BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Masa remaja merupakan
masa yang sangat penting dalam perkembangan seseorang remaja putri. Pada tahap
ini remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak–kanak menjadi
masa dewasa yang melibatkan suatu perubahan berbagai aspek seperti perkembangan
fisik, biologis, psikologis dan sosial budaya (Sarwono, 2008). Masa remaja ditandai dengan adanya
pubertas. Pubertas adalah perubahan cepat pada kematangan fisik yang meliputi
perubahan tubuh dan hormonal yang terjadi selama masa remaja awal. Pubertas
tercapai pada umur 12–16 tahun. Pada
masa ini hormon seksual seperti esterogen meningkat kuat. Hal ini yang
menyebabkan banyak perubahan dalam tubuh remaja putri seperti tumbuhnya
payudara, pinggul melebar dan membesar, tumbuhya rambut–rambut halus di daerah
kemaluan dan ketiak serta juga dimulainya kematangan seksual yang ditandai
dengan menstruasi pertama kalinya atau di sebut dengan menarche
(Proverawati& Misaroh, 2009).
Berdasarkan data yang
didapat oleh World Health Organization (WHO) sekitar seperlima dari penduduk
dunia dari remaja berumur 10-19 tahun sudah mengalami menstruasi (Efendi & Makhfudli, 2009). Di Indonesia usia seseorang anak
perempuan mulai mendapat menarche sangat bervariasi, terdapat kecenderungan
bahwa saat ini anak mendapatkan menstruasi pada usia yang lebih muda. Ada yang
memulai pada saat usia 8 tahun, dan terdapat juga pada usia 16 tahun baru
memulai siklusnya. Akan tetapi rata–rata anak Indonesia mendapatkan menstruasi
pertamanya yaitu pada usia 12 tahun (Proverawati
& Misaroh, 2009). Selama ini sebagian masyarakat di Indonesia masih merasa
tabu menceritakan tentang masalah menstruasi dalam keluarga, sehingga remaja
awal kurang memiliki pengetahuan dan sikap yang cukup baik tentang
perubahan–perubahan fisik dan psikologis terkait masalah menarche.
Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Ayu (2009), Di SMP Playen Gunung Kidul, narasumber yang
dapat mempersiapkan seorang remaja putri dalam menghadapi menarche, termasuk
diantaranya ibu, ayah, teman sebaya, informasi komersial, penyedia layanan
kesehatan, guru disekolah. Sedangkan hasil penelitian Nagar dan Aimol (2010)
tentang Pengetahuan Remaja Meghalaya (India) tentang menstruasi menunjukan
bahwa 50% pengetahuan tentang menstruasi diperoleh remaja dari teman, 36%
pengetahuan tentang menstruasi diperoleh dari ibu dan 19% diperoleh dari keluarga
terdekat. Hasil penelitian ini menggambarkan adanya hambatan komunikasi antara
ibu dan anak untuk membicarakan masalah seksualitas. Penelitian sejenis yang
dilakukan oleh Fajri (2011) juga menyatakan bahwa apabila komunikasi antara ibu
dan anak berlangsung efektif maka remaja akan siap dalam menghadapi menstruasi
pertama (menarche).
1.2
Tujuan
1.2.1
Tujuan
umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan
pada remaja dengan menerapkan pola pikir
melalui pendekatan manajemen kebidanan Varney dan dokumentasi SOAP yang tepat
pada remaja.
1.2.2
Tujuan
khusus
Mahasiswa
mampu dengan benar :
a.
Menjelaskan
mengenai teori dan konsep dasar asuhan kebidanan pada remaja.
b.
Mengintegrasikan
teori dan manajemen asuhan kebidanan serta mengimplementasikannya pada kasus
yang dihadapi, yang meliputi:
1)
Melakukan
pengkajian data subjektif dan objektif asuhan kebidanan pada remaja.
2)
Melakukan
analisis data yang telah diperoleh untuk merumuskan diagnosa dan masalah aktual
pada remaja.
3)
Melakukan
identifikasi diagnosa dan masalah potensial pada remaja.
4)
Mengidentifikasi
kebutuhan tindakan segera dan rujukan pada remaja.
5) Menyusun
rencana asuhan kebidanan pada remaja.
6)
Melaksanakan
rencana asuhan kebidanan pada remaja yang telah disusun.
7) Melakukan
evaluasi hasil asuhan yang telah dilakukan pada remaja.
8)
Melakukan
dokumentasi asuhan kebidanan yang telah diberikan pada remaja.
9)
Menganalisis asuhan kebidanan pada remaja yang telah dilaksanakan dengan teori yang ada.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1.
Konsep
Remaja
2.1.1.
Definisi
Remaja
Menurut The Health Resource and Service
Administration Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah 11-21
tahun dan terbagi menjadi 3 tahap, yaitu remaja awal (11-14 tahun); remaja
menengah (15-17 tahun): dan remaja akhir (18-21 tahun). Definisi ini kemudian
disatukan dalam terminologi kamu muda (young
people) yang mencakup usia 10-24 tahun (Kusmiran, 2011).
Menurut peraturan menteri kesehatan RI nomor 25 tahun
2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja 10-24 tahun dan
belum menikah (BKKBN, 2012). Sedangkan menurut WHO remaja adalah penduduk dalam
rentang usia 10 – 19 tahun (WHO, 2014). Masa
remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi
dan psikis. Masa remaja adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi
manusia, dan sering disebut masa pubertas (Wisyastuti, 2009).
World
Health Organization memberikan definisi tentang remaja yang lebih
bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu
biologis, psikologis, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi
tersebut berbunyi sebagai berikut. Remaja adalah suatu masa di mana: 1)
Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tandatanda seksual
sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. 2) Individu mengalami
perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
3) Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2010).
2.1.2.
Tahapan Remaja
Perkembangan dalam segi rohani atau kejiwaan
juga melewati tahapan-tahapan yang dalam hal ini dimungkinkan dengan adanya kontak
terhadap lingkungan atau sekitarnya. Menurut Ali, dkk (2010) dan Soetjiningsih,
dkk, (2010), masa remaja dibedakan menjadi:
1. Masa
remaja awal (10-13 tahun)
a) Tampak
dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya
b) Tampak
dan merasa ingin bebas
c) Tampak
dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berfikir
khayal (abstrak)
2. Masa
remaja tengah (14-16 tahun)
a) Tampak
dan merasa ingin mencari identitas diri
b) Ada
keinginan untuk berkencan atau tertarik pada lawan jenis
c) Timbul
perasaan cinta yang mendalam
d) Kemampuan
berfikir abstrak (berkhayal) makin berkembang
e) Berkhayal
mengenai hal-hal yang bekaitan dengan seksual
3. Masa
remaja akhir (17-19 tahun)
a) Menampakkan
pengungkapan kebebasan diri
b) Dalam
mencari teman sebaya lebih selektif
c) Memiliki
citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya
d) Dapat
mewujudkan perasaan cinta
e) Memiliki
kemampuan berfikir khayal atau abstrak
2.1.3.
Pubertas
Pubertas adalah rangkaian peristiwa yang mengarah ke pematangan seksual. Waktu terjadinya percepatan pertumbuhan, pematangan tulang rangka, perkembangan
karakteristik seksual,dan pencapaian fertilitas (Norwitz dan Schorge, 2018).
Penentu utama waktu dimulainya pubertas bersifat genetik. Faktor lingkungan (kesehatan umum, status nutrisi, lokasi
geografi) merupakan faktor penting. Perubahan-perubahan pubertas dipicu oleh
pematangan aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium. Onset pubertas diawali oleh
pelepasan hormn pelepas gonadotropin (Gonadotropin-releasing-hormone,
GnRH) pulsatile dari hipotalamus. Tanda utama endokrinologi pubertas yaitu
peningkatan produksi gonadotropin hipofisis (luteinizing hormone, LH), hormone penstimulasi folikel (follicle-stimulating-hormone, FSH)
sebagai respons terhadap GnRH pulsatil. Fase pematangan akhir adalah
perkembangan lonjakan Lh pada pertengan siklus dengan pola siklik sebagai
respons terhadap umpan balik positif hormone-hormon steroid, terutama
estradiol-17β. Lonjakan LH di pertengahan siklus menginduksi ovulasi dan siklus menstruasi
wanita (Norwitz dan Schorge, 2018).
2.1.4.
Tahapan Pubertas
Menurut
Diana (2001) pubertas pada perempuan meliputi thelarche, menarche,
dan adrenarch. Telarch (perkembangan payudara)
merupakan tanda pertama pubertas. Biasanya perkembangan payudara dimulai pada
usia 8 dan 10 tahun dan berhubungan dengan peningkatan produksi estrogen
(Norwitz dan Schorge, 2018). Adrenarch (perkembangan rambut pubis dan aksila) adalah tahap kedua dari
pematangan dan umumnya terjadi pada usia anata 11-12 tahun. Rambut aksila
biasanya terlihat setelah pertumbuhan rambut pubis lengkap (Norwitz dan
Schorge, 2018). Menarche (onset menstruasi) biasanya terjadi 2-3 tahun setelah telarch pada usia 11-13 tahun. Siklus
awal biasanya bersifat anovulatoris dan tidak teratur (Norwitz dan Schorge, 2018).
Meskipun
rata-rata pertumbuhan yang cepat adalah satu bukti dari pubertas di
perempuan, thelarche adalah yang biasanya pertama kali
terlihat. Rata-rata umur untuk perkembangan payudara (Tahap-tahap Tanner
terhadap payudara 2) pada perempuan, tidak berpatokan pada ras, adalah sekitar
umur 9.5 dan 10 tahun, dengan persentase 5% perempuan mengalami perkembangan
payudara pada ulangtahunnya yang ke-8, dengan maturitas penuh (Tahap-tahap
Tanner 5) pada umur 14 tahun. Jika pola dunia tentang karakteristik dari
pubertas lebih awal dalam beberapa tahun terkahir tetap digunakan, pola ini
merupakan rata-rata yang berkurang. Ada variasi yang dapat dipertimbangkan pada
tempo pubertas, secara umum dengan tempo yang lebih lambat dengan awal yang
lebih cepat, dengan awal dari perkembangan pubertas yang berhubungan dengan
jumlah dari steroid seks.
Stadium |
Rambut Pubis |
Payudara |
Other Changes |
1. |
Pra-pubertas |
Pra-pupertas |
A1 (axilla hair) Pra-pubertas A2 Axillary hair develops (12 years) Acne
Vulgaris develop (13,2 years) Adrenarche
: Age ±9 years Menarche
Age 12,7 years (10,8-14,5
years) |
2. |
Jarang, sedikit berpigmen, lurus batas medial labia ±(9-13,4) tahun |
Payudara dan papila menonjol sebagai bukit kecil, diameter areola
bertambah ±(8,9-12,9) tahun |
|
3. |
Lebih hitam mulai keriting, jumlah bertambah ±(9,6-14,1) tahun |
Payudara dan areola mmbesar, tidak ada pemisahan garis bentuk ±(9,9-13,9)
tahun |
|
4. |
Kasar, keriting, banyak tetapi lebih sedikit daripada orang dewasa
±(10,4-14,8) tahun |
Areola dan papila membentuk bukit kedua ± (10,5-15,3) tahun |
|
5. |
Segitiga wanita dewasa, menyebar ke permukaan mediah paha ± (13-16) tahun |
Bentuk dewasa, papila menonjol, areola merupakan bagian dari garis bentuk
umum payudara ±(13-16) tahun |
Sumber : Behrman,
dkk, 2012.
2.1.5.
Perubahan yang terjadi pada remaja
Perubahan yang terjadi pada remaja
diantaranya:
1)
Perubahan
Hormonal
Pubertas terjadi
sebagai akibat peningkatan sekresi gonadotropin releasing hormone (GnRH)
dari hipotalamus, diikuti oleh sekuens perubahan sistem endokrin yang kompleks
yang melibatkan sistemumpan balik negatif dan positif. Selanjutnya, sekuens ini
akan diikuti dengan timbulnya tanda-tanda seks sekunder, pacu tumbuh, dan
kesiapan untuk reproduksi. Gonadotropin releasing hormone disekresikan
dalam jumlah cukup banyak pada saat janin berusia 10 minggu, mencapai kadar
puncaknya pada usia gestasi 20 minggu dan kemudian menurun pada saat akhir
kehamilan. Hal ini diperkirakan terjadi karena maturasi sistim umpan balik
hipotalamus karena peningkatan kadar estrogen perifer. Pada saat lahir GnRH
meningkat lagi secara periodik setelah pengaruh
estrogen dari plasenta hilang. Keadaan ini berlangsung sampai usia 4 tahun
ketika susunan saraf pusat menghambat sekresi GnRH. Pubertas normal diawali
oleh terjadinya aktivasi aksis hipotalamus–hipofisis–gonad dengan peningkatan
GnRH secara menetap (Batubara, 2010).
Kontrol neuroendokrin
untuk dimulainya pubertas masih belum diketahui secara pasti. Terdapat berbagai
faktor yang dianggap berperan dalam awitan pubertas, antara lain faktor
genetik, nutrisi, dan lingkungan lainnya. Secara genetik terdapat berbagai
teori yang mengatur awitan pubertas, antara lain pengaturan oleh gen GPR54,
suatu G-coupled protein receptor. Mutasi pada gen GPR54 dapat
menyebabkan terjadinya hipogonadotropik hipogonadisme idiopatik. Pada tikus
percobaan, defisiensi gen GPR54 menyebabkan volume testis tikus jantan menjadi
kecil, sedangkan pada tikus betina menyebabkan terlambatnya maturasi folikel
dan pembukaan vagina (Batubara, 2010).
Pada tahun 1971,
Frisch dan Revelle mengemukakan peran nutrisi terhadap awitan pubertas.5 Frisch
dan Revelle menyatakan bahwa dibutuhkan berat badan sekitar 48 kg untuk
timbulnya menarke, sedangkan pada penelitian selanjutnya dinyatakan bahwa
dibutuhkan perbandingan lemak dan lean body mass tertentu untuk
timbulnya pubertas dan untuk mempertahankan kapasitas reproduksi. Leptin, suatu
hormon yang dihasilkan di jaringan lemak (white adipose) yang mengatur
kebiasaan makan dan thermogenesis diperkirakan juga berperan dalam mengatur
awitan pubertas. Pada keadaan puasa kadar leptin menurun, begitu pula dengan
kadar gonadotropin. Penemuan ini menunjang hipotesis peran nutrisi dalam
pengaturan pubertas. Pada penelitian selanjutnya ternyata hal ini masih
dipertanyakan karena kadar leptin tetap stabil selama pre-dan pasca pubertas.
Di samping itu terdapat berbagai faktor lain yang diperkirakan mempengaruhi
awitan pubertas, seperti pertumbuhan janin intrauterin, migrasi ke negara lain,
dan faktor lingkungan lainnya (Batubara, 2010).
