia subur (PMK No. 97 tahun 2014).  Menurut Kemernkes (2015) dan PMK No. 97 tahun 2014, kegiatan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil atau persiapan pranikah sebagaimana yang dimaksud meliputi:

1.      Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan minimal meliputi pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, suhu, nadi, dan laju nafas) dan pemeriksaan status gizi (menanggulangi masalah kurang energi kronis (KEK) dan pemeriksaan status anemia). Penilaian status gizi seseorang dapat ditentukan dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT) berdasarkan PMK RI Nomor 41 Tahun 2014  tentang Pedoman Gizi Seimbang, sebagai berikut:


IMT = BB(kg) / [TB(m)]2


Keterangan:

BB = Berat Badan (kg)

TB = Tinggi Badan (m)

Dari hasil perhitungan tersebut dapat diklasifikasikan status gizinya sebagai berikut:

 

Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi berdasarkan IMT

 

Kategori

IMT

Kurus

Kekurangan berat badan tingkat berat

< 17,0

Kekurangan berat badan tingkat ringan

17,0 – 18,4

Normal

 

18,5 – 25,0

Gemuk

Kelebihan berat badan tingkat ringan

25,1 – 27,0

Kelebihan berat badan tingkat berat

> 27,0

Sumber: Depkes, 2011; Supariasa, dkk, 2014.

Jika seseorang termasuk kategori :

a.    IMT < 17,0: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat berat atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat.

b.    IMT 17,0 – 18,4: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat ringan atau KEK ringan (Depkes, 2011).

Menurut Supariasa, dkk (2014), pengukuran LiLA pada kelompok Wanita Usia Subur (usia 15 – 45 tahun) adalah salah satu deteksi dini yang mudah untuk mengetahui kelompok berisiko Kekurangan Energi Kronis (KEK). Ambang batas LiLA WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila LiLA < 23,5 cm atau dibagian merah pita LiLA, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR), BBLR mempunyai risiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan perkembangan anak (Supariasa, dkk, 2014).

2.      Pemeriksaan penunjang

Pelayanan kesehatan yang dilakukan berdasarkan indikasi medis, terdiri atas pemeriksaan darah rutin, darah yang dianjurkan, dan pemeriksaan urin yang diuraikan sebagai berikut (Kemenkes, 2015):

a.       Pemeriksaan darah rutin

Meliputi pemeriksaan hemoglobin dan golongan darah. Pemeriksaan hemoglobin untuk mengetahaui status anemia seseorang. Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya satu atau lebih parameter sel darah merah: konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Menurut kriteria WHO anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Berdasarkan kriteria WHO yang direvisi/ kriteria National Cancer Institute, anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 14 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Kriteria ini digunakan untuk evaluasi anemia pada penderita dengan keganasan. Anemia merupakan tanda adanya penyakit. Anemia selalu merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya (Oehadian, 2012). Anemia defisiensi zat besi dan asam folat merupakan salah satu masalah masalah kesehatan gizi  utama di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia (Ringoringo, 2009). Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis anemia (Fatimah, 2011).

b.      Pemeriksaan darah yang dianjurkan

Meliputi gula darah sewaktu, skrining thalassemia, malaria (daerah endemis), hepatitis B, hepatitis C, TORCH (Toxoplasma, rubella, ciromegalovirus, dan herpes simpleks), IMS (sifilis), dan HIV, serta pemeriksaan lainnya sesuai dengan indikasi.

1)      Pemeriksaan gula darah

Kadar gula darah yang tinggi atau penyakit diabetes dapat mempengaruhi fungsi seksual, mesnstruasi tidak teratur (diabetes tipe 1), meningkatkan risiko mengalami Polycystic ovarian syndrome (PCOS) pada diabetes tipe 2, inkontensia urine, neuropati, gangguan vaskuler, dan keluhan psikologis yang berpengaruh dalam patogenesis terjadinya penurunan libido, sulit terangsang, penurunan lubrikasi vagina, disfungsi orgasme, dan dyspareunia. Selain itu diabetes juga berkaitan erat dengan komplikasi selama kehamilan seperti meningkatnya kebutuhan seksio sesarea, meningkatnya risiko ketonemia, preeklampsia, dan infeksi traktus urinaria, serta meningkatnya gangguan perinatal (makrosomia, hipoglikemia, neonatus, dan ikterus neonatorum) (Kurniawan, 2016).

2)      Pemeriksaan hepatitis

Penyakit yang menyerang organ hati dan disebabkan oleh virus hepatitis B, ditandai dengan peradangan hati akut atau menahin yang dapat berkembang menjadi sirosis hepatis (pengerasan hati) atau kanker hati. Gejala hepatitis B adalah terlihat kuning pada bagian putih mata dan pada kulit, mual, muntah, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, dan demam. Dampak hepatitis B pada kehamilan dapat menyebabkan terjadinya abortus, premature, dan IUFD. Dapat dicegah dengan melaksukan vaksinasi dan menghindari hal-hal yang menularkan hepatitis B (Kemenkes, 2017). Cara penularan hepatitis B melalui darah atau cairan tubuh yang terinfeksi, hubungan seksual dengan penderita hepatitis B, penggunaan jarum sutik bersama, dan proses penularan dapat ditularkan dari ibu hamil penderita hepatitis B ke janinnya.

3)      Pemeriksaan TORCH

Suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi toxoplasma gondii, rubella, cytomegalovirus (CMV), dan herpes simplex virus II (HSV II). Dapat ditularkan melalui:

a)      Konsumsi makanan dan sayuran yang tidak terlalu  bersih dan tidak dimasak dengan sempurna atau setengah matang

b)      Penularan dari ibu ke janin

c)      Kotoran yang terinfeksi virus TORCH (kucing, anjing, kelelawar, burung

Dampak TORCH bagi kesehatan dapat menimbulkan masalah kesuburan baik wanita maupun laki-laki sehingga menyebabkan sulit terjadinya kehamilan, kecacatan janin, dan risiko keguguran, kecacatan pada janin seperti kelainan pada syaraf, mata, otak, paru, telinga, dan terganggunya fungsi motoric.

4)      Pemeriksaan IMS (Infeksi Menular Seksual)

Penyakit infeksi yang dapt ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit yang tergolong dalam IMS seperti sifilis,gonorea, klamidia, kondiloma akuminata, herpes genitalis, HIV, dan hepatitis B, dan lain-lain. Gejala umum infeksi menular seksual (IMS) pada perempuan:

a)      Keputihan dengan jumlah yang banyak, berbau, berwarna, dan gatal

b)      Gatal di sekitar vagina dan anus

c)      Adanya benjolan, bintil, kulit, atau jerawat di sekitar vagina atau anus

d)     Nyeri di bagian bawah perut yang kambuhan, tetapi tidak berhubungan dengan menstruasi

e)      Keluar darah setelah berhubungan seksual

f)       Demam

 

Gejala umum infeksi menular seksual pada laki-laki:

a)      Kencing bernanah, sakit, perih atau panas ppada saat kencing

b)      Adanya bintil atau kulit luka atau koreng sekitar penis dan selangkangan paha

c)      Pembengkakan dan sakit di buah zakar

d)     Gatal di sekitar alat kelamin

e)      Demam

Dampak infeksi menular seksual yaitu kondisi kesehatan menutun, mudah tertular  HIV/AIDS. Mandul, keguguran, hamil di luar kandungan, cacar bawaan janin, kelainan penglihatan, kelainan syaraf, kanker serviks, dan kanker organ seksual lainnya.

5)      Pemeriksaan HIV

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang dan melemahkan sistem pertahanan tubuh untuk melawan infeksi sehingga tubuh mudah tertular berbagai penyakit. AIDS (Acquire Immuno Deficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala dan tanda penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Seseorang yang menderita HIV, tidak langsung menjadi AIDS dalam kurun waktu 5 – 10 tahun. Penularan HIV di dapatkan di dalam darah dan cairan tubuh lainnya (cairan sperma, cairan vagina, dan air susu ibu). Cara penularan HIV melalui:

a)      Hubungan seksual dengan orang yang telah terinfeksi HIV.

b)      Penggunaaan jarum suntik bersama-sama dengan orang yang sudah terinfeksi HIV (alat suntik, alat tindik, dan alat tato).

c)      Ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dikandungnya. Penularan dapat terjadi selama kehamilan, saat melahirkan, dan saat menyusui.

d)     Transfusi darah atau produk darah lainnya yang terkontaminasi HIV.

Semua orang bisa berisiko tertular HIV, tetapi risiko tinggi terdapat pada pekerja seksual, pelanggan seksual, homoseksual (sesame jenis kelamin), dan penggunaan narkoba suntik. Cara pencegahan penularan HIV – AIDS dapat dilakukan dengan ABCDE yaitu:

a)      Abstinence (tidak berhubungan seksual)

b)      Be faithful (saling setia, tidak berganti pasangan)

c)      Use Condom (menggunakan kondom jika memiliki perilaku seksual berisiko)

d)     No Drugs (tidak menggunakan obat-obat terlarang, seperti narkotika, zat adiktif, tidak berbagi jarum (suntik, tindik, tato) dengan siapapun.

e)      Education (membekali informasi yang benar tentang HIV/AIDS)

c.       Pemeriksaan urin rutin

Urinalissis atau tes urin rutin digunakan untuk mengetahui fungsi ginjal dan mengetahui adanya infeksi pada ginjal atau saluran kemih.

3.      Pemerian imunisasi

Pemberian imunisasi dilakukan dalam upaya pencegahan dan perlindungan terhadap penyakit tetanus, sehingga akan memiliki kekebalan seumur hidup untuk melindungi ibu dan bayi terhadap penyakit tetanus. Pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT) dilakukan untuk mencapai status T5 hasil pemberian imunisasi dasar dan lanjutan. Status T5 sebagaimana dimaksud ditujukkan agar wanita usia subur memiliki kekebalan penuh. Dalam hal status imunisasi belum mencapai status T5 saat pemberian imunisasi dasar dan lanjutan, maka pemberian imunisasi tetanus toxoid dapat dilakukan saat yang bersangkutan menjadi calon pengantin.

 

 

Tabel 2.2 Perlindungan Status Imunisasi TT

Status TT

Interval Pemberian

Lama Perlindungan

TT 1

 

Langkah awal pembentukan kekebalan tubuh terhadap penyakit Tetanus

TT II

4 minggu setelah TT 1

3 tahun

TT III

6 bulan setelah TT II

5 tahun

TT IV

1 tahun setelah TT III

10 tahun

TT V

1 tahun setelah TT IV

> 25 tahun *)

Sumber: Kemenkes, 2017.

*) Yang dimaksud dengan masa perlindungan > 25 tahun adalah apabila telah mendapatkan imunisasi TT lengkap mulai dari TT 1 sampai TT 5.

Tabel 2.3 Skrining Status TT Wanita Usia Subur

No.

Riwayat Imunisasi TT

Pernah/Tidak Diimunisasi DPT/DPT-HB/Dt/Td/TT

Kesimpulan Status TT

A.

Riwayat Imunisasi DPT-HB saat bayi:

 

 

Bayi yang lahir mulai tahun 1990 status TTnya dihitung TT II

 

 

B.

Riwayat BIAS

 

 

1

Untuk WUS yag lahir antara tahun 1973 s.d 1976

 

 

 

a. Kelas 6 (2 dosis)

 

 

2

Untuk WUS yang lahir antara 1977 s/d 1987

 

 

a.     Kelas 6 (2 dosis)

 

 

b.     Kelas 6 (2 dosis)

 

 

3

Untuk WUS yang lahir tahun 1988

 

 

a. Kelas 1

 

 

b. Kelas 5

 

 

c. Kelas 6

 

 

4

Untuk WUS yang lahir tahun 1989

 

 

a. Kelas 1

 

 

b. Kelas 4

 

 

c. Kelas 5

 

 

d. Kelas 6

 

 

5

 

 

 

 

 

 

 

6

Untuk WUS yang lahir tahun 1990

 

 

a. Kelas 1

 

 

b. Kelas 3

 

 

c. Kelas 4

 

 

d. Kelas 5

 

 

e. Kelas 6

 

 

Untuk WUS yang lahir tahun 1991

 

 

a. Kelas 1

 

 

b. Kelas 2

 

 

c. Kelas 3

 

 

d. Kelas 4

 

 

7

Untuk WUS yang lahir tahun 1992 s/d sekarang

 

 

a. Kelas 1

 

 

b. Kelas 2

 

 

c. Kelas 3

 

 

C

Saat Calon Pengantin

 

 

D

Saat Hamil

 

 

a. Hamil 1

 

 

b. Hamil 2

 

 

c. Hamil 3

 

 

d. Hamil 4

 

 

E

Lain-lain (Kegiatan Kampanye/Ori Difteri)

Contoh: saat SMA tahun 2003 – 2005, dan akselerasi WUS di Bangkalan dan Sumenep (2009 – 2010), Ori Difteri 2011, Sub PIN Difteri 2012

 

 

Sumber: Kemenkes, 2014.