Pada saat remaja atau
pubertas, inhibisi susunan saraf pusat terhadap hipotalamus menghilang sehingga
hipotalamus mengeluarkan GnRH akibat sensitivitas gonadalstat. Selama periode
prepubertal gonadalstat tidak sensitif terhadap rendahnya kadar steroid yang
beredar, akan tetapi pada periode pubertas akan terjadi umpan balik akibat
kadar steroid yang rendah sehingga GnRH dan gonadotopin akan dilepaskan dalam
jumlah yang banyak.8 Pada awalnya GnRH
akan disekresi secara diurnal pada usia sekitar 6 tahun. Hormon GnRH kemudian
akan berikatan dengan reseptor di hipofisis sehingga sel-sel gonadotrop akan
mengeluarkan luteneizing hormone (LH) dan follicle stimulating
hormone (FSH). Hal ini terlihat dengan terdapatnya peningkatan sekresi LH
1-2 tahun sebelum awitan pubertas. Sekresi LH yang pulsatile terus berlanjut
sampai awal pubertas (Batubara, 2010).
Pada anak perempuan,
mula-mula akan terjadi peningkatan FSH pada usia sekitar 8 tahun kemudian
diikuti oleh peningkatan LH pada periode berikutnya. Pada periode selanjutnya,
FSH akan merangsang sel granulosa untuk menghasilkan estrogen dan inhibin.
Estrogen akan merangsang timbulnya tanda-tanda seks sekunder sedangkan inhibin
berperan dalam kontrol mekanisme umpan balik pada aksis hipotalamushipofisis-
gonad. Hormon LH berperan pada proses menarke dan merangsang timbulnya ovulasi.
Hormon androgen adrenal, dalam hal ini dehidroepiandrosteron (DHEA) mulai
meningkat pada awal sebelum pubertas, sebelum terjadi peningkatan gonadotropin.
Hormon DHEA berperan pada proses adrenarke (Batubara, 2010).
Proses menarke normal
terdiri dalam tiga fase yaitu fase folikuler, fase ovulasi, dan fase luteal
(sekretori). Pada fase folikuler, peningkatan GnRH pulsatif dari hipotalamus
akan merangsang hipofisis untuk mengeluarkan FSH dan LH yang kemudian
merangsang pertumbuhan folikel. Folikel kemudian akan mensekresi estrogen yang
menginduksi proliferasi sel di endometrium. Kira-kira tujuh hari sebelum
ovulasi terdapat satu folikel yang dominan.
Pada puncak sekresi
estrogen, hipofisis mensekresi LH lebih banyak dan ovulasi terjadi 12 jam
setelah peningkatan LH. Pada fase luteal yang mengikuti fase ovulasi ditandai
dengan adanya korpus luteum yang dibentuk dari proses luteinisasi sel folikel.
Pada korpus luteum kolesterol dikonversi menjadi estrogen dan progesteron.
Progesteron ini mempunyai efek berlawanan dengan estrogen pada endometrium
yaitu menghambat proliferasi dan perubahan produksi kelenjar sehingga
memungkinkan terjadinya implantasi ovum. Tanpa terjadinya fertilisasi ovum dan
produksi human chorionic gonadotropine (hCG), korpus luteum tidak bisa
bertahan. Regresi korpus luteum mengakibatkan penurunan kadar progesteron dan
estrogen yang menyebabkan terlepasnya endometrium, proses tersebut dikenal
sebagai menstruasi. Menstruasi terjadi kira-kira 14 hari setelah ovulasi
(Batubara, 2010).
Pada anak laki-laki,
perubahan hormonal ini dimulai dengan peningkatan LH, kemudian diikuti oleh
peningkatan FSH. Luteinising hormon akan menstimulasi sel Leydig testis
untuk mengeluarkan testosteron yang selanjutnya akan merangsang pertumbuhan
seks sekunder, sedangkan FSH merangsang sel sertoli untuk mengeluarkan inhibin
sebagai umpan balik terhadap aksis hipotalamus-hipofisis-gonad. Fungsi lain FSH
menstimulasi perkembangan tubulus seminiferus menyebabkan terjadinya pembesaran
testis. Pada saat pubertas terjadi spermatogenesis akibat pengaruh FSH dan
testosterone yang dihasilkan oleh sel Leydig.
Pada periode pubertas,
selain terjadi perubahan pada aksis hipotalamus-hipofisis-gonad, ternyata
terdapat hormon lain yang juga memiliki peran yang cukup besar selama pubertas
yaitu hormone pertumbuhan (growth hormone/GH). Pada periode pubertas, GH
dikeluarkan dalam jumlah lebih besar dan berhubungan dengan proses pacu tumbuh
selama masa pubertas. Pacu tumbuh selama pubertas memberi kontribusi sebesar
17% dari tinggi dewasa anak lakilaki dan 12% dari tinggi dewasa anak perempuan.
Sebelum mulai pacu tumbuh, remaja
perempuan tumbuh dengan kecepatan 5,5 cm/tahun (4-7,5 cm). Sekitar 2 tahun
setelah mulainya pacu tumbuh, remaja mencapai puncak kecepatan tinggi badannya
(peak height velocity) dengan
kecepatan 8cm/tahun (6-10,5 cm). kecepatan maksimal dicapai 6-12 bulan sebelum menarche dan ini dipertahankan hanya untuk
beberapa bulan. Kemudian kecepatan pertumbuhan linier mengalami deselerasi
untuk 2 tahun berikutnya atau lebih (Soetjiningsih, 2010).
Dibandingkan dengan anak
laki-laki, pacu tumbuh anak perempuan dimulai lebih cepat yaitu sekitar umur 8
tahun, sedangkan anak laki-laki baru pada umur 10 tahun. Tetapi pertumbuhan
perempuan lebih cepat berhenti yaitu pada umur 18 tahun sudah tidak tumbuh
lagi. Memasuki nasa pubertas, remaja perempuan telah mencapai kira-kira 60%
berat dewasa. Dalam masa 3-6 bulan sebelum pacu tumbuh tinggi badannya,
kenaikan berat badan remaja perempuan hanya sekitar 2kg/ tahun (masa pra
sekolah), kemudian terjadi akselerasidan akhirnya mencapai PWV (peak weight velocity) sekitar 8 kg/
tahun (Soetjiningsih, 2010). IMT meningkat pada pubertas. Terdapat korelasi
yang kuat anatara saat pubertas dan IMT, yaitu: anak yang mempunyai nilai
rata-rata IMT yang lebih tinggi akan mengalami maturitas lebih awal
(Soetjiningsih, 2010).
Hormon steroid seks
meningkatkan sekresi GH pada anak laki-laki dan perempuan. Pada anak perempuan
terjadi peningkatan GH pada awal pubertas sedangkan pada anak laki-laki
peningkatan ini terjadi pada akhir pubertas. Perbedaan waktu peningkatan GH
pada anak laki-laki dan perempuan serta awitan pubertas dapat menjelaskan perbedaan
tinggi akhir anak laki-laki dan perempuan (Batubara, 2010).
2)
Perubahan Fisik
Perubahan yang cukup menyolok terjadi ketika remaja
baik perempuan dan laki-kali memasuki
usia antara 9 – 15 tahun, pada saat itu mereka tidak hanya tubuh menjadi lebih
tinggi dan lebih besar saja, tetapi terjadi juga perubahan-perubahan di dalam
tubuh yg memungkinkan untuk bereproduksi atau berketurunan. Perubahan dari masa
kanak-kanak menuju masa dewasa atau sering dikenal dengan istilah masa pubertas
ditandai dengan datangnya menstruasi pada perempuan atau mimpi basah pada
laki-laki.
(1)
Tanda-tanda
perubahan seks primer
·
Menstruasi
Proses
terjadinya menstruasi
1.
Siklus
Endomentrium
Siklus endometrium
menurut Bobak, dkk (2012),
terdiri dari empat
fase, yaitu :
a.
Fase menstruasi
Pada fase
ini, endometrium terlepas
dari dinding uterus
dengan disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum
basale. Rata-rata fase ini berlangsung
selama lima hari
(rentang 3-6 hari).
Pada awal fase menstruasi kadar estrogen, progesteron,
LH (Lutenizing Hormon) menurun atau pada
kadar terendahnya selama
siklus dan kadar
FSH (Folikel Stimulating Hormon) baru mulai meningkat.
b.
Fase proliferasi
Fase proliferasi
merupakan periode pertumbuhan
cepat yang berlangsung sejak sekitar hari ke-5 sampai
hari ke-14 dari siklus haid, misalnya hari
ke-10 siklus 24
hari, hari ke-15
siklus 28 hari,
hari ke-18 siklus
32 hari. Permukaan endometrium
secara lengkap kembali normal sekitar empat hari atau menjelang perdarahan
berhenti. Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm atau sekitar 8-10
kali lipat dari semula, yang akan berakhir saat ovulasi. Fase
proliferasi tergantung pada
stimulasi estrogen yang
berasal dari folikel ovarium.
c.
Fase
sekresi/luteal
Fase
sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum
periode menstruasi berikutnya. Pada akhir
fase sekresi, endometrium sekretorius
yang matang dengan sempurna
mencapai ketebalan seperti
beludru yang tebal dan
halus. Endometrium menjadi kaya
dengan darah dan
sekresi kelenjar.
d.
Fase iskemi/premenstrual
Implantasi
atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai 10 hari setelah ovulasi.
Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum yang mensekresi
estrogen dan progesteron menyusut. Seiring penyusutan kadar estrogen
dan progesteron yang
cepat, arteri spiral
menjadi spasme, sehingga suplai
darah ke endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional
terpisah dari lapisan
basal dan perdarahan
menstruasi dimulai.
2.
Siklus Ovulasi
Ovulasi merupakan
peningkatan kadar estrogen
yang menghambat pengeluaran
FSH, kemudian hipofise
mengeluarkan LH (lutenizing
hormon). Peningkatan kadar LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari
folikel. Folikel primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel
primordial). Sebelum ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur didalam
ovarium dibawah pengaruh FSH dan estrogen.
Lonjakan LH sebelum
terjadi ovulasi mempengaruhi
folikel yang terpilih. Di
dalam folikel yang terpilih, oosit matur dan terjadi ovulasi, folikel yang
kosong memulai berformasi
menjadi korpus luteum.
Korpus luteum mencapai puncak
aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, dan mensekresi baik hormon
estrogen maupun progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi, korpus
luteum berkurang dan
kadar hormon menurun.
Sehingga lapisan fungsional endometrium tidak dapat bertahan
dan akhirnya luruh.
3.
Siklus
Hipofisis-hipotalamus
Menjelang akhir
siklus menstruasi yang
normal, kadar estrogen
dan progesteron darah menurun.
Kadar hormon ovarium
yang rendah dalam darah ini menstimulasi hipotalamus untuk
mensekresi gonadotropin realising hormone (Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH
menstimulasi sekresi folikel stimulating hormone (FSH). FSH menstimulasi
perkembangan folikel de graaf ovarium dan produksi estrogennya. Kadar
estrogen mulai menurun
dan Gn-RH hipotalamus
memicu hipofisis anterior untuk
mengeluarkan lutenizing hormone
(LH). LH mencapai puncak pada
sekitar hari ke-13
atau ke-14 dari
siklus 28 hari.
Apabila tidak terjadi fertilisasi
dan implantasi ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut, oleh karena
itu kadar estrogen
dan progesteron menurun,
maka terjadi menstruasi.
(2)
Tanda-tanda
perubahan seks sekunder
Pada masa pubertas ditandai dengan kematangan
organ-organ reproduksi, termasuk pertumbuhan seks sekunder. Pada masa ini juga
remaja mengalami pertumbuhan fisik yang sangat cepat (BKKBN, 2012). Ciri-ciri
seksual pada remaja putri seperti pinggul menjadi tambah lebar dan bulat, kulit
lebih halus dan pori-pori bertambah besar. Selanjutnya ciri sekunder lainnya
ditandai oleh kelenjar lemak dan keringat menjadi lebih aktif, dan sumbatan
kelenjar lemak dapat menyebabkan jerawat (Al-Mighwar, 2006).
Menurut Widyastuti, dkk (2009) tanda-tanda seks
sekunder pada wanita antara lain:
a)
Rambut
Rambut
kemaluan pada wanita juga tumbuh seperti halnya remaja laki-laki. Tumbuhnya
rambut kemaluan ini terjadi setelah pinggul dan payudara mulai berkembang. Bulu
ketiak dan bulu pada kulit wajah tampak setelah haid. Semua rambut kecuali
rambut wajah mula-mula lurus dan terang warnanya, kemudian menjadi lebih subur,
lebih kasar, lebih gelap dan agak keriting.
b)
Pinggul
Pinggul pun
menjadi berkembang, membesar dan membulat. Hal ini sebagai akibatmembesarnya
tulang pinggul dan berkembangnya lemak di bawah kulit.
c)
Payudara
Seiring
pinggul membesar, maka payudara juga membesar dan puting susu menonjol. Hal ini
terjadi secara harmonis sesuai pula dengan berkembang dan makin besarnya
kelenjar susu sehingga payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.
d)
Kulit
Kulit,
seperti halnya laki-laki juga menjadi lebih kasar, lebih tebal, pori-pori
membesar. Akan tetapi berbeda dengan laki-laki kulit pada wanita tetap lebih
lembut.
e)
Kelenjar lemak
dan kelenjar keringat
Kelenjar
lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif. Sumbatan kelenjar lemak dapat
menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat dan baunya menusuk sebelum dan selama
masa haid.
f)
Otot
Menjelang
akhir masa puber,otot semakin membesar dan kuat. Akibatnya akan membentuk bahu,
lengan dan tungkai kaki.
g)
Suara
Suara
berubah semakin merdu. Suara serak jarang terjadi pada wanita. Empat
pertumbuhan tubuh yang paling menonjol pada perempuan ialah pertambahan tinggi
badan yang cepat, menarche, pertumbuhan buah dada, dan pertumbuhan rambut
kemaluan (Santrock, 2007).
3)
Perkembangan Psikologis Masa Remaja
Widyastuti, dkk (2009) menjelaskan tentang perubahan
kejiwaan pada masa remaja. Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan kejiwaan
pada remaja adalah:
(1)
Perubahan emosi.
Perubahan tersebut berupa kondisi:
a)
Sensitif atau
peka misalnya mudah menangis, cemas, frustasi, dan sebaliknya bisa tertawa
tanpa alasan yang jelas. Utamanya sering terjadi pada remaja putri, lebih-lebih
sebelum menstruasi.
b)
Mudah bereaksi
bahkan agresif terhadap gangguan atau rangsangan luar yang mempengaruhinya.
Itulah sebabnya mudah terjadi perkelahian. Suka mencari perhatian dan bertindak
tanpa berpikir terlebih dahulu.
c)
Ada kecenderungan
tidak patuh pada orang tua, dan lebih senang pergi bersama dengan temannya
daripada tinggal di rumah.
(2)
Perkembangan
intelegensia. Pada perkembangan ini menyebabkan remaja:
a)
Cenderung
mengembangkan cara berpikir abstrak, suka memberikan kritik.
b)
Cenderung ingin
mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku ingin mencoba-coba. Tetapi
dari semua itu, proses perubahan kejiwaan tersebut berlangsung lebih lambat
dibandingkan perubahan fisiknya.
4)
Perkembangan
Kognitif Masa Remaja
Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar,
memori, menalar, berpikir, dan bahasa (Jahja, 2012). Menurut Piaget (dalam
Santrock, 2011), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena
perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara
aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak
langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka.
Remaja telah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang
lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga mengembangkan ide-ide
ini. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati,
tetapi remaja mampu mengholah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu
ide baru.
Kekuatan pemikiran remaja yang
sedang berkembang membuka cakrawala kognitif dan cakrawala sosial baru.
Pemikiran mereka semakin abstrak (remaja berpikir lebih abstrak daripada
anak-anak), logis (remaja mulai berpikir seperti ilmuwan, yang menyusun
rencana-rencana untuk memecahkan masalah-masalah dan menguji secara sistematis
pemecahan-pemecahan masalah), dan idealis (remaja sering berpikir tentang apa
yang mungkin. Mereka berpikir tentang ciriciri ideal diri mereka sendiri, orang
lain, dan dunia); lebih mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang
lain, dan apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka; serta cenderung
menginterpretasikan dan memantau dunia sosial (Santrock, 2011). Masa remaja
awal (sekitar usia 11 atau 12 sampai 14 tahun), transisi keluar dari masa
kanak-kanak,menawarkan peluang untuk tumbuh – bukan hanya dalam dimensi fisik,
tetapi juga dalam kompetensi kognitif dan sosial (Papalia, dkk, 2011).
Jenis Perubahan |
Perempuan |
Laki-laki |
Hormon |
Estrogen dan progesteron |
Testosteron |
Tanda |
Menstruasi |
Mimpi basah |
Perubahan Fisik |
-
Pertambahan
TB -
Tumbuh
rambut disekitar alat kelamin dan ketiak -
Kulit
menjadi lebih halus -
Suara
menjadi lebih halus dan tinggi -
Payudara
mulai mebesar -
Pinggul
semakin membesar -
Paha
membulat -
Mengalami
menstruasi |
-
tumbuh
rambut disekitar kemaluan, kaki, tangan, dada, ketiak dan wajah. Tampak pada anak
laki-laki mulai berkumis, berjambang, dan berbulu ketiak. -
Suara
bariton atau bertambah besar -
Badan
lebih berotot terutama bahu dan dada -
Pertambahan
BB dan TB -
Buah
zakar menjadi lebih besar dan bila terangsang dapat mengeluarkan sperma -
Mengalami
mimpi basah |
2.1.6.
Faktor yang memengaruhi usia menarche
Menurut Lestari (2011), faktor yang mempengaruhi
usia menarche diantaranya :
1) Faktor internal
a.
Organ Reproduksi
Faktor yang mempengaruhi usia
ketika mendapat haid pertama adalah vagina tidak tumbuh dan berkembang dengan
baik, rahim yang tidak tumbuh, indug telur yang tidak tumbuh. Beberapa wanita
remaja tidak mendapat haid karena vaginanya mempunyai sekat. Tidak jarang
ditemukan kelainan lebihkompleks lagi, yaitu wanita remaja tersebut tidak
mempunyai rahim atau rahim tidak tumbuh dengan sempurna yang disertai tidak
adanya lubang kemaluan. Kelainan ini disebut “ogenesisgenitalis” yang bersifat permanen, artinya perempuan
tersebut tidak akan mendapatkan haid
selama – lamanya.
b.
Hormonal
Alat reproduksi perempuan
merupakan alat akhir (endorgan)sehingga dipengaruhi oleh sistem hormonal yang
kompleks. Rangsangan yang datang dari luar, masuk kepusat panca indra,
diteruskan melalui striae terminalis menuju pusat yang disebut pubertas inhibitor.
Dengan hambatan tersebut, tidak terjadi rangsangan terhadap hipotalamus. Yang
akan memberikan rangsangan pada Hipofise
Pars Posterior sebagai Mother of Glad (pusat kelenjar – kelenjar).
Rangsangan terus menerus datang
ditangkap oleh panca indra, dengan makin selektif dapat lolos menuju
Hipotalamus selanjutnya menuju Hipofise anterior (depan) mengeluarkan hormon
yang dapat merangsang kelenjar untuk mengeluarkan hormon spesifiknya, yaitu kelenjar
tyroid yang memproduksi hormon tiroksin, kelenjar
indung telur yang memproduksi hormon estrogen dan progesteron, sedangkan
kelenjar adrenal menghasilkan hormon adrenalin. Pengeluaran hormon spesifik
sangat penting untuk tumbuh kembang mental dan fisik.
Perubahan yang berlangsung dalam
diri seorang perempuan pada masa pubertas dikendalikan oleh hipotalamus, yakni
suatu bagian tertentu pada otak manusia. Kurang lebih sebelum gadis itu
mengalami datang bulan atau haid, hypotalamus itu mulai menghasilkan zat kimia,
atau yang kita sebut sebagai hormon yang akan dilepaskannya. Hormon pertama
yang akan dihasilkan adalah perangsang kantong rambut (FSH; Folikel Stimulating
Hormon). Hormon ini merangsang pertumbuhan folikel yang mengandung sel telur
dalam indung telur. Karena terangsang
oleh FSH, folikel itu pun akan menghasilkan estrogen yang membantu pada bagian
dada dan alat kemaluan gadis.
Peningkatan taraf estrogen dalam
darah mempunyai pengaruh pada hipotalamus yang disebut feed back negatieve, ini menyebabkan berkurangnya faktor FSH. Akan
tetapi juga membuat hipotalamus melepaskan zat yang kedua, yaitu faktor pelepas
berupa hormon lutinasi pada gilirannya hal ini menyebabkan kelenjarnya bawah
otak melepaskan hormon lutinasi (LH; Luteinizing
Hormone). Hormon LH menyebabkan salah satu folikel itu pecah dan akan
mengeluarkan sel telur untuk memungkinkan terjadinya pembuahan. Folikel nyang
tersisa dikenal dengan “korpus lutium”. Korpus lutium selanjutnya menghasilkan
estrogen, lalu mulai mengeluarkan zat baru yang disebut “Progesterone”.
Progesteron akan mempersiapkan garis alas dari rahim untuk menerima dan memberi
makanan bagi sel telur yang telah dibuahi. Apabila sel telur tidak dibuahi,
taraf estrogen dan progesteron dalam aliran darah akan merosot sehingga
menyebabkan garis alas menjadi pecah – pecah, proses ini akibat timbul
perdarahan saat datang haid yang pertama.
c.
Penyakit
Beberapa penyakit kronis yang
menjadi penyebab terlambatnya haid adalah infeksi, kanker payudara. Kelainan
ini menimbulkan berat badan yang sangat rendah sehingga datangnya haid akan
tertunda.
2)
Faktor Eksternal
a.
Gizi
Zat gizi mempunyai nilai yang
sangat penting, yaitu untuk memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan
perkembangan yang sehat, terutama bagi mereka yang masih dalam pertumbuhan.
Keadaan gizi gadis remaja dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik dan usia
menarche. Dengan demikian perbedaan usia menarche dan siklus haid sangat
ditentukan berdasarkan keadaan status gizi. Semakin lengkap status gizinya,
maka semakin cepat usia menarche. Kebiasaan perempuan remaja untuk makan tidak
teratur juga berpengaruh, misalnya tidak sarapan, dan diet yang tidak
terkendali.
b.
Pengetahuan Orang Tua
Setiap wanita remaja yang
mengalami transisi kedewasaan atau mulai menampakkan tanda – tanda pubertas,
terutama menarche akan mengalami kecemasan. Penjelasan dari orang tua tentang
menarche dan permasalahannya akan mengurangi kecemasan remaja putri ketika
menarche datang. Disinilah orang tua sangat dibutuhkan terutama pada ibu.
c.
Gaya Hidup
Gaya
hidup berperan sangat penting dalam menentukan usia menarche, pada anak – anak
remaja yang mempunyai aktivitas olahraga, aktivitas lapangan. Remaja putri
yangmemiliki pola makan sehat dan olahraga baik akan
memperoleh menarche dengan normal dan baik. Penelitian
diberbagai negara menunjukkan hanya sepertiga dari 10 remaja putri yang
melakukan olahraga cukup. Sikap remaja putri dalam menghadapi haid pertama yang berbeda – beda
ini setidaknya dipengaruhi dari usia, tingkat
pengetahuan, kondisi Psikis.
2.1.7.
Menstruasi
Faktor yang mempengaruhi menstruasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi mnstrusi menurut Kusmiran (2012),
yaitu sebagai berikut:
1.
Faktor hormone
Hormon yang mempengaruhi
terjadinya menstruasi yaitu FSJ yang dikeluarkan oleh hipofisis, estrogen yang
dihasilkan oleh ovarium, LH yang dihasilkan oleh hipofisis, dan progesterone
yang dihasilkan oleh ovum.
2.
Faktor enzim
Enzim hidrolitik yang
terdapat dalam endometrium merusak sel yang berperan dalam sintesis protein,
yang menggangu metabolism sehingga mengakibatkan regresi endometrium dan
perdarahan
3.
Faktor vascular
Saat fase proliferasi,
terjadi pembenetukan system vaskularisasi dalam lapisan fungsional endometrium.
Pada pertumbuhan endometrium ikut tumbuh pula arteri-arteri, vena-vena, dan
hubungan di antara eduanya. Dengan regeresi endometrium, timbul statis dalam
vena-vena serta saluran-saluran yang menghubungkan dengan arteri, dan akhirnya
terjadi nekrosis dan perdarahan dengn pembentukan hematoma, baik dari arteri
maupun vena.
4.
Faktor prostaglandin
Endometrium mengandung
prostaglandin E2 dan F2.dengan adanya desintegrasi endometrium, prostaglandin
terlepas dan menyebabkan kontraksi myometrium sbagai suatu faktor untuk
membatasi perdarahan pada haid.
Menstruasi adalah perdarahan yang teratur dari uterus sebagai tanda bahwa
organ kandungan telah berfungsi matang. Umumnya remaja mengalami menarche pada
usia 12-16 tahun (Kusmiran, 2012).
Siklus menstruasi terdiri dari siklus endometrium dan siklus
ovarium, yang masing-masing siklus terdiri dari 3 fase.
a. Siklus endometrium
1.
Fase proliferasi
Stadium
ini berlangsung sejak berhentinya darah menstruasi sampai hari ke 14.pada fase
ini terjadi pertumbuhan dari desidua fungsionalis yang mempersiapkan rahum
untuk perlekatan janin. Pada fase ini endometrium tumbuh kembali.antara hari ke
12-14 terjadi ovulasi (Kusmiran, 2012).
Setelah
mestruasi, hanya selapis tipis stromas endometrium yang tertingal, dan sel-sel
epitel yang tertinggal adalah yang terletak di bagian dalam dari kelenjar yang
tersisa serta pada kripta endometrium. Dibawah pengaruh estrogen yang disekresi
dalam jumlah banyak oleh ovarium selamabagian pertama siklus ovarium,sel-sel
stroma dan epitel berproliferasi dengan cepat. Permukaan endometrium
akanmengalami epitelisasi kembali dalam waktu 4-7 hari setelah terjadinya
menstruasi (Guytondan Hall, 2013).
Selama satu setengah minggu berikunya, yaitu
sebelum terjadi ovulasi,ketebalan endometrium sangat meningkat karena jumlah
selstroma bertambah banyak dank arena pertumbuhan kelenjar endometrium serta
pembuluh darah baru yang progesif ke dalam endometrium. Pada saat ovulasi, endometrium
mempunyai ketebalan 3-5 mm. kelenjar endometrium, khususnya daerah serviks,
akan menyekresi mucus yang encer mirip benang. Benang mucus akan tersusun dari
sepanjang kanalis servikalis, membentuksaluran yang membantu mengarahkan
spermake arah yang tepat dari vagina menuju kedalam uterus (Guyton dan Hall, 2013).
2.
Fase sekresi
Fase
sekresi adalah masa sesudah terjadinya ovulasi. Hormone progesterone
dikeluarkan dan mempengaruhi pertumbuhan endometrium untuk membuat kondisi
Rahim siap untuk implantasi (Kusmiran, 2012).
Setelah
ovulasi, progesterone dan estrogen bersama-sama disekresi dalam jumlah besar
oleh korpus luteum. Estrogen menyebabkan sedikit proliferasi sel tambahan pada
endometrium selama fase siklus ini, sedangkan progesterone menyebabkan pembengkakan
yang nyata dan perkembangan sekretorik endometrium. Kelenjar makin
berkelok-kelok, sitoplasma dari sel stroma bertambah banyak, simpanan lipid dan
glikogen sangat meninkat, dan suplai darah ke dalam endometrium lebih lanjut
akan meningkat sebanding dengan perkembangan aktivitas sekresi, dengan pembuluh
darah yang semakin berkelok-kelok. Pada puncak fase sekretorik, sekitar 1
minggu setelah ovulasi, ketebalan endometrium 5-6 mm. Endometrium mengandung
sejumlah besar cadanan nutrient yang membentuk kondisi yang cocok
untukimplantasi ovum yang sudah dibuahi (Guyton dan hall, 2013).
3.
Fase menstruasi
Fase ini
berlangsung selama 3-7 hari. Endometrium dilepaskan sehingga timbul perdarahan.
Hormon-hormon ovarium berada pada kadar paling rendah (Kusmiran, 2012).
Jika
ovum tidak dibuahi, kira-kira 2 hari sebelum akhir siklus bulanan, korpus
luteum di ovarium tiba-tiba berinvolusi, dan hormone ovarium (estrogen dan
progesterone) menurun dengan tajam sampai kadar sekresi yang rendah. Menstruasi
disebabkan oleh berkurangnya estrogen dan progesterone, khususnya progesterone.
Efek pertama adalah penurunan rangsangan terhadap sel-sel endometrium oleh
kedua hormone ini, yang diikuti dengan cepat oleh involusi endometrium sendiri
menjadi 65% dari ketebalan semula (Guyton dan hall, 2013).
Selama
24 jam sebelum terjadi menstruasi, pembuluh darah yang berkelok-kelok, yang
mengarah ke lapisan mukosa endometrium, akan menjadi vasospastik. Vasospasme,
penurunan zast nutrisi endometrium dan hilang rangsangan hormonal menyebabkan dimulainya
proses nekrosis pada endometrium, khususnya pada pembuluh darah. Darah akan
merembes ke lapisan vascular endometrium, dan dareah perdarahan akan bertambah
besar dengan cepat dalam waktu 24-36 jam. 48 jam setelah terjadinya menstruasi,
semua lapisan superfisial endometrium sudah berdeskuamasi. Massa jaringan
deskuamasi dan darah di dalam cavum uteri, ditambah efek kontraksi dari
prostaglandin atau zat-zat lain, seluruhnya akan merangsang kontraksi uterus
yang menyebabkan dikeluarkan isi uterus (Guyton dan hall, 2013).
b. Siklus ovarium
1.