Keterangan tabel:

a.       Bagi WUS yang lahir sebelum tahun 1973, pertanyaan yang diajukan hanya pada riwayat calon pengantin (C), Hamil (D), dan lain-lain (E).

b.      Vaksinasi DPT 3 dosis dimulai sejak 1977 s.d sekarang

c.       Vaksinasi anak SD/MI (BIAS) DT dan TT tahun 1984 – 1997: kelas 1 laki-laki dan perempuan (DT 2 dosis) dan kelas 6 perempuan

d.      Vaksinasi anak SD/MI (BIAS) DT dan TT tahun 1998 – 2000: kelas 1 (DT) s/d 2 – 6 (TT)

e.       Vaksinasi anak SD/MI (BIAS) DT dan TT tahun 2001 – sekarang: kelas 1, 2, dan 3.

f.       Vaksinasi catin dan ibu hamil (2 dosis) dimulai sejak tahun 1984 s/d 2000 – tahun 2001 s/d sekarang harus diskrining terlebih dahulu

g.      Interval minimal pemberian TT: TT 1 ke TT 2 = 4 minggu, TT 2 ke TT 3 = 6 bulan, TT 3 ke TT 4 = 1 tahun, TT 4 ke TT 5 = 1 tahun.

4.      Suplementasi gizi

Peningkatan status gizi calon pengantin terutama perempuan melalui penanggulangan KEK (Kekurangan Energi Kronis) dan anemia gizi besi, serta defisiensi asam folat. Dilaksanakan dalam bentuk pemberian edukasi gizi seimbang dan tablet tambah darah.

5.      Konseling/Konsultasi kesehatan pranikah

      Konseling pranikah dikenal dengan sebutan pendidikan pranikah, konseling edukatif pranikah, terapi pranikah, maupun program persiapan pernikahan. Konseling pranikah merupakan suatu proses konseling yang diberikan kepada calon pasangan untuk mengenal, memahami dan menerima agar mereka siap secara lahir dan batin sebelum memutuskan untuk menempuh suatu perkawinan (Triningtyas, dkk, 2017).

      Bimbingan konseling pra nikah merupakan kegiatan yang diselenggarakan kepada pihak-pihak yang belum menikah, sehubungan dengan rencana pernikahannya. Pihak-pihak tersebut datang ke konselor untuk membuat keputusannya agar lebih mantap dan dapat melakukan penyesuaian di kemudian hari secara baik (Latipun, 2010). Konseling pernikahan atau yang biasa disebut marriage counseling merupakan upaya membantu pasangan calon pengantin. Konseling pernikahan ini dilakukan oleh konselor yang professional. Tujuannya agar mereka dapat berkembang dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya melalui cara-cara yang saling menghargai, toleransi, dan komunikasi, agar dapat tercapai motivasi berkeluarga, perkembangan, kemandirian, dan kesejahteraan seluruh anggota keluarganya (Willis, 2009).

      Konseling pernikahan juga disebut dengan terapi untuk pasangan yang akan menikah. Terapi tersebut digunakan untuk membantu pasangan agar saling memahami, dapat memecahkan masalah dan konflik secara sehat, saling menghargai perbedaan, dan dapat meningkatkan komunikasi yang baik (Kertamuda, 2009). Bimbingan konseling pra nikah mempunyai objek yaitu calon pasangan suami istri dan anggota keluarga calon suami istri. Calon suami istri atau lebih tepatnya pasangan laki-laki dan perempuan yang dalam perkembangan hidupnya baik secara fisik maupun psikis sudah siap dan sepakat untuk menjalin hubungan ke jenjang yang lebih serius (pernikahan). Anggota keluarga calon suami istri yaitu individu-individu yang mempunyai hubungan keluarga dekat, baik dari pihak suami maupun istri (Zulaekha, 2013).

      Menurut Kemenkes (2015), informasi pranikah yang dibutuhkan sebelum memasuki jenjang pernikahan meliputi:

1.      Kesehatan reproduksi

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. Catin perlu mengetahui mengetahui informasi kesehatan reproduksi untuk menjalankan proses fungsi perilaku reproduksi yang sehat dan aman.

Catin perempuan akan menjadi calon ibu yang harus mempersiapkan kehamilannya agar dapat melahirkan anak yang sehat dan berkualitas. Catin laki-laki akan menjadi calon ayah yang harus memiliki kesehatan yang baik dan berpartisipasi dalam perencanaan keluarga, seperti menggunakan alat kontrasepsi serta mendukung kehamilan dan persalinan yang aman. Laki-laki dan perempuan mempunyai risiko masalah kesehatan reproduksi terhadap penularan penyakit. Perempuan lebih rentan terhadap masalah kesehatan reproduksi yang terjadi pada saat berhubungan seksual,hamil, melahirkan, nifas, keguguran, dan pemakaian alat kontrasepsi, karena struktur alat reproduksinya lebih rentan secara sosial maupun fisik terhadap penularan infeksi menular seksual. Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menjaga kesehatan reproduksi.

2.      Hak dan kesehatan reproduksi seksual

Hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap laki-laki dan perempuan yang berkaitan dengan kehidupan reproduksinya. Hak inii menjamin setiap pasangan dan individu untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah, jarak, dan waktu memiliki anak serta untuk memperoleh informasi kesehatan reproduksi. Informasi yang perlu diketahui natra lain:

1)      Kesehatan reproduksi, permasalahan, dan cara mengatasinya.

2)      Penyakit menular seksual, agar perempuan dan laki-laki terlindung dari infeksi meular seksual (IMS), HIV – AIDS, dan infeksi saluran reproduksi (ISR), serta memahamicara penularannya, upaya pencegahan, dan pengobatan.

3)      Pelayanan Keluarga Berencana (KB) yang aman, efektif, terjangkau, dapat diterima, sesuai dengan pilihan, dan tanpa paksaan serta mengetahui dan memahami efek samping dan komplikasi dari masing-masinng alat dan obat kontrasepsi.

4)      Catin laki-laki dan perempuan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang dibutuhkan. Catin perempuan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang dibutuhkan agar sehat dan selamat dalam menjalani kehamilan, persalinan, nifas, serta memperoleh bayi yang sehat.

5)      Hubungan suami istri harus didasari rasa cinta dan kasih sayang, saling menghargai dan menghormati pasangangan, serta dilakukan dalam kondisi dan waktu yang diinginkan bersama tanpa unsur pemaksaan, ancaman, dan kekerasan.

Perilaku yang harus dihindari dalam aktivitas seksual antara lain:

a.       Melakukan hubungan seksual pada saat menstruasi dan masa nifas

b.      Melakukan hubungan seksual melalui dubur dan mulut karena berisiko dalam penularan penyakit dan merusakorgan reproduksi.

3.      Kesetaraan gender dalam kesehatan reproduksi

Gender adalah pembagian dalam peran kedudukan dan tugas antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat laki-laki dan perempuan yang dianggap pantas sesuai norma, adat istiadat, kepercayaan atau kebiasaan masyarakat. Kesetaraan gender adalah suatu dan kondisi (kualitas hidup) adalah sama, laki-laki dan perempuan bebas mengembangkan kemampuan personil mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa dibatasi oleh stereotip, peran gender yang kaku. Penerapan kesetaraan gender dalam pernikahan:

a.       Pernikahan yang ideal dapat terjadi ketika perempuan dan laki-laki dapat saling menghormati dan menghargai satu sama lain, misalnya:

 Dalam mengambil keputusan dalam rumah tangga dilakukan secara bersama dan tidak memaksakan ego masing-masing

1)      Suami-istri saling membantu dalam pekerjaan rumah tangga, pengasuhan, dan pendidikan anak.

2)      Kehamilan merupakan tanggung jawab bersama laki-laki dan perempuan.

3)      Laki-laki mendukung terlaksananya pemberian ASI eksklusif

b.      Pernikahan yang bahagia harus terbebas dari hal-hal di bawah ini:

1)      Kekerasan secara fisik (memukul, menampar, menjambak rambut, menyudut dengan rokok, melukai, dan lain-lain)

2)      Kekerasan secara psikis (selingkuh, menghina, komentar-komentar yang merendahkan, membentak, mengancam, dan lain-lain)

3)      Kekerasan seksual

4)      Penelantaran rumah tangga.

4.      Cara merawat organ reproduksi

Untuk menjaga kesehatn dan fungsi organ reproduksi perlu dilakukan perawatan baik pada laki-laki dan perempuan, antara lain:

1)      Pakaian dalam diganti minimal 2 kali sehari.

2)      Menggunakan pakaian dalam yang menyerap keringat dan cairan.

3)      Bersihkan organ kelamin sampai bersih dan kering.

4)      Menggunakan celana yang tidak ketat

5)      Membersihkan organ kelamin setelah BAK dan BAB.

Cara merawat organ reproduksi perempuan antara lain:

a.       Bersihkan organ kelamin dari depan ke belakang dengan menggunakan air bersih dan dikeringkan.

b.      Sebaiknya tidak menggunakan cairan pembilas vagina karena dapat membunuh bakteri baik dalam vagina dan memicu tumbuhnya jamur.

c.       Pilihlah pembalut berkualitas yang lembut dan mempunyai daya serap tinggi. Jangan memakai pembalut dalam waktu lama. Saat menstruasi, ganti pembalut sesering mungkin.

d.      Jika sering keputihan, berbau, berwarna, dan terasa gatal, serta keluhan organ reproduksi lainnya segera memeriksakan diri ke petugas kesehatan.

Cara merawat organ reproduksi laki-laki antara lain:

1)      Menjaga kebersihan organ kelamin

2)      Dianjurkan sunat untuk menjaga kebersihan kulup kulit luar yang menutup penis.

3)      Jika ada keluhan pada organ kelamin dan daerah sekitar kelamin segera memeriksakan diri ke petugas kesehatan.

2.1.8.      Konseling pranikah

Konseling pranikah adalah layanan pemberian bantuan yang dapat diberikan kepada individu sebelum melangsungkan pernikahan. Pasangan dapat memperoleh bimbingan dan bantuan melalui konselor dalam konseling pranikah yang secara khusus bertujuan mencegah segala kesulitan yang akan dihadapi di dalam pernikahan (Valentina, 2012)."Pemeriksaan dan konseling kesehatan bagi calon suami istri penting dilakukan, terutama untuk mengetahui kemungkinan kondisi kesehatan anak yang akan dilahirkan. Dengan pemeriksaan itu, dapat diketahui riwayat kesehatan kedua belah pihak, termasuk soal genetik, penyakit kronis, hingga penyakit infeksi yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan keturunan” (Permadi, 2011).

Berdasarkan buku saku kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin yang diterbitkan Kemenkes RI tahun 2015, konseling yang diberikan antara lain:

a.       Filosofi Pernikahan

b.      Informasi Pra Nikah

1)        Kesehatan Reproduksi

2)        Hak Reproduksi dan Seksual (Hak yang sama untuk memutuskan kapan akan mempunyai anak).

3)        Organ Reproduksi Perempuan dan Laki-laki

4)        Persiapan Pra Nikah

c.       Ketidaksetaraan Gender dalam Pernikahan

1)        Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)

2)        Bentuk Ketidaksetaraan Gender dalam Kehidupan Berumah tangga

d.      Informasi tentang Kehamilan, Persalinan dan Nifas

1)        Kehamilan (Menunda kehamilan dengan kontrasepsi yang tepat, tanda-tanda kehamilan, cara menghitung usia kehamilan dan menentukan taksiran persalinan, memeriksa kehamilan, proses kehamilan, menjaga kehamilan, nutrisi makanan ibu hamil, kehamilan dan persalinan berisiko, tanda bahaya kehamilan, kesehatan jiwa ibu hamil)

2)        Program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi dan buku KIA.

3)        Persalinan (tanda ibu akan melahirkan, persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, perawatan pasca persalinan).

4)        Pemberian ASI (Inisiasi Menyusu Dini, Manfaat pemberian ASI).

e.       Informasi tentang infeksi menular seksual, infeksi saluran reproduksi dan HIV/AIDS.

f.       Informasi tentang deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara.

g.      Informasi tentang gangguan dalam kehidupan seksual suami istri

h.      Mitos pada perkawinan.