Fase Folikuler
Selama
beberapa hari pertama siklus bulanan wanita, FSH dan LH yang diskeresi dari
kelenjar hipofise anterior meningkat. FSH lebih sedikit besar daripadaLH. FSH
mempercepat pertumbuhan 6-12 folikel primer setiap bulan. Pertumbuhan folikel
dirangsang oleh FSH sendiri, peningkatan pertumbuhan terjadi sebagai berikut:
(1) Estrogen yang disekresikan ke dalam folikel dan menyebabkan sel-sela
granulosa membentuk jumlah reseptor FSH semakin banyak, mengakibatkan efek
umpan balikpositif karena estrogen membuat sel-sel granulosa lebih sensitive
terhadap FSH. (2) FSH dari hipofisis dan estrogen bergabung untuk memacu
reseptor LH sel-selgranulosa sebenarnya,sehingga terjadi rangsangan LH sebagai
tambahan terhadap rangsangan oleh FSH dan membentuk peningkatan sekresi
folikular yang lebih cepat. (3) peningkatan jumalah estrogen dari folikel
ditambah dengan peningkatan LH dari kelenjar hipofisis aanterior bersama-sama
bekerja untuk menyebabkan proliferasi sel-sel teka folikular dan meningkatkan
sekresi folikular (Guyton dan hall, 2013).
Setelah
pertumbuhan selama ±1 minggu, salah satu folikel tumbuh melebihi folikel yang
lain (dominan),folikel lain berinvolusi. Involusi karena sejumlah besar
estrogen yang bersal dari folikel yang tumbuh paling cepat tersebut bekerjapada
hipotalamus untuk lebih menekan kecepatan sekresi FSH oleh kelenjar hipofisis
anterior, dengan ini menghambat pertumbuhan folikel lain yang kurang berkembang
(Guyton dan hall, 2013).
2.
Fase ovulasi
Mendekati
kematangan folikel, folikel menyekresi estrogen yang lebih meningkat, dan
mencapai puncaknya 24-36 jam sebelum ovulasi. Onset LH surge terjadi saat
puncak estrogen. Ovulasi terjadi 10-12 jm setelah lonjakan LH dan 24-36 jam
setelah puncak estrogen (Sperrof, 1999).
Sekitar
2 hari sebelum ovulasi, laju kecepatan sekresi LH oleh kelenjar hipofisis
anterior meningkat dengan pesat, menjadi 6-10 kali lipat dan puncaknya 16 jam
sebelum ovulasi. FSH juga meningkat 2-3 kali lipat. LH mengubah sel granulosa
dan sel teka menjadi sel yang menyekresikan progesterone. Oleh karena itu
estrogen menurun 1 hari sebelum ovulasi. Pada lingkungan tempat terjadi (1)
pertumbuhan folikel yang berlangsung cepat, (2) berurangnya sekresi estrogen
setelah fase sekresi estrogen yang berlangsung lama, dan (3) dimulainya sekresi
progesterone, terjadi ovulasi. Tanpaadanya lonjakan hormone LH praovulasi,
tidak akan terjadi ovulasi (Guyton dan hall, 2013).
Lh
menyebabkan sekresihormon steroid filikular dengan cepat, yaitu progesterone.
Dalam beberapa jam akan terjadi peristiwa yang dibutuhkan untuk ovulasi, yaitu:
(1) teka eksterna mulai melepaskan enzim proteolitik dari lisosom, dan enzim
mengakibatkan pelarutan didin kapsulfolikular dan akibatnya melemahkan dinding,
menyebabkan makin bengkak seluruh folikel dan degenerasi stigma. (2) pembuluh
darah baru tumbuh ke dalam dinding
foliel, dan prostaglandin (hormone setempat yang menyebabkan vasodilatasi) akan
disekresikan kedalam jaringan folikular. Kombinasi ini mengakibatkan pecahnya
folikel disertai pengeluaran ovum (Guyton dan hall, 2013).
3.
Fase luteal
Selama beberapa jam pertama
sesudah ovum dikeluarkan dari folikel, sel granulosa dan teka interna berubah
menjadi sel lutein. Sel ini terisi lipid yang memberi warna kekuningan
(luteinisasi) yang disebut korpus luteum. Korpus luteum menyekresikan sejumlah
besar progesterone dan estrogen. Estrogen, khususnya, dan progesterone
mempunyai efek umpan balik terhadap kelenjar hipofise anterior untuk
mempertahankan kecepatan sekresi FSH dan LH yang rendah, khususnya FSH.FSH dan
LH yang rendah menyebabkan korpus luteum berdegenerasi secara
menyeluruh/involusi. Pada saat ini penghentian tiba-tiba sekresi estrogen,
progesterone,dan inhibin dari korpus luteum akan menghilangkan umpan balik
halangan dari kelenjarhipofisis anterior, memungkinkan kelenjar menyekresi FSH
dan LH kembali. FSH dan LH merangsang pertumbuhan folikel baru, memulai siklus
ovarium baru. Terhentinya estrogen dan progesterone menyebabkan mestruasi oleh
uterus.
2.1.8.
Masa Transisi Remaja
Pada usia
remaja, terdapat masa transisi yang akan dialami. Masa transisi tersebut
menurut Gunarsa (1978) dalam disertasi PKBI (2000) adalah
a.
Transisi fisik berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh
Bentuk tubuh remaja sudah berbeda dengan
anak-anak, tetapi belum sepenuhnya menampilkan bentuk tubuh orang dewasa. Hal
ini menyebabkan kebingungan peran, didukung pula dengan sikap masyarakat yang
kurang konsisten.
b.
Transisi dalam kehidupan emosi
Perubahan hormonal dalam tubuh remaja
berhubungan erat dengan peningkatan kehidupan emosi. Remaja sering
memperlihatkan ketidakstabilan emosi. Remaja tampak sering gelisah, cepat
tersinggung, melamun dan sedih, tetapi disisi lain akan gembira, tertawa,
ataupun marah-marah.
c.
Transisi dalam kehidupan sosial
Lingkungan sosial anak akan semakin bergeser
ke luar dari keluarga, dimana lingkungan teman sebaya mulai memegang peranan
penting. Pergeseran ikatan pada teman sebaya merupakan upaya remaja untuk
mandiri (melepaskan ikatan dengan keluarga).
d.
Transisi dalam nilai-nilai moral
Remaja mulai meninggalkan nilai-nilai yang
dianutnya dan menuju nilai-nilai yang dianut orang dewasa. Saat ini remaja
mulai meragukan nilai-nilai yang diterima pada waktu anak-anak dan mulai
mencari nilai sendiri.
e.
Transisi dalam pemahaman
Remaja mengalami perkembangan kognitif yang
pesat sehingga mulai mengembangkan kemapuan berpikir abstrak (Kusmiran, 2011).
2.1.9.
Tugas Perkembangan Remaja
Tugas
perkembangan dalam Kusmiran (2011) adalah hal-hal yang harus dipenuhi atau
dilakukan oleh remaja dan dipengaruhi oleh harapan sosial. Adapun tugas
perkembangan remaja adalah:
a.
Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman
sebaya baik pria maupun wanita.
b.
Mencapai peran sosial pria, dan wanita.
c.
Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara
efektif.
d.
Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang
bertanggung jawab.
e.
Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan
orang-orang dewasa lainnya.
f.
Mempersiapkan karir ekonomi.
g.
Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.
h.
Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai
pegangan untuk berperilaku mengembangkan
ideologi.
2.1.10.
Tujuan Perkembangan Remaja
a.
Perkembangan pribadi
1)
Keterampilan kognitif dan nonkognitif yang dibutuhkan
agar dapat mandiri secara ekonomi maupun mandiri dalam bidang-bidang pekerjaan
tertentu.
2)
Kecakapan dalam mengelola dan mengatasi masalah-masalah
pribadi secara efektif.
3)
Kecakapan-kecakapan sebagai seorang pengguna kekayaan
kultural dan peradaban bangsa.
4)
Kecakapan untuk dapat terikat dalam suatu keterlibatan
yang intensif pada suatu kegiatan.
b.
Perkembangan sosial
1)
Pengalaman bersama pribadi-pribadi yang berbeda dengan
dirinya, baik dalam kelas sosial, subkultur, maupun usia.
2)
Pengalaman dimana tindakannya dapat berpengaruh pada
orang lain.
3)
Kegiatan saling tergantung yang diarahkan pada
tujuan-tujuan bersama (interaksi kelompok) (Kusmiran, 2011).
2.1.11.
Aspek Perkembangan Remaja
Beberapa perkembangan aspek yang
terjadi pada remaja menurut Kusmiran (2011) yaitu:
a.
Perkembangan sosial
Perubahan dalam
perilaku sosial ditunjukkan dengan:
1)
minat dalam hubungan hetekeroseksual
yang lebih besar
2)
kegiatan-kegiatan
sosial yang melibatkan kedua jenis kelamin
3)
bertambahnya wawasan
sehingga remaja memiliki penilaian yang lebih serta lebih bisa mengerti orang
lain. Remaja juga mengembangkan kemampuan sosial yang mendorongnya lebih
percaya diri dan aktif dalam aktivitas sosial.
4)
berkurangnya prasangka
dan diskriminasi. Mereka cenderung tidak mempersoalkan orang yang tidak cocok
latar belakang budaya dan pribadinya.
b.
Perkembangan emosi
Ciri-ciri perkembangan
emosi pada tahap ini yaitu:
1)
emosi lebih mudah
bergejolak dan biasanya diekspresikan secara meledak-ledak
2)
kondisi emosional
biasanya berlangsung cukup lama sampai pada akhirnya ke keadaan semula yaitu
sebelum munculnya suatu keadaan emosi
3)
jenis-jenis emosi
sudah lebih bervariasi (perbedaan antara emosi satu dengan lainnya makin tipis)
bahkan ada emosi yang bercampur baur sehingga sulit dikenali oleh dirinya
sendiri. Remaja juga sering bingung dengan emosinya sendiri karena muncul
emosi-emosi yang bertentangan dalam suatu waktu, misalnya benci dan sayang.
4)
mulai munculnya
ketertarikan dengan lawan jenis yang melibatkan emosi (saynga, cinta, cemburu,
dll)
5)
remaja umumnya peka
terhadap cara orang lain memandang mereka sehingga menjadi mudah tersinggung.
c.
Perkembangan kognitif
Berdasarkan teori
perkembangan kognitif Piaget, kemampuan kognitif remaja berada pada tahap
formal operatif, umumny remaja menampilkan tingkah laku sebagai berikut:
1)
Krtitis. Segala
sesuatu harus rasional dan jelas sehingga remaja cenderung mempertanyakan kembali
aturan-aturan yang diterimanya
2)
Rasa ingin tahu yang
kuat
3)
Jalan pikiran
egosentris (berkaitan dengn menentang pendapat yang berbeda)
4)
Imagery audience
(remaja selalu diperhatikan atau menjadi pusat perhatian orang lain menyebabkan
remaja sangat terpengaruh oleh penampilan fisiknya dan dapat mempengaruhi
konsep dirinya
5)
Personal fables
(merasa dirinya sangat unik dan berbeda dengan orang lain).
d.
Perkembangan moral
Perubahan mendasar
dalam moralitas remaja meliputi:
1)
Mulai “memberontak”
dari nilai-nilai orang tua dan dewasa lainnya serta mulai menentukan
nilai-nilainya sendiri
2)
Pandangan moral remaja
semakin lama semakin menjadi lebih abstrak dan kurang nyata
3)
Keyakinan moral lebih
berpusat pada apa yang benar, bukan pada apa yang salah
4)
Penilaian moral menjadi
semakin kritis sehingga lebih berani menganalisis norma sosial dan norma
pribadi dan lebih berani dalam mengambil keputusan
5)
Penilaian moral
menjadi kurang egosentris, tetapi lebih mengembangkan norma berdasarkan
nilai-nilai kelompok sosialnya
6)
Penilaian moral
cenderung melibatkan beban emosi dan menimbulakn ketegangan psikosial
e.
Perkembangan konsep
diri (kepribadian)
Gambaran
pribadi remaja terhadap dirinya meliputi penilaian diri sendiri seperti
pengendalian keinginan dan dorongan-doronga dalam diri, suasanan hati yang
sedang dihayati remaja, bayangan subjektif terhadap kondisi tubuh serta merasa
orang lain selalu memperhatikan dirinya.
Sedangkan
penilaian sosial berisi bagaimana remaja menerima penilaian lingkungan sosial
pada dirinya. Selain itu, konsep lain yang berhubungan dengan konsep diri
adalah self image atau citra diri yaitu:
1)
Siapa saya (extand
self)
Bagaimana remaja
menilai keadaan pribadi dirinya seperti tingkat intelektual, status ekonomi
keluarga, atau peran di lingkungan sosialnya
2)
Saya ingin jadi apa
(desired sefl)
Remaja memiliki
harapan-harapan peran dan cita-cita yang ingin ia capai cenderung yang tidak
realistis
f.
Perkembangan
heteroseksual
Beberapa ciri-ciri
penting perkembangan heteroseksual remaja secara umum yaitu:
1)
Remaja mempelajari perilaku
orang dewasa sesuai dengan jenis kelaminnya untuk menarik perhatian lawan jenis
2)
Minat terhadap lawan
jenis semakin kuat disertai keinginan yang kuat untuk memiliki lawan jenis
3)
Minat terhadap
kehidupan seksual
4)
Mulai mencari
informasi tentang kehidupan seksual orang dewasa
5)
Minat dalam keintiman
secara fisik dengan adanya dorongan seksual dan ketertarikan terhadap lawan
jenis.
2.1.12.
Permasalahan kesehatan remaja
Masalah kesehatan remaja dapat dibagi
ke dalam dua golongan yaitu masalah kesehatan fisis dan masalah perilaku yang
menimbulkan kelainan fisis
1)
Masalah Kesehatan Fisik
Penyakit-penyakit
ringan yang terjadi pada remaja tetap merupakan masalah yang harus mendapat
perhatian, sebab bila tidak ditanggulangi akan menurunkan kualitas remaja
sebagai sumber daya manusia. Beberapa penyakit yang sering dijumpai antara
lain:
a. Akne
Merupakan
masalah kulit yang paling mengganggu remaja dan ditemukan pada sekitar 80%
remaja. Penyakit ini merupakan gangguan pada kelenjar pilosebaseus yang
ditandai dengan sumbatan dan peradangan folikel. Akne berkaitan dengan masalah
kebersihan kulit, pola makan, hormonal, psikologis, dan infeksi bakteri (Soetjiningsih, 2010).
Akne paling sering terjadi pada masa remaja dan dimulai pada awal pubertas.
Insiden akne pada remaja bervariasi antara 30-60% dengan insiden terbanyak pada
usia 14-17 tahun pada perempuan dan 16-19 tahun pada laki-laki (Soetjiningsih, 2010).
b. Masalah
Payudara
Perubahan
anatomik dan kelainan congenital dapat terjadi pada masa remaja. Payudara yang
asimetri, suatu keainan jinak dengan satu payudara berkembang lebih dini atau
pertumbuhannya lebih cepat daripada yang lain, lazim terjadi. Hal ini biasanya
terjadi di antara Tanner 2 dan 4, menetap sampai dewasa pada 25% perempuan (Abraham, 2006).
Massa payudara yang paling banyak terjadi pada
remaja adalah kista soliter dan perubahan fibrokistik, serta fibroadenoma.