 

2.2.   Konsep Dasar Penundaan Kehamilan

2.2.1.      Definisi prakonsepsi

Asuhan pada masa prakonsepsi yaitu pemberian intervensi kesehatan biomedis, perilaku dan sosial kepada wanita dan pasangan sebelum terjadi pembuahan atau konsepsi. Asuhan ini bertujuan untuk memperbaiki status kesehatan mereka, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dan mengurangi perilaku dan faktor individu dan lingkungan yang berkontribusi terhadap hasil kesehatan ibu dan anak yang buruk (WHO, 2013).

Menurut varney  didalam buku ajar asuhan kebidanan (2007) perawatan prakonsepsi memiliki banyak keuntungan dan variasi, antara lain memungkinkan identifikasi penyakit medis yang diderita, kesiapan psikologis, keadaan lingkungan sekitar bahkan persiapan keuangan. Sasaran konseling prakonsepsi adalah pasangan calon pengantin, pasangan suami istri yang merencanakan kehamilan, remaja putri yang sudah memasuki remaja akhir (Kemenkes, 2014).

2.2.2.      Persiapan prakonsepsi

Persiapan prakonsepsi meliputi upaya preventif yaitu konseling prakonsepsi. Banyak yang dapat mempengaruhi prognosis bayi yang dapat diketahui sebelum kehamilan, selain wanita yang bersangkutan mendapatkan nasihat menegani resiko juga dapat diatawarkan intervensi yng mungkin dapat memeprbaiki prognosis kehamilan. Untuk itulah konseling dan intervensi harus diberikan sebelum konsepsi (Cunningham, 2012). Konseling yang dapat diberikan diantaranya:

a.       Konseling spesifik tentang perawatan prakonsepsi

Konseling prakonsepsi dimulai tentang persiapan secara fisik maupun psikologis seorang wanita atau pasangannya dalam mengasuh dan membesarkan anak. Pembahasan ini mencakup topik-topik seperti usia reproduksi sehat untuk laki-laki dan wanita serta penjelsan mengenai siklus menstruasi berkenaan dengan penghitungan masa subur.

b.      Usia reproduksi wanita

Usia reproduksi ideal wanita adalah 20 -35 tahun. Penelitian menunjukkan  bahwa wanita yang hamil di bawah usia 20 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami preeklamsia dan plasenta previa (Stickler, 2014). Wanita dengan usia lebih dari 35 tahun akan mengalami penurunan fertilitas, kemungkinan hamil menjadi 77% pada wanita usia 35 tahun, dan dan turun menjadi 53% pada usia 40 tahun (Health Canada, 2005). Wanita yang hamil di atas 35 tahun juga lebih berisiko mengalami keguguran, kelainan kromoson janin seperti Down Syndrome, kehamilan kembar, dipertensi, diabetes, plasenta previa, solusio plasenta, persalinan tindakan, persalinan premature dan BBLR (Ontarios maternal, newborn and Early Child Development Resource Center & The Halton Region Health Department, 2007).

c.       Usia reproduktif laki-laki

Laki – laki umumnya masih tetap mampu bereproduksi sampai usia sekitar 60 – 70 tahun. Namun, semakin tua usia laki – laki, semakin banyak jumlah sperma yang mengalami abnormalitas bentuk, gerakan, dan kecacatan genetik. Laki – laki yang terlalu tua juga umumnya mengeluarkan terlalu sedikit sperma atau tidak ada sperma sama sekali (Health canada, 2005). Disarankan pria untuk memiliki anak pada usia kurang dari 40 tahun, karena di atas usia tersebut motilitas, konsentrasi, volume seminal, dan fragmentai DNA telah mengami penurunan kualitas sehingga meningkatkan risiko kecacatan janin (Harris, 2011).

d.      Fisiologi Menstruasi

Menstruasi yang pertama kali disebut menarche. Pada wanita yang sehat dan tidak hamil setiap bulan secara teratur mengeluarkan darah dari alat kandunganya, dan disebut haid (Manuaba, 2010). Usia saat anak perempuan mulai mendapat menstruasi pertama kali (menarche) sangat bervariasi. Menarche, biasanya terjadi pada usia 12-13 tahun. Terdapat 4 fase selama siklus menstruasi yakni:

1)      Fase Menstruasi

Fase menstruasi adalah fase dimana luruhnya sel ovum matang yang tidak dibuahi bersamaan dengan dinding endometrium yang robek. Hanya lapisan tipis yang tinggal yang disebut stratum basale. Fase ini umumnya terjadi 4 hari. Banyaknya pendarahan selama haid normal ±50cc.

2)      Fase Poliferasi

Fase Poliferasi ini ditandai dengan menurunnya hormon progresteron sehingga memicu kelenjar hipofisis untuk mensekresikan FSH dan merangsang folikel dalam ovarium, sehingga dapat membuat hormon estrogen diproduksi kembali. Sel folikel berkembang menjadi folikel degraff yang matang dan menghasilkan hormon estrogen yang merangsang keluarnya LH dari hipofisis. Estrogen dapat menghambat sekresi FSH tetapi dapat memperbaiki dinding endometrium yang robek. Fase poliferasi yaitu suatu fase yang menunjukkan waktu (masa) ketika ovarium beraktivitas membentuk dan mematangkan folikel-folikelnya serta uterus beraktivitas menumbuhkan lapisan endometriumnya yang mulai pulih dan dibentuk pada fase regenerasi atau pasca haid. Pada siklus haid klasik, fase poliferasi berlangsung setelah pendarahan haid berakhir, dimulai pada hari ke-5 sampai hari 14 (terjadinya fase ovulasi). Fase ovulasi berguna untuk menumbuhkan lapisan endometrium uteri agar siap menerima sel ovum yang telah dibuahi oleh sel sperma, sebagai persiapan terjadinya proses kehamilan.

3)      Fase Ovulasi

Fase ovulasi atau fase luteal dinamakan juga fase sekresi atau fase prahaid, yaitu suatu fase yang menunjukkan waktu ketika ovarium beraktivitas membentuk korpus luteum dari sisa-sisa folikel-folikel matangnya (folikel degraaf) yang sudah mengeluarkan sel ovumnya pada saat terjadi ovulasi dan menghasilkan hormon progesteron yang akan digunakan sebagai penunjang lapisan endometrium uteri untuk bersiap-siap menerima hasil konsepsi (jika terjadi kehamilan) atau melakukan proses deskuamasi dan penghambatan masuknya sperma (jika tidak terjadinya kehamilan). Pada hari ke-14 (setelah terjadinya proses ovulasi) sampai hari ke-28, berlangsung fase luteal. Fase ovulasi ditandai dengan sekresi LH (luteinizing hormone) yang memacu matangnya sel ovum pada hari ke-14 sesudah menstruasi. Sel ovum yang matang akan meninggalkan folikel dan folikel akan mengkerut dan berubah menjadi corpus luteum. Corpus luteum berfungsi untuk menghasilkan hormon progesteron yang berfungsi untuk mempertebal dinding endometrium yang kaya akan pembuluh darah.

4)      Fase pasca ovulasi atau fase sekresi

Fase sekresi ditandai dengan corpus luteum yang mengecil atau menghilang dan berubah menjadi corpus albicans yang berfungsi untuk menghambat sekresi hormon estrogen dan progesteron sehingga hipofisis aktif mensekresikan FSH (folikel stimulating hormone) dan LH (luteinizing hormone). Sekresi progesteron yang terhenti menyebabkan penebalan dinding endometrium akan terhenti sehingga menyebabkan endometrium mengering dan robek, maka terjadi fase perdarahan atau menstruasi.

 

e.       Nutrisi

Mempertahankan status nutrisi yang baik sebelum mengalami kehamilan sangatlah penting. Mencapai berat badan ideal, mengontrol gangguan makan, dan mengembangkan kebiasaan diet nutrisi yang seimbang merupakan persiapan bagi pertumbuhan bayi sehat dan pencegahan berat lahir rendah. Perujukan ke ahli gizi diperlukan bagi wanita yang menghadapi defisit nutrisi utama atau obesitas. Bagi wanita yang menghadapi gangguan makan, akan diperlukan evaluasi psikologis, dan wanita tersebut disarankan untuk menunda kehamilan sampai ia mendapatkan perawatan dan mengonsumsi diet sehat.

Wanita usia subur sebaiknya mengonsumsi suplemen asam folat sekurang-kurangnya 0,4 mg setiap hari untuk mengurangi risiko mendapatkan bayi yang mengalami spina bifida atau defek pada saluran saraf lainnya (Varney, 2007). Konseling nutrisi pada calon ibu hamil diantaranya stabilisasi kadar hemoglobin dalam tubuh.

2.2.3.      Konseling Keluarga Berencana pada pasangan dengan penundaan kehamilan

Dalam mempersiapkan suatu kehamilan sangatlah penting bagi pasangan untuk mematangkan persiapan fisik dan mental. Bagi pasangan yang belum siap akan hal tersebut dapat menunda kehamilan tersebut. Dalam menunda kehamilan pasangan akan dianjurkan untuk mengikuti program keluarga berencana (KB) melalui penggunaan alat kontrasepsi. Pemilihan alat kontrasepsi akan disesuaikan dengan kebutuhan klien. Alat kontrasepsi ideal yang sebaiknya digunakan oleh pasangan yang ingin menunda kehamilan namun belum memiliki anak sama sekali adalah alat kontrasepsi yang memiliki efektivitas yang tinggi dan reversibilitas yang tinggi juga. Beberapa alat kontrasepsi yang dapat dianjurkan adalah pil, suntikan, metode sederhana (Saifuddin, 2010).

1)        Pil

Pil adalah obat pencegah kehamilan yang diminum. Pil diperuntukkan bagi wanita yang tidak hamil dan menginginkan cara pencegah kehamilan sementara yang paling efektif bila diminum secara teratur. Minum pil dapat dimulai segera sesudah terjadinya keguguran, setelah menstruasi, atau pada masa post-partum bagi para ibu yang tidak menyusui bayinya.

Pil dapat digunakan untuk menghindari kehamilan pertama atau menjarangkan waktu kehamilan-kehamilan berikutnya sesuai dengan keinginan wanita. Berdasarkan atas bukti-bukti yang ada dewasa ini, pil itu dapat diminum secara aman selama bertahun-tahun. Tetapi, bagi wanita-wanita yang telah mempunyai anak yang cukup dan pasti tidak lagi menginginkan kehamilan selanjutnya, cara-cara jangka panjang lainnya seperti spiral atau sterilisasi, hendaknya juga dipertimbangkan. Jenis-jenis pil ada 2 yaitu pil kombinasi dan minipil.

a)        Pil kombinasi

Tiap pil mengandung dua hormon sintetis, yaitu hormon estrogen dan progestin. Pil gabungan mengambil manfaat dari cara kerja kedua hormon yang mencegah kehamilan, dan hampir 100% efektif bila diminum secara teratur. Pil kombinasi terdiri dari tiga jenis yaitu pil monofasik (21 tablet mengandung hormon aktif estrogen/progesteron dalam dosis yang sama dan 7 tablet tanpa hormon aktif), bifasik (21 tablet mengandung hormon estrogen/progesteron dengan dua dosis yang berbeda dengan 7 tablet tanpa hormon aktif), trifasik (21 tablet mengandung hormon estrogen/progesteron dengan tiga dosis ynag berbeda dengan 7 tablet tanpa hormon aktif). Pil kombinasi sangat efektif jika digunakan dengan tepat dan reversibel. Pil ini dapat digunakan oleh wanita yang sudah memiliki anak ataupun belum (Saifuddin, 2006).

Cara kerja pil kombinasi adalah menekan ovulasi dengan menghambat sekresi gonadotropin pada hipotalamus dan hipofisis. Hormon progesteron yang terdapat pada pil kombinasi berfungsi menekan sekresi LH (sehingga menghambat ovulasi) dan hormon estrogennya berfungsi menekan sekresi FSH (sehingga mencegah terbentuknya folikel dominan). Selain itu, hormon estrogen juga berfungsi menstabilkan endometrium sehingga mencegah perdarahan di luar siklus haid. Hormon progesteron berfungsi dalam mengentalkan lendir serviks dan mengganggu motolitas tuba sehingga pembuahan dan implantasi tidak terjadi (Speroff, 2011).

b)      Minipil

Pil ini mengandung dosis kecil bahan progestin sintetis dan memiliki sifat pencegah kehamilan, terutama dengan mengubah mukosa dari leher rahim (merubah sekresi pada leher rahim) sehingga mempersulit pengangkutan sperma. Selain itu, juga mengubah lingkungan endometrium (lapisan dalam rahim) sehingga menghambat perletakan telur yang telah dibuahi. Minipil terdapat 2 jenis yaitu kemasan dengan isi 35 pil mengandung 300 mikrogram levonorgestrel atau 350 mikrogram noretindron dan kemasan dengan isi 28 pil mengandung 75 mikrogram desogestrel. Cara kerja minipil adalah menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks di ovarium (tidak begitu kuat), endometrium mengalami transformasi lebih awal sehingga implantasi lebih sulit, mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi sperma, mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma terganggu. Minimpil sangat efektif jika digunakan dengan benar dan dapat digunakan oleh wanita yng sudah memiliki anak ataupun belum (Saifuddin, 2010). Pengembalian kesuburan pada kontrasepsi mini pil berkisar antara 13 bulan sampai dengan 48 bulan (Sperof, 2011).

2)        Suntikan

Suntikan terdapat dua yaitu suntikan kombinasi dan suntikan progestin. Suntikan kombinasi mengandung 25 mg depo medroksiprogesteron asetat dan 5 mg estradiol sipionat yang diberikan secara injeksi IM sebulan sekali (cyclofem) dan 50 mg Noretindron Enantat dan 5 mg estradiol valerat yang diberikan injeksi IM sebulan sekali. Cara kerja suntikan kombinasi adalah menekan ovulasi, membuat lendir serviks menjadi kental, perubahan pada endometrium (atrofi) sehingga implantasi terganggu, menghambat transportasi gamet oleh tuba. Kontrasepsi ini sangat efektif digunakan dan dapat digunakan oleh wanita yang telah memiliki anak dan yang belum memiliki anak (Saifuddin, 2010). Suntikan progestin dengan DMPA (Depo Medroksiprogesteron Asetat) diberikan setiap 3 bulan sekali dengan cara kerja mengentalkan lendir serviks dan menghambat transportasi gamet. Pengembalian kesuburan pada suntikan DMPA rata-rata 9-10 bulan hingga 18 bulan dari suntikan terakhir tanpa memandang lama pemakaian (WHO, 2009 dan Speroff, 2011).

3)      Metode sederhana

Metode sederhana yang dapat digunakan diantaranya teknik pantang berkala, metode lendir serviks, metode suhu basal, sanggama terputus, metode barier (kondom, diafragma, spermisida). Teknik pantang berkala, dan metode lendir serviks dapat dilakukan dengan menghindari masa subur saat adanya tanda keluar lendir encer dari liang vagina. Metode suhu basal dilakukan dengan menghindari masa subur yang ditandai dengan adanya peningkatan suhu tubuh sebanyak 3 kali berturut-turut diatas garis pelindung (Saifuddin, 2010).

 

2.3.   Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pranikah

2.3.1        Pengkajian (Data Subyektif, Data Objektif)

Tanggal           :

Jam                  :

Tempat            :

Petugas            :

Untuk mengetahui waktu, tempat, dan petugas saat pengkajian dilakukan.

A.      Data Subyektif

1.   Identitas

a.    Umur : berdasarkan pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, batas usia menikah untuk laki-laki adalah 19 tahun dan 16 tahun untuk wanita. Fase reproduksi sehat wanita mulai usia 20-35 tahun. Dari sudut pandang kesehatan usia reproduksi sehat pada wanita adalah 20 – 35 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, pada rentang usia ini merupakan saat yang paling tepat bagi seorang wanita untuk menikah dan memiliki anak untuk menghindai resiko-resiko tinggi pada wanita seperti preeklampsia, plasenta previa, dan kelainan kromosom (WHO, 2014 dan Health Canada, 2005). Usia ideal pria ≤ 40 tahun karena di atas usia tersebut motilitas, konsentrasi, volume seminal, dan fragmentai DNA telah mengami penurunan kualitas sehingga meningkatkan risiko kecacatan janin (Harris, 2011)

2.  Alasan datang

Pasangan usia subur (PUS) yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan bertujuan untuk melakukan konseling dan memiliki keluhan maupun pertanyaan seputar persiapan kehamilan (prakonsepsi). Pasangan tersebut biasanya merasakan adanya perubahan pada siklus menstruasinya, karena siklus menstruasi berkaitan dengan adanya kehamilan. Selain siklus menstruasi, sering dijumpai rasa nyeri saat berhubungan seksual bagi wanitanya. Maka diperlukan penanganan konseling untuk mencapai keadaan yang nyaman, aman sebagai outcam prakonsepsi sehingga kehamilan yang diinginkan dapat terjadi dengan hasil terbaik Purnawati, 2010). 

3.  Riwayat Menstruasi

a.       Siklus : infertilitas yang disebabkan oleh gangguan ovulasi seperti sindrom polikistik ovarium dapat diklasifikasikan berdasarkan siklus haid, yaitu amenore primer atau sekunder. Sindrom polikistik ovarium memiliki gejala klinis amenorea namun beberaa diantaranya menunjukkan gejala oligomenorea (Balen (2003) dalam Octaianny, 2016).

b.      Lamanya : Lamanya menstruasi menjadi salah satu perhitungan dalam menentukan masa subur, hal ini berkaitan dengan program langsung hamil ataupun menunda kehamilan.

c.       HPHT : Berkaitan dengan perhitungan siklus mesntruasi dan perhitungan masa subur.

d.      Fluor Albus   : Tidak ada fluor albus yang berbau dan berwarna kekuningan dapat menandakan bahwa tidak terdapat penyakit menular seksual selain dengan pemeriksaan laboratorium

e.       Dismenorhea : Tidak ada dismenore sekunder agar dapat  menyingkirkan kecurigaan adanya kondisi patologis pada pelvis dan serviks yang dapat mempengaruhi kesuburan wanita.

4.     Riwayat kesehatan

Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui status kesehatan pasien. Pengkajian dilakukan terhadap adanya penyakit DM pada wanita dapat mengakibatkan bayi besar, polihydramnions, bayi lahir premature sedangkan pada laki-laki diabetes dapat menyebabkan berbagai perubahan pada fungsi seksual laki – laki. HIipertensi dapat mengakibatkan BBLR. Penyakit jantung pada kehamilan dapat memperburuk kondisi jantung sedangkan pada laki-laki penyakit jantung dapat berpengaruh pada fertilitas. Penyakit ginjal pada wanita yang menjalani dialisis dapat mengakibatkn gangguan menstruasi sedangkan pada laki-laki dapat menyebabkan gangguan fugsi seksual. Penyakit asma dapat mengganggu fertilitas wanita. Penyakit SLE mempengaruhi kondisi fertilitas laki-laki dan wanita. TORCH (mengakibatkan kecacatan bayi, prematuritas, dan kematian janin), IMS (dapat mengakibatkan kecacatan bayi, prematuritas, dan kematian janin), dan HIV/AIDS (dapat mengakibatkan terjadinya penularan HIV ke bayi).

5.  Riwayat penyakit keluarga

Keluarga dari pihak catin wanita dan laki – laki tidak memiliki riwayat penyakit beriikut:

a.    Riwayat keluarga mengalami kelainan yang dicurigai merupakan kelainan genetik

b.    Predidiposisi etnik tertentu terhadap kelainan

c.    Orang tua memiliki hubungan darah

d.   Beberapa keluarga yang terserang penyakit yang sama atau saling berkaitan

e.    Penyakit muncul pada usia yang jauh lebih muda dari popuasi umum

f.     Kanker multifokal atau pada kedua sisi tubuh (pada organ yang berpasangan)

g.    Penyakit yang muncul meskipun tidak ada faktor risiko/tindakan pencegahan telah dilakukan

h.    Satu atau lebih kelainan mayor

i.      Keterlamabatan perkembangan atau retardasi mental

j.      Abnormalitas pertumbuhan

k.    Abortus berulang (lebih dari dua kali) (American College of Obstetricians and Gynecologists, 2015)

6.  Riwayat Pernikahan

Usia menikah terkait dengan kesiapan aspek fisik dan psikis, dimana kesiapan wanita untuk mengandung dan kesuburan pada rentang usia 25-35 tahun. Saat usia ini kematangan baik organ reproduksi, fisik dan psikis sudah tercapai dengan baik (Purnawati,2010). 

7.  Riwayat imunisasi

Skrining status imunisasi perlu dilakukan pada calon pengantin terutama imunisasi TT. Indonesia merupakan salah satu negara yang belum dapat mengeliminasi tetanus 100% sehingga status imunisasi ibu/calon ibu harus selalu diskrining (Kemenkes RI, 2014).  Untuk catin wanita dan laki-laki status imunisasi lain yang perlu diskrining yaitu hepatitis B, HPV, TORCH/Rubella, dan imunisasi penyakit lainnya yang memiliki prevalensi tinggi di daerah tempat tinggal calon pengantin wanita dan laki – laki.

No

Riwayat Imunisasi TT

Pernah/Tidak diimunisasi DPT/DPT-HB/DT/TT/Td?

Kesimpulan Status TT

1

2

3

4

A

Riwayat Imunisasi DPT-HB saat bayi:

 

 

Bayi yang lahir mulai tahun 1990 status T-nya dihitung T2

 

 

B

Riwayat BIAS

 

 

 

1

Untuk WUS yang lahir antara 1973 s/d 1976

 

 

 

 

a. Kelas 6 (2 dosis)

 

 

 

2

Untuk WUS yang lahir antara 1977 s/d 1987

 

 

 

 

a. Kelas 1 (2 dosis)

 

 

 

 

·       Kelas 6 (2 dosis)

 

 

 

3

Untuk WUS yang lahir tahun 1988

 

 

 

 

a. Kelas 1

 

 

 

 

a.   Kelas 5

 

 

 

 

b.   Kelas 6

 

 

 

 

Untuk WUS yang lahir tahun 1989

 

 

 

 

a.   Kelas 1

 

 

 

 

b.   Kelas 4

 

 

 

 

c.   Kelas 5

 

 

 

 

d.   Kelas 6

 

 

 

 

Untuk WUS yang lahir tahun 1990

 

 

 

 

a.   Kelas 1

 

 

 

 

b.   Kelas 3

 

 

 

 

c.   Kelas 4

 

 

 

 

c.   Kelas 5

 

 

 

 

d.   Kelas 6

 

 

 

 

Untuk WUS yang lahir tahun 1991

 

 

 

 

a.   Kelas 1

 

 

 

 

b.   Kelas 2

 

 

 

 

c.   Kelas 3

 

 

 

 

d.   Kelas 4

 

 

 

 

Untuk WUS yang lahir tahun 1992 s/d sekarang

 

 

 

 

a.   Kelas 1

 

 

 

 

b.   Kelas 2

 

 

 

 

c.   Kelas 3

 

 

C

Saat Calon Pengantin

 

 

D

Saat Hamil

 

 

 

a.      Hamil 1

 

 

 

b.     Hamil 2

 

 

 

c.      Hamil 3

 

 

 

d.     Hamil 4

 

 

E

Lain – lain (Kegiatan Kampanye/Ori Difteri)

Contoh: Saat Sma tahun 2003 – 2005, dan akselerasi WUS di Bangkalan dan Sumenep (2009 – 2010), Ori Difteri 2011, Sub PIN Difeteri 2012

 

 

 

8.  Pola fungsional kesehatan

Mengetahui kebiasaan sehari-hari dalam menjaga kebersihan dirinya dan pola makan sehari-hari dalam menentukan pemenuhan kebutuhan gizi.

a.       Pola Nutrisi                 : pada WUS sehat, makan tiga kali sehari sengan menu sesuai dengan panduan gizi seimbang.

b.      Pola aktifitas/istirahat : Waktu tidur ideal pada WUS sehat adalah 6-8 jam per hari tanpa disertai gangguan tidur.

9.  Psikososial, dan ekonomi

Dengan prikososial yang baik dan dukungan keluarga maka ibu dapat mempersiapkan diri untuk prakonsepsi, dikaji pula rencana kehamilan yaitu terkait dengan rencana langsung hamil atau penundaan kehamilan dengan kebutuhan kontrasepsi (Purnawati,2010).  Sedangkan persiapan ekonomi untuk pernikahan dan kehidupan setelah pernikahan telah disusun secara matang.

B.       Data Obyektif

1)   Pemeriksaan Fisik

a.         Antropometri

Berat badan, Tinggi badan (>145cm), LILA (>23.5cm) dalam keadaan ideal atau normal. Berat badan dan tinggi badan ideal dapat dikaitkan dengan IMT ibu

 

Kategori

IMT

Kurus

Kekurangan berat badan tingkat berat

< 17,0

Kekurangan berat badan tingkat ringan

17,0 – 18,4

Normal

 

18,5 – 25,0

Gemuk

Kelebihan berat badan tingkat ringan

25,1 – 27,0

Kelebihan berat badan tingkat berat

> 27,0

(DepKes RI, 2011)

b.        Tanda-tanda vital

Tekanan Darah     : sebagai penapsiran resiko hipertensi sebelum merencanakan kehamilan karena penyakit hipertensi kronik didiagnosa terjadi sebelum kehamilan hingga menjadi hipertensi gestasional dan cenderung meberikan hasil yang buruk bagi ibu dan janin. Resiko eklamsi akan semakin tinggi, serta kematian janin pun akan semakin tinggi (Varney,2007).