Massa yang diakibatkan peradangan dan trauma jarang terjadi, dan kanker jarang
pada remaja perempuan. Kista soliter
merupakan massa payudara yang paling lazim pada remaja. Karena separuhnya
sembuh spontan dalam 2 hingga 3 bulan, biopsy sering tidak diperlukan. Kista
multiple atau rekuren pada remaja mungkin menunjukkan perubahan fibrokistik
dini (Abraham, 2006).
Sebagian
besar (75-90%) massa payudara pada remaja pada pemeriksaan biopsy dikenali
fibroadenoma. Fibroadenoma merupakan proliferasi jinak jaringan stroma, duktus
dan asinus. Pada pemeriksaan fisik teraba massa seperti karet, tidak nyeri,
berbatas tegas, biasanya berada pada kuadran atas luar. Insiden tertinggi
terjadi pada remaja akhir, tetapi fibroadenoma didapatkan pula pada gadis yang
belum menstruasi (Abraham, 2006).
c. Sindrom
premenstruasi (pre-menstrual syndrom/
PMS)
Merupakan keluhan-keluhan yang
biasanya terjadi mulai
satu minggu sampai beberapa
hari sebelum datangnya
haid yang menghilang
sesudah haid datang walaupun
kadang-kadang berlangsung terus
sampai haid berhenti. Penyebab terjadinya
tidak jelas, tetapi
mungkin faktor penting
ialah ketidakseimbangan estrogen dan
progesteron dengan akibat
retensi cairan dan natrium, penambahan berat badan, dan
kadang-kadang edema. Dalam hubungan dengan kelainan hormonal, pada premenstrual
syndrom terdapat defisiensi luteal dan pengurangan produksi progesterone.
Faktor kejiwaan, masalah
dalam keluarga, masalah sosial juga memegang peranan penting. Yang lebih mudah
menderita keluhan-keluhan ini adalah wanita
yang lebih peka
terhadap perubahan hormonal
dalam siklus haid
dan terhadap faktor-faktor
psikologis. Keluhan terdiri dari
gangguan emosional berupa
emosional berupa
iritabilitas, gelisah, insomnia,
nyeri kepala, perut
kembung, mual, pembesaran dan rasa
nyeri pada mammae,
dan sebagainya. Sedang pada
kasus yang berat
terdapat depresi, rasa ketakutan,
gangguan konsentrasi, dan
peningkatan gejala-gejala
tersebut di atas (Manuaba, 2010).
d. Amenorrhea
Amenore secara tradisional
dibedakan menjadi amenore primer dan amenore sekunder. Amenore primer
didefinisikan sebagai tidak adanya menstruasi sejak usia menarke yang
seharusnya disertai berkembangnya payudara atau pada usia 14-15 tahun dalam
keadaan tidak adanya maturasi payudara. Amenore sekunder adalah hilangnya
menstruasi setelah menarke lebih dari 6 bulan berturut-turut dengan riwayat
menstruasi yang teratur atau lebih dari 12 bulan dengan riwayat yang tidak
teratur (Abraham, 2006).
Amenore hipotalamus
dipikirkan disebabkan oleh adanya hambatan parsial atau lengkap pada pelepasan
hormone pelepass gonadotropin (GnRH). Amenore hipotalamik ini dapat berkaitan
dengan defisiensi nutrisi sekunder akibat penyakit-penyakit seperti enteritis
regional, fibrosis kistik dan anoreksia nervosa, stress, defisiensi GnRH murni,
endokrinopati dan obat spesifik (Abraham,
2006).
Penyebab amenore tersering
yang berasal dari hipofisis pada perempuan usia reproduksi adalah adenoma
penyekresi-prolaktin. Tidak seperti lesi-lesi pendesakan ruang, tumor-tumor ini
menyebabkan penghambatan aksis HPG dengan menyekresi kadar prolaktin yang
tinggi secara abnormal. Galaktore ditemukan pada 50 hingga 60% perempuan yang
menderita adenoma. Oleh karena itu, tidak adanya tanda ini tidak menyingkirkan
tumor ini pada perempuan muda yang mengalami amenore (Abraham,2006).selain itu, kegagalan
ovarium mengakibatkan produksi estrogen dan progesterone yang tidak adekuat
meskipun rangsang gonadotropin yang adekuat akan secara klinis akan
bermanifestasi sebagai menstruasi yang tidak teratur (Abraham, 2006). Sebab terjadinya amenorea menurut Manuaba (2010):
1) Fisiologis
:
(1) sebelum
menarche
(2) hamil
dan laktasi
(3) menopause
senium
2) Kelainan congenital
3) Didapatkan
:
(1) infeksi
genitalia
(2) tindakan
tertentu
(3) kelainan
hormonal
(4) tumor
pada poros hipotalamus-hipofisis atau ovarium
(5) kelainan
dan kekurangan gizi
e. Perdarahan
Uterus Disfungsional
Perdarahan Uterus
Disfungsional atau Dysfunctional Uterine
Bleeding (DUB) disini didefinisikan sebagai perdarahan vagina yang terjadi
di dalam siklus yang kurang dari 20 hari atau lebih dari 40 hari, berlangsung
lebih dari 8 hari, mengakibatkan kehilangan darah lebih dari 80 ml, dan/atau
anemia (Abraham, 2006).
(1) Perdarahan
Uterus Disfungsional Primer
DUB (Disfunctional Uterine Bleeding) primer pada remaja ialah gangguan
yang diakibatkan dari imaturitas atau gangguan fungsi aksis HPG
(hipotalamus-pituitari-gonad). Fluktuasi ritmik kadar estrogen normalnya
terjadi pada awal pubertas, meningkat sesuai perkembangan pubertsa, dan
mencapai kadar estrogen puncak yang cukup untuk merangsang prolifersai
endometrium, mesntruasi dan akhirnya ovulasi. Namun, siklus anovulatoar sering
terjadi pada 1 hingga 2 tahun setelah menarke dan ditandai dengan bekurangnya
produksi progesterone. Tidak adanya progesterone dalam waktu lama mengakibatkan
lapisan endometrium yang tebal secara abnormal dan rapuh, yang jika terpajan dengan
penghentian mendadak estrogen, dapat meluruh secara tidak teratur, menyebabkan
perdarahan menstruasi yang tidak teratur dan berlebihan (Abraham, 2006).
(2) Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD) Sekunder
PUD atau
DUB sekunder disebabkan oleh gangguan dan penyakit koagulasi serta kelainan
organ reproduksi, antara lain vagina, serviks, uterus dan ovarium. Penyebab
tersering perdarahan berlebihan adalah gangguan perdarahan, dan perdarahan
vagina abnormal saat menarke atau sesudahnya dapat merupakan manifestasi awal
terutama penyakit von Willebrand. Defisiensi faktor VIII atau IX,
trombositopenia herediter atau didapat (meliputi yang diinduksi-kemoterapi),
gangguan trombosit, talasemia mayor, anemia Fanconi dan leukemia perlu
dipertimbangkan (Abraham, 2006).
f. Dismenore
Dismenore baik primer maupun
sekunder tetap merupakan salah satu penyebab utama keluhan sistem reproduksi
pada remaja perempuan yang mengalami menstruasi serta merupakan penyebab utama
hilangnya waktu sekolah. Dismenore
primer dipikirkan merupakan bagian adanya kontraksi miometrium yang dirangsang
oleh prostaglandin yang terasa nyeri. Prostaglandin F2 menginduksi
kontraksi miometrium dan diproduksi dalam jumlah banyak pada endometrium
perempuan yang mengalami dimenore. Sebgain besar prostaglandin dilepas dalam 2
hari pertama siklus menstruasi, bersamaan dengan bertambahnya rasa tidak enak.
Karena berkaitan dengan siklus ovulasi, dismenore primer tidak menjadi masalah,
sampai satu tahun atau lebih setelah menarche. Dismenore sekunder berhubungan dengan keadaan fisiologik dan
patologik spesifik termasuk infeksi pelvis (endometritis, PID), kehamilan
ektopik, kehamilan intrauterine, endomtriosis, AKDR dan kelainan anatomik (Abraham, 2006).
g.
Leukorea
Fisiologis
Remaja perempuan dengan kondisi peripubertal (skala maturitas tanner tahap III) sering mengeluh
adanya discharge vagina atau lebih
dikenal dengan istilah keputihan. Discharge yang jernih, tidak gatal atau
berbau menunjukkan kemungkinan discharge tersebut adalah leukorea fisiologis
akibat stimulasi estrogen dari ovarium terhadap uterus dan vagina. Pemeriksaan
fisik menunjukkan estrogenisasi vulva dan himen tanpa disertai eritem atau
ekskloriasi. Pemeriksaan mikroskopis leukorean fisiologis menunjukkan beberapa
leukosit dan maturasi sel epitel vagina akibat pengaruh estrogen, sedangkan
pada pemeriksaan kultur tidak didapatkan kuman patogen (Marcdante, dkk, 2014).
h.
Masalah Gizi
Masalah
gizi pada remaja akan berdampak negatif pada tingkat kesehatan masyarakat misalnya
penurunan konsentrasi belajar, risiko melahirkan bayi dengan BBLR, dan
penurunan kesegaran jasmani. Banyak penelitian telah dilakukan menunjukkan
kelompok remaja menderita banyak masalah gizi antara lain anemia dan indeks
massa tubuh (IMT) kurang dari normal (kurus). Prevalensi anemia pada remaja
berkisar 40-88%, sedangkan prevalensi remaja dengan IMT kurus berkisar 30-40%.
Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab masalah ini. Dengan mengetahui
faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi masalah gizi tersebut akan membantu
upaya penanggulangannya.
2)
Masalah Perilaku
a.
Penggunaan alkohol dan
obat-obatan terlaran
Penggunaan
alkohol dan obat-obatan terlarang akhir-akhir ini sudah sangat memprihatinkan.
Walaupun usaha untuk menghentikan sudah digalakkan tetapi kasus-kasus
penggunaan narkoba ini sepertinya tidak berkurang. Ada kekhasan mengapa remaja
menggunakan narkoba/ napza yang kemungkinan alasan mereka menggunakan berbeda
dengan alasan yang terjadi pada orang dewasa.
Survei
Badan Narkotik Nasional (BNN) tahun 2003 memperkirakan mereka yang pernah
memakai NAZA di kelompok pelajar dan mahasiswa sekitar 5,8%, sedangkan yang
pernah memakai dalam setahun terakhir sebesar 3,9%. Prevalensi pada laki-laki
sebanyak 4,6%, jauh lebih tinggi daripada perempuan yaitu sebanyak 0,4%.
Prevalensi penyalahgunaan NAZA lebih tinggi pada pendidikan SLTA ke atas
dibandingkan pendidikan yang lebih rendah (BNN, 2007).
b.
Hubungan
Seksual Pra Nikah
Perilaku seksual pranikah
adalah kegiatan seksual yang melibatkan dua orang yang saling menyukai atau
saling mencintai, yang dilakukan sebelum perkawinan (Mualfiah, dkk, 2014).
c.
Kawin
Muda
Semakin muda usia saat
perkawinan pertama semakin besar risiko yang dihadapi ibu dan anak. Beberapa
penyebab utama kematian tersebut adalah tidak tersedianya perawatan ibu dengan
baik, jarak kelahiran yang terlalu berdekatan, dan pernikahan dini (Julianto, 2015).
d.
Aborsi
Aborsi merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang belum teratasi sampai saat ini. Data tentang kejadian
aborsi dan kematian yang diakibatkannya sangat sulit diperoleh karena menurut
Undang-Undang No.23 tentang kesehatan pasal 15, tindakan aborsi tanpa indikasi
medis merupakan tindakan ilegal dengan ancaman denda dan hukuman penjara bagi
pelakunya. Saat
ini tiap hari ada 100 remaja yang melakukan aborsi karena kehamilan di luar
nikah. Jika dihitung per tahun, 36 ribu janin dibunuh oleh remaja dari
rahimnya. Ini menunjukkan pergaulan seks bebas di kalangan remaja Indonesia
saat ini sangat memprihatinkan. Survei Pusat Penelitian Kesehatan Universitas
Indonesia menemukan jumlah kasus aborsi di Indonesia setiap tahunnya mencapai
2,3 juta dan 30% di antaranya dilakukan oleh remaja (Dhamayanti, 2013).
e.
Infeksi
Menular Seksual
Remaja Indonesia saat ini sedang
mengalami peningkatan kerentanan terhadap berbagai ancaman risiko kesehatan
terutama yang berkaitan dengan kesehatan seksual dan reproduksi termasuk
peningkatan ancaman HIV/AIDS. Depkes RI menunjukkan bahwa sampai Maret 2008
pengidap HIV/AIDS terbanyak adalah kelompok remaja.4 Sampai dengan tahun 2004 kasus AIDS di
Indonesia yang dilaporkan ditemukan pada kelompok 0-4 tahun sebanyak 12 kasus
(1,53%), umur 5-14 tahun sebanyak 4 kasus (0,3%), dan umur 15-19 tahun sebanyak
78 kasus (5,69%). Kasus HIV/AIDS di Jawa Tengah dalam 5 tahun terakhir ini mengalami
peningkatan yang cukup berarti, dari 14 kasus pada tahun 2000 menjadi 158 kasus
pada tahun 2005. Peningkatan kejadian IMS pada
remaja disebabkan oleh kurangnya pengetahuan remaja tentang IMS dan kurangnya
kesadaran remaja untuk menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan seksual
dengan pekerja seks komersial. Remaja percaya bahwa IMS dapat dicegah dengan
cara meningkatkan stamina dan meminum antibiotik sebelum berhubungan seks
(Dhamayanti, 2013).
2.2 Konsep Dasar Anemia pada Remaja
2.2.1
Pengertian
Anemia dapat didefinisikan
sebagai keadaan dimana darah tidak mampu membawa oksigen dengan baik di dalam
tubuh. Ketidakmampuan pengangkutan oksigen ini terutama disebabkan jumlah
maupun fungsi hemoglobin yang menurun (Tao dan Kendall, 2013). Tiap sel darah
merah manusia mengandung sekitar 640 juta hemoglobin. Hemoglobin (Hb) adalah
protein pengangkut oksigen yang terdapat dalam sel darah merah. Kadar
hemoglobin normal pada pria dewasa 13-18gr/dl, sedangkan wanita 12-18gr/dl. Anemia dapat didefinisikan sebagai nilai hemoglobin, hematokrit,
atau jumlah eritrosit per milimeter kubik lebih rendah dari normal (Marya,
2013).
2.2.2
Klasifikasi
Anemia
Anemia diklasifikasikan
menjadi 3 kelompok menurut Mehta dan Hoffbrand (2008), antara lain :
1) Makrositosik
(MCV >98fL). Anemia megaloblastik merupakan yang paling banyak ditemukan
sebgai anemia makrositosik. Megaloblastik disebabkan defisiensi B12 atau folat.
2) Normostik
(MCV 78-98 fL). Sebagian besar anemia hemolitik dan anemia sekunder kasus
campuran.