2)   Pemeriksaan penunjang

Kadar Hb        : kadar Hb normal untuk wanita yang mempersiapkan kehamilan adalah ≥12gr/dl agar tidak terjadi kekurangan asupan oksigen dan nutrisi ke janinnya, serta menghindari terjadinya perdarahan saat persalinan (WHO, 2012).

2.3.2        Perumusan Diagnosis dan Masalah

Diagnosa merupakan kesimpulan dari data yang telah dikumpulkan. Diagnosa akan menjadi acuan dari asuhan selanjutnya. Diagnosa pada WUS dengan asuhan pranikah adalah: “Wanita Usia Subur umur….tahun calon pengantin sehat.

Kebutuhan : Konseling persiapan kesehatan pranikah untuk catin wanita dan laki – laki serta konseling penundaan kehamilan.       

2.3.3        Antisipasi Diagnosa Dan Masalah Potensial

Tidak ada

2.3.4        Kebutuhan Tindakan Segera

Tidak ada

2.3.5        Rencana Asuhan

Perencanaan dibuat berdasarkan kebutuhan dan masalah yang dihadapi. Perencanaan tindakan segera dapat dibuat sebagai berikut:

1.   Informasikan hasil pemeriksaan pada catin wanita dan laki - laki

R/ menjelaskan hasil pemeriksaan dengan bahasa yang mudah dimengerti sangat penting agar catin wanita dan laki - laki memahami kondisinya dan dapat mengambil keputusan terkait dengan masalah yang dihadapi

2.   Beri edukasi mengenai persiapan kesehatan pranikah pada catin wanita dan laki - laki

R/ Berikan edukasi pada calon pengantin sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan panduan konseling yang telah ditentukan oleh kementerian kesehatan tahun 2014. Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh calon pengantin untuk mempermudah penyampaian informasi.

3.   Lakukan kesepakatan mengenai generasi platinum dengan calon pengantin laki – laki dan wanita

R/ generasi platinum adalah generasi baru yang berisikan anak – anak yang siap menghadapi masa depan dengan bekal fisik yang sehat, kecerdasan intelektual, emosi, dan spiritual. Pemenuhan nutrisi dan stimulasi pada 1000 hari kehidupan pertama merupakan salah satu kunci mencapai generasi platinum.

4.   Berikan KIE mengenai penundaan kehamilan.

R/ Dalam mempersiapkan suatu kehamilan sangatlah penting bagi pasangan untuk mematangkan persiapan fisik dan mental. Bagi pasangan yang belum siap akan hal tersebut dapat menunda kehamilan tersebut dengan mengikuti program keluarga berencana (KB) melalui penggunaan alat kontrasepsi. Menurut Affandi (2011), pemilihan kontrasepsi yang rasional untuk menunda kehamilan adalah pil, IUD, metode sederhana, implant, suntikan.

2.3.6        Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan sesuai dengan perencanaan dan kebutuhan klien.

2.3.7        Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk menilai hasil asuhan yang telah diberikan. Hasil dari asuhan yang diberikan selanjutnya akan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisa, Penatalaksanan). Bentuk evaluasi dalam asuhan kebidanan pranikah adalah:

a.     Catin laki – laki dan wanita dapat menjelaskan kembali mengenai penjelasan yang diberikan mengenai hasil pemeriksaannya

b.    Catin laki – laki dan wanita dapat menjelaskan kembali hasil konseling yang diberikan mengenai persiapan pranikah.

c.     Catin  laki – laki dan wanita sepakat untuk menyiapkan calon anak – anak mereka menjadi generasi platinum.

d.    Catin  laki – laki dan wanita dapat menjelaskan kembali dan memilih jenis kontrasepsi yang akan digunakan untuk menunda kehamilan.


 



BAB 3

TINJAUAN KASUS

 

No Register                 : 26790xx

Tanggal Pengkajian     : 30 Maret 2019, pukul 10.00 WIB

Tempat Pengkajian      : Poli KIA Puskesmas T.K.

Oleh                            : Rina Septi Andriani

 

A.  Subjektif

1.      Identitas

Catin Wanita

Nama

:

Nn. M

Umur

:

21 tahun   (31 Desember 1997)

Agama

:

Islam

Suku

:

Jawa

Pendidikan

:

SMA

Pekerjaan

:

Mahasiswi

Alamat

:

Kalilom Lor, Surabaya

2.      Alasan datang

Konseling persiapan pernikahan

3.      Keluhan Utama

Merasa pusing dan lemas

4.      Riwayat Menstruasi

a.

Menarche

:

12 tahun

b.

Siklus

:

27 -  30 hari/bulan, teratur, lama ±6-7 hari

c.

Banyaknya

:

ganti pembalut 4 kali/hari 3 hari awal pertama, hari berikutnya 2-3 kali ganti pembalut

d.

Dismeorhe

:

Tidak ada.

e.

HPHT

:

22 Maret 2019

f.

Fluor Albus    

:

kadang-kadang, bening, sebelum menstruasi,   tidak gatal, tidak berbau


5.      Penyuluhan yang Pernah Didapat

Klien belum mendapat penyuluhan kesehatan reproduksi dan perencanaan atau penundaan kehamilan

6.      Riwayat Kesehatan

Tidak sedang ataupun pernah menderita penyakit jantung, hipertensi, asma, DM, ginjal, batuk lama (TBC atau difteri), belum pernah melakukan pemeriksaan hepatitis, IMS dan HIV/AIDS. Status TT5 tahun 2006 (SD Kelas 3).

7.      Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga calon pengantin ada yang menderita hipertensi (ibu), tidak ada keluarga yang pernah atau sedang menderita jantung, DM, asma, alergi, ginjal, hemophilia, thalassemia, cacat bawaan, hepatitis, dan TBC.

8.      Pola Fungsional Kesehatan

a.     Nutrisi

:

Makan 2 kali sehari dengan porsi sedang, terdiri dari nasi, tahu/tempe/telur, sering mengonsumsi mie instan (seminggu 2 kali), jarang mengonsumsi buah dan sayur. Minum air putih 7-8 gelas sehari (jika sedang puasa 5-6 gelas). Tidak ada pantangan/alergi makanan.

b.     Eliminasi

:

BAB 1 kali sehari, kadang-kadang keras, warna kuning khas, tidak ada keluhan sakit saat BAB. BAK 4-5 kali sehari, tidak nyeri saat berkemih.

c.     Istirahat

:

jarang tidur siang dan pada malam hari tidur 5-6 jam, semalam tidur hanya 2 jam karena habis mengaji.

d.    Aktivitas

:

Bekerja mengajar di pondok pesantren dan kuliah.

e.     Hygiene

:

Mandi 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari, ganti celana dalam 2-3 kali/hari atau setiap kali basah.

f.       Riwayat Pernikahan

Ini merupakan pernikahan yang pertama, akan menikah tanggal 2 April 2019, calon suami berusia 27 tahun.

g.      Riwayat Hubungan Seksual

Catin wanita mengatakan belum pernah melakukan hubungan seksual sebelumnya baik dengan pasangan sekarang ataupun pasangan yang terdahulu.

h.      Riwayat Psikososial Budaya

Keluarga dari dua belah pihak mendukung pernikahan. Calon pengantin mengatakan sudah siap secara mental untuk menikah namun ingin menunda kehamilan karena masih kuliah semester 6. Tidak ada budaya tertentu yang berhubungan dengan pernikahan.

B.  Objektif

1.      Pemeriksaan Umum

Catin Wanita                                                   

a.      Keadaan Umum     : cukup

b.      Kesadaran               : composmentis          

c.      Antropometri          :

BB              : 38 kg                                    

TB               : 144 cm                                 

IMT            : 18,326 kg/m2 (underweight)

LILA          : 21 cm (Kekurangan Energi Kronik)

d.     Tanda-tanda Vital

TD              : 90/60 mmHg

N                 : 79 x/menit

RR              : 20 x/menit

2.      Pemeriksaan Fisik

1)      Bentuk tubuh

:

Normal

2)      Mata

:

Konjungtiva pucat, sklera putih

3)      Mulut

:

Tidak ada cyanosis, stomatitis, tonsillitis, dan faringitis

4)      Gigi

5)      Leher

:

:

Tidak ada karies

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

6)      Dada

:

Tidak ada bunyi wheezing dan ronchi

7)      Payudara

:

Tidak ada benjolan, puting susu menonjol

8)      Ekstremitas

:

Tidak oedema, tidak ada varises, refleks patella +/+

3.      Pemeriksaan Penunjang

 

  Hasil

Nilai Rujukan

Interpretasi

Golongan darah

: B

 

 

Rhesus

:  +

 

 

Hb

: 10,9 g/dl

 12 – 16 g/dL

Anemia

WBC

: 4500 / µl

3200-10.000

Leukosit normal

RBC

: 4,23 x 106/ µl

3,8-5,0x106

Eritrosit normal

HCT

: 38,4 %

35% - 45 %

Hematokrit normal

MCV

: 79 fL

80 - 100

Ukuran RBC mikrositik

MCH

: 25,8 pg

28 - 34

Anemia mikrositik

MCHC

: 32,6 g/dL

32 - 36

 

PLT

: 420 X 103 µL

170 - 380

Trombositosis

PITC

: non reaktif

 

 

C.  Analisa Data

Wanita usia subur dengan pranikah dan penundaan kehamilan

 

D.  Penatalaksanaan

1.        Menjelaskan hasil pemeriksaan pada calon pengantin bahwa hasil pemeriksaan darah menunjukkan anemia dan hasil pemeriksaan fisik menunjukkan kekurangan energi kronik, tanda- tanda vital dalam batas normal, catin mengerti dengan penjelasan yang diberikan.

2.        Menjelaskan risiko kanker payudara dan kanker serviks pada wanita usia subur, menjelaskan dan mempraktikkan bersama pemeriksaan payudara sendiri, catin bersediadapat mempraktikkan dan bersedia mempraktikkan sendiri dirumah secara berkala.

3.        Menjelaskan kepada catin bahwa keputihan yang dialami merupakan keputihan yang fisiologis. Menganjurkan klien untuk sering mengganti celana dalam,  menggunakan celana dalam  dengan bahan yang mudah menyerap keringat seperti berbahan cutton, tidak perlu menggunakan cairan pembersih genitalia untuk menjaga tingkat keasaman normal vagina dan tidak perlu menggunakan pantyliner untuk mencegah agar vagina tidak lembab, klien mengerti dan bersedia melakukan.

4.        Menjelaskan kepada catin bahwa catin berisiko mengalami hipertensi dikarenakan memiliki keturunan penyakit hipertensi dan menjelaskan dampak buruk dari hipertensi, catin mengerti penjelasan yang diberikan

5.        Memberikan konseling kelas catin tentang kesehatan reproduksi pranikah, yaitu :

1)        Konsep pernikahan

2)        Hak reproduksi dan seksual

3)        Persiapan pranikah

4)        Tindak kekerasan yang mengganggu pernikahan

5)        Solusi mengatasi tindakan kekerasan

6)        Bentuk ketidaksetaraan gender dalam rumah tangga

7)        Organ reproduksi perempuan dan organ reproduksi laki-laki

8)        Kehamilan ideal, Metode kontrasepsi, Proses kehamilan

9)        Informasi tentang kehamilan, termasuk tanda-tanda kehamilan, memeriksakan kehamilan, menjaga kehamilan, menu makanan selama kehamilan, tanda bahaya kehamilan, kondisi emosional ibu hamil, tips relaksasi ibu hamil.

10)    Masa subur seorang perempuan, yaitu dekat dengan pertengahan siklus haid (14 hari sebelum haid berikutnya atau antara kedua waktu dari siklus terpanjang dikurang 11 dan siklus terpendek dikurangi 18

11)    Tanda-tanda persalinan, persalinan di tolong tenaga kesehatan, perawatan pasca persalinan, IMD dan ASI eksklusif, manfaat ASI

12)    IMS (Infeksi Menular Seksual), Penularan HIV/AIDS, Kanker pada perempuan, kehidupan seksual suami istri

Catin mengerti penjelasan yang diberikan.

6.        Menjelaskan kepada catin wanita bahwa status imunisasi TT saat ini sudah T5 yang masa perlindungannya terhadap tetanus neonatorum adalah seumur hidup, sehingga catin wanita masih perlu diberikan suntik imunisasi TT satu kali lagi, catin wanita mengerti keadaannya.

7.        Mendiskusikan tentang penundaan kehamilan, catin sudah membicarakan dengan pasangannya dan sepakat untuk menunda kehamilan sampai catin wanita selesai kuliah (selama 1 tahun).

8.        Mendiskusikan metode kontrasepsi yang akan digunakan ketika sudah menikah, Nn. M berencana untuk menggunakan kontrasepsi pil, Nn. M belum membicarakan dengan calon suaminya, namun calon suami selalu mendukung keputusan yang diambil oleh Nn. M.

9.        Berkolaborasi dengan ahli gizi terkait KEK yang diderita Nn. M, dengan hasil pemeriksaan Nn. M terkategori berat badan kurus, advise yang diberikan adalah menjelaskan manfaat kudapan, anjuran untuk menambah frekuensi makan yaitu makan 3 kali sehari (dengan porsi nasi, lauk, buah dan sayur) dengan 3 kali kudapan dalam sehari, anjuran minum susu 2 kali sehari, serta menjelaskan cara mengatur gizi saat berpuasa. Nn. M mengerti dan bersedia mengikuti anjuran yang diberikan.

10.    Berkolaborasi dengan psikolog terkait kesiapan Nn. M dalam menghadapi pernikahannya. Hasil pemeriksaan : Nn. M merasa masih kurang siap dalam menghadapi pernikahannya, Nn. M belakangan ini merasa lelah karena berpuasa setiap dari sejak seminggu lalu, tidur 2-4 jam sehari karena mengaji, sering mendengar suara yang tidak bida didengar oleh oranglain, dan beberapa kali mengalami mimpi buruk. Nn. M merasa calon suaminya terkadang bersikap egois. Advice yang diberikan adalah Nn. M dianjurkan untuk menjaga pola makan, istirahat cukup, mencurahkan kekhawatiran kepada orang yang dipercaya, dan belajar untuk mengimbangi sikap calon suami ketika sudah menikah dengan membicarakan hal-hal yang membuat Nn. M khawatir.

11.    Memberikan terapi tablet tambah darah sebanyak 10 tablet (60 mg zat besi/tablet) yang dikonsumsi 1 kali sehari, serta menjelaskan manfaat dan cara meminumnya.

12.    Menganjurkan catin untuk memeriksakan kesehatan apabila ada keluhan, catin bersedia.


 




BAB 4

PEMBAHASAN

 

Pada kasus ini Nn. M sedang melakukan persiapan pernikahan. Menurut Kemenkes (2014), penyelenggaraan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil (prakonsepsi) atau pranikah bertujuan untuk menjamin kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas, menjamin tercapainya kualitas hidup dan pemenuhan hak-hak reproduksi. Tidak hanya kesiapan fisik saja, dalam Pelatihan Peer Konselor Kota Depok (2011) dan Kemenkes (2015), persiapan pernikahan juga meliputi kesiapan mental/psikologis dan kesiapan sosial ekonomi. Selain itu di Surabaya telah diatur dalam Surat Edaran Walikota Surabaya perihal Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), beberapa kegiatan program pendampingan 1000 HPK yang berkaitan dengan pranikah adalah dengan pemeriksaan kesehatan calon pengantin meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium, serta penyuluhan kesehatan reproduksi calon pengantin.

Berdasarkan pengkajian data subyektif diperoleh bahwa Nn. M berusia 21 tahun dan pasangannya berusia 27 tahun. Menurut BKKBN (2017), umur ideal yang matang secara biologis dan psikologis adalah 20 – 25 tahun bagi wanita dan umur 25 – 30 tahun bagi pria. Sehingga Nn. M dan pasangannya termasuk pasangan dengan usia ideal untuk menikah. Menurut Prawirohardjo, usia reproduksi sehat dan aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia <20 tahun secara fisik dan mental ibu belum kuat yang memungkinkan berisiko lebih besar mengalami anemia, pertumbuhan janin terhambat, dan persalinan prematur. Sedangkan pada usia ≥35 tahun kondisi fisik mulai melemah yang memicu terjadinya berbagai komplikasi pada kehamilan, persalinan, dan masa nifas.  Begitupun pria, disarankan untuk menikah pada usia kurang dari 40 tahun, karena di atas usia tersebut motilitas, konsentrasi, volume seminal, dan fragmentasi DNA telah mengami penurunan kualitas sehingga meningkatkan risiko kecacatan janin (RSUA, 2013). Pada kasus ini Nn. M dan pasangannya dikategorikan sebagai usia ideal untuk merencanakan kehamilan.

Hasil pengkajian riwayat psikososial didapatkan bahwa Nn. M berencana untuk menunda kehamilan karena masih menjalani perkuliahan semester 6. Keputusan yang dibuat oleh Nn. M sudah didiskusikan dengan pasangannya, pasangannya setuju untuk menunda kehamilan selama 1 tahun sampai Nn. M selesai kuliah. Nn. M masih belum memikirkan cara untuk menunda kehamilannya dan metode kontrasepsi apa yang akan digunakan untuk menunda kehamilannya.

Pada riwayat menstruasi diperoleh bahwa calon pengantin wanita memiliki siklus haid 27 – 30 hari teratur tiap bulan, dan lama sekitar 67 hari. Siklus menstruasi pada wanita normal berkisar antara 21-32 hari dan hanya 10-15% yang memiliki siklus menstruasi 28 hari (Proverawati & Misaroh, 2009). Sedangkan untuk lama menstruasi normalnya berlangsung 3-7 hari (Ramaiah, 2006), sementara itu menurut Proverawati dan Misaroh (2009) lama mestruasi berlangsung selama 3-5 hari dan ada juga yang 7-8 hari. Dengan demikian tidak ada gangguan pada Nn. M terkait menstruasi. Bila ditemukan gangguan menstruasi, baik siklus, lama menstruasi, nyeri haid berlebihan, maka dapat berakibat pada gangguan kesuburan, abortus berulang, atau keganasan. Adapun fluor albus yang kadang-kadang dialami Nn. M memiliki sifat bening, sebelum menstruasi, tidak gatal, tidak berbau merupakan fisiologis atau normal. Sebagaimana diungkapkan oleh Saifuddin (2010) bahwa keputihan normal adalah tidak berbau, berwarna putih, dan tidak gatal apabila berbau, berwarna, dan gatal dicurigai adanya kemungkinan infeksi alat genital.

Riwayat kesehatan keluarga ditemukan bahwa ibu Nn. M memiliki riwayat penyakit hipertensi. Salah satu penyakit yang dapat diturunkan ialah hipertensi. Riwayat keluarga dengan hipertensi akan meningkatkan risiko seseorang menderita penyakit tersebut (Cunningham, 2012). Dengan mengetahui gejala dan faktor risiko hipertensi diharapkan keturunan dari penderita dapat melakukan pencegahan dengan modifikasi diet/gaya hidup, seperti pola makan seimbang, olahraga rutin, menghindari stress, olahraga rutin, dan cek kesehatan secara rutin sehingga dapat terhindar dari hipertensi maupun komplikasinya (Kemenkes, 2014). Oleh karena itu, calon pengantin dianjurkan untuk melakukan pola makan seimbang, mengurangi makanan yang mengandung kolesterol dan kadar garam natrium, mengurangi makanan cepat saji, mencegah stress berlebihan, menghentikan kebiasan merokok, melakukan olahraga secara rutin, dan kontol kesehatan secara rutin.

Data pola fungsional kesehatan, diketahui bahwa Nn. M makan 2 kali sehari dengan porsi sedang (nasi dengan tahu/tempe/telur), sering mengonsumsi mie instan (seminggu 2 kali), jarang makan buah dan sayur, sehingga pada pola eliminasi didapatkan kebiasaan BAB Nn. M adalah 1 kali sehari, kadang-kadang keras. Rata-rata konsumsi serat penduduk Indonesia secara umum yaitu 10,5 g/hari (Depkes 2008). Nilai ini hanya mencapai setengah dari kecukupan serat yang dianjurkan. Kebutuhan serat yang dianjurkan berdasarkan Angka Kecukupan Gizi untuk orang dewasa usia 19—29 tahun adalah 32 g/hari untuk perempuan (WNPG, 2012). Serat makanan memiliki kemampuan mengikat air di dalam kolon membuat volume feses menjadi lebih besar dan akan merangsang saraf pada rektum sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi. Dengan demikian feses lebih mudah dieliminir. Pengaruh nyata yang telah dibuktikan adalah bertambahnya volume feses, melunakkan konsistensi feses dan memperpendek waktu transit di usus (Kusharto 2006). Buah dan sayur merupakan sumber serat dan antioksidan bagi tubuh. Apalagi Nn. M jarang mengonsumsi sayur dan buah sehingga bisa jadi kebutuhan seratnya sangat kurang sehingga mengurangi kemampuan mengikat air di dalam kolon, sehingga Nn. M mengalami konsistensi BAB yang keras.

. Pada data objektif, Nn. M memiliki IMT 18,326 kg/m2 dan LiLA 21 cm. menurut Depkes (2011) IMT normal adalah 18,5 – 25 kg/m2, IMT Nn. M termasuk dalam kategori kurus (17,0 – 18,4 kg/m2) dimana keadaan Nn. M disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat ringan atau Kekurangan Energi Kronis (KEK) ringan. Ambang batas LiLA WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila LiLA < 23,5 cm, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK, dan jika terjadi kehamilan, diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR) yang mempunyai risiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan perkembangan anak (Supariasa, dkk, 2014). Status nutrisi pada wanita pranikah perlu dikaji karena berhubungan dengan kesehatan reproduksi. Kegagalan mengonsumsi diet yang adekuat dalam masa remaja pranikah dapat menyebabkan kematangan seksual terlambat yang berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi ketika wanita memasuki fase pernikahan. Mempertahankan status nutrisi yang baik, mencapai berat badan ideal, mengontrol gangguan makan, dan mengembangkan kebiasaan diet nutrisi yang seimbang, dapat membantu mempertahankan kesehatan sistem reproduksi (Soetjiningsih, 2010). Jika IMT > 30 kg/m2, dapat meningkatkan komplikasi pada kehamilan seperti preeklamsi, diabetus gestasional, kelainan kongenital,persalinan preterm, dan lain-lain (Lisa, dkk, 2015).

Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan laboratoriun dan diperoleh hasil Hb  Nn. M adalah 10,9 g/dL. Menurut kriteria WHO anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 12 g% pada wanita. Berdasarkan kriteria WHO yang direvisi atau kriteria National Cancer Institute, anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 12 g% pada wanita. Anemia merupakan tanda adanya penyakit. Anemia selalu merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya (Oehadian, 2012). Anemia defisiensi zat besi dan asam folat merupakan salah satu masalah masalah kesehatan gizi  utama di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia (Ringoringo, 2009). Kasus ini menunjukkan kadar hemoglobin Nn. M termasuk dalam kategori anemia, selain itu ditunjang dengan pemeriksaan pada mata yang menunjukkan konjungtiva tampak pucat. Sehingga perlu dilakukan perbaikan kadar hemoglobin bila Nn. M ingin hamil. Pada tatalaksana diberikan terapi tablet tambah darah sebanyak 10 tablet yang dikonsumsi 1 tablet perhari (komposisi tiap tablet: zat besi 60 mg dan asam folat 400 mcg), serta menjelaskan manfaat dan cara meminumnya. Menurut Fatimah (2011), saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis anemia.

Selain itu, hasil laboratorium menunjukkan HIV Non Reaktif (-).  Pemeriksaan ini dilakukan untuk deteksi dini ada /tidaknya penyakit menular seksual yang nantinya dapat ditularkan kepada janin jika ibu berencana untuk hamil. Sesuai dengan panduan dari CDC (center for Disease Control and Prevention) US bahwa deteksi dini HIV dapat rutin pada wanita dengan sex tidak aman, dan semua wanita yang tidak memiliki risiko virus HIV. Penyakit HIV dapat ditularkan saat didalam kandungan melalui aliran darah plasenta yang dapat menyebabkan abortus spontan, IUGR, kelainan kongenital (Lisa, dkk,2015).

Status imunisasi Nn. M termasuk dalam status TT5 pada tahun 2006. Nn. M lahir tahun 1997 dan bersekolah SD di Kota Surabaya. Nn. M selalu mengikuti jadwal imunisasi di sekolahnya, yaitu saat kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 saat di Sekolah Dasar. Menentukan status TT bertujuan untuk mencapai status maksimal yaitu TT5, imunisasi ini dilakukan dengan tujuan agar wanita usia subur memiliki kekebalan penuh. Dalam hal status imunisasi sudah mencapai status T5 saat pemberian imunisasi dasar dan lanjutan, maka pemberian imunisasi tetanus toxoid tidak perlu dilakukan saat yang bersangkutan menjadi calon pengantin (Kemenkes, 2017).