3) Mikrostik
(MCV <78 fL; MCH biasanya <27 pg/L). Anemia defisiensi besi, talasemia
alfa/beta, defek Hb lainnya, anemia pada gangguan kronik, dan sideroblastik
kongenital tergolong dalam kelompok mikrositosik. Anemia defisiensi besi adalah
yang paling banyak dijumpai terutama pada wanita.
2.2.3
Anemia
Defisiensi Zat Besi
Defisiensi besi merupakan
penyebab tersering anemia di semua negara di dunia. Defisiensi besi adalah
penyebab tersering anemia mikrositik hipokrom. Anemia ini menunjukkan kadar
indeks volume eritrosit rata-rata (VER) dan hemoglobin eritrosit rata-rata
berkurang. Sediaan hapus darah tepi menunjukkan sel darah merah kecil
(mikrositik) dan pucat (hipokrom). Gambaran ini disebabkan oleh defek sisntesis
hemoglobin. Kasus anemia defisiensi besi sering dikaitkan dengan aspek nutrisi
dan metabolik besi (Mehta dan Hoffbrand, 2008). Mekanisme anemia defisiensi
besi menurut Permono, dkk (2012) dibagi tahapan:
1) Iron depletion adalah
tahap berkurang atau tidak adanya cadangan besi, tetapi hemoglobin dan fungsi
protein lain masih normal
2) Iron limited. Proses eritropoesis tidak
terjadi secara normal akibat kekurangan persediaan zat besi dari tahap
sebelumnya. Zat besi merupakan komponen penting bersama asam amino dan vitamin
bagi pelepasan eritropoetin.
3) Iron deficiency. Zat
besi sebagai komponen penyusun tidak memenuhi jumlah yang normal pada
pembentukan sel darah merah, akibatnya hemoglobin menurun. Hal ini menyebabkan
oksigen tidak dapat diedarkan dengan baik oleh Hb. Keadaan ini yang disebut
anemia (defisiensi besi).
2.2.4
Tanda
dan Gejala
Menurut
Handayani dan Haribowo (2008), gejala anemia dibagi menjadi tiga golongan besar
yaitu sebagai berikut:
1) Gejala
umum anemia
Gejala
anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau Anemic syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah
gejala yang timbul pada semua jenis Anemia pada kadar hemoglobin yang sudah
menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena
anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan
hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ yang
terkena adalah:
a)
Sistem Kardiovaskuler: lesu, cepat lelah,
palpitasi, takikardi, sesak napas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal
jantung.
b)
Sistem Saraf: sakit kepala, pusing, telinga
mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta
perasaan dingin pada ekstremitas.
c)
Sistem Urogenital: gangguan haid dan libido
menurun.
d) Epitel:
warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta rambut
tipis dan halus.
2) Gejala
khas masing-masing anemia
Gejala
khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah sebagai berikut:
a)
Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil
lidah, stomatitis angularis.
b)
Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)
c)
Anemia hemolitik: ikterus dan
hepatosplenomegali.
d) Anemia
aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.
3) Gejala
Akibat Penyakit Dasar
Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab
anemia. Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia
tersebut. Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing
tambang berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan telapak
tangan berwarna kuning seperti jerami. Menurut Yayan Akhyar Israr (2008) anemia
pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala
lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada
anemia jenis lain, seperti :
a)
Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi
licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang
b)
Glositis : iritasi lidah
c)
Keilosis : bibir pecah-pecah
d) Koilonikia
: kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.
2.2.5
Etiologi
dan Faktor Predisposisi
Kejadian anemia, terutama
anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi yang mempengaruhi kejadian anemia menurut FKM UI (2010), yaitu
asupan yang tidak memadai, peningkatan kebutuhan fisiologi, dan kehilangan
banyak darah. Remaja merupakan salah
satu kelompok yang rentan terhadap defisiensi besi. Sebagian besar disebabkan
oleh ketidakcukupan asimilasi zat besi yang berasal dari diet, dilusi dari
cadangan tubuh seiring pacu tumbuh dan kehilangan zat besi (Soetjiningsih,
2010). Menurut Kiswari (2014), anemia dapat terjadi antara lain disebabkan oleh
kehilangan besi, kebutuhan zat besi yang meningkat, dan penyakit kronis.
Menstruasi yang dialami remaja putri juga menyebabkan kebutuhan zat besi lebih
tinggi daripada laki-laki (Soetjiningsih, 2010 dan Maryam 2016).
Rendahnya asupan zat besi dan
konsumsi zat gizi lain seperti vitamin A, C, folat, riboflavin, dan B12
dapat menyebabkan seseorang mengalami anemia. Hal tersebut juga berpengaruh
pada penurunan penyerapan zat besi dalam tubuh sehingga terjadi defisiensi
(Briawan, 2016). Kebutuhan tubuh akan zat besi mengalami peningkatan pada
beberapa kondisi sehingga menyebabkan individu rawan menderita anemia. Keadaan
yang membutuhkan zat besi lebih tinggi adalah masa pertumbuhan, kehamilan atau
pada penderita penyakit kronis. Kehilangan banyak darah secara langsung
mengakibatkan zat besi banyak keluar dari tubuh. Pengeluaran zat besi yang
berlebih sering terjadi pula pada kondisi cacingan dan menstruasi (Maryam,
2016).
Faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya anemia pada populasi melibatkan interaksi kompleks dari
faktor-faktor sosial, politik, ekologi, dan biologi (Balarajarm dkk, 2011).
Menurut Agragawal, dkk (2006) bahwa penyebab utama anemia adalah gizi dan
infeksi. Di antara faktor gizi yang berkontribusi terhadap anemia adalah
kekurangan zat besi. Hal ini karena konsumsi makanan yang monoton, namun kaya
akan zat yang menghambat penyerapan zat besi (phytates) sehingga zat besi tidak
dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Kekurangan zat besi juga dapat diperburuk oleh
status gizi yang buruk, terutama ketika dikaitkan dengan kekurangan asam folat,
vitamin A atau B12, seperti yang sering terjadi di negara-negara berkembang
(Kaur, 214). Penelitian Pala K dan Dundar N di Turki menunjukkan bahwa faktor
lama menstruasi juga berhubungan dengan kejadian anemia (Pala, dkk, 2008).
Berkaitan dengan penyakit infeksi, malaria dan kecacingan merupakan penyebab
anemia, terutama di daerah endemik (Agrawal, dkk, 2006). Di samping itu kondisi
sosial ekonomi rumahtangga juga terkait dengan kejadian anemia. Beberapa
penelitian menunjukkan angka kejadian anemia yang cenderung lebih tinggi pada
rumahtangga miskin (Siteti, 2014).
2.2.6
Dampak
Anemia
Sistem kardiovaskuler dan
kurva disosiasi O2 hemoglobin menjadi adaptasi utama pada anemia. Beberapa
remaja yang mengalami anemia ringan tidak selalu tanpa tanda atau gejala.
Kelemahan yang berat mungkin saja dialami oleh penderita anemia ringan. Anemia
yang memburuk dengaan cepat menimbulkan lebih banyak gejala dibandingkan anemia
permulaan lambat. Biasanya terdapat gejala jika kadar Hb antara 9-10 g/dL.
Anemia berat (di bawah 6g/dL) juga bisa sangat sedikit memperlihatkan gejala
jika awitannya terjadi sangat lambat. Hal itu sering terjadi pada orang muda
yang sehat selain anemia. Gejala yang
ditunjukkan biasanya adalah napas terengah-engah, khususnya saat aktivitas
berat, letargi, berdebar-debar dan sakit kepala. Tanda umum lain yang muncul
secara fisik alah pucat pada membrane mukosa, sedangkan tanda spesifik dikatkan
dengan jenis anemia yang diderita (Marya, 2013). Dalam sudut pandang kesehatan,
anemia sangat mempengaruhi kesehatan reproduksi khususnya remaja putri dan WUS
(FKM UI, 2010). Kondisi anemia dapat meningkatkan risiko kematian ibu pada saat
melahirkan, melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, janin dan ibu mudah
terkena infeksi, keguguran, dan meningkatkan risiko bayi lahir prematur
(Sudikno, dkk, 2016).
2.2.7
Upaya
Pencegahan dan Penanggulangan Anemia
Pencegahan
dan penanggulangan anemia dapat dilakukan melalui upaya-upaya berikut :
1. Asupan
Zat Besi
Kebutuhan maupun kehilangan zat besi yang
meningkat dapat dicegah dengan menambah konsumsi zat besi (Fe). Peningkatan
konsumsi sumber protein hewani, vitamin C, dan A juga penting untuk membantu
penyerapan zat besi (Banudi, 2012). Menurut Soetjiningsih (2010), wanita usia
reproduksi membutuhkan asupan besi lebih banyak daripada pria yaitu sekitar 15
mg setiap harinya lebih rendah daripada ketetapan AKG oleh Kemenkes RI tahun
2013. Sumber Fe dalam diet ditemukan pada roti dan tepung, sereal, sayur hijau
dan kacang-kacangan, buah yang dikeringkan, ekstrak ragi. Sumber Fe yang sangat
baik dalam daging (khususnya ampela), ikan, dan telur (Webster-Gandy, dkk,
2014).
2. Suplementasi
Besi
Apabila
kebutuhan belum terpenuhi, konsumsi suplemen tambahan dari golongan vitamin,
mineral, atau zat gizi lain merupakan cara yang tepat untuk menanggulangi
prevalensi anemia, khususnya akibat defisiensi gizi/besi (Morris, 2013).
Suplemen zat besi (Fe) disebut juga antianemik. Sediaan yang lazim digunakan
adalah besi sulfat. Contoh lain yaitu besi glukonat, epogen, dan aranesp. Besi sulfat sebaiknya diberikan bersama
epogen karena menimbulkan efek samping konstipasi (Morris, 2013).
Menurut
Badan POM RI (2015), sediaan suplemen besi antara lain sediaan besi oral,
kombinasi, lepas lambat, dan parenteral. Garam besi harus diberikan secara oral
kecuali ada alasan kuat pemberian dengan cara lain.
Tabel
2.4 Kandungan besi pada
beberapa garam besi
Garam
Besi |
Jumlah |
Kadar
besi fero |
Fero
fumarat Fero
glukosat Fero
sulfat Fero
sulfat Kering Natrium
feredat |
200 mg 300 mg 300 mg 200 mg 190 mg |
65 mg 35 mg 60 mg 65 mg 27,5 mg |
Sumber :
Badan POM RI, 2015.
Beberapa
sediaan oral mengandung asam askorbat untuk membantu absorpsi besi. Tidak ada
justifikasi untuk penambahan zat aktif lain, seperti kelompok vitamin B kecuali
vitamin B12 dan asam folat untuk wanita hamil. Sediaan lepas lambat
diberikan satu kali sehari. Sediaan ini melepaskan besi secara bertahap. Besi
dapat diberikan secara parenteral dalam bentuk dekstran besi atau sukrosa besi.
Pemberian sediaan ini dilakukan ketika terapi oral tidak memungkinkan untuk
diberikan. Kondisi tersebut seperti intoleransi sediaan besi oral, tidak
kooperatif, perdarahan hebat berkelanjutan, atau malabsorpsi.
Organisasi
kesehatan dunia (WHO) merekomendaikan wanita menstruasi mengonsumsi suplemen
besi dan folat untuk mencegah kejadian anemia. Dosis yang direkomendasikan 60mg
Fe elemental yaitu setara dengan 300mg sulfat
ferosus heptahydrate, 180mg besi fumarat, atau 500mg besi glukonat. Satu
suplemen dikonsumsi selama 1 minggu dalam 3 bulan, diikuti 3 bulan setelahnya
tidak mengonsumsi tablet Fe, begitu seterusnya. Wanita yang didiagnosa anemia
disarankan mengonsumsi tablet elemental besi 12 0mg setiap hari hingga
hemoglobin berada dalam nilai normal (WHO, 2011).
Di
Indonesia, semua WUS dan ibu hamil dianjurkan mengonsumsi tablet tambah darah
(TTD). Jumlah yang dikonsumsi yaitu 1 tablet (setara 60mg elemental Fe) per
hari selama menstruasi dan 1 kali dalam seminggu di luar menstruasi (Kemenkes
RI, 2014). Setiap tablet tambah darah bagi wanita usia subur dan ibu hamil
sekurangnya mengandung : zat besi setara dengan 60 mg besi elemental (dalam
bentuk sediaan Ferro Sulfat, Ferro Fumarat atau Ferro Gluconat); dan Asam Folat 0,400 mg (Kemenkes, 2014).
Suplemen
zat besi harus dikonsumsi dengan dosis yang tepat. Keracunan Fe dapat terjadi
akibat overdosis suplemen. Dosis letal pada anak-anak 200-300mg/kg BB sedangkan
orang dewasa sekitar 100gram (tanpa anemia). Suplemen Fe dosis tinggi
menyebabkan keluhan gastrointestinal khususnya konstipasi (Webster-Gandy,
2011).
3. Fortifikasi
makanan
Salah satu upaya pencegahan anemia yang
berkaitan dengan kebijakan pemerintah yaitu fortifikasi bahan makanan.
Fortifikasi tepung terigu di USA merupakan strategi rendah biaya dan dapat
berkontribusi terhadap asupan 19% dan 14% Fe (Banudi, 2012).
2.3 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan pada Remaja dengan suspect anemia
2.3.1.
Pengkajian Data
1)
Data
Subyektif
1. Identitas
§ Umur klien:
Remaja adalah usia 1—19 tahun (WHO,2014).
2.
Keluhan
utama :
Gejala khas yang dialami
penderita anemia antara lain sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin
pada ekstremitas (Handayani dan Hariwibowo, 2008).
3.
Riwayat
Menstruasi
§
Menarche : Peristiwa
datangnya haid yang pertama kali, biasanya usia 10 - 16 tahun, dengan rata-rata pada usia 12,5
tahun. Usia menache < 10 tahun disebut menarche prekoks atau menarche dini
yang dapat disebabkan oleh kelainan di sekitar hipotalamus dan hipofisis.
Menarche yang baru datang setelah usia 14 tahun disebut dengan menarche tarda
yang dapat disebabkan oleh faktor herideter, gangguan kesehatan, dan kekurangan
gizi, maka perlu peningkatan kesehatan. Sedangkan, tidak adanya menstruasi
sampai usia 16 tahun dengan perkembangan pubertas yang normal atau sampai usia
14 tahun dengan perkembangan pubertas yang tidak normal disebut amenore primer.
Etiologi amenore primer paling sering adalah karena disfungsi dari aksis
hipotalamus-pituitary-ovarium (Chandran, 2008).
§
Siklus :
Siklus menstruasi pada remaja sering tidak beraturan. Hal ini bisa
disebabkan oleh aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium belum matang. Sehingga,
sering menghasilkan siklus anovulatorik dan mungkin siklus yang lebih panjang.
Rata-rata interval antar siklusnya sekitar 32,2 hari pada tahun-tahun pertama
siklu ginekologi. Hampir 90% akan berada pada rentang 21 – 45 hari. Dalam waktu
3 tahun pertama setelah menarche, 60 – 80 % akan memiliki siiklus menstruasi
seperti orang dewasa yakni 21 -34 hari (American
College of Obstetriciants and Gynecologist, 2017).
§
Lama : 2 – 7
hari American College of Obstetriciants
and Gynecologist, 2017).
§
Banyaknya : sekitar 3 – 6 tampon/hari American College of Obstetriciants and
Gynecologist, 2017).
§
Flour
Albus : ada,
bukan hanya terjadi pada saat sebelum dan
sesudah menstruasi, mendapatkan rangsangan seksual, mengalami stres berat,
sedang hamil atau mengalami kelelahan yang merupakan ciri keputihan fisiologis (Bahari, 2012).
4. Riwayat Kesehatan Pasien : pasien dengan anemia
mengeluhkan gejala seperti mudah lelah, letih, lesu, pusing
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu ditanyakan adakah penyakit
keturunan dalam keluarga atau penyakit menular yang dapat mempengaruhi
kesehatan pasien (misalnya TBC, pneumonia). Tanyakan juga apakah salah satu
aggota keluarga yang memiliki ikatan darah mempunyai kelainan metabolic
(diabetes mellitus), kelainan genetik dan bawaan seperti thalassemia,
hemophilia, drawfisme, sindrom turner, sindrom klinefelter, penyakit
kardioaskuler, keganasan, dan lain sebagainya.
6. Pola
Fungsional Kesehatan
a.
Pola
Nutrisi :
(1) Remaja
putri membutuhkan 2.000 kalori
perhari untuk mempertahankan badan agar tidak gemuk atau kurus. Kebutuhan energi remaja dipengaruhi oleh
aktivitas, metabolisme basal dan peningkatan kebutuhan untuk menunjang
percepatan tumbuh-kembang masa remaja.
(2) Kebutuhan protein pada remaja ditentukan oleh
jumlah protein untuk rumatan masa tubuh tanpa lemak dan jumlah protein yang
dibutuhkan untuk peningkatan massa tubuh tanpa lemak selama percepatan
tumbuh.
(3) Jumlah karbohidrat yang dianjurkan adalah 50%
atau lebih dari energi total serta tidak lebih dari 10-25% berasal dari
karbohidrat sederhana seperti sukrosa atau fruktosa.
(4) Pedoman makanan di berbagai negara termasuk
Indonesia (gizi seimbang), menganjurkan konsumsi lemak tidak lebih dari 30%
dari energi total dan tidak lebih dari 10% berasal dari lemak jenuh.
(5) Angka kecukupan asupan kalsium yang dianjurkan
untuk kelompok remaja adalah 1.300 mg per hari. Susu merupakan sumber
kalsium terbaik, disusul keju, es krim, yogurt.
(6) Kebutuhan pada remaja lelaki 10-12 mg/hari dan
perempuan 15 mg/hari. Pada remaja perempuan kebutuhan lebih banyak dengan
adanya menstruasi.
(7) Seng berperan sebagai metalo-enzyme pada proses
metabolisme serta penting pada pembentukan protein dan ekspresi gen. Konsumsi
seng yang adekuat penting untuk proses percepatan tumbuh dan maturasi
seksual.
(8) Vitamin A. Selain penting untuk fungsi
penglihatan, vitamin A juga diperlukan untuk pertumbuhan, reproduksi dan fungsi
imunologik.
(9) Vitamin E dikenal sebagai antioksidan yang
penting pada remaja karena pesatnya pertumbuhan.
(10) Vitamin C . Keterlibatannya dalam pembentukan
kolagen dan jaringan ikat menyebabkan vitamin ini menjadi penting pada masa
percepatan pertumbuhan dan perkembangan
(11) Folat. Folat berperan pada sintesis DNA, RNA dan
protein sehingga kebutuhan folat meningkat pada masa remaja.
(12) Serat (fiber). Serat makanan penting untuk
menjaga fungsi normal usus dan mungkin berperan dalam pencegahan penyakit
kronik seperti kanker, penyakit jantung koroner dan diabetes mellitus tipe-2.
Asupan serat yang cukup juga diduga dapat menurunkan kadar kolesterol darah,
menjaga kadar gula darah dan mengurangi risiko terjadinya obesitas. Kebutuhan
serat per hari dapat dihitung dengan rumus : ( umur + 5 ) gram dengan batas
atas sebesar ( umur + 10 ) gram.
(Satgas Remaja
IDAI, 2013).
Pola makan yang kurang sehat
dengan terlalu banyaknya konsumsi makanan ataupun minuman cepat saji yang tidak
memenuhi asupan nutrisi gizi seimbang juga dapat memicu terjadinya keputihan dan
anemia
(Khuzaiyah, dkk, 2015).
Minum
: normalnya 8 gelas/hari ( susu/air/teh/jus)
b.
Pola
Eliminasi :
Menguraikan miksi dan defekasi setiap hari dan keluhan
serta masalah yang terjadi. Normalnya BAK : 6-8x/hari, jernih dan bau khas.
Sedangkan BAB normalnya kurang lebih 1-2x/hari dengan konsistensi lembek dan warna kuning
c.
Pola
Istirahat :
Usia 12 – 18 tahun, menjelang
remja sampai remaja, kebutuhan tidur yang sehat adalah 8 – 9 jam. Studi
menunjukkan bahwa remaja yang kurang tidur lebih rentan terkena depresi, tidak
focus, dan punya nilai sekolah yang buruk (Kemenkes, 2015).
d.
Pola
Aktivitas :
Kelelahan fisik
merupakan kondisi yang dialami oleh seseorang akibat meningkatnya pengeluaran energi
karena terlalu memaksakan tubuh untuk
bekerja berlebihan dan menguras fisik. Meningkatnya pengeluaran energi menekan sekresi hormon estrogen.
Menurunnya sekresi hormon estrogen menyebabkan penurunan kadar glikogen. Glikogen
digunakan oleh Lactobacillus doderlein untuk metabolisme. Sisa dari
metabolisme ini adalah asam laktat yang digunakan untuk menjaga keasaman
vagina. Jika asam laktat yang dihasilkan sedikit, bakteri, jamur, dan parasite mudah
berkembang (Marhaeni, 2016).
e.
Seksual
apakah sudah pernah melakukan
hubungan seksual, kapan pertama kali melakukan hubungan seksual, hubungan
seksual berganti-ganti pasangan.
7. Keadaan
Psikososial spiritual
Remaja cenderung mengalami perubahan emosi, berupa kondisi sensitif atau peka
misalnya mudah menangis, cemas, frustasi, dan sebaliknya bisa tertawa tanpa
alasan yang jelas. Utamanya sering terjadi pada remaja putri, lebih-lebih
sebelum menstruasi.
2) Data Obyektif
Data ini
diperoleh melalui pemeriksaan fisik secara inspeksi, palpasi, perkusi,
auskultasi, pemeriksaan darah dalam dan pemeriksaan
laboratorium.
1.
Pemeriksaan
Umum
- Keadaan umum :
Baik, cukup, kurang.
- Kesadaran :Composmentis,
apatis,
somnolent, sopor, koma.
§
Tanda-tanda
vital
Ø
Tanda-tanda
vital normal pada remaja (usia 12 – 18 tahun), sebagai berikut (UMM, 2013).
Ø TD : normalnya TD diastolik 60 – 70 mmHg, TD sistolik 90 –
110 mmHg.
Ø Suhu :
normalnya 36 – 370C.
Ø Nadi :
normalnya 60 – 100 kali/menit. (reguler/ ireguler)
Ø RR : normalnya 12 – 16 kali/menit.
§
BB : Dilakukan untuk
menghitung status gizi remaja
§
TB : Dilakukan untuk menghitung status gizi remaja
§
IMT : penilaian IMT dihubungkan dengan beberapa masalah remaja, seperti gangguan pola makan serta gangguan
menstruasi (Marcdante, 2014)
2. Pemeriksaan Fisik
·
Wajah anemis / tidak, sklera kuning/
putih, konjungtiva anemis/tidak, pada klien yang sedang mengalami dismenorhea
dapat ditemukan ekspresi nyeri, cemas.
·
Leher ada pembesaran kelenjar tiroid/
tidak, bendungan vena jugularis ada/tidak. Kelenjar
tiroid yang abnormal dapat menyebabkan gangguan siklus menstruasi (Klein dan Poth, 2013).
·
Payudara pertumbuhan payudara
berdasarkan skala tanner, nyeri tekan ada/tidak, benjolan abnormal ada/tidak.
·
Abdomen pembesaran uterus abnormal ada /
tidak, nyeri tekan ada atau tidak, massa abnormal ada atau tidak.
·
Genetalia pertumbuhan bulu pubis
berdasarkan skala tanner, ada fluor albus / tidak, ada secret abnormal / tidak.
·
Ekstrimitas ada deformitas / tidak.
3.
Pemeriksaan
Penunjang
Pada klien dengan fluor albus perlu
dilakukan pemeriksaan swab vagina untuk menentukan penyebab keputihan.
Pada
klien dengan gangguan haid dan dismenorhea perlu dilakukan USG untuk menentukan
penyebab gangguan.
2.2.2 Identifikasi Diagnosa, Masalah, dan Kebutuhan
Diagnosa
(Aktual) : Remaja ..........
usia........ dengan suspect anemia
Masalah :
................................................
2.2.3 Antisipasi
Diagnosa
dan Masalah Potensial
Diagnosa :
Masalah : -
Antisipasi : Konseling, kolaborasi dan persiapan rujukan
2.2.4 Identifikasi
Kebutuhan
Segera
Tindakan yang
dibutuhkan pada keadaan yang mengancam nyawa, dapat bersifat:
Mandiri : konseling
Kolaborasi
: konsultasi dengan petugas gizi untuk evaluasi gizi
Rujukan : penanganan dokter untuk evaluasi penyakit
penyerta
2.2.5 Perencanaan
1.
Jelaskan hasil pemeriksaan pada remaja
2.
Menjelaskan
penyebab masalah kesehatan yang sedang dialami
3.
Berikan KIE mengenai gaya hidup yang
sehat diantaranya banyak mengkonsumsi makanan tinggi zat besi, makanan tinggi
serat, olahraga yang teratur, serta menghindari asupan junk food
4.
Melakukan
kolaborasi dengan petugas gizi dan rujukan kepada dokter untuk melakukan
evaluasi pada remaja (Varney, 2007).
2.2.6 Implementasi
Melaksanakan rencana asuhan secara menyeluruh
dengan efisien dan aman.
2.2.7 Evaluasi
Dilakukan
evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan
kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan
kebutuhan sebagaiman atelah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa.
Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam
pelaksanaanya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut telah efektif
sedang sebagian belum efektif. Kembali ke proses manajemen asuhan kebidanan.
BAB 3
TINJAUAN KASUS
PENGKAJIAN
Hari/Tanggal :
Kamis/ 4 Juli 2019
Pukul :
11.00 WIB
Oleh :
Rina Septi Andriani
Tempat : Poskestren Pondok Pesantren A.
SUBJEKTIF
1.
Identitas
Diri
Nama : Nn “N”
Tanggal Lahir : 27-7-2003
Umur : 15 tahun 11 bulan
Anak Ke : 3 dari 3
bersaudara
Alamat : Gresik
Identitas Orang Tua
Nama Ibu : Ny “A” Nama
Bapak : Tn “M”
Umur : 43 th Umur : 47 th
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tidak Bekerja Pekerjaan : Swasta
Alamat : Gresik
2. Keluhan
Utama : menstruasi sering tidak teratur, merasa mudah lelah,
terkadang pusing.
3. Riwayat
Menstruasi
a. |
Menarche |
: |
13 tahun |
b. |
HPHT |
: |
15- 06-2019 |
c. |
Lama
Haid |
: |
7 hari |
d. |
Siklus |
: |
Teratur, 28 – 32 hari |
e. |
Banyaknya |
: |
3
kali/ hari ganti pembalut pada hari ke - 1 – 3 menstruasi, selanjutnya 2
kali/hari. |
f. |
Disminorhoe |
: |
Hari 1 – 2 menstruasi, tidak sampai mengganggu
aktivitas |
g. |
Keputihan |
: |
Terkadang ada, sebelum haid berwarna bening, tidak
gatal, tidak berbau. |
4. Riwayat
Kesehatan
Merasa mudah lelah dan
terkadang pusing sejak 3 bulan terakhir ini, sudah pernah memeriksakan diri
pada bulan akhir bulan april, ternyata dikatakan anemia karena hb nya adalah
sekitar 10,8 gr%, tidak dilakukan rawat inap ataupun transfuse.
Pernah mendapatkan Fe, tapi tidak pernah dimium.
Tidak sedang atau pernah menderita penyakit infeksi saluran kencing, diabetes
mellitus, alergi, asma, hepatitis, gangguan sistem imun, kelainan darah,
kelainan genetik seperti sindrom turner, dan lain sebagainya.
5. Riwayat
Kesehatan Keluarga :
Ibu, Bibi, dan kakak perempuan pernah memiliki
keluhan nyeri saat haid hingga mengganggu aktivitas sebelum menikah. Keluarga tidak pernah ada yang terdiagnosis anemia. Keluarga tidak ada yang memiliki penyakit menurun seperti
diabetes mellitus, asma, kelainan darah (thalassemia, hemofilia), dan
kelainan genetik (sinddrom turner, sindrom down), dan tidak ada yang memiliki penyakit menular seperti
TBC, hepatitis, ataupun infeksi
saluran kencing.
6. Pola Fungsional Kesehatan
a. |
Nutrisi |
: |
Makan 3 kali sehari dalam 1 wadah untuk makan berempat,
porsi sedang, dengan menu nasi, lauk
pauk, jarang makan buah, tidak suka sayur, tidak pernah minum susu selama di pesantren. Minum air putih 1 – 2 liter/hari, setiap hari selalu jajan minuman manis dingin seperti
es teh manis, dan minuman manis seduh seperti jas-jus, nutrisari, tea jus.
Makan mie instan sebulan 2x, hampir setiap hari jajan goreng-gorengan. |
b. |
Aktivitas |
: |
Sekolah dimulai pada siang hari (jam 12.00-17.00 WIB) hari
senin sampai sabtu, pada pagi hari melakukan aktivitas seperti mencuci,
mengerjakan tugas sekolah, atau mengikuti kegiatan ekstrakulikuler 2 hari
dalam seminggu. Setiap waktu solat dilakukan secara berjamaah, setelah solat
magrib dilanjutkan mengaji sampai dengan solat isya berjamaah, kemudian baru
makan malam sekitar jam 20.30 WIB. |
c. |
Istirahat |
: |
Tidur malam jam 21.00 atau 22.00 hingga jam 04.00 WIB (sekitar 6 – 7
jam/hari), terkadang pagi tidur
sekitar 2 jam. |
d. |
Personal
Hygiene |
: |
Mandi
dan menggosok gigi 2 kali/hari, ganti celana dalam 2 kali sehari sehabis mandi, membersihkan vagina dari
arah depan ke belakang dengan air biasa. |
e. |
Kebiasaan
|
: |
Tidak
pernah menggunakan panty liner atau
sabun khusus pembersih daerah kewanitaan, tidak pernah memakai celana ketat
atau dalaman yang ketat, jenis celana dalam berbahan katun, mencuci pakaian
dalam disatukan dengan pakaian lain,
dikucek menggunakan
tangan,
mengkonsumsi tablet tambah darah rutin 1 bulan sekali saat haid, tidak meminum tambah
darah bila tidak haid, tidak merokok, minum beralkohol atau
mengkonsumsi narkotika. |
7.