Setelah dilakukan pengkajian data subjektif dan objektif, maka dilakukan analisis terhadap Nn. M yaitu wanita usia subur dengan pranikah dan penundaan kehamilan. Penatalaksanaan yang diberikan pada Nn. M diantaranya dengan pemberian konseling pranikah yang didalamnya meliputi tentang kesehatan reproduksi, khususnya dengan penundaan kehamilan. Pengetahuan tentang metode kontrasepsi pada calon pengantin dengan penundaan kehamilan sangatlah penting.

Dalam mempersiapkan suatu kehamilan sangatlah penting bagi pasangan untuk mematangkan persiapan fisik dan mental. Bagi pasangan yang belum siap akan hal tersebut dapat menunda kehamilan tersebut. Dalam menunda kehamilan pasangan akan dianjurkan untuk mengikuti program keluarga berencana (KB) melalui penggunaan alat kontrasepsi. Pemilihan alat kontrasepsi akan disesuaikan dengan kebutuhan klien. Alat kontrasepsi ideal yang sebaiknya digunakan oleh pasangan yang ingin menunda kehamilan namun belum memiliki anak sama sekali adalah alat kontrasepsi yang memiliki efektivitas yang tinggi dan reversibilitas yang tinggi juga. Beberapa alat kontrasepsi yang dapat dianjurkan adalah pil, suntikan, metode sederhana, implant, dan IUD (Saifuddin, 2010). Namun setiap kontrasepsi yang digunakan memiliki angka kegagalan, sehingga calon pengantin dengan penundaan kehamilan juga perlu diberikan konseling mengenai persiapan kehamilan, persalinan, dan masa setelah bersalin (nifas).

Berdasarkan hasil diskusi pada kasus Nn. M mengenai metode kontrasepsi yang akan digunakan, diantaranya Pil, suntikan, dan metode kalender. Nn. M menginginkan kontrasepsi yang cepat mengambalikan kesuburan, menurut kabar yang beredar di lingkungan Nn. M, kontrasepsi suntikan bila dipakai sebelum hamil, akan menyebabkan kekeringan pada rahim, sehingga Nn. M tidak menginginkan menggunakan kontrasepsi suntikan. Penulis sudah meluruskan mitos tersebut dan sudah diberikan konseling kontrasepsi suntikan yaitu efek samping, wanita yang bisa dan tidak bisa menggunakan kontrasepsi suntik, efektivitas, dan lain-lain. Setelah diberikan konseling kontrasepsi metode kalender, Nn. M tidak berencana menggunakannya karena merasa tidak yakin dapat melakukannya. Nn. M berencana menggunakan kontrasepsi jenis pil. Pil merupakan obat pencegahan kehamilan yang diminum dan dapat diberikan pada wanita yang menginginkan penundaan kehamilan sementara atau untuk menghindari kehamilan pertama.

Penatalaksanaan lain yang dilakukan adalah berkolaborasi dengan ahli gizi terkait hasil pemeriksaan status gizi pada Nn. M yang termasuk dalam kategori kurus dan KEK, serta berkolaborasi dengan psikolog untuk menilai kesiapan Nn. M dalam menghadapi pernikahannya. Hasil kolaborasi dengan ahli gizi adalah anjuran untuk menambah frekuensi makan yaitu makan 3 kali sehari (dengan porsi nasi, lauk, buah dan sayur) dengan 3 kali kudapan dalam sehari, anjuran minum susu 2 kali sehari, serta menjelaskan cara mengatur gizi saat berpuasa. Hal ini juga dapat meningkatkan kadar hemoglobin Nn. M. Karena berdasarkan teori, diperlukan status gizi yang baik sebelum mengalami kehamilan adalah penting, dan kadar hemoglobin dalam tubuh harus dalam kategori normal bila seorang wanita ingin melakukan kehamilan.

Asuhan yang diberikan kepada Nn. M sudah diberikan sesuai dengan kebutuhan. Nn. M merencanakan penundaan kehamilan karena ingin menyelesaikan masa perkuliahannya terlebih dahulu, disamping itu hasil pemeriksaan menunjukkan Nn. M masih belum ideal untuk melakukan kehamilan karena status gizi kurang. Sehingga selama melakukan penundaan kehamilan, Nn. M dapat memperbaiki status gizinya terlebih dahulu, supaya saat siap untuk hamil status gizi Nn. M termasuk kategori gizi baik. Masih terdapat kekurangan dalam asuhan ini karena asuhan yanng diberikan hanya kepada salah satu calon pengantin saja, sedangkan akan lebih baik bila diberikan asuhan kepada kedua calon pengantin. Hal ini terjadi karena pasangan Nn. M tidak berdomisili di wilayah binaan puskesmas Tanah Kalikedinding. Namun Nn. M bersedia untuk menyampaikan hasil konseling kepada pasangannya.

Bidan sebagai garis depan pemberian asuhan di masyarakat, perlu mempersiapkan pasangan calon pengantin untuk menghadapi kehamilan, persalinan, dan masa nifas agar terhindar dari masalah yang tidak diharapkan. Maka bidan berperan dalam asuhan 1000 hari pertama kehidupan agar pasangan suami istri bisa menghasilkan anak yang berkualitas, selain itu suami istri tersebut siap berperan menjadi orangtua.


 




BAB 5

PENUTUP

 

5.1.            Kesimpulan

Nn. M usia 21 tahun dengan persiapan pernikahan dan penundaan kehamilan. Keputusan untuk menunda kehamilan selama 1 tahun karena Nn. M masih berkuliah semester 6 dan ingin menyelesaikan terlebih dahulu pendidikannya. Selain itu berdasarkan hasil pengkajian data subjektif dan objektif, Nn. M termasuk status gizi kurang sehingga dengan melakukan penundaan kehamilan, Nn. M bisa memperbaiki status gizinya menjadi gizi baik dan siap menjalani kehamilan.

Hasil analisis dari kasus ini berdasarkan hasil pengkajian data subjektif dan objektif pada Nn. M yaitu pasangan usia subur dengan persiapan pernikahan dan penundaan kehamilan. Sehingga, tata laksana yang diberikan, selain persiapan pernikahan sesuai panduan calon pengantin yang telah ditetapkan oleh Kemenkes, juga diberikan tambahan konseling untuk menetapkan metode kontrasepsi apa ynag akan digunakan Nn. M dan pasangannya. Akan tetapi tetap diberikan konseling mengenai persiapan kehamilan karena setiap kontrasepsi yang digunakan memiliki angka kegagalan, sehingga tidak menutup kemungkinan akan terjadi kehamilan pada Nn. M. Sehingga, dengan tata laksana yang sesuai diharapkan  dapat membantu pasangan calon pengantin mencapai tujuan secara optimal yakni dapat melakukan penundaan kehamilan sampai Nn. M selesai kuliah dan memperbaiki status gizi Nn. M sebelum memasuki tahap kehamilan.

 

5.2.            Saran

5.2.1    Bagi Calon Pengantin

            Diupayakan untuk terus melaksanakan anjuran yang diberikan tenaga kesehatan agar tujuan mendapatkan keturunan sehat dapat dicapai.

5.2.2    Bagi Tenaga Kesehatan

            Pemberian asuhan kebidanan pada masa pra konsepsi harus dipertahankan dan terus ditingkatkan secara berkelanjutan hingga mencapai tujuan generasi platinum.

5.2.3    Bagi Pemerintah

Pemberian asuhan kebidanan pada masa pra konsepsi harus terus ditingkatkan, seperti menambah cek kesehatan (TORCH) dan pemberian vaksin sebelum pranikah seperti HPV dan Hepatitis B yang dapat ditanggung oleh pemerintah.


 



DAFTAR PUSTAKA

 

Agustina, W. 2015. Respon Imun pada Penderita Asma Selama Kehamilan. Jurnal Ilmu Kesehatan. 4 (1). 58 – 66.

Amarudin. 2012. Pengaruh Merokok Terhadap Kualitas Sperma Pada Pria dengan Masalah Infertilitas Studi Kasus Kontrol di Jakarta tahun 2011. Tesis. Jakarta: Univeritas Indonesia.

Ambarita, E. M., dkk. 2014. Hubungan Asupan Serat Makanan dan Air dengan Pola Defekasi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan. 9 (1): 7 – 14.

American Society for Reproductive Medicine. 2012. Age and Fertility. Alabama: American Society for Reproductive Medicine.

BKKBN. 2009. Pedoman Pelayanan KB dalam Jaminan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: BKKBN.

BKKBN. 2014. Modul pengajaran mempersiapkan kehamilan yang sehat. BKKBN dan UMM. Diakses dari http://dp2m.umm.ac. id/files/ file/informasi%20progra%20insentif%20 ristek/modul%20pengajaran%20menjaga%20 kehamila%20sehat.pdf. tanggal 1 April 2018.

BKKBN. 2017. BKKBN: Usia Pernikahan Ideal 21 – 25 Tahun. Diunduh di https://www.bkkbn.go.id/detailpost/bkkbn-usia-pernikahan-ideal-21-25-tahun. Diakses pada 1 April 2018.

Budiman. 2011. Hubungan Usia, Kebiasaan Merokok, Kebiasaan Minum Alkohol, Dan Konsumsi Obat-obatan dengan Kualitas Sperma Di Fertility Centre RSIA Melinda Bandung. Skripsi.

CDC. 2006. Recommendation to improve preconception health and health care- United state : a report of the CDC/ATSDR preconception care work grup and the select panel on preconception care.

Depkes. 2008. Kegemukan Akibat Kurang Serat. http://www.depkes.go.id [Agustus 2013].

Depkes. 2011. Petunjuk Teknis Pemantauan Status Gizi Orang Dewasa dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). Jakarta: Depkes RI.

Dinkes Prov. Jawa Timur. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Surabaya: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

Effendy, N. 2010. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: Rineka Cipta.

Fatimah, S. 2011. Pola Konsumsi Ibu Hamil dan Hubungannya dengan Kejadian Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Sains dan Teknologi. 7 (3) : 137 – 152.

Felicia, dkk. 2015. Hubungan Status Gizi dengan Siklus Menstruasi pada Remaja Putri di PSIK FK Unsrat Manado. Ejournal Keperawatan (e-Kp). 3 (1): 1 – 7.

Fitriyah, Imroatul. 2014. Gambaran Perilaku Higiene Menstruasi pada Remaja Putri di Sekolah Dasar Negeri di Wilayah Kerja Puskesmas Pisangan. Skripsi : FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Handayani, R., dkk. 2010. Hubungan Lamanya Pemakaian Kontrasepsi Suntik DMPA dengan Kembalinya Kesuburan pada Post Akseptor KB Suntik DMPA. Bidan Prada: Jurnal Ilmiah Kebidanan. 1 (1): 16 – 27.

Hawkins, A. J., dkk. 2015. Is Couple and Relationship Education Effective for Love Income Participants? A Meta-Analytic Study. Journal of Family Psychology. 29 (1): 59 – 68.

Idrissi, K. E., dkk. 2015. Effecr of Physical Activity on Sex Hormones in Women: A Systematic Review and Meta-Analysis of randomize Controlled Trials. Breast Cancer Research. 17 (139): 4 – 11.

Imanda, R. Desvita. 2016. Menjalani Pernikahan antar Ras. Vol.5, No.2. Jurnal Empati. Pp.378-384

Indriani, Nanien. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Preeklampsia/Eklampsia pada Ibu Bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah kota Tegal Tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Kebidanan Komunitas. Depok.

Katherine, C., dkk. 2013. Preconception Care: Among Maryland Women Giving Birth 2009 – 2011. Article. Maryland Departement of Health and Mental Hygine Center for Maternal and Child Health.

Kemenkes RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes. 2012. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal. Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes. 2014. Infodatin Diabetes Melitus. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI.

Kemenkes. 2014. Infodatin Hipertensi. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI.

Kemenkes. 2015. Kesehatan dalam Kerangka Sustainable Development Goals (SDGs). Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes. 2015. Kesehatan Reproduksi dan Seksual Bagi Calon Pengantin. Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes. 2016. Buku Panduan Germas (Gerakan Masyarakan Hidup Sehat). Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes. 2017. Buku Saku Bagi Penyuluh Pernikahan Kesehatan Reproduksi Calon Pengantin: Menuju Keluarga Sehat. Jakarta: Kementrian Kesehatan dan Kementerian Agama.

Kertamuda, E. F. 2009. Konseling Pernikahan untuk Keluarga di Indonesia. Jakarta: Salemba Humanika.

Khaidir M. 2006. Penilaian Tingkat Fertilitas Dan Penatalaksanaannya Pada Pria. Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2006, I (1). Page 30-34.

Komalig, dkk. 2008. Faktor Lingkungan yang dapat Meningkatkan Resiko Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik. Vol. 7, No.2. Jurnal Ekologi Kesehatan. Pp. 747-757

Kurniawan, L. B. 2016. Patofisiologi, Skrining, dan Diagnosis Laboratorium Diabetes Melitus Gestasional. CDK-246. 43 (11): 811 – 813.