Riwayat psikososial
Merasa kurang nyaman
dengan keluhan yang dirasa saat ini, mengaku tidak pernah berpacaran karena
larangan agama. Tetapi mengaku pernah
menyukai beberapa lawan jenis, terkadang mencurahkan isi hatinya pada teman
sekamarnya yang ia percaya. Dalam keluarga dia merupakan anak terakhir yang
selalu diperhatikan orang tua dan kakak-kakak.
OBJEKTIF
1. Pemeriksaan
Umum
Keadaan : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda-Tanda Vital
Nadi : 82 x/menit TD: 110/70 mmHg RR: 18x/menit
Antropometri
Berat Badan : 56 kg
Tinggi Badan : 151 cm
IMT : 24,56 kg/m2 (Overweight)
LiLA : 24,5 cm
2. Pemeriksaan
Fisik
Wajah Mata |
: : |
Pucat, terdapat komedo, tidak ada acne Konjungtiva pucat, sclera putih |
Mulut |
: |
Pucat,
bibir lembab |
Leher |
: |
Tidak
dilakukan |
Dada |
: |
Tidak dilakukan, mengaku papila telah menonjol, Areola dan papila membentuk bukit kedua (Tanner 4) |
Genitallia |
: |
Tidak dilakukan, mengaku rambut pubis kasar, keriting,
banyak tetapi lebih sedikit daripada orang dewasa (Tanner 4) |
ANALISIS
Remaja usia 15 tahun 8 hari dengan suspect anemia
PENATALAKSANAAN
1.
Menginformasikan
hasil pemeriksaan bahwa remaja diduga mengalami anemia sehingga
membutuhkan pemeriksaan lanjut ke fasilitas kesehatan agar keluhan yang dirasakan diketahui penyebabnya, klien
mengerti kondisinya saat ini
2.
Menjelaskan penyebab anemia yang kemungkinan
dialami ialah nutrisi yang kurang, aktifitas fisik yang padat, dan menstruasi
pada perempuan dapat mengurangi kadar zat besi, serta risiko anemia yang akan
dialami bila tidak ditangani yakni mudah terserang infeksi, mengalami
perdarahan, mengganggu fungsi reproduksi, serta
timbul gejala-gejala yang dapat mengganggu seperti mudah lelah, lesu, merasa
pusing, klien
mengerti penjelasan yang diberikan
3.
Memberikan
KIE tentang :
-
Personal Hygiene, membersihkan kemaluan dari arah depan ke
belakang, mengganti pembalut minimal 3 kali atau 4 jam sekali saat menstruasi
baik banyak maupun sedikit,
mengeringkan bagian kemaluan dengan tissue toilet setiap kali sehabis
BAK dan BAB, mengganti celana
dalam setiap terasa lembab (minimal 2-3 kali sehari).
-
Pola makan teratur 3 kali sehari dengan nutrisi
seimbang terdiri dari karbohidrat (nasi), protein hewani
(ayam/ikan/telur/susu), protein nabati (tempe/tahu), lemak (minyak, susu),
mineral, vitamin dan serat (sayur dan buah) tiap kali makan. Menambah asupan
bergizi di sela-sela jam makan seperti mengkonsumsi buah. Lebih banyak
mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi zat besi, vitamin B12, asam folat,
dan protein seperti sayuran hijau, daging merah, kacang-kacangan, susu, dan
lain sebagainya.
-
Menjaga
diri dari pergaulan bebas seperti tidak mudah mengikuti trend teman, tidak mencoba segala sesuatu yang berdampak
negative seperti berhubungan seks di luar nikah yang bisa mengarah pada IMS dan
kehamilan tidak diinginkan, merokok,
dan narkotika, serta mengikuti nasehat orang
tua, melakukan hal yang positif seperti mengikuti kegiatan majelis, belajar kelompok, melakukan hobi yang positif.
Klien dapat mengulang penjelasan yang diberikan
4. Menganjurkan
untuk rutin meminum dan menghabiskan obat yang diberikan dokter jika berobat
kembali, seperti tablet tambah
darah yang pernah diberikan, karena obat yang diberikan memiliki tujuan untuk
menyembuhkan keluhan yang dirasakan, klien mengerti dan mau
melaksanaan anjuran yang diberikan
5. Menganjurkan
membeli dan mengkonsumsi tablet tambah darah yang berisi 60 mg besi elemental
(dalam bentuk sediaan Ferro Sulfat, Ferro Fumarat atau Ferro Gluconat) per hari
selama menstruasi dan 1 kali dalam seminggu di luar menstruasi untuk mencegah
dan menanggulangi anemia, klien mau melaksanakan anjuran yang diberikan.
6. Menganjurkan klien untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan untuk pemeriksaan lebih
lanjut seperti pemeriksaan laboratorium (cek
hemoglobin) untuk menegakan diagnose dan pemberian terapi yang sesuai, klien
mengerti dan mau melaksanakan anjuran yang diberikan.
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada pengkajian didapatkan data Nn.”N” berusia 15 tahun 11 bulan yang
masuk dalam kategori remaja tengah. Pada
masa remaja tengah (14-16 tahun), menurut Ali, dkk (2010) dan Soetjiningsih,
dkk, (2010), tampak dan merasa ingin mencari identitas diri, ada keinginan
untuk berkencan atau tertarik pada lawan jenis, timbul perasaan cinta yang
mendalam, kemampuan berfikir abstrak (berkhayal) makin berkembang, dan
berkhayal mengenai hal-hal yang bekaitan dengan seksual. Perubahan fisik yang dialami
remaja berhubungan dengan produksi hormon seksual dalam tubuh yang
mengakibatkan timbulnya dorongan emosi dan seksual. Hal ini menjadi titik rawan
karena remaja mempunyai sifat selalu ingin tahu dan mempunyai kecenderungan
mencoba hal–hal baru (Hasibuan, dkk, 2015). Hal tersebut tampak pada Nn. N yang pernah beberapa kali menyukai lawan jenis dan melakukan curhat
kepada teman dekatnya. Pada masa remaja, mereka dihadapkan pada dua
tugas utama, yaitu mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orangtua dan
membentuk identitas untuk tercapainya integrasi diri dan kematangan pribadi
(Wardhani, 2012).
Keluhan utama Nn.
“N” adalah sering merasa pusing
dan lemas. Keluhan pusing dan lemas bisa jadi disebabkan oleh anemia.
Sebagaimana Handayani dan Haribowo (2008) menyatakan beberapa gejala anemia
diantaranya pusing, lesu, mata berkunang-kunang, warna pucat pada kulit dan
mukosa, dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan berkurangnya volume darah,
berkurangnya hemoglobin, dan vasokontriksi untuk memaksimalkan pengiriman
oksigen ke organ-organ vital (Price, dkk, 2006).
Pada
riwayat kesehatan, Nn. “N”
mengaku pernah melakukan pemeriksaan ke dokter dan dinyatakan anemia dengan kadr hemoglobin 10,8 gr/dl.
Menurut Marya (2013) kadar hemoglobin normal pada pria dewasa
13-18gr/dl, sedangkan wanita 12-18gr/dl. Selain
itu gejaala yang sering muncul tergantung dari organ yang terkena, pada
kardiovaskuler (lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak
napas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung), sistem saraf (sakit kepala, pusing, telinga
mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta
perasaan dingin pada ekstremitas),
sistem urogenital (gangguan haid dan libido menurun), epitel (warna pucat pada kulit dan
mukosa, elastisitas kulit menurun, serta rambut tipis dan halus). Jika berdasar pengkajian, Nn. N mengeluh mudah lelah
dan merasa pusing. Gejala yang dirasakan oleh Nn. N berdasarkan jika dikaitkan
dengan teori merupakan gejala yang terjadi pada anemia.
Hasil
pengukran IMT didapatkan sebesar 24,56 kg/m2 yang termasuk dalam kategori
overweight. Status gizi ini menunjukkan bahwa ada ketidakseimbangan antara
asupan nutrisi dengan aktivitas. Pola
nutrisi Nn. “N” yang memiliki
frekuensi makan 3 kali,
jarang makan sayur, buah, dan susu, tetapi aktivitas yang padat mengakibatkan
ketidakseimbangan tersebut. Status gizi yang berlebih dapat menimbulkan berbagai penyakit, seperti siklus menstruasi yang tidak lancar, dan kandungan gizi
yang dikonsumsi juga akan mempengaruhi seseorang mengidap anemia.
Rendahnya asupan zat besi dan konsumsi zat gizi lain seperti vitamin A, C,
folat, riboflavin, dan B12 dapat menyebabkan seseorang mengalami
anemia. Hal tersebut juga berpengaruh pada penurunan penyerapan zat besi dalam
tubuh sehingga terjadi defisiensi (Briawan, 2016). Begitupun Agraini (2014)
menyatakan bahwa pola makan yang salah dapat menyebabkan kurangnya asupan zat
gizi yang dibutuhkan oleh sesorang seperti asupan protein, vitamin A, vitamin C
dan beberapa zat gizi lain yang berperan dalam fungsi imunitas tubuh. Padahal,
sistem imun tubuh memiliki fungsi membantu perbaikan DNA dan mencegah infeksi
di dalam tubuh yang disebabkan oleh jamur, bakteri, dan virus, serta
menghasilkan antibody (Unawekla, dkk, 2018).
Hasil
pemeriksaan fisik didapatkan wajah, konjungtiva, dan bibir yang pucat yang
merupakan gejala dari anemia. Price, dkk (2006) mengungkapkan salah satu tanda
yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya
diakibatkan dari berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan
vosokontriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ
vital. Akan tetapi diagnose anemia belum dapat ditegakkan dalam kasus ini
karena diagnose pasti anemia ialah melalui pemeriksaan laboratorium. Apabila
hasil laboratorium menunjukan nilai hemoglobin, hematokrit,
atau jumlah eritrosit per milimeter kubik lebih rendah dari normal (Hb < 12
gr/dl) maka disebut anemia (Marya,
2013).
Dalam
kasus ini, ada beberapa pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
seharusnya dilakukan namun karena keterbatasan waktu dan ruang, maka
pemeriksaan tersebut tidak dapat dilakukan pada tanggal pengkajian tersebut.
Beberapa pemeriksaan fisik yang seharusnya dilakukan yakni pemeriksaan dada dan
genetalia. Pertumbuhan seks sekunder
remaja putri ditandai oleh pertumbuhan payudara dan rambut pubis sehingga pada
remaja sebaiknya dilakukan pemeriksaan tersebut untuk mentukan
stadium/klasifikasi pertumbuhan yang telah dialami remaja tersebut. Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, berupa pemeriksaan kadar hemoglobin atau sel darah merah
seharusnya dilakukan untuk dapat menegakkan diagnose anemia. Oleh karena itu,
sebaiknya remaja melakukan pemeriksaan lebih lanjut ke fasilitas kesehatan.
Berdasakan data subjektif dan objektif, hasil analisis pada kasus
ini dapat disimpulkan bahwa remaja usia
15 tahun 11 bulan dengan suspect anemia.
Sehingga salah satu penatalaksanaan yang diberikan berupa KIE tentang pola
nutrisi. Pola
nutrisi yang baik dapat meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah untuk
mencegah dan mengatasi anemia. Penatalaksanaan
lainnya yakni dengan memberikan KIE tentang menjaga diri dari pergaulan bebas seperti tidak mudah mengikuti trend teman, tidak
mencoba segala sesuatu yang berdampak negative seperti berhubungan seks di luar
nikah yang bisa mengarah pada kehamilan tidak diinginkan dan IMS. Hal ini
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Nn. N yang berada pada tahap remja tengah. Pada
tahap tersebut ada keinginan mencari identitas diri dan akibat adanya perubahan
hormone seksual maka timbul dorongan emosi dan seksual, sehingga remaja mempunyai sifat selalu
ingin tahu dan mempunyai kecenderungan mencoba hal–hal baru (Hasibuan, dkk,
2015). Walaupun remaja mengaku tidak pernah berpacaran, namun perlu dipertegaskan
kembali bahaya dari seks bebas tertutama dampaknya pada kehamilan tidak
diinginkan dan IMS.
BAB 5
PENUTUP
a. Kesimpulan
Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa. Banyak terjadinya perubahan baik fisik maupun psikologis pada
remaja. Perubahan fisik yang terjadi pada remaja perempuan meliputi perubahan
ukuran payudara, panggul, menstruasi, dan tumbuhnya rambut pada ketiak dan
daerah kemaluan. Remaja cenderung berbuat sesuai keinginannya sendiri sehingga
pada masa remaja orang tua harus memberikan pengarahan yang baik bagi anak.
Pada kasus ini, remaja mengalami
keluhan yang mengarah pada duguaan anemia. Dugaan anemia yang dialami remaja, Nn. “N”, ini dipicu oleh beberbagai faktor seperti
pola nutrisi yang salah, aktivitas fisik yang padat (kelelahan fisik).
Sehingga, penatalaksanaan utama yang dilakukan ialah pemberian edukasi tentang pola nutrisi seimbang untuk mencegah serta mengatasi anemia. Selain itu,
anjuran untuk pemeriksaan lebih lanjut, karena beberapa pemeriksaan yang tidak
dapat dilakukan pada saat pengkajian. Hal tersebut berguna untuk penegakan
diagnose dan pemberian terapi yang tepat untuk anemia pada remaja.
b. Saran
i.
Bagi Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan harus melakukan pendekatan pada remaja
karena remaja memiliki permasalahan yang sering tidak diceritakan oleh orang
sekitarnya sehingga tenaga kesehatan bisa menjadi fasilitator dalam penyelesaian
masalah pada remaja. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan dan
pengkajian lanjutan agar permasalahan remaja dapat diatasi secara tuntas dan
optimal.
ii.
Bagi
Remaja
Selain
perhatian dari orang-orang sekitar, sebaiknya remaja juga membentengi dirinya
sendiri dengan ilmu pengetahuan dan agama/iman yang kuat agar terhindar dari
masalah-masalah remaja yang sering dialami. Misalnya, pada kasus ini sebaiknya
remaja meningkatkan wawasannya mengenai pentingnya personal hygiene yang benar, asupan nutrisi yang adekuat, dan
penggunaan antibiotik yang tepat dengan cara bertanya atau mencari informasi
pada sumber yang tepat.
iii.
Bagi Orang Tua
Orang tua harus membuka diri untuk menerima cerita dari
anaknya di masa remaja, hindari dalam memarahi anak di masa remaja karena pada
masa ini anak bisa melakukan semaunya dan lebih cenderung percaya pada
teman-temannya. Berikan nasehat dengan memposisikan diri sebagai teman sehingga
anak merasa nyaman dan terbuka saat bercerita. Selain itu, perhatian
mengenai asupan nutrisi pada masa remaja juga penting dalam pertumbuhan dan
perkembangannya, serta menghindari remaja dari berbagai penyakit.
Komentar
Posting Komentar