Kusharto CM. 2006. Serat Makanan dan Peranannya bagi Kesehatan. Jurnal Gizi dan Pangan, 1(2), 45—54.

Kusmiran, Eny. 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta : Salemba Medika

Laming, C. Y., dkk. 2013. Hubungan Tinggi Badan dengan Ukuran Lebar Panggul pada Mahasiswi Angkatan 2010 Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Jurnal e-Biomedik. 1 (1): 178 – 183.

Latifah M, dkk. 2002a. Gaya Hidup Sehat (Buku Ajar Berwawasan Pola Hidup Sehat untuk Siswa Sekolah Dasar Kelas 3). Kerjasama Pusat Kurikulus Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dengan Lembaga Penelitian IPB. Bogor.

Lisa, dkk. 2015. Preconception Care and Reproductive Planning in Primary Care.Medical The Clinics.

Manuaba, I.B.G., dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta : EGC

Mariana, W., dkk. 2013. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Anemia   pada Remaja Putri di SMK Swadaya Wilayah Kerja Puskesmas Karangdoro Kota Semarang Tahun 2013. Jurnal Kebidanan. 2 (4): 35 – 42.

Maryam, S. 2016. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Salemba Medika.

McGrath, J.J., dkk. 2014. A Comprehensive Assessment of Parental Age and Psychiatric Disorders. JAMA Psychiatry. 7 (3): 301 – 309.

Mirza, M. 2008. Panduan Lengkap Kehamilan. Jogjakarta: Kata Hati.

Newman. 2006. Developmental Through Life, A Psychosocial Approach (9th Edition). USA: Timson Higher Education.

Nurul, C. 2013. Panduan Super Lengkap Kehamilan Kelahiran dan Tumbuh Kembang Anak. Surakarta: Ahad Books.

Nurwidayant, L., dkk. 2013 Analisis Pengaruh Paparan Asap Rokok di Rumah pada Wanita terhadap Kejadian Hipertensi. Jurnal Berkala Epidemiologi. 1 (2): 244 – 253.

Oehadian, A. 2012. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. CDK-194. 3 (6): 408 – 412.

Ojieh, A.E. 2012. Constipation in pregnancy and the effect of vegetable consumption in different socio-economic class in Warri, Delta state. Journal of Medical and Applied Biosciences; 1

Pemerintah Kota Depok. 2011. Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) dan Persiapan Pranikah..Pelatihan Peer Konselor Kota Depok.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 tentang  Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, Dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual. Kementrian Kesehatan RI, 2014.

PMK No. 41 tahun 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang.

PMK No. 97 tahun 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual.

Pradono, J., dkk. 2003. Perokok Pasif Bencana yang Terlupakan. Buletin Penelitin Kesehatan. 31 (4) : 211 – 222.

Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Proverawati, A. dan Misaroh. 2009. Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta: Nuha Medika

Purnawati, D., dkk. 2012. Konsumsi Jamu Ibu Hamil sebagai Faktor Risiko Asfiksia Bayi Baru Lahir. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 6 (6): 267 – 272.

Purwandari. 2011. Permulaan Kehidupan Manusia (Perkembangan Pranatal). Bahan Materi Kuliah. FIP. Yogyakarta: UNY.

Ramaiah, S. 2006. Mengatasi Gangguan Menstruasi. Yogyakarta: Medika.

Reeder, M., dkk. 2011. Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi, dan Keluarga. Volume 2. Edisi 18. Jakarta: EGC.

Reeder, Sharon J., Martin LL., and Griffin K. 2011. Keperawatan Maternitas : Kesehatan Wanita, Bayi, dan Keluarga (Ed 18) Vol 1 (Yti A, Imami NR, dan Sri Djuwatiningsih, penerjemah). Jakarta : EGC

Ringoringo, H. P. 2009. Insidens Defisiensi Besi dan Anemia Defisiensi Besi pada Bayi Berusia 0 – 12 Bulan di Banjarbaru Kalimantan Selatan: Studi Kohort Prospektif. Sari Pediatri. 11 (1): 8 – 14.

Rochjati, P. 2011. Skrining Antenatal pada Ibu Hamil. Surabaya: Airlangga University Press.

RSUA. 2013. Penyebab Infertilitas pada Pria dan Wanita. Artikel. Web RSUA. Diunduh dari http://rumahsakit.unair.ac.id/dokumen/Penyebab%20 Infertilitas%20pada%20Pria%20dan%20Wanita.pdf. pada tanggal 1 April 2018.

Sa’adah, N., dkk. 2016. Hubungan Karakteristik dan Perilaku Berisiko Pasangan Infertil di Klinik Fertilitas dan Bayi Tabung Tiara Citra Rumah Sakit Putri Surabaya. Jurnal Biometrika dan Kependudukan. 5 (1): 61 – 69.

Saifuddin, A. B., dkk. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayana Kontrasepsi. Jakarta: PT Binda Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Santoso BI, Hardinsyah, Siregar P, & Pardede SO. 2011. Air bagi Kesehatan. Centra Communica­tions, Jakarta.

Sari, F., dkk. 2013. Kesiapan Menikah pada Dewasa Muda dan Pengaruhnya terhadap Usia Menikah. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 6 (3): 143 – 153.

Setiawan, E. 2017. Kamus Besar Bahasa Indonesia Online versi 2.0. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Kemdikbud. /. Diakses pada 1 April 2018 di https://www.kbbi.web.id.

Soetjiningsih, 2010. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya.  Jakarta : CV Sagung Seto.

Sofian, Amru, (2011). Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi Ed.3, Jilid 1, Jakarta : EGC.

Sugiarto, dkk. 2017. Laboratorium Keterampilan Klinis Buku Manual Keterampilan Klinis Dasar Pemeriksaan Fisik Untuk Semester 1. Solo: FK UNS.

Suhaemi. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Tyfoid di RSUD Syekh Yusuf Kab. Gowa. Skripsi. Makassar: Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Sukaesih, Sri. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Ibu Hamil Mengenai Tanda Bahaya dalam Kehamilan di Puskesmas Tegal Selatan Kota Tegal Tahun 2012. Skripsi. Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Supariasa, I. D. N., B. dkk. 2014. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

SUPAS. 2015. Profil Penduduk IndonesiaHasil SUPAS 2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Triningtyas, D. A., dkk. 2017. Konseling Pranikah: Sebuah Upaya Meredukasi Budaya Pernikahan Dini di Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo. Jurnal Konseling Indonesia. 3 (1): 28 – 32.

Tudiver, F., dkk. 2008. Pregnancy and Psyvological Preparation for Parenthood. Canadian Family Physician. 28: 1564 – 1568.

Uliyah, dkk. 2009. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia (KDM). Jakarta: Salemba Medika.

Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidnan. Volume 1. Jakarta: EGC.

Walikota Surabaya. 20117. Instruksi Walikota Surabaya No. 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan dan Penyuluhan Kesehatan Resproduksi Calon Pengantin. Surabaya.

Walikota Surabaya. Surat Edaran Nomor 094/3151/436.7.2/2017 perihal Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS).

Wein, dkk. 2012. Chambell-Walsh Urology.10th Editiion. Philadelphia: Saunders Elsevier.

Wicaksono, dkk. 2017. Sindrom Nefrotik dalam Kehamilan. Vol. 44, No.8. Laporan Kasus

Wijayanti, T., dkk. 2014. Seropositif Toxoplasmosis Kucing Liar pada Tempat-tempat Umum di Kabupaten Banjar Negara.BALABA. 10 (02): 59 – 64.

Willis, S. S. 2009. Konseling Keluarga. Bandung: Alfabeta.

Winardi, B. 2016. Konsep Asuhan Kebidanan pada Masa Prakonsepsi. Bahan Ajar Perkuliahan Pendidikan Bidan FK UNAIR.

WNPG (Widyakarya Pangan dan Gizi X). 2012. Pe­mantapan Ketahanan Pangan Perbaikan Gizi Berbasis Kemandirian dan Kearifan Lokal. Ja­karta: 20−21 November 2012.

World Health Organization. Meeting to Develop a Global Consensus on Preconception Care to Reduce Maternal and Childhood Mortality and Morbidity. Geneva. 2012.

Wulandari, P. Y. 2006. Efektivitas Senam Hamil dalam Menurunkan Kecemasan Menghadapi Persalinan Pertama. Diakses pada: http://rac.uii.ac.id tanggal 1 April 2018.

Yusuf, Y., dkk. 2014. Hubungan Pengetahuan Menarche dengan Kesiapan Remaka Putri Menghadapi Menarche di SMP Negeri 3 Tidore Kepulauan. Artikel Publikasi. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.

Zulaekha. 2013. Bimbingan Konseling Pra Nikah bafi “Calon Pengantin” di BP4 KUA Kec. Mranggen (Studi Analisis Bimbingan Konseling Perkawinan. Skripsi. Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Semarang: Insitut Agama Islam Negeri Walisongo.

 

Komentar

Trending

Evian Brumisateur Facial Spray Review

Pas lagi nyari produk untuk melembabkan wajah, banyak yang saranin buat pakai produk Evian. Aku gak tau produk apa itu dan bagaimana rupa produk tersebut. Aku coba browsing tentang produk ini dan dapet banyak kabar, katanya produk ini bagus banget. Aku tinggal di Kota Serang dan gak tau bisa dapet produknya dimana. Suatu hari nih, hehe, aku ke toko buku di Intermedia yang terletak di Ciceri Kota Serang Banten, kira-kira 15 menit dari rumah aku. Setelah selesai beli buku, aku berniat untuk beli body lotion di toko sebelah, yaitu gerai DAN+DAN. Masuk deh kesitu dan disambut sama mbak-mbak penjaganya yang ramah. Gak lama aku langsung dapet apa yang aku butuhin, namanya cewek, gakbisa banget buat nggak ngepoin produk apa aja yang dijual disana. hehe wahhhh... aku nemu nih produk yang lagi aku cari. kebetulan banget. Tapi di sana gak tertera harga Evian  Facial Spray, akhirnya aku tanya sama mbak-mbak yang nyambut aku pas dateng. Mbaknya bilang "Maaf ya label harganya bel...

Wajah Glowing dengan MS Glow (Review jujur tentang Ms Glow, baca sampai akhir yaa)

Semua perempuan pasti mendambakan wajah glowing, apalagi dengan budget yang pas-pasan. Sebelumnya aku pakai krim wajah dari salah satu klinik kecantikan ditempatku tinggal. Tapi aku ngerasa wajahku kusam, apalagi sekarang aku tinggal di kota Surabaya yang membuat aku harus bersahabat dengan matahari. Aku seorang mahasiswi di salah satu universitas negeri di Surabaya dan saat ini sedang memasuki program KKN pada akhir tahun 2017 di Gresik. Seorang mahasiswa yang sedang KKN harus lebih bersahabat dengan matahari, karena selalu melakukan kegiatan outdoor. Akibatnya wajah aku semakin kusam :( aku posting ini di tahun 2018 karena aku mau kasih review sesuai dengan pengalamanku. Akhirnya aku sharing dengan beberapa teman dan sampailah keputusanku untuk pakai Ms Glow. Awalnya aku belum tahu ternyata Ms Glow sudah buka cabang di Surabaya, aku dapet produknya dikirim temannya temenku yang tinggal di Malang, karena memang kantor pusat Ms Glow berada disana. Setelah aku melakukan konsultasi onlin...

Sudut Pertemuan

    Seseorang yang akan menemuimu di satu hari yang membahagiakan, seolah menjadi saksi bahwa ketetapan-Nya itu nyata. Seseorang yang bersedia untuk datang. Seseorang yang akan menjawab seluruh doa-doa selama masa penantian. Seseorang yang kamu minta kepada yang maha tepat.     Bisa saja ia yang selalu berada disampingmu, bisa juga ia adalah seseorang yang belum pernah kamu temui. Langkahnya dan langkahmu dituntun oleh-Nya, bertemu disatu titik yang sama, dalam waktu yang tepat dan keadaan yang tepat. Tidak ada yang tahu, kecuali Allah.     Waktu akan berjalan dengan sendirinya, sesuai kehendak-Nya. Tidak tergesa apalagi memaksa. Apa yang kita sangka baik, belum tentu sepenuhnya baik, pun sebaliknya. Jalani hari dengan sebaik-baiknya, dengan kesabaran bahwa akan ada jalan ini menemui satu sudut yang berbeda. Sudut yang terbentuk dari pertemuan kamu dan dia.     Jika hari itu datang, kamu akan memintanya untuk mencintaimu. Jika kamu saja tidak dapa